Sejarah Landasan Yuridis Pendidikan Nasional

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Praktik pendidikan nasional diselenggarakan dengan mengacu kepada   landasan yuridis tertentu  yang telah ditetapkan,  baik berupa  undang-undang  maupun  peraturan pemerintah   mengenai   pendidikan.   Para   pendidik   dan   tenaga   kependidikan   perlu memahami berbagai   landasan   yuridis sistem pendidikan nasional tersebut dan menjadikannya  sebagai  titik  tolak  pelaksanaan  peranan  yang  diembannya.  Dengan demikian diharapkan akan tercipta tertibnya penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang menjadi salah satu prasyarat untuk sanggup tercapainya tujuan pendidikan nasional.
BBM  ini  akan  membantu  Anda  dalam  memahami  berbagai  landasan  yuridis sistem  pendidikan  nasional,  khususnya  landasan  yuridis  penyelenggaraan  pendidikan pada  SD/MI  baik  yang  termaktub  dalam  Undang-Undang  Dasar  Negara  Republik Indonesia Tahun 1945, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen, serta Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Materi BBM ini terdiri atas tiga sub pokok bahasan. Sub pokok bahasan pertama membahas landasan yuridis penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Sub pokok bahasan kedua membahas landasan yuridis penyelenggaraan sistem pendidikan nasional pada jalur, jenjang, dan satuan pendidikan. Adapun sub pokok bahasan ketiga membahas perihal standar nasional pendidikan SD/MI dan guru sebagai pendidik professional.
B.     Rumusan Masalah
Setelah mempelajari  BBM ini, Anda diharapkan  memahami aneka macam landasan yuridis sistem pendidikan nasional, khususnya landasan yuridis penyelenggaraan pendidikan   pada   SD/MI   dan   landasan   yuridis   mengenai   guru   sebagai   pendidik profesional.  Untuk      mencapai  tujuan  tersebut,  Anda  perlu  dapat  melakukan  hal-hal berikut:
1.               Menjelaskan landasan yuridis keinginan dan amanat mengenai penyelenggaraan sistem pendidikan nasional.
2.               Menjelaskan landasan yuridis perihal dasar, fungsi, tujuan, dan prinsip penyelenggaraan  pendidikan di dalam sistem pendidikan ansional.
3.               Menjelaskan landasan yuridis perihal hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, Negara, Pemerintah dan pemerintah daerah.
4.               Menjelaskan landasan yuridis perihal jalur jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
5.               Menjelaskan landasan yuridis perihal kurikulum dan bahasa pengantar.
6.               Menjelaskan landasan yuridis tentang  penerima didik, pendidik dan tenaga kependidikan.
7.               Menjelaskan landasan yuridis  fungsi dan tujuan standar nasional pendidikan.
8.               Menjelaskan landasan yuridis lingkup Standar Nasional Pendidikan pada jenjang pendidikan dasar.
9.               Menjelaskan landasan yuridis perihal guru sebagai pendidik profesional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    UUD Negara R.I. Tahun 1945 (UUD 1945) Mengenai Penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional
Kemerdekaan  bangsa  Indonesia  diproklamasikan  pada  tgl.  17  Agustus  1945. Sehari sesudah itu, pada tgl. 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) memutuskan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara. Apabila Anda mengkaji alinea keempat  Pembukaan   Undang-Undang Dasar 1945, di sana tersurat dan tersirat   keinginan nasional   di bidang pendidikan, yaitu   untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehubungan dengan ini, Pasal 31 ayat (3) UUD  1945 mengamanatkan biar “Pemerintah mengusahakan dan  menyelenggarakan   satu   sistem   pendidikan   nasional,   dalam   rangka   mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang”.
1.      Definisi Pendidikan, Pendidikan Nasional dan Sistem Pendidikan Nasional
Sebagaimana telah Anda pelajari dalam  BBM 5 (Landasan Historis Pendidikan) bahwa Pemerintah  telah memberlakukan UU RI No. 4 tahun 1950 Tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan Pengajaran Di Sekolah yuncto UU RI No. 12 Tahun 1954. Sejak 27 Maret 1989 undang-undang tersebut diganti dengan UU RI No. 2 Tahun 1989 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Adapun semenjak tanggal 8 Juli 2003 Pemerintah memperbaharui dan menggantinya dengan  Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”. Mari kita kaji apa yang dimaksud dengan pendidikan, pendidikan nasional dan sistem pendidikan nasional berdasarkan undang- undang tersebut.
Pendidikan. Dalam Pasal 1 ayat 1   Undang-Undang R.I. No. 20 Tahun 2003 dinyatakan   bahwa: “Pendidikan   ialah perjuangan sadar dan terpola untuk mewujudkan suasana berguru dan proses pembelajaran biar penerima didik secara aktif menyebarkan potensi dirinya untuk mempunyai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, budbahasa mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Pendidikan  Nasional  dan Sistem Pendidikan  Nasional.  Pendidikan  nasional adalah  pendidikan  yang  berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  Negara Republik  Indonesia  Tahun  1945  yang  berakar  pada  nilai-nilai  agama,  kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman (Pasal 1 ayat 2 UU RI  No.  20  Tahun  2003).    Adapun  sistem  pendidikan  nasional  adalah  keseluruhan komponen   pendidikan   yang  saling  terkait  secara  terpadu  untuk  mencapai   tujuan pendidikan nasional (Pasal 1 ayat 3 UU RI No. 20 Tahun 2003).
2.      Dasar,  Visi,  Misi,  Fungsi,  Tujuan,  Strategi  Pendidikan  nasional,  dan  Prinsip Penyelenggaraan  Pendidikan
Dasar Pendidikan Nasional. Tersurat dalam Pasal 2 Undang-Undang R.I. No. 20  Tahun 2003 bahwa: “Pendidikan  nasional berdasarkan  Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Visi   dan   Misi   Pendidikan   Nasional.   Visi   Pendidikan   nasional   ialah terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang berpengaruh dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia bermetamorfosis insan yang berkualitas  sehingga  mampu  dan  proaktif  menjawab  tantangan  zaman  yang  selalu berubah.  Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi sebagai berikut:
1.        mengupayakan ekspansi dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2.        membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh semenjak usia dini hingga janjkematian dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3.        meningkatkan  kesiapan  masukan  dan  kualitas  proses  pendidikan  untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4.        meningkatkan  keprofesionalan dan akuntabilitas forum pendidikan sebagai sentra pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan , pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global; dan
5.        memberdayakan  kiprah serta masyarakat dalam penyelenggaraan  pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI (Penjelasan atas UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional. Sebagaimana termaktub dalam pasal 3  UU  RI  No.  20  Tahun  2003,  serta  berdasarkan  visi  dan  misi  tersebut  di  atas, “Pendidikan  nasional  berfungsi  mengembangkan    kemampuan  dan membentuk tabiat serta  peradaban  bangsa  yang  bermartabat  dalam  rangka  mencerdaskan   kehidupan bangsa”.  Adapun  tujuan  pendidikan  nasional  adalah  untuk  “berkembangnya  potensi penerima didik biar menjadi manusia  yang beriman dan bertakwa  kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab” (Pasal 3 dan Penjelasan atas UU RI No. 20 tahun 2003).
Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional. Pembaharuan sistem pendidikan memerlukan   strategi   tertentu.   Adapun   strategi   pembangunan   pendidikan   nasional meliputi:
1.      Pelaksanaan pendidikan agama serta budbahasa mulia;
2.      pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi;
3.      proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
4.      evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan;
5.      peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan;
6.      penyediaan sarana berguru yang mendidik;
7.      pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan;
8.      penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata;
9.      pelaksanaan wajib belajar;
10.  pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan;
11.  pemberdayaan kiprah masyarakat;
12.  pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan
13.  pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional (Penjelasan atas UU RI No. 2 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Prinsip   Penyelenggaraan   Pendidikan.   Dalam   konteks   sistem   pendidikan nasional, ditegaskan  biar penyelenggaraan pendidikan didasarkan kepada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1.      Pendidikan    diselenggarakan    secara   demokratis   dan   berkeadilan   serta   tidak diskriminatif  dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,  nilai keagamaan,  nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
2.      Pendidikan  diselenggarakan  sebagai  satu  kesatuan  yang  sistemik  dengan  sistem terbuka dan multi makna.
3.      Pendidikan diselenggarakan  sebagai suatu proses pembudayaan  dan pemberdayaan penerima didik yang berlangsung sepanjang hayat.
4.      Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kamauan, dan menyebarkan kreativitas penerima didik dalam proses pembelajaran.
5.      Pendidikan diselenggarakan dengan menyebarkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat.
6.      Pendidikan  diselenggarakan  dengan memberdayakan  semua komponen  masyarakat melalui   peran   serta   dalam   penyelenggaraan   dan   pengendalian   mutu   layanan pendidikan (Pasal 4 UU RI No. 20 Tahun 2003).
3.      Hak  dan  Kewajiban  warga  Negara,  Orang  Tua,  Masyarakat,  Negara  dan Pemerintah
Hak dan Kewajiban Warga Negara.  Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menawarkan jaminan  bahwa:  “Tiap-tiap  warga  negara  berhak  mendapat  pendidikan”.  Selanjutnya dalam Pasal 5 UU RI No. 20 Tahun 2003 dijabarkan lagi bahwa:
(1)     Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
(2)     Warga  negara  yang  mempunyai  kelainan  fisik,  emosional,  mental,  intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
(3)     Warga  negara  di  daerah  terpencil  atau  terbelakang  serta  masyarakat  adat  yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus.
(4)     Warga  negara   yang  memiliki   potensi   kecerdasan   dan  bakat  istimewa   berhak memperoleh pendidikan khusus.
(5)     Setiap   warga   negara   berhak   mendapat   kesempatan   meningkatkan   pendidikan sepanjang hayat.
Pendidikan  Khusus  dan Pendidikan  Layanan  Khusus. Berkenaan  dengan Pasal 5 ayat (2) s.d. ayat (4) UU RI No. 20 Tahun 2003,   Pasal 32 UU RI No. 20 Tahun 2003  menyatakan:
(1)   Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi penerima didik yang mempunyai tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran alasannya ialah kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau mempunyai potensi kecerdasan dan talenta istimewa.
(2)   Pendidikan  layanan  khusus  merupakan  pendidikan  bagi  peserta  didik  di  tempat terpencil  atau  terbelakang,  masyarakat  adat  yang  terpencil,  dan/atau  mengalami tragedi alam, tragedi sosial, dan tidak mempu dari segi ekonomi.
(3)   Ketentuan mengenai pelaksanaan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Di samping  mempunyai  berbagai  hak tersebut  di atas,   “Setiap  warga  negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya” (Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945). Selanjutnya  Pasal 6 UU RI Tahun 2003 menyatakan:
(1)    setiap  warga  negara  yang  berusia  tujuh  sampai  dengan  lima  belas  tahun  wajib mengikuti pendidikan dasar.
(2)    Setiap warga negara bertanggung jawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan.
Hak dan Kewajiban Orang Tua. Hak dan kewajiban orang tua  termaktub pada pasal 7 UU RI No. 20 tahun 2003, yaitu:
(1)     Orang  tua  berperan  serta  dalam  memilih  satuan  pendidikan  dan  memperoleh informasi perihal perkembangan pendidikan anaknya.
(2)     Orangtua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban menawarkan pendidikan dasar kepada anaknya.
Hak dan Kewajiban  Masyarakat.  Hak dan kewajiban  masyarakat  termaktub pada pasal 8 dan pasal 9 UU RI Tahun 2003. Pasal 8 menyatakan: “ Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian jadwal pendidikan”.  Adapun  pasal  9  menyatakan  bahwa:  “Masyarakat  berkewajiban menawarkan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Kewajiban Negara. Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar:  “Negara memprioritaskan    anggaran    pendidikan    sekurang-kurangnya    20%    dari    anggaran  pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran  pendapatan dan belanja tempat untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional”.
Hak dan Kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah. “Pemerintah dan pemerintah tempat berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Pasal 10 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Di samping mempunyai aneka macam hak tersebut, pemerintah juga mempunyai aneka macam kewajiban. Apabila Anda mengkaji kembali Pasal 31 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, maka sanggup dipahami bahwa pemerintah mempunyai kewajiban untuk  membiayai  pendidikan dasar bagi setiap warga negara. Adapun Pasal 31 ayat (5) Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar:“Pemerintah  memajukan  ilmu  pengetahuan  dan  Teknologi  dengan  menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Selanjutnya  berdasarkan Pasal 11 UU RI No. 20 Tahun 2003 bahwa:
(1)      Pemerintah dan pemerintah tempat wajib menawarkan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
(1)     (2) Pemerintah   dan   pemerintah   daerah   wajib   menjamin   tersedianya   dana   guna terselenggaranya  pendidikan  bagi  setiap  warga  negara  yang  berusia  tujuh  hingga dengan lima belas tahun.
4.      Wajib Belajar
Wajib berguru ialah jadwal pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Pasal 34 UU RI No. 2003 menyatakan:
(1)     Setiap warga negara yang berusia 6 tahun sanggup mengikuti jadwal wajib belajar.
(2)     Pemerintah dan pemerintah tempat menjamin terselenggaranya wajib berguru minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.\
(3)     Wajib berguru merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh forum pendidikan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
(4)     Ketenetuan mengenai wajib berguru sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
B.     UU RI No. 20  Tahun  2003  Tentang  Sistem  Pendidikan  Nasional.
1.        Jalur Jenjang, Jenis, dan Satuan Pendidikan
Jalur   Pendidikan.   Dalam   sistem   pendidikan   nasional   terdapat   tiga   jalur pendidikan, termaktub pada Pasal 13 UU RI No. 20 Tahun 2003 bahwa:
(1)      Jalur   pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang sanggup saling melangkapi dan memperkaya.
(2)     Pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  diselenggarakan  dengan  sistem  terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
Pendidikan Formal. Pendidikan formal ialah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (Pasal 1 ayat 11 UU RI No. 20 Tahun 2003). Tersurat pada pasal tersebut dan ditegaskan lagi pada  Pasal 14  bahwa: “Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi”.
Pendidikan Dasar. Pasal 17 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)      Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2)      Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
(3)      Ketentuan mengenai  pendidikan  dasar sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan atas pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa “Pendidikan yang sederajat dengan SD/MI ialah jadwal menyerupai Paket A dan yang sederajat dengan SMP/MTs ialah jadwal menyerupai Paket B. (Catatan: Paket A dan B diselenggarakan  pada jalur pendidikan nonformal).
Pendidikan Menengah. Menurut Pasal 18 UU RI Tahun 2003 bahwa:
(1)               Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar.
(2)               Pendidikan  menengah  terdiri atas pendidikan  menengah  umum dan pendidikan  menengah kejuruan.
(3)               Pendidikan  menengah  berbentuk  sekolah  menengah  atas  (SMA),  madrasah  aliyah  (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
(4)               Ketentuan mengenai pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Dalam Penjelasan atas pasal 18 ayat (3) di atas dikemukakan bahwa: “Pendidikan yang sederajat dengan SMA/MA ialah jadwal menyerupai Paket C. (Catatan: Paket C diselenggarakan pada jalur pendidikan nonformal).
Pendidikan Tinggi. Pasal 19 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)      Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan sesudah pendidikan menengah yang meliputi jadwal pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh pendidikan tinggi.
(2)      Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan sistem terbuka.
Selanjutnya berdasarkan Pasal 20 bahwa:
5.      (1)  Perguruan  tinggi  dapat  berbentuk     akademi,  politeknik,   sekolah  tinggi,  institut,  atau universitas.
(3)      Perguruan  tinggi  berkewajiban  menyelenggarakan  pendidikan,  penelitian,  dan  dedikasi kepada masyarakat.
(4)      Perguruan tinggi sanggup menyelenggarakan jadwal akademik, profesi, dan/atau vokasi.
Selain pasal (19) dan pasal (20) masih terdapat lima pasal lagi yang mengatur perihal pendidikan tinggi, yaitu pasal (21) s.d. pasal (25).  Silakan Anda baca dalam UU RI No. 20 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jenis Pendidikan. Jenis   pendidikan ialah kelompok pendidikan yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (Pasal 1 ayat 9). “Jenis pendidikan   meliputi pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus”  (Pasal  15  UU  RI  No.20  Tahun  2003).  Penjelasan  atas  Pasal  15  ini  ialah sebagai berikut:
a)      Pendidikan  umum merupakan  pendidikan  dasar dan menengah  yang mengutamakan  ekspansi pengetahuan yang dibutuhkan oleh penerima didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
b)      Pendidikan  kejuruan  merupakan  pendidikan  menengah  yang  mempersiapkan   peserta  didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu.
c)      Pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi jadwal sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin ilmu pengetahuan tertentu.
d)     Pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi sesudah jadwal sarjana yang mempersiapkan penerima didik untuk mempunyai pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus.
e)      Pendidikan  vokasi  merupakan  pendidikan  tinggi  yang  mempersiapkan   peserta  didik  untuk mempunyai pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimalsetara dengan jadwal sarjana. Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang mempersiapkan penerima didik untuk sanggup menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan perihal anutan agama dan/atau menjadi jago ilmu agama.
f)       Pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk penerima didik  yang berkelainan atau penerima didik yang mempunyai kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
g)      Satuan  Pendidikan.  Jalur,  jenjang,  dan jenis  pendidikan  dapat  diwujudkan dalam bentuk satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,  dan/atau  masyarakat  (Pasal  16  UU  RI  No.  20  Tahun  2003).  Adapun  yang dimaksud “satuan pendidikan adalah     kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan  pendidikan  pada jalur pendidikan  formal, nonformal,  dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan” (Pasal 1 ayat 10 UU RI No. 20 Tahun 2003). Coba Anda identifikasi aneka macam satuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan formal sebagaimana telah diuraikan di muka.
Badan Hukum Pendidikan. Pasal 53 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan :
(1)     Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh Pemerintah atau masyarakat berbentuk tubuh aturan pendidikan.
(2)     Badan  hukum  pendidikan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1)  berfungsi  menawarkan pelayanan pendidikan kepada penerima didik.
(3)     Badan aturan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berprinsip nirlaba dan sanggup mengelola dana secara berdikari untuk memajukan satuan pendidikan.
(4)     Ketentuan perihal tubuh aturan pendidikan diatur dengan undang-undang tersendiri.
Pendidikan Nonformal. Pendidikan nonformal ialah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang sanggup dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Pasal 1 ayat 12 UU RI No. 20 Tahun 2003). Selanjutnya  berdasarkan Pasal 26 bahwa:
(1)          Pendidikan  nonformal  diselenggarakan  bagi warga  masyarakat  yang memerlukan  layanan pendidikan  yang  berfungsi  sebagai  pengganti,  penambah,  dan/atau  pelengkap  pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
(2)          Pendidikan  nonformal  berfungsi  mengembangkan  potensi  penerima didik dengan pemfokusan pada penguasaan  pengetahuan  dan keterampilan  fungsional serta pengembangan  sikap dan kepribadian profesional.
(3)          Pendidikan  nonformal  meliputi  pendidikan  kecakapan  hidup,  pendidikan  anak  usia  dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan  keterampilan,  dan pembinaan kerja, pendidikan  kesetaraan, serta pendidikan  lain yang ditujukan untuk menyebarkan kemampuan penerima didik.
(4)          Satuan  pendidikan  nonformal  terdiri  atas  lembaga  kursus,  lembaga  pelatihan,  kelompok belajar, sentra aktivitas berguru masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.
(5)          Kursus dan pembinaan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
6.             keterampilan,  kecakapan  hidup,  dan  sikap  untuk  mengembangkan  diri,  menyebarkan profesi,  bekerja,  usaha  mandiri,  dan/atau  melanjutkan  pendidikan  ke  jenjang  yang  lebih tinggi.
(6)          Hasil pendidikan nonformal sanggup dihargai setara dengan hasil jadwal pendidikan formal sesudah melalui proses penialaian penyetaraan oleh forum yang ditunjuk oleh pemerintah atau pemerintah tempat dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.
(7)          Ketentuan  mengenai  penyelenggaraan  pendidikan  nonformal  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan Informal. Pendidikan informal   ialah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan (Pasal 1 ayat 13 UU RI No. 20 Tahun 2003).   Selanjutnya Pasal 27 menyatakan:
(1)     Kegiatan  pendidikan  informal  yang  dilakukan  oleh  keluarga  dan  lingkungan  berbentuk aktivitas berguru secara mandiri.
(2)     Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal sesudah penerima didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(3)     Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
2.        Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Kedinasan,   Pendidikan Keagamaan, dan  Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidikan anak usia dini ialah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak semenjak lahir hingga dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani biar anak mempunyai kesiapan   dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Pasal 1 ayat 14 UU RI No. 20 Tahun 2003).  Pasal 28 UU RI No. 20 Tahun 2003 selanjutnya menyatakan:
(1)   Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
(2)   Pendidikan anak usia dini sanggup diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal, dan/atau informal.
(3)   Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudatul athfal  (RA) atau bentuk lain yang sederajat.
(4)   Pendidikan  anak usia dini pada jalur pendidikan  nonformal  berbentuk  kelompok  bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
(5)   Pendidikan  anak usia dini pada jalur pendidikan  informal  berbentuk  pendidikan  keluarga, atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
(6)   Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Penjelasan atas Pasal 28 ayat (1): Pendidikan anak usia dini diselenggarakan bagi anak semenjak lahir hingga dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar. Penjelasan atas Pasal 28 ayat (3): Taman kanak-kanak (TK) menyelenggarakan pendidikan untuk menyebarkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan penerima didik. Raudhatul athfal (RA) menyelenggarakan pendidikan  keagamaan  Islam  yang  menanamkan  nilai-nilai  keimanan  dan  ketakwaan kepada penerima didik untuk menyebarkan potensi diri menyerupai pada taman kanak-kanak.
Pendidikan Kedinasan. Pasal 29 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)          Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau forum pemerintah nondepartemen.
(2)          Pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan kiprah kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau forum pemerintah nondepartemen.
(3)          Pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
(4)          Ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
 bahwa:
 Pendidikan  Keagamaan.  Pasal 30 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan
(1)   Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)   Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan penerima didik menjadi anggota masyarakat
7.      yang memahami  dan mengamalkan  nilai-nilai anutan agamanya dan/atau menjadi jago ilmu agama.
(3)   Pendidikan keagamaan sanggup diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
(4)   Pendidikan   keagamaan   berbentuk   pendidikan   diniyah,   pesantren,   pasraman,   pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
(5)   Ketentuan mengenai pendidikan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan Jarak Jauh. Pendidikan jarak jauh ialah pendidikan yang penerima didiknya  terpisah  dari pendidik,  dan pembelajarannya  menggunakan  berbagai  sumber berguru melalui teknologi komunikasi informasi, dan media lain (Pasal 1 ayat 15 UU RI No. 20 Tahun 2003). Selanjunya berdasarkan Pasal 31 bahwa:
(1)               Pendidikan jarak jauh diselenggarakan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.
(2)               Pendidikan   jarak   jauh   berfungsi   memberikan   layanan   pendidikan   kepada   kelompok masyarakat yang tidak sanggup mengikuti pendidikan secara tatap muka atau reguler.
(3)               Pendidikan  jarak jauh diselenggarakan  dalam  berbagai  bentuk,  modus,  dan cakupan  yang didukung oleh sarana dan layanan berguru serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan.
(4)               Ketentuan  mengenai  penyelenggaraan  pendidikan  jarak  jauh  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
3.        Kurikulum, Bahasa Pengantar, Peserta Didik,  Pendidik dan Tenaga kependidikan
Kurikulum. Kurikulum ialah seperangkat planning dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan materi pelajaran serta cara-cara yang dipakai sebagai pedoman penyelenggaraan  kegiatan  pembelajaran  untuk  mencapai  tujuan  pendidikan  tertentu (Pasal 1 ayat 19 UU RI No. 20 Tahun 2003). Di dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat tiga pasal yang mengatur perihal kurikulum, yaitu Pasal 36, 37, dan 38.
Pasal 36:
(1)   Pengembangan  kurikulum  dilakukan  dengan  mengacu  pada  standar  nasional  pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2)   Kurikulum   pada   semua   jenjang   dan   jenis   pendidikan   dikembangkan   dengan   prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan penerima didik.
(3)   Kurikulum  disusun  sesuai  dengan  jenjang  pendidikan  dalam  kerangka  Negara  Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan:
a.       peningkatan akidah dan takwa;
b.      peningkatan budbahasa mulia;
c.       peningkatan potensi, keserdasan, dan minat penerima didik;
d.      keragaman potensi tempat dan lingkungan;
e.       tuntutan pembangunan tempat dan nasional;
f.       tuntutan dunia kerja;
g.      perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h.      agama;
i.        dinamika perkembangan global; dan
j.        persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4)   Ketentuan mengenai pengembangan  kurikulkum  sebagaimana  dimaksud pada ayat (1), (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37:
(1)   Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a.       pendidikan agama;
b.      pendidikan kewarganegaraan;
c.       bahasa;
d.      matematika;
e.       ilmu pengetahuan alam;
f.       ilmu pengetahuan sosial;
g.      seni dan budaya;
h.      pendidikan jasmani dan olahraga;
i.        keterampilan/kejuruan; dan j. muatan lokal.
(2)   Ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) …. diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 38:
(1)      Kerangka  dasar  dan  struktur  kurikulum  pendidikan  dasar  dan  menengah  ditetapkan  oleh Pemerintah.
(2)      Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah  di bawah koordinasi dan  supervisi   dinas  pendidikan   atau  kantor  departemen   agama   kabupaten/kota   untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
….
Bahasa Pengantar. Pasal 33 UU RI No. 20 Tahun 2003 menyatakan:
(1)   Bahasa  Indonesia  sebagai  Bahasa  Negara  menjadi  bahasa  pengantar  dalam  pendidikan nasional.
(2)   Bahasa  daerah  dapat  digunakan  sebagai  bahasa  pengantar  dalam  tahap  awal  pendidikan apabila dibutuhkan dalam penyampaian pengetahuan, dan/atau keterampilan tertentu.
(3)   Bahasa  asing  dapat  digunakan  sebagai  bahasa  pengantar  pada  satuan  pendidikan  tertentu untuk mendukung kemampuan berbahasa ajaib penerima didik.
Peserta Didik. Peserta didik ialah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan  potensi  diri  melalui  proses  pembelajaran  yang  tersedia  pada  jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003).
Hak Peserta Didik. Termaktub dalam Pasal 12 ayat (1) UU RI No. 20 Tahun 2003 bahwa: “Setiap penerima didik pada setiap satuan pendidikan berhak:
a.         mendapatkan  pendidikan  agama  sesuai  dengan  agama  yang  dianutnya  dan diajarkan  oleh pendidik yang segama;
b.         mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya;
c.         mendapatkan  beasiswa  bagi yang berprestasi  yang orang tuanya  tidak mampu  membiayai pendidikannya;
d.        menndapatkan  biaya pendidikan  bagi mereka  yang orang tuanya tidak bisa membiayai pendidikannya;
e.         pindah ke jadwal pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara;
f.          menyelesaikan jadwal pendidikan sesuai dengan kecepatan berguru masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.
Kewajiban  Peserta  Didik.  Termaktub  dalam  Pasal  12 ayat  (2) bahwa:  “Setiap penerima didik berkewajiban:
a.        menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan;
b.       ikut  menanggung   biaya  penyelenggaraan   pendidikan,   kecuali  bagi  peserta  didik  yangdibebaskan  dari  kewajiban  tersebut  sesuai  dengan  peraturan  perundang-undangan   yang berlaku.
Pasal 12 ayat (3) UU RI No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa: “Warga negara ajaib sanggup menjadi penerima didik pada satuan pendidikan yang diselenggarakan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Selanjutnya ayat (4) menyatakan bahwa: “Ketentuan mengenai hak dan kewajiban penerima didik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah”.
Pendidik  dan  Tenaga  Kependidikan.    Pendidik  adalah  tenaga  kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Adapun yang dimaksud tenaga kependidikan ialah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan (Lihat Pasal 1 ayat 6 dan 7 UU RI No. 20 tahun  2003). Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 terdapat enam pasal yang mengatur perihal pendidik dan tenaga kependidikan yaitu: pasal 39, 40, 41, 42, 43, dan 44.
Pasal 39:
(1)     Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
(2)     Pendidik  merupakan  tenaga  profesional  yang  bertugas  merencanakan  dan  melaksanakan proses pembelajaran,  menilai hasil pembelajaran,  melakukan  pembimbingan  dan pelatihan, serta melaksanakan penelitian dan dedikasi kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
C.    UU No.  19  Tahun  2005  Tentang Standar  Nasional  Pendidikan;
1.        Standar Nasional Pendidikan SD/MI
Kajilah secara teliti perihal Standar Nasional Pendidikan berkenaan dengan pendidikan  untuk  SD/MI,  yang  termaktub  pada  PP  RI  No.  19  Tahun  2005  Tentang Standar Nasional Pendidikan sebagaimana disajikan berikut ini.
a. Pengertian. Lingkup, fungsi, dan Tujuan Standar Nasional Pendidikan
Pengertian dan Lingkup. Standar Nasional Pendidikan  ialah kriteria minimal tentang  sistem  pendidikan  di  seluruh  wilayah  hukum  Negara  Kesatuan  Republik Indonesia (Pasal 1 ayat 1). Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi: a. standar isi; b. standar proses; c. standar kompetensi lulusan;   d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;  e.  standar  sarana  dan  prasarana  pendidikan;  f.  standar  pengelolaan;  g. standar pembiayaan; dan h. standar penilaian pendidikan (Pasal 2 ayat (1)).
Fungsi dan Tujuan. Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan,  pelaksanaan,  dan  pengawasan  pendidikan  dalam  rangka  mewujudkan  pendidikan nasional yang bermutu (Pasal3). Standar Pendidikan Nasional bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk tabiat serta peradaban bangsa yang bermartabat (Pasal 4).
b. Standar Isi
Pasal 5
(1)    Standar isi meliputi lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
(2)    Standar isi sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan strukturkurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan /akademik.
Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Pasal 6
(1)  Kurikulum untuk pendidikan umum, kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
a.       kelompok mata pelajaran agama dan budbahasa mulia;
b.      kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
c.       kelompok mata pelajaran ilmu pengertahuan dan teknologi;
d.      kelompok mata pelajaran estetika;
e.       kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan.
(4)  Setiap  kelompok  mata  pelajaran  dilaksanakan  secara  holistik  sehingga  pembelajaran masing-masing  kelompok  mata  pelajaran  mempengaruhi  pemahaman  dan/atau penghayatan penerima didik.
(5). Semua kelompok mata pelajaran sama pentingnya dalam menentukan kelulusan peserta
didik dari satuan pendidikan pada pendidikan dasar dan menengah.
(6)   Kurikulum   dan   silabus   SD/MI/SDLB/Paket   A,   atau   bentuk   lain   yang   sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung, serta kemampuan berkomunikasi.
Pasal 7
(1) Kelompok mata pelajaran agama dan budbahasa mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket  B, SMA/MA/SMALB/Paket  C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau aktivitas agama, kewarganegaraan, kepribadian,   ilmu   pengetahuan   dan   teknologi,   estetika,   jasmani,   olah   raga,   dan kesehatan.
(2)   Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan  dan kepribadian pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket  B, SMA/MA/SMALB/Paket  C, SMK/MAK,  atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau aktivitas agama, budbahasa mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan budaya, dan pendidikan jasmani.
(3)   Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB/Paket A,
atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau aktivitas bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu pegetahuan sosial, keterampilan/kejuruan, dan muatan lokal yang relevan.
 (7) Kelompok  mata pelajaran estetika pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui  muatan dan/atau  kegiatan  bahasa,  seni dan budaya,  keterampilan,  dan muatan lokal yang relevan.
(8) Kelompok  mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan pada SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTs/SMPLB/Paket  B, SMA/MA/SMALB/Paket  C, SMK/MAK,  atau bentuk lain yang sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau aktivitas pendidikan jasmani, olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan muatan lokal yang relevan.
Pasal 8
(1) Kedalaman   muatan   kurikulum   pada   setiap   satuan   pendidikan   dituangkan   dalam kompetensi pada setiap tingkat dan/atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan.
(2) Kompetensi  sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) terdiri atas standar  kompetensi  dan
kompetensi dasar.
(3) Ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Beban Belajar
Pasal 10
(1) Beban berguru untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK atau bentuk lain yang sederajat  menggunakan  jam pembelajaran  setiap minggu  setiap semester dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktut,  dan aktivitas berdikari tidak terstruktur, sesuai kebutuhan dan ciri khas masing-masing.
(2) MI/MTs/MA   atau  bentuk  lain  yang  sederajat   dapat   menambahkan   beban  berguru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kelompok mata pelajaran agama dan budbahasa mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan  dan kepribadian  sesuai dengan kebutuhan dan ciri khasnya.
(3) Ketentuan  mengenai  beban  belajar,  jam pembelajaran,  waktu  efektif  tatap  muka,  dan
persentase  beban berguru setiap kelompok  mata pelajaran  ditetapkan  dengan Peraturan
Menteri berdasarkan usulan BSNP.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pasal 16
(1) Penyusunan  kurikulum  pada  tingkat  satuan  pendidikan  jenjang  pendidikan  dasar  dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
Pasal 17
(1) Kurikulum      tingkat      satuan      pendidikan      SD/MI/SDLB,       SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB,  SMK/MAK,  atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan  sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan penerima didik.
(2) Sekolah  dan  komite  sekolah,  atau  madrasah  dan  komite  madrasah,  mengembangkan
kurikulum   tingkat   satuan   pendidikan   dan   silabusnya   berdasarkan   kerangka   dasar kurikulum  dan  standar  kompetrensi  lulusan,  di bawah  supervisi  dinas  kabupaten/kota yang bertanggungjawab  di bidang pendidikan  untuk SD, SMP,  SMA,  dan SMK,  dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK.
Kalender Pendidikan/Akademik
Pasal 18
(1) Kalender   pendidikan/akademik   mencakup   permulaan   tahun  ajaran,   minggu   efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.
(2) Hari libur sebagaimana  dimaksud  pada ayat (1) sanggup berbentuk jeda tengah semester selama-lamanya satu ahad dan jeda antar semester.
(3) Kalender pendidikan/akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)  untuk setiap satuan pendidikan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.
c. Standar Proses.
Pasal 19
(1) Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi penerima didik untuk berpartisipasi aktif, serta menawarkan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis penerima didik.
(2) Selain  ketentuan  sebagaimana  dimaksud  pada  ayat  (1),  dalam  proses  pembelajaran
pendidik menawarkan keteladanan.
(3) Setiap  satuan  pendidikan  melakukan  perencanaan  proses  pembelajaran,  pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.
Pasal 20
Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan planning pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kuranya   tujuan pembelajaran,  materi ajar, metode pengajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar.
Pasal 21
(1)  Pelaksanaan  proses pembelajaran sebagimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) harus memperhatikan jumlah maksimal penerima didik per kelas dan beban mengajar maksimum per pendidik, rasio maksimal buku teks pelajaran setiap penerima didik, dan rasio maksimal jumlah penerima didik setiap pendidik.
(2)  Pelaksanaan proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan  budaya membaca dan menulis.
Pasal 22
(1) Penilaian  hasil  pembelajaran  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  19  ayat  (3)  pada jenjang pendidikan dasar dan menengah memakai aneka macam teknik penilaian sesuai dengan kompetensi dasar yang harus dikuasai.
(2) Teknik  penilaian   sebagaimana   dimaksud   pada  ayat  (1)  dapat  berupa  tes  tertulis, observasi, tes praktek, dan penugasan perseorangan atau kelompok.
(3) Untuk mata pelajaran selain kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
pada jenjang pendidkan dasar dan menengah, teknik penilaian observasi secara individual sekurang-kurangnya dilaksnakan satu kali dalam satu semester.
Pasal 23
Pengawasan proses pembelajaran sebagaimana dilmaksud dalam Pasal 19 ayat (3) meliputi pemantauan, supervisi, evaluasi, pelaporan, dan pengambilan langkah tindak lanjut yang diperlukan.
Pasal 24
Standar perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran dan pengawasan proses pembalajaran dikembangkan oleh BSNP dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
D.     Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen
Undang – undang nomor 14 Tahun 2005 perihal Guru dan Dosen (UUGD) memuat hal – hal umum yang berlaku bagi guru dan dosen, dan ketentuan yang berlaku khusus bagi guru, serta ketentuan yang khusus berlaku bagi dosen. Dalam penyajian di sina hanya dikemukakan materi yang berkaitan dengan guru saja. Adapaun materi yang berkaitan dengan guru, secara garis besar ialah sebagai berikut :
1.        Guru ialah pendidik profesional dengan kiprah utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, elati9h, menilai dan mengevaluasi penerima didik pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan nenengah, termasuk pendidikan usia dini (Pasal 1 ayat (1) UU No. 14 tahun 2005 UUGD).
2.        Prinsip Profesional Guru : Pasal 7 Ayat (1)
a.       Memiliki bakat, minat, panggilan dan idealisme
b.      Memiliki kualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai
c.       Memiliki kompetensi yang diperlukan
d.      Memiliki ikatan kesejawatan & arahan etik profesi
e.       Bertanggung jawab atas pelaksanaan kiprah keprofesionalan
f.       Memperoleh penghasilan yang sesuai dengan prestasi kerjanya
g.      Memiliki kesempatan pangembangan profesi
h.      Memiliki jaminan perllindungan hukum
i.        Memiliki organisasi profesi
3.        Persyaratan Guru
a.       Memiliki kualifikasi akademik S1/D4
b.      Memiliki kompetensi
1)      Pedagogik
2)      Kepribadian
3)      Sosial
4)      Profesional
Yang diperoleh melalui pendidikan profesi
c. Sehat jasmani dan rohani
4.        Dalam klarifikasi Pasal 10, ditegaskan sebagai berikut :
a.       Kompetensi pedagogik ialah kemampuan mengelola pembelajaran penerima didik.
b.      Kompetensi kepribadian ialah kemampuan kepribadian yang mantap, beraklak mulia, arif, dan berwibawa serta menjadi teladan bagi penerima didik.
c.       Kompetensi profesional ialah kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luar dan mendalam.
d.      Kompetensi sosial ialah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan penerima didik, dan masyarakat sekitar.
5.        Tentang Sertifikasi
a.       Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan akta pendidik.
b.      Sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
c.       Sertifiikasi pendidik dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang mempunyai orogram pengadaan – pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapakan oleh.
d.      Sertrifikat pendidik dilaksanakan secara obyektif, transparan, dan akuntabel.
6.        Isi UUGD
a.       Terdiri dari 8 Bab dab 84 Pasal, 205 ayat
b.      Umum: 6 Bab, 15 Pasal, 23 ayat
c.       Tentang Guru: 1 Bab, 37 Pasal, 96 ayat
d.      Tentang Dosen: 1 Bab, 32 Pasal, 86 ayat
7.        Bab IV perihal Guru
a.       Bagian Ke-1 : Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi (Ps 8-13)
b.      Bagian Ke-2 : Hak dan Kewajiban (Ps 14-20)
c.       Bagian Ke-3 : Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 21-23)
d.      Bagian Ke-4 : Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 24-31)
e.       Bagian Ke-5 : Pembinaan dan Pengembangan (Ps 32-35)
f.       Bagian Ke-6 : Penghargaan (Ps 36-38)
g.      Bagian Ke-7 : Perlindungan (Ps 39)
h.      Bagian Ke-8 : Cuti (Ps 40)
i.        Bagian Ke-9 : Organisasi Profesi dan Kode Etik (Ps 41-44)
8.        Bab V : Dosen
a.       Bagian Ke-1 : Kualifikasi, Kompetensi, Sertifikasi dan Jabatan Akademik (Ps 45-50)
b.      Bagian Ke-2 : Hak dan Kewajiban Dosen (Ps 51-60)
c.       Bagian Ke-3 : Wajib Kerja dan Ikatan Dinas (Ps 61-62)
d.      Bagian Ke-4 : Pengangkatan, Penempatan, Pemindahan dan Pemberhentian (Ps 63-69)
e.       Bagian Ke-5 : Pembinaan dan Pengembangan (Ps 69-72)
f.       Bagian Ke-6 : Penghargaan (Ps 73-74)
g.      Bagian Ke-7 : Perlindungan (Ps 75)
h.      Bagian Ke-8 : Cuti (Ps 76)
9.        Kedudukan Guru (Apsal 2)
a.       Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
b.      Pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan akta pendidik.
10.    Kualifikasi, Kompetensi dan Sertifikasi
a.       Pasal 8 ; Guru wajib mempunyai kualifikasi akademik, kompetensi, akta pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
b.      Pasl 9 : Kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi jadwal sarjana atau jadwal diploma empat.
c.       Pasal 10 : (1) Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi..
d.      Pasal 11 :
(1)   Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan.
(2)   Sertifikasi pedidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang mempunyai jadwal pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi.
e.       Pasal 13 :
(1)      Pemerintah dan pemerintah tempat wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.
11.    Kompetensi profesional guru meliputi (Pasal 10 ayat (1))
a.       Kompetensi pedagogik
b.      Kompetensi kepribadian
c.       Kopetensi Sosial
d.      Kompetensi Profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi
12.    Hak Peofesional Guru (Pasal 14 ayat (1))
a.       Memperoleh kebutuhan diatas kebutuhan hidup minimum dan kesejahteraan sosial.
b.      Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan kiprah dan prestasi kerja.
c.       Memperoleh proteksi dalam melaksanakan kiprah dan hak atas kekayaan intelektual.
d.      Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
e.       Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk menunjamg kelancaran kiprah keprofesionalan.
f.       Memiliki kebebasan dalam menawarkan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau hukuman kepada penerima didik sesuai dengan kaidah pendidikan , arahan etik guru, dan peraturan perundang – undangan.
g.      Memperoleh rassa kondusif dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas,
h.      Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi,
i.        Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penetuan kebijakan pendidiakan,
j.        Memperoleh kesempatan untuk menyebarkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi,
k.      Memperoleh pembinaan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.
13.    Penghasilan Di Atas Kebutuhab Minimum ( Pasal 15)
a.       Gaji pokok,
b.      Tunjangan yang menempel pada gaji,
c.       Tunjangn profesi,
d.      Tunjangan fungsional,
e.       Tunjangan khusus,
f.       Maslamat tambahan.
14.    Hak – hak Guru (Pasal 15)
a.       Penghasilan diatas kebutuhan minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi honor pokok, tunjangan yang menempel pada gaji, serta penghasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional, tunjangan khusus, dan maslahat tambahan yang terkait dengan tugasnya sebagai guru yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.
b.      Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah tempat diberi honor sesuai dengan peraturan perudang – undangan.
c.       Guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselengggarakn oleh masyarakat diberi honor berdasarkan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama.
15.    Tunjangan Profesi (Pasal 16)
a.       Pemerintah menawarkan tunjangan profesi sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) kepada guru yang telah mempunyai akta pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan/atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat.
b.      Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kalli honor pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah tempat pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama.
c.       Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD.
16.    Tunjangn Fungsional (Pasal 17)
a.       Pemerintah dan/atau pemerintah tempat menawarkan tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) kepada guru yang diangakat oleh satuan pendidikan yang diselenggakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah.
b.      Pemerintah dan/atau pemeritah tempat menawarkan subsida tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) bkepada guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggaakan oleh masyarakat sesuai dengan peraturan perunddang – undangan.
c.       Tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan subsidi tunjangan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dialokasikan dalam APBN dan/atau APBD.
17.    Tunjangan Khusus (Pasal 18)
Pemerintak menawarkan tunjangan khusus sebagaiman dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) kepada guru yang bertugas di daarah khusus.
a.              Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan 1 (satu) kali honor pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah tempat pada tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama.
b.             Guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah tempat di tempat khusus, berhak atas rumah dinas yang disediakan leh pemda sesuai dengan kewenangan.
18.    Mashlat Tambahan berupa tambahan kesejahteraan dalam bentuk:
a.         Tunjangan pendidikan,
b.        Asuransi pendidikan,
c.         Beasiswa,
d.        Penghargaan bagi guru,
e.         Kemudahan untuk memperoleh pendidikan bagi putra dan putri guru,
f.         Pelayanan kesehatan,
g.        Dan nentuk lainnya (Pasal 19 ayat 1)
19.    Organisasi Profesi (Pasal 41)
a.              Guru membentuk organisasi profesi yang bersifat independen.
b.             Organisasi proesi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi untuk memajukan profesi, meningkatkan kompetensi, karier, wawasan kependidikan, proteksi profesi, kessejahteraan, & dedikasi kepada masyarakat.
c.              Guru wajib menjadi angota profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
d.             Pemerintah dan/atau pemerintah tempat sanggup menfasilitasi organisasi profesi guru dalam melaksanakan pembinaan & pengembangan profesi guru.
20.    Organisasi profesi guru mempunyai kewenangan (Pasal 42):
a.             Menetapkan & menegakakan koe etik guru;
b.             Memberikan dukungan aturan kepada guru;
c.             Memberikan proteksi profesi guru;
d.            Melakukan pembinaan & pengembangan profesi guru, dan
e.             Memajukan pendidikan nasional.
21.    Kode Etik (Pasal 43)
a.         Untuk menjaga & meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan kiprah keprofesionalan, organisasi profesi guru membentuk arahan etik.
b.        Kode etik sebagaimana pada ayat (1) berisi norma & etika yang mengikat sikap guru dalam pelaksanaan kiprah keprofesionalan.
22.    Dewan Kehormatan (Pasal 44)
a.                  Dewan kehormatan guru dibuat oleh organisasi profesi guru.
b.                  Keanggotaan serta prosedur kerja dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam anggaran dasar organisasi profesi guru.
c.                  Dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat unutk mengawasi pelaksanaan arahan etik guru dan menawarkan rekomendasi pemberiaan hukuman pelanggaran arahan etik oleh guru.
d.                 Rekomendasi dwan kehormatan profesi guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus obyektif, tidak diskriminatif, dan tidak bertentangan dengan anggaran dasar organisasi profesi serta peraturan perundang – undangan.
e.                  Organisasi profesi guru wajib melaksanakan rekomendasi dewan kehormatan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
23.    Pasal 82 ayat :
a.             Pemerintah mulai melaksanakan jadwal sertifikasi pendidik paling usang dalam waktu 12 bulan terhitung semenjak berlakunya undang – undang ini.
b.             Guru yang belum mempunyai kualifikasi akademik dan akta pendidik sebagaimana dimaksud pada undang – undang ini wajib memenuhi kualifikasi akademik dan akta pendidik paling usang 10 tahun semenjak berlakunya undang – undang ini.
BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan
UUD 1945 dan UU RI No. 20  Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan  dua  bentuk  landasan  yuridis  pendidikan  nasional.  Pasal  31  UUD  1945 menjamin hak setiap warga negara untuk menerima pendidikan, mewajibkan setiap warga negara untuk mengikuti pendidikan dasar dan mewajibkan pemerintah untuk membiayaninya.   Pasal   31   UUD   1945   juga      mengamanatkan   agar   pemerintah  mengusahakan dan   menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kuranya  20% dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional, serta memajukan Ilmu pengetahuan dan Teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Landasan yuridis pendidikan yang bersumber dari UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional - yang dikaji dalam aktivitas pembelajaran  ini - antara lain meliputi: Pasal 1 Ketentuan  Umum;   Penjelasan  mengenai visi, misi, dan taktik pendidikan nasional;   Pasal 2 mengenai dasar pendidikan nasional; Pasal 3 mengenai    fungsi dan tujuan pendidikan nasional; Pasal 4 mengenai prinsip penyelenggaraan pendidikan; Pasal 5 s.d.Pasal 11   mengenai hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat dan pemerintah; Pasal 32   mengenai Pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus;   serta Pasal 34  mengenai wajib belajar.
Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 dalam sistem pendidikan nasional, terdapat tiga jalur pendidikan,  yaitu  pendidikan  formal,  nonformal,  dan  informal.  Pada  jalur  pendidikan  formal terdapat tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.  Penyelenggara  dan/atau satuan pendidikan  formal  yang didirikan  oleh Pemerintah  atau masyarakat   berbentuk  badan  hukum  pendidikan.   Adapun  jenis  pendidikannya   terdiri  atas pendidikan  umum, pendidikan  kejuruan,  pendidikan  akademik,  pendidikan  profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus.
Standar Nasional Pendidikan   SD/MI – sebagai materi kajian dalam aktivitas pembelajaran ini – mengacu pada  PP RI No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Lingkupnya meliputi: standar isi; standar proses; standar kompetensi lulusan; standar  pendidik  dan  tenaga  kependidikan;  standar  sarana  dan  prasarana  pendidikan; standar pengelolaan; standar pembiayaan; dan standar penilaian pendidikan.
UU  RI  No  14  Tahun  2005  Tentang  Guru  dan  Dosen  merupakan  salah  satu landasan yuridis perihal guru sebagai tenaga profesional. Di dalamnya antara lain menetapkan  tentang     kedudukan,  fungsi  dan  tujuan  guru;  prinsip  profesionalitas; kualifikasi,  kompetensi,  dan sertifikasi  guru; hak dan  kewajiban  guru; pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian guru; pembinaan dan pengembangan guru; penghargaan dan proteksi terhadap guru; cuti; organisasi profesi dan arahan etik guru.
DAFTAR PUSTAKA
Ace Suryadi dan HAR. Tilaar. Analisis Kebijakan Pendidikan. Bandung: PT Remaja         Rosdakarya. 1993.
DepartemenPendidikandanKebudayaan. (2012). SalinanPermendikbud No. 05 Tahun 2012,         Jakarta :Depdikbud.
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Buku I Naskah    Akademik Sertifikasi Dosen, 2009,  hlm.9.
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, ( Bandung, Remaja Rosdakarya, 2009),     hlm 135
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 perihal Standar Nasional Pendidikan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan             Nasional”.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang “Guru dan Dosen”.
Syahrul Kirom, mahasiswa Jurusan Aqidah Filsafat UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta. www.pphe-            ri.com/detailhlb.asp?id=2001
Suparlan.2009.Double Degree, PPG, dan Sertifikasi Solusi Peningkatan Pendidikan Ataukah        Komersialisasi Pendidikan?. Makalah disajikan dalam seminar BEMFMIPA,          UNIVERSITAS NEGERI MALANG, Malang,
Tim PGRI Jateng.2007.Pendidikan Sejarah Perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia (PSP             PGRI).Semarang:IKIP PGRI Semarang Press

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel