Sistem Ekskresi Pada Binatang Vertebrata
Sistem ekskresi pada binatang vertebrata terdapat beberapa tipe ginjal. Di antaranya yaitu pronefros, mesonefros, dan metanefros. Pronefros yaitu tipe ginjal yang berkembang pada fase embrio atau larva. Pada tahap selanjutnya, ginjal pronefros digantikan oleh tipe ginjal mesonefros. Ketika binatang dewasa, ginjal mesonefros digantikan oleh ginjal metanefros. Pada Mammalia, Reptilia, dan Aves tipe ginjal yang dimiliki yaitu mesonefros. Namun, sesudah remaja mesonefros akan diganti oleh metanefros.
Sistem Ekskresi pada Ikan
Ginjal pada ikan yaitu sepasang ginjal sederhana yang disebut mesonefros. Setelah dewasa, mesonefros akan berkembang menjadi ginjal opistonefros. Tubulus ginjal pada ikan mengalami modifikasi menjadi susukan yang berperan dalam transport spermatozoa (duktus eferen) ke arah kloaka.
Ikan mempunyai bentuk ginjal yang berbeda, sebagai bentuk pembiasaan terhadap lingkungan sekitarnya. Pada ikan air tawar, kondisi lingkungan sekitar yang hipotonis menciptakan jaringan ikan sangat gampang mengalami kelebihan cairan. Ginjal ikan air tawar mempunyai kemiripan dengan ginjal manusia.
Mekanisme filtrasi dan reabsorpsi juga terjadi pada ginjal ikan. Mineral dan zat-zat makanan lebih banyak diabsorbsi, sedangkan air hanya sedikit diserap. Dengan sedikit minum dan mengeluarkan urine dalam volume besar, ikan air tawar menjaga jaringan tubuhnya supaya tetap dalam keadaan hipertonik. Ekskresi amonia dilakukan dengan cara difusi melalui insangnya.
Ikan yang hidup di air laut, mempunyai cara pembiasaan yang berbeda. Ikan air bahari sangat gampang mengalami kehilangan cairan tubuh alasannya yaitu air dalam tubuhnya akan cenderung mengalir keluar ke lingkungan sekitar melalui insang, mengikuti perbedaan tekanan osmotik.
Ikan air bahari tidak mempunyai glomerulus sehingga prosedur filtrasi tidak terjadi dan reabsorpsi pada tubulus juga terjadi dalam skala yang kecil. Oleh alasannya yaitu itu, ikan air bahari menyesuaikan diri dengan banyak meminum air laut, melaksanakan desalinasi (menghilangkan kadar garam dengan melepaskannya lewat insang), dan menghasilkan sedikit urine (Gambar 8.12). Urine yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui lubang di bersahabat anus. Hal ini berbeda dengan pengeluaran urine dari ikan Chondrichthyes, contohnya hiu. Ikan hiu mengeluarkan urine melalui seluruh permukaan kulitnya.
Sistem Ekskresi pada Katak
Tipe ginjal pada Amphibia yaitu tipe ginjal opistonefros. Katak jantan mempunyai susukan ginjal dan susukan kelamin yang bersatu dan berakhir di kloaka. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada katak betina. Ginjal pada katak ibarat halnya pada ikan, juga menjadi salah satu organ yang sangat berperan dalam pengaturan kadar air dalam tubuhnya.
Kulit Amphibia yang tipis sanggup mengakibatkan Amphibia kekurangan cairan kalau terlalu usang berada di darat. Begitu pula kalau katak berada terlalu usang dalam air tawar. Air dengan sangat gampang masuk secara osmosis ke dalam jaringan badan melalui kulitnya.
Katak sanggup mengatur laju filtrasi dengan pemberian hormon, sesuai dengan kondisi air di sekitarnya. Ketika berada dalam air dengan jangka waktu yang lama, katak mengeluarkan urine dalam volume yang besar. Namun, kandung kemih katak sanggup dengan gampang terisi air. Air tersebut sanggup diserap oleh dinding kandung kemihnya sebagai cadangan air ketika katak berada di darat untuk waktu yang lama.
