Pajak Daerah



BAB I
PENDAHULUAN
Pelaksanaan UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 telah menimbulkan perubahan yang fundamental mengenai pengaturan hubunganPusat dan Daerah, khususnya dalam bidang manajemen pemerintahan maupundalam kekerabatan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenalsebagai masa otonomi daerah.Dalam masa otonomi tempat kini ini, tempat diberikan kewenanganyang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.Tujuannya antara lain yaitu untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintahkepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrolpenggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan BelanjaDaerah (APBD), selain untuk membuat persaingan yang sehat antar daerahdan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan tersebut,Pemerintah Daerah diharapkan lebih bisa menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahandan pembangunan di wilayahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknyakewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada tempat disertai pengalihanpersonil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke tempat dalam jumlahbesar. Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh pusat kepada tempat dalam rangka mendukung pelaksanaanotonomi daerah, meskipun jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnyasebesar 25 persen dari Penerimaan Dalam Negeri dalam APBN, namun, daerahharus lebih kreatif dalam meningkatkan PADnya untuk meningkatkanakuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan APBD-nya. Sumber-sumber penerimaan tempat yang potensial harus digali secara maksimal, namun tentusaja di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasukdiantaranya yaitu pajak tempat dan retribusi tempat yang memang telah sejaklama menjadi unsur PAD yang utama.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    PRINSIP DAN KRITERIA PERPAJAKAN DAERAH
Kebijakan pungutan pajak tempat menurut Perda, diupayakan tidakberbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), alasannya yaitu haltersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada karenanya akanmendistorsi aktivitas perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasidalam UU No.18 Tahun 1997 perihal Pajak Daerah dan Retribusi Daerahsebagaimana diubah dengan UU No.34 Tahun 2000, dimana dinyatakan dalamPasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak tempat bukanmerupakan objek pajak pusat.Sementara itu, apabila kita perhatikan sistem perpajakan yang dianut olehbanyak negara di dunia, maka prinsip-prinsip umum perpajakan tempat yangbaik pada umumnya tetap sama, yaitu harus memenuhi kriteria umum tentangperpajakan tempat sebagai berikut:
Ø  prinsip memperlihatkan pendapatan yang cukup dan elastis,
artinya dapatmudah naik turun mengikuti naik/turunnya tingkat pendapatan masyarakat.
Ø  adil dan merata secara vertical artinya sesuai dengan tingkatan kelompokmasyarakat dan horizontal artinya berlaku sama bagi setiap anggotakelompok masyarakat sehingga tidak ada yang kebal pajak.
Ø  administrasi yangfleksibel artinya sederhana, gampang dihitung, pelayananmemuaskan bagi si wajib pajak
Ø  secara politis sanggup diterima oleh masyarakat, sehingga timbul motivasi dankesadaran pribadi untuk membayar pajak.
Ø  Non-distorsi terhadap perekonomian : implikasi pajak atau pungutan yanghanya menimbulkan imbas minimal terhadap perekonomian. Padadasarnya setiap pajak atau pungutan akan menimbulkan suatu beban baikbagi konsumen maupun produsen. Jangan hingga suatu pajak ataupungutan menimbulkan beban suplemen (extra burden) yang berlebihan,sehingga akan merugikan masyarakat secara menyeluruh (dead-weight loss).
 Untuk mempertahankan prinsip-prinsip tersebut, maka perpajakan tempat harus mempunyai ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadidi banyak negara sedang berkembang, yaitu sebagai berikut:
Ø pajak tempat secara hemat sanggup dipungut, berarti perbandingan antarapenerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.
Ø relatif stabil, artinya penerimaan pajaknya tidak berfluktuasi terlalu besar,kadang-kadang meningkat secara drastis dan adakalanya menurun secaratajam.
Ø Tax basenya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan(benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay ).
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan otonomi daerah, maka pemberiankewenangan untuk mengadakan pemungutan pajak selain mempertimbangkankriteria-kriteria perpajakan yang berlaku secara umum, seyogyanya, juga harusmempertimbangkan ketepatan suatu pajak sebagai pajak daerah. Pajak daerahyang baik merupakan pajak yang akan mendukung pemberian kewenangankepada tempat dalam rangka pembiayaan desentralisasi.Untuk itu, Pemda dalam melaksanakan pungutan pajak harus tetap“menempatkan” sesuai dengan fungsinya.
B.     KETENTUAN MENGENAI PUNGUTAN PAJAK DAERAH DANRETRIBUSI DAERAH
Pengaturan kewenangan pengenaan pemungutan Pajak Daerah danRetribusi Daerah dalam UU No.18 Tahun 1997 selama ini dianggap kurangmemberikan peluang kepada tempat untuk mengadakan pungutan baru.Walaupun dalam UU tersebut bekerjsama memperlihatkan kewenangan kepadadaerah namun harus ditetapkan dengan PP. Sehingga pada waktu UU No. 18Tahun 1997 berlaku belum ada satupun tempat yang mengusulkan pungutan gres alasannya yaitu dianggap hal tersebut sulit dilakukan. Selain itu, pengaturan supaya Perda perihal Pajak Daerah dan Retribusi Daerah harus menerima pengesahandari Pusat juga dianggap telah mengurangi otonomi daerah. Dengan diubahnyaUU No.18 Tahun 1997 menjadi UU No.34 Tahun 2000, diharapkan pajak daerahdan retribusi tempat akan menjadi salah satu PAD yang penting guna membiayaipenyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.Dalam UU No.34 Tahun 2000 dan PP pendukungnya, yaitu PP No.65Tahun 2001 perihal Pajak Daerah dan PP No.66 Tahun 2001 perihal RetribusiDaerah menjelaskan perbedaan antara jenis pajak tempat yang dipungut olehPropinsi dan jenis pajak yang dipungut oleh Kabupaten/Kota. Pajak Propinsiditetapkan sebanyak 4 (empat) jenis pajak, yaitu : (i) Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air (PKB & KAA); (ii) Bea Balik Nama KendaraanBermotor dan Kendaraan di Atas Air (BBNKB & KAA); (iii) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB); (iv) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan (P3ABT & AP). Jenis Pajak Propinsi bersifatlimitatif yang berarti Propinsi tidak sanggup memungut pajak lain selain yang telahditetapkan, dan hanya sanggup menambah jenis retribusi lainnya sesuai dengankriteria yang ditetapkan dalam UU.
Dengan adanya pemisahan jenis pajakyang dipungut oleh Propinsi dan yang dipungut oleh Kabupaten/Kota diharapkantidak adanya pengenaan pajak berganda.Dalam rangka pengawasan, Perda-perda perihal pajak dan retribusi yangditerbitkan oleh Pemda harus disampaikan kepada PemerintahPusat paling lambat 15 (lima belas) hari semenjak ditetapkan.
C.    PERANAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DALAMMENDUKUNG PEMBIAYAAN DAERAH
Pajak tempat dan retribusi tempat merupakan salah satu bentuk peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak tempat danretribusi tempat merupakan sumber pendapatan tempat yang penting untukmembiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.Permasalahan yang dihadapi oleh Daerah pada umumnya dalam kaitanpenggalian sumber-sumber pajak tempat dan retribusi daerah, yang merupakansalah satu komponen dari PAD, yaitu belum memperlihatkan kontribusi yangsignifikan terhadap penerimaan tempat secara keseluruhan.Untuk mengantisipasi desentralisasi dan proses otonomi daerah,tampaknya pungutan pajak dan retribusi tempat masih belum sanggup mendapatkan amanah oleh tempat sebagai sumber pembiayaan desentralisasi
D.     OPTIMALISASI PUNGUTAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH DALAMRANGKA MENINGKATKAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH
Ciri utama yang memperlihatkan suatu tempat otonom bisa berotonomiyaitu terletak pada kemampuan keuangan daerah. Artinya, tempat otonom harusmemiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan memakai keuangan sendiri yang cukupmemadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya.Ketergantungan kepada sumbangan Pusat harus seminimal mungkin, sehingga PADkhususnya pajak dan retribusi tempat harus menjadi penggalan sumber keuanganterbesar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan Pusat danDaerah sebagai prasyarat fundamental dalam sistem pemerintahan negara.Berkaitan dengan hal tersebut, optimalisasi sumber-sumber PAD perludilakukan untuk meningkatkan kemampuan keuangan daerah. Untuk itudiperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan. Dalam jangka pendek aktivitas yang paling gampang dan sanggup segera dilakukan adalahdengan melaksanakan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerahyang sudah ada terutama melalui pemanfaatan teknologi informasi. Denganmelakukan efektivitas dan efisiensi sumber atau obyek pendapatan daerah,maka akan meningkatkan produktivitas PAD tanpa harus melaksanakan perluasansumber atau obyek pendapatan gres yang memerlukan studi, proses dan waktuyang panjang. Dukungan teknologi gosip secara terpadu gunamengintensifkan pajak mutlak diharapkan alasannya yaitu sistem pemungutan pajak yangdilaksanakan selama ini cenderung tidak optimal. Masalah ini tercermin padasistem dan mekanisme pemungutan yang masih konvensional dan masihbanyaknya sistem berjalan secara parsial, sehingga besar kemungkinaninformasi yang disampaikan tidak konsisten, versi data yang berbeda dan data tidak up-to-date
Permasalahan pada sistem pemungutan pajak cukup banyak,misalnya : baik dalam hal data wajib pajak/retribusi, penetapan jumlah pajak, jumlah tagihan pajak dan sasaran pemenuhan pajak yang tidak optimal.
Secara umum, upaya yang perlu dilakukan oleh Pemda dalamrangka meningkatkan pendapatan tempat melalui optimalisasi intensifikasipemungutan pajak tempat dan retribusi daerah, antara lain sanggup dilakukandengan cara-cara sebagai berikut :
v  Memperluas basis penerimaan
Tindakan yang dilakukan untuk memperluas basis penerimaan yang dapatdipungut oleh daerah, yang dalam perhitungan ekonomi dianggap potensial,antara lain yaitu mengidentifikasi pembayar pajak baru/potensial dan jumlahpembayar pajak, memperbaiki basis data objek, memperbaiki penilaian,menghitung kapasitas penerimaan dari setiap jenis pungutan.
v  Memperkuat proses pemungutan
Upaya yang dilakukan dalam memperkuat proses pemungutan, yaitu antaralain mempercepat penyusunan Perda, mengubah tarif, khususnya tarif retribusi dan peningkatan SDM.
v  Meningkatkan pengawasan
Hal ini sanggup ditingkatkan yaitu antara lain dengan melaksanakan pemeriksaansecara dadakan dan berkala, memperbaiki proses pengawasan,menerapkan hukuman terhadap penunggak pajak dan hukuman terhadap pihakfiskus, serta meningkatkan pembayaran pajak dan pelayanan yangdiberikan oleh daerah.
v  Meningkatkan efisiensi manajemen dan menekan biaya pemungutan
Tindakan yang dilakukan oleh tempat yaitu antara lain memperbaikiprosedur manajemen pajak melalui penyederhanaan admnistrasi pajak,meningkatkan efisiensi pemungutan dari setiap jenis pemungutan.
v  Meningkatkan kapasitas penerimaan melalui perencanaan yang lebih baik
Hal ini sanggup dilakukan dengan meningkatkan koordinasi dengan instansiterkait di daerah.Selanjutnya, ekstensifikasi perpajakan juga sanggup dilakukan, yaitu melaluikebijaksanaan Pemerintah untuk memperlihatkan kewenangan perpajakan yanglebih besar kepada tempat pada masa mendatang. Untuk itu, perlu adanyaperubahan dalam sistem perpajakan Indonesia sendiri melalui sistem pembagianlangsung atau beberapa basis pajak Pemerintah Pusat yang lebih sempurna dipungutoleh daerah.



















BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas, sanggup kami simpulkan hal-hal sebagaiberikut:Sumber pembiayaan bagi tempat dalam rangka pelaksanaan desentralisasifiskal yaitu PAD, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan lain-lain penerimaanyang sah. Pajak tempat dan retribusi daerah, yang merupakan salah satukomponen PAD, seharusnya merupakan sumber penerimaan utama bagidaerah, sehingga ketergantungan tempat kepada Pemerintah Pusat (DanaPerimbangan) semakin berkurang, yang pada gilirannya tempat diharapkan akanmemiliki akuntabilitas yang tinggi kepada masyarakat lokal.
Kebijaksanaan Pemda yang sangat sempurna dikala ini untukmeningkatkan penerimaan tempat dalam jangka pendek sebaiknyadititikberatkan pada intensifikasi pemungutan pajak yaitu mengoptimalkan jenis- jenis pungutan pajak tempat dan retribusi tempat yang sudah ada.Upaya untuk meningkatkan PAD di masa mendatang seyogyanya dilakukan melalui peningkatan taxing power antara lain melalui penyerahan beberapa pajakPusat kepada Daerah, penyerahan sebagian PNBP kepada Daerah dan lain-lainkebijakan sharing tax atau piggy backing system. Bagi Kabupaten/Kota perludiberikan suplemen pendapatan dengan memperlihatkan kewenangan penuh untukmemungut pajak hingga dengan besaran tertentu. Untuk itu, PBB dan BPHTB disarankan dialihkan menjadi pajak Daerah dan Pemerintah Kabupaten/Kotadiberikan wewenang untuk memutuskan dasar pengenaan pajak (tax-base) dantarif hingga dengan batas tertentu atas kedua jenis pajak tersebut. Disamping itudisarankan adanya perubahan bagi hasil PPh Pasal 21 dan Pasal 25 dan Pasal29 Orang Pribadi menjadi opsen atau PPh tersebut dengan tetap mempertahankan tarif efektif yang berlaku.















DAFTAR PUSTAKA

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel