Manajemen Kelas
1. Pengertian Manajemen Kelas
Pengertian administrasi / pengelolaan kelas ialah suatu perjuangan yang dilakukan oleh penanggung jawab kegiatan pembelajaran dengan maksud semoga tercapai kondisi optimal sehingga sanggup terealisasi kegiatan berguru sebagaimana yang diharapkan. Atau pengelolaan kelas ialah suatu keterampilan untuk bertindak dari seorang guru berdasarkan atas sifat-sifat kelas dengan tujuan membuat situasi pembelajaran ke arah yang lebih baik.
Arti pengelolaan kelas sanggup ditinjau dari beberapa pendangan:
Ø Pandangan otoriter, bahwa pengelolaan kelas sebagai proses mengontrol tingkah laris siswa atau seperangkat kegiatan guru untuk mempertahankan ketertiban kelas.
Ø Pandangan permisif, bahwa pengelolaan kelas ialah seperangkat, kegiatan guru untuk memaksimalkan kebebasan siswa.
Ø Pandangan behaviour modification, ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengubah tingkah laris siswa (proses pengubahan tingkah laku) kearah positif.
Ø Pandangan penciptaan iklim sosioemosional, bahwa pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan korelasi interpersonal yang baik dan iklim sosioemosional yang positif.
Ø Pandangan proses kelompok, bahwa pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memperhatikan organisasi kelas yang efektif.
2. Masalah-masalah dalam Manajemen Kelas
a. Masalah Pengelolaan Kelas
Masalah pergelolaan kelas sanggup di kelompokkan menjadi dua kategori yaitu duduk kasus individual dan duduk kasus kelompok. Tindakan pengelolaan kelas seorang guru akan efektif apabila ia sanggup mengidentifikasi dengan sempurna hakikat duduk kasus yang sedang dihadapi, dan sanggup menentukan taktik penanggulangannya dengan sempurna pula.
b. Masalah Individu/Perorangan
Rudolf Dreikurs dan Pearl Cassell (Noorhadi,1985:5), mengemukakan bahwa semua tingkah taku individual merupakan upaya pencapaian tujuan pemenuhan kebutuhan untuk diterima kelompok dan kebutuhan untuk mencapai harga diri. Akibat tidak terpenuhinya kebutuhan, kemungkinan akan terjadi beberapa tindakan siswa yang sanggup digolongkan menjadi:
1. Tingkah-Iaku yang ingin mendapatkan perhatian orang lain (attention getting behavior), contohnya membadut di dalam kelas (aktif), atau dengan berbuat serba lamban sehingga perlu mendapat pertolongan ekstra (pasif).
2. Tingkah-Iaku yang ingin merujukan kekuatan (power seeking behaviours), contohnya selalu mendebat atau kehilangan kendali emosional, ibarat marah-marah, menangis atau selalu “Iupa” pada aturan penting di kelas (pasif).
3. Tingkah-Iaku yang bertujuan menyakiti orang lain (revenge seeking behaviors), contohnya menyakiti orang lain ibarat mengata-ngatai, memukul, menggigit dan sebagainya (kelompok ini nampaknya kebanyakan dalam bentuk aktif atau pasif).
4. Peragaan ketidakmampuan (displaying indequacy) yaitu dalam bentuk sama sekali menolak untuk mencoba melaksanakan apapun lantaran yakin bahwa hanya kegagalanlah yang menjadi bagiannya.
c. Masalah Kelompok
Masalah ini merupakan yang harus diperhatikan dalam pengelolaan kelas. Masalah kelompok akan muncul apabila tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan kelompok, kelas putus asa atau lemas dan alhasil siswa menjadi anggota kelompok bersifat pasif, acuh, tidak puas dan belajarnya terganggu. Apabila kebutuhan kelompok ini terpenuhi, anggotanya akan aktif, puas, bernafsu dan berguru dengan baik.
d. Masalah organisasi
Sekolah sebagai organisasi sosial dan sebagai sub sistem dari sistem sosial yang lebih luas termasuk sistem persekolahan nasional. Pengaruh organisasi sekolah dipandang cukup menentukan dalam pengarahan peri/aku siswa. Dengan kata lain guru dan siswa dipengaruhi oleh organisasi sekolah secara keseluruhan, termasuk cara pengelompokan, kurikulum, rencana fisik, peraturan-peraturan, nilai sikap dan tindakan.
Kebijaksanaan dan peraturan sekolah memberi refleksi kepada sikap nilai, organisasi, tujuan dan peri/aku siswa dalam kelas. Dengan kegiatan rutin yang telah diatur secara terang dan dikomunikasikan kepada seluruh siswa secara terbuka, maka akan mengakibatkan tertanam pada diri setiap siswa kebiasaan yang baik dan keteraturan tingkah laku.
3. Pendekatan dalam Manajemen Kelas
a. Pendekatan dengan penerapan sejumlah “Iarangan dan anjuran” .
Pendekatan ini pada pelaksanaannya hampir sama dengan pendekatan otoriter dan pendekatan permisif, lantaran dalam penerapannya akan muncul bentuk:
a. penghukuman atau pengancaman
b. penguasaan atau penekanan
c. pengalihan atau pemasabodohan
Pendekatan ini dianggap kurang efektif lantaran pendekatan ini bagi guru bersikap reaktif. Hanya terbatas pada masalah-masalah yang muncul secara insidental ketika itu, kurang mengarah pada pemecahan duduk kasus yang bersifat jangka panjang (yang akan datang), bersikap diktatorial (mutlak) dan tidak membuka peluang bagi pengambilan tindakan-tindakan yang lebih luwes dan kreatif.
b. Pendekatan Pengubahan Tingkah Laku (Behavior Modification)
Pendekatan ini bertolak dari psikologi Behavioristik. Yang menganggap bahwa semua tingkah laris merupakan hasil belajar. Dan juga berdasarkan prinsip psikologi bahwa setiap individu perlu diperhitungkan dalam proses pembelajaran. Prinsip psikologi tersebut adalah, meliputi:
1. Tindakan penguatan positif, yaitu memperlihatkan stimulus positif, berupa ganjaran atau kebanggaan terhadap sikap atau hasil yang memang diharapkