Hikayat Bahasa Melayu:Cerita Raja Kilan Syah Serta Putranya
Cerita Raja Kilan Syah Serta Putranya
Maka kata Bayan itu, "Adalah seorang raja di negeri Istambul, terlalu amat besar kerajaan baginda itu. Maka yaitu nama raja itu Kilan Syah dan istrinya baginda itu, bemama tuan putri Nur Zainun anak raja di negeri Kastambar ada dengan menterinya bemama Mangkubumi. Adapun akan raja itu ada berputra seorang pria terlalu amat baik parasnya maka dinamai oleh baginda akan anakanda itu raja Johan Rasyid. Maka raja Johan Rasyid itu pada lahirnya terlalu sangat bijaksana. Maka yaitu umurya baharu empat belas tahun. Maka dengan takdir Allah sabhanahu wataala ayahanda baginda itu pun geringlah terlalu amat sangat. Maka segala wazir dengan segala orang besar-besar dan bentara dan penggawa di negeri itu pun, bertunggulah masing-masing kepada tempatnya serta dengan dukacitanya akan raja Kilan Syah gering itu.
Maka anakanda baginda raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi menyuruh mengobatkan ayahanda baginda itu pada segala hukama dan segala ulama. Maka obat pun tiadalah memberi faedah kepada baginda itu ibarat racunlah kepadanya.
Syahdan usahkan berkurang penyakit baginda itu, makin bertambah-tambah pula sakitnya. Maka raja Kilan Syah tahulah akan penyakit itu alamat mautlah. Setelah dirasai baginda hampirlah waktu baginda itu akan meninggalkan dunia, maka raja Kilan Syah pun menyuruh memanggil perdana menteri dan segala orang besar-besar dan segala pegawai-pegawai. Setelah datanglah masing-masing menghadap baginda, maka sekalian itu pun dengan tangisnya lantaran bercintakan baginda itu.
Maka raja Kilan Syah pun bertitah, "Hai segala tuan-tuan! Ketahui olehmu bahwa saya hampirlah akan kembali dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Bahwa yaitu amanatku pada kau sekalian akan anakku Johan Rasyid itu, pertaruhankulah pada kau sekalian pertama-tama saya serahkan kepada Allah subhanahu wataala dan Rasulnya, kemudian dari itu pada kau sekalianlah. Bagaimana kau sekalian telah berbuat bakti akan daku dan engkau menyayangi aku, demikianlah kepadanya. Hubayahubaya jangan engkau lainkan saya dengan ia barang siapa melalui daripada amanatku ini, durhakalah ia kepada aku, dan jikalau barang suatu hendak dikerjakan, sekali-kali jangan engkau lalui aturan Allah taala, dan takuti olehmu akan Allah subhanahu wataala sangat-sangat."
Maka anakanda baginda raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi menyuruh mengobatkan ayahanda baginda itu pada segala hukama dan segala ulama. Maka obat pun tiadalah memberi faedah kepada baginda itu ibarat racunlah kepadanya.
Syahdan usahkan berkurang penyakit baginda itu, makin bertambah-tambah pula sakitnya. Maka raja Kilan Syah tahulah akan penyakit itu alamat mautlah. Setelah dirasai baginda hampirlah waktu baginda itu akan meninggalkan dunia, maka raja Kilan Syah pun menyuruh memanggil perdana menteri dan segala orang besar-besar dan segala pegawai-pegawai. Setelah datanglah masing-masing menghadap baginda, maka sekalian itu pun dengan tangisnya lantaran bercintakan baginda itu.
Maka raja Kilan Syah pun bertitah, "Hai segala tuan-tuan! Ketahui olehmu bahwa saya hampirlah akan kembali dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Bahwa yaitu amanatku pada kau sekalian akan anakku Johan Rasyid itu, pertaruhankulah pada kau sekalian pertama-tama saya serahkan kepada Allah subhanahu wataala dan Rasulnya, kemudian dari itu pada kau sekalianlah. Bagaimana kau sekalian telah berbuat bakti akan daku dan engkau menyayangi aku, demikianlah kepadanya. Hubayahubaya jangan engkau lainkan saya dengan ia barang siapa melalui daripada amanatku ini, durhakalah ia kepada aku, dan jikalau barang suatu hendak dikerjakan, sekali-kali jangan engkau lalui aturan Allah taala, dan takuti olehmu akan Allah subhanahu wataala sangat-sangat."
Maka sembah mereka itu sekalian, "Ya tuanku Syah Alam, jangan apalah tuanku memberi titah demikian memberi belas rasa hati patik sekalian. Adakah pernah pafik sekalian melalui titah duli tuanku? Titah yang demikian itu pun patik junjunglah di atas kerikil kepala patik sekalian, dilanjutkan Allah subhanahu wataala umur syah alam."
Setelah raja Kilan Syah mendengar sembah mereka itu sekalian, maka baginda pun menangis seraya menghadapkan muka baginda kepada anakanda baginda raja Johan Rasyid.
Maka titah raja, "Hai anakku Johan Rasyid! Baik-baiklah engkau peliharakan dirimu daripada api naraka! Dan pebenar olehmu barang katamu dan hendaklah engkau adil dan murah. Jauhi olehmu daripada dusta dan lalim! Hendaklah buka tanganmu dan jauhi olehmu daripada kikir, lantaran benar itu tambahan segala raja-raja yang berilmu. Jika engkau turut ibarat wasiatku ini, tiadalah engkau menganiaya dirimu kepada kedua buah negeri "
Setelah sudah raja Kilan Syah berwasiat, maka raja Kilan Syah pun kembali kerahmat Allah taala dari negeri yang fana ke negeri yang baka. Maka segala mereka itu pun merataplah, riuh rendahlah suara segala isi istana, menderulah bunyinya ibarat ribut topan.
Maka perdana menteri dan segala pegawai orang besar-besar itu pun semuanya habis berhimpun, hendak merajakan Johan Rasyid. Maka mayat raja Kilan Syah pun dikuburkan oranglah dengan sempurnanya ibarat moral segala raja-raja yang besar demikianlah diperbuat orang akan baginda. Maka raja Johan Rasyid pun tiadalah taksir lagi akan mengerjakan mayit ayahanda baginda itu. Maka sehabis datanglah kepada setahun lamanya raja Johan Rasyid di atas takhta kerajaan, maka terlalulah ia lalim, tiada takut akan Allah subhanahu wataala dan tiada takut dan malu akan Nabi kita, dan wasiat ayahandanya pun dilupakannyalah melainkan akan hawa nafsunya juga yang diikutinya, dan akan nyawa segala hamba Allah pun tiadalah terhisabkan lagi pada sehari-hari makin bertambah-tambah juga lalimnya. Setelah dilihat oleh perdana menteri dan segala wazir dan segala orang yang bernama-nama akan raja Johan Rasyid demikian itu, maka ia pun terlalu heran dari lantaran sangat bersalahan daripada raja Kilan Syah, ibarat langit dengan bumi jauhnya dengan perangai ayahanda itu. Maka perdana menteri dengan segala wazir dan segala orang besar-besar dan segala pegawai pun berhimpun pergi menghadap raja Johan Rasyid, kemudian duduk menyembah.
Maka sembah perdana menteri dan segala mereka itu, "Ya tuanku Syah Alam! Maka yaitu patik sekalian ini menghadap ke bawah duli tuanku, lantaran tuanku mengerjakan pekerjaan larangan Allah dan Rasul dan tiada mengikut wasiat paduka marhum sedang mangkat bukankah baginda berpesan kepada duli tuanku melarangkan daripada kerja yang tiada berbetulan dengan aturan Allah taala jangan duli tuanku kerjakan dan lagi duli tuanku raja berasal, lagi berilmu bebuyutan daripada paduka ayahanda baginda raja yang adil maka hingga kepada masa tuanku naik kerajaan, demikianlah jadinya, tiadalah tuanku berdasarkan amanat paduka ayahanda itu."
Setelah raja Johan Rasyid mendengar sembah perdana menteri dan segala pegawai-pegawai orang yang besar-besar itu, suatu pun tiada apa titah raja Johan Rasyid, kemudian ia berbangkit ke istananya. Maka perdana menteri dengan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi, oleh lantaran sembah mereka itu tiada disahut oleh raja Johan Rasyid.
Setelah ia mendengar sembah segala mereka itu, makin bertambah-tambah pula lalimnya daripada ia belum mendengar sembah perdana menteri itu. Maka segala isi negeri Istambul pun berundurlah dari negeri itu.
Setelah dilihat oleh perdana menteri dan segala orang besar- besar akan hal negeri itu, maka perdana menteri dan segala wazir pun terialu dukacita seraya dengan herannya melihat qadla Allah taala yang tiba kepadanya itu. Maka perdana menteri pun memanggil segala wazir dan segala pegawai di dalam negeri itu berhimpun ,musyawarat dengan perdana menteri itu mencari bicara akan raja Johan Rasyid, kalau-kalau mau, raja itu berbuat adil, semoga negeri jangan binasa. Setelah sudah musyawarat, maka oleh perdana menteri dan segala orang besar-besar dibawanya waliullah empat orang serta delapan orang ulama pergi kepada raja Johan Rayid. Maka pada dikala itu juga raja Johan Rasyid pun sedang dihadap oleh orang yang garib-garib segala hamba raja yang jahat-jahat itu dan fasik murtad celaka, segala orang itu pun dikasihi oleh raja. Maka baginda pun melihat waliullah tiba dibawa olehnya perdana menteri dan segala pegawai baginda, maka segeralah ia berangkat masuk ke istana. Setelah dilihat oleh waliullah dan ulama itu tiada dengan adatnya, maka ulama dan waliullah pun tersenyum. Maka perdana menteri dan segala orang besar-besar pun tiadalah terbicara lagi. Maka segala mereka itu pun masing-masing kembali ketempatnya dengan dukacitanya.
Maka beberapa hari perdana menteri dengan segala orang besar-besar hendak berdatang sembah kepada anak raja itu, tiada juga ia mau keluar daripada sehari-hari makin bertambah lalimnya. Maka negeri itu pun diturunkan Allah subhanahu wataala kemarau sangat keras kepada sebulan, sehari pun tiada hujan. Maka segala flora orang pun banyaklah mati. Maka segala dagang pun tiada masuk ke negeri itu, lantaran mendengar rajanya sangat lalimnya, dan segala makanan pun tiada dibawa masuk ke negeri itu, jadi mahallah. Maka orang-orang di dalam negeri itu pun lapariah, banyak mati. Maka segala pegawai dan wazir pun berhimpunlah tiba kepada perdana menteri bertanya dan bicarakan raja Johan Rasyid itu.
Maka kata segala mereka itu kepada perdana menteri, "Jikalau raja ini tiada kita bunuh, pasti binasalah negeri ini, kita sekalian pun huru-haralah."
Setelah dilihat oleh perdana menteri akan segala mereka itu gobar sangat, hendak membunuh raja itu, maka kata perdana menteri akan saudaranya."Pada bicara hamba, oke sabar dahulu, sementara kita bertanya aturan kepada kadi akan raja kita ini, maka aturan Allah suhanahu watala, di sanalah kita turut."
Maka sahut segala mereka itu, "Benarlah ibarat kata perdana menteri itu, tetapi kami sekalian hendaklah segera menyembah raja lain."
Maka kata perdana menteri, "Jikalau demikian, marilah kita pergi kepada kadi, semoga saudara hamba jangan sakit hati."
Maka segala mereka itu pun pergilah mendapat kadi, maka di dalam negeri itu pun setengah orang berhimpun membaca kitab daripada seorang mufti. Maka segala wazir yang besar-besar tiba itu dengan alat senjatanya, maka kadi pun terkejut seraya menyerahkan dirinya kepada Allah taala, maka katanya, "Apa pekerjaan saudara hamba tiba beramai-ramai ini? Karena apa?"
Maka perdana menteri pun naik duduk seraya menyembah serta memberi salam dan hormat. Disahuti kadi salamnya itu dan mufti itu pun memberi hormatnya dengan seribu kemuliaan.
Maka kata perdana menteri, "Adapun hamba tiba kepada tuan hamba ini hendak bertanyakan aturan Allah taala akan segala raja-raja yang harus menjadi raja."
Maka kata kadi kepada mufti, "Ya Malulana. Tuan hamba!"
Maka kata mufti, "Baiklah! Hai tuan-tuan sekalian, ketahuilah, bergotong-royong kepada aturan Allah yang hams akan raja itu, berakal, tiada harus raja itu bebal, kedua balig, tiada harus kanak-kanak, ketiga berbudi, tiada harus raja itu khilaf akalnya, keempat raja itu sehat, tiada harus raja penyakit malu ibarat sopak dan kusta, kelima, raja itu adil, tiada harus raja itu lalim, lantaran itu menjadi dlilullahu filalam imam sekalian manusia, lantaran segala raja itu membawa tertib sallallahualami wasallam, lantaran raja bayang Allah taala dan ganti Nabi, semoga boleh diturut segala manusia.
Setelah mereka itu mendengar kata mufti itu dengan beberapa hadis dan dalil, maka kata perdana menteri dengan segala wazir itu, "Ya Maulana, akan raja kita ini apa hukumnya? Karena ia terlalu sangat lalim akan segala manusia, sedikit pun tiada rahimnya akan segala isi negeri.''
Maka kata mufti itu, "Suruh ia bertobat daripada pekerjaannya itu, jikalau ia tiada mau tobat, kau sekalian bunuh akan dia."
Maka kadi dan perdana menteri dan segala pegawai dan segala wazir pun menyuruh bicara lengkap segala alat senjata. Maka segala rakyat pun hendak mengerjakan ibarat kata mufti itu.
Maka segala musyawarat itu pun terdengarlah kepada baginda raja Johan Rasyid hendak dibunuh, akan dia hendak disuruh tobat itu, tiada dipakainya. Maka ia pun segeralah lari dengan seekor kuda, seorang pun tiada sertanya. Maka mereka sekalian pun datanglah hendak menyuruh raja Johan Rasyid itu tobat. Maka kata segala yang garib-garib itu, "Bahwa raja sudah lari dengan seekor kuda ke mana-mana perginya tiadalah kami ketahui."
Setelah segala khalayak mendengar kata itu, maka kata segala wazir dan segala pegawai yang besar-besar kepada perdana menteri, "Akan kini ini, apa bicara tuan hamba? Negeri kita ini tiada beraja, tiada harus pada aturan Allah taala."
Maka kata mufti, "Baiklah Kadi, ini kita jadikan raja sementara mencari yang lain, semoga tetap negeri."
Maka mereka itu pun kabulah akan kata mufti itu. Maka kadi pun ditabalkan oranglah dengan sepertinya.
Setelah kadi itu jadi raja, maka ia pun terialulah adil, kepada barang yang dikerjakannya dengan aturan Allah taala juga, sekali-kali tiada bersalahan ibarat dahulu itu dengan kini ini. Maka isi negeri itu pun kembalilah ibarat moral sediakala.
Sebermula, maka tersebutlah perkataan raja Johan Rasyid lari itu. Setelah datanglah kepada empat puluh hari perjalanan, maka ia pun bertemulah dengan Bedawi delapan orang. Maka dirampaslah oleh Bedawi itu akan raja Johan Rasyid, habis diambilnya kudanya dan senjatanya dan pakaiannya sekaliannya dirampas. Maka Bedawi yang delapan orang itu pun berjalanlah kepada daerah lain, menjadi kayalah lantaran ia beroleh pusaka pakaian kerajaan dengan selengkapnya itu.
Setelah Bedawi itu sudah berjalan, maka raja Johan Rasyid pun tinggallah dengan lapar dahaganya yang amat sangat serta dukacitanya. Maka ia pun baharulah sadarkan dirinya diqadlakan Allah taala akan dia, dibalasnya perbuat lalim itu. Maka raja pun terlalulah menyesal mengerjakan segala pekerjaan yang telah kemudian itu, seraya bertobat kepada Allah subhanahu wataala dengan sempurnanya. Maka raja Johan Rasyid pun mengakibatkan dirinya seorang fakir minta sedekah, segenap negeri orang ia pergi, serta mengerjakan kepercayaan dan taat menjauhkan kufur dan maksiat. Maka terlalulah amat sangat keras pertapaannya itu.
Maka kadi pun sampailah bebuyutan menjadi raja di negeri Istambul tiba kepada anak cucunya. Demikianlah hikayat raja Kilan Syah berpesan kepada anaknya.