Sistem Ekskresi pada Reptil
Tipe ginjal pada Reptilia yaitu metanefros. Pada ketika embrio, Reptilia mempunyai ginjal tipe pronefros, kemudian pada ketika remaja menjelma mesonefros sampai metanefros.
Hasil ekskresi pada Reptilia yaitu asam urat. Asam urat ini tidak terlalu toksik kalau dibandingkan dengan amonia yang dihasilkan oleh Mammalia. Asam urat sanggup juga diekskresikan tanpa disertai air dalam volume yang besar. Asam urat tersebut sanggup diekskresikan dalam bentuk pasta berwarna putih.
Beberapa jenis Reptilia juga menghasilkan amonia. Misalnya, pada buaya dan kura-kura. Penyu yang hidup di lautan mempunyai kelenjar ekskresi untuk mengeluarkan garam yang dikandung dalam tubuhnya. Muara kelenjar ini yaitu di bersahabat mata. Hasil ekskresi yang dihasilkan berupa air yang mengandung garam. Ketika penyu sedang bertelur, kita seringkali melihatnya mengeluarkan semacam air mata. Namun, yang kita lihat gotong royong yaitu hasil ekskresi garam. Ular, buaya, dan aligator tidak mempunyai kandung kemih sehingga asam urat yang dihasilkan ginjalnya keluar bersama feses melalui kloaka.
Sistem Ekskresi pada Aves
Burung mempunyai ginjal dengan tipe metanefros. Burung tidak mempunyai kandung kemih sehingga urine dan fesesnya bersatu dan keluar melalui lubang kloaka. Urine pada burung diekskresikan dalam bentuk asam urat.
Metabolisme burung sangat cepat. Dengan demikian, sistem ekskresi juga harus mempunyai dinamika yang sangat tinggi. Peningkatan efektivitas ini terlihat pada jumlah nefron yang dimiliki oleh ginjal burung. Setiap 1 mm3 ginjal burung, terdapat 100–500 nefron. Jumlah tersebut hampir 100 kali lipat jumlah nefron pada manusia.
Jenis burung bahari juga mempunyai kelenjar ekskresi garam yang bermuara pada ujung matanya. Hal tersebut untuk mengimbangi teladan makannya yang memangsa ikan bahari dengan kadar garam tinggi.
Sistem Ekskresi pada Ikan
Ginjal pada ikan yaitu sepasang ginjal sederhana yang disebut mesonefros. Setelah dewasa, mesonefros akan berkembang menjadi ginjal opistonefros. Tubulus ginjal pada ikan mengalami modifikasi menjadi susukan yang berperan dalam transport spermatozoa (duktus eferen) ke arah kloaka.
Ikan mempunyai bentuk ginjal yang berbeda, sebagai bentuk pembiasaan terhadap lingkungan sekitarnya. Pada ikan air tawar, kondisi lingkungan sekitar yang hipotonis menciptakan jaringan ikan sangat gampang mengalami kelebihan cairan. Ginjal ikan air tawar mempunyai kemiripan dengan ginjal manusia.
Mekanisme filtrasi dan reabsorpsi juga terjadi pada ginjal ikan. Mineral dan zat-zat makanan lebih banyak diabsorbsi, sedangkan air hanya sedikit diserap. Dengan sedikit minum dan mengeluarkan urine dalam volume besar, ikan air tawar menjaga jaringan tubuhnya supaya tetap dalam keadaan hipertonik. Ekskresi amonia dilakukan dengan cara difusi melalui insangnya.
Ikan yang hidup di air laut, mempunyai cara pembiasaan yang berbeda. Ikan air bahari sangat gampang mengalami kehilangan cairan tubuh alasannya yaitu air dalam tubuhnya akan cenderung mengalir keluar ke lingkungan sekitar melalui insang, mengikuti perbedaan tekanan osmotik.
Ikan air bahari tidak mempunyai glomerulus sehingga prosedur filtrasi tidak terjadi dan reabsorpsi pada tubulus juga terjadi dalam skala yang kecil. Oleh alasannya yaitu itu, ikan air bahari menyesuaikan diri dengan banyak meminum air laut, melaksanakan desalinasi (menghilangkan kadar garam dengan melepaskannya lewat insang), dan menghasilkan sedikit urine (Gambar 8.12). Urine yang dihasilkan akan dikeluarkan melalui lubang di bersahabat anus. Hal ini berbeda dengan pengeluaran urine dari ikan Chondrichthyes, contohnya hiu. Ikan hiu mengeluarkan urine melalui seluruh permukaan kulitnya.
Sistem Ekskresi pada Katak
Tipe ginjal pada Amphibia yaitu tipe ginjal opistonefros. Katak jantan mempunyai susukan ginjal dan susukan kelamin yang bersatu dan berakhir di kloaka. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada katak betina. Ginjal pada katak ibarat halnya pada ikan, juga menjadi salah satu organ yang sangat berperan dalam pengaturan kadar air dalam tubuhnya.
Kulit Amphibia yang tipis sanggup mengakibatkan Amphibia kekurangan cairan kalau terlalu usang berada di darat. Begitu pula kalau katak berada terlalu usang dalam air tawar. Air dengan sangat gampang masuk secara osmosis ke dalam jaringan badan melalui kulitnya.
Katak sanggup mengatur laju filtrasi dengan pemberian hormon, sesuai dengan kondisi air di sekitarnya. Ketika berada dalam air dengan jangka waktu yang lama, katak mengeluarkan urine dalam volume yang besar. Namun, kandung kemih katak sanggup dengan gampang terisi air. Air tersebut sanggup diserap oleh dinding kandung kemihnya sebagai cadangan air ketika katak berada di darat untuk waktu yang lama.
Sistem Ekskresi pada Reptil
Tipe ginjal pada Reptilia yaitu metanefros. Pada ketika embrio, Reptilia mempunyai ginjal tipe pronefros, kemudian pada ketika remaja menjelma mesonefros sampai metanefros.
Hasil ekskresi pada Reptilia yaitu asam urat. Asam urat ini tidak terlalu toksik kalau dibandingkan dengan amonia yang dihasilkan oleh Mammalia. Asam urat sanggup juga diekskresikan tanpa disertai air dalam volume yang besar. Asam urat tersebut sanggup diekskresikan dalam bentuk pasta berwarna putih.
Beberapa jenis Reptilia juga menghasilkan amonia. Misalnya, pada buaya dan kura-kura. Penyu yang hidup di lautan mempunyai kelenjar ekskresi untuk mengeluarkan garam yang dikandung dalam tubuhnya. Muara kelenjar ini yaitu di bersahabat mata. Hasil ekskresi yang dihasilkan berupa air yang mengandung garam. Ketika penyu sedang bertelur, kita seringkali melihatnya mengeluarkan semacam air mata. Namun, yang kita lihat gotong royong yaitu hasil ekskresi garam. Ular, buaya, dan aligator tidak mempunyai kandung kemih sehingga asam urat yang dihasilkan ginjalnya keluar bersama feses melalui kloaka.
Sistem Ekskresi pada Aves
Burung mempunyai ginjal dengan tipe metanefros. Burung tidak mempunyai kandung kemih sehingga urine dan fesesnya bersatu dan keluar melalui lubang kloaka. Urine pada burung diekskresikan dalam bentuk asam urat.
Metabolisme burung sangat cepat. Dengan demikian, sistem ekskresi juga harus mempunyai dinamika yang sangat tinggi. Peningkatan efektivitas ini terlihat pada jumlah nefron yang dimiliki oleh ginjal burung. Setiap 1 mm3 ginjal burung, terdapat 100–500 nefron. Jumlah tersebut hampir 100 kali lipat jumlah nefron pada manusia.
Jenis burung bahari juga mempunyai kelenjar ekskresi garam yang bermuara pada ujung matanya. Hal tersebut untuk mengimbangi teladan makannya yang memangsa ikan bahari dengan kadar garam tinggi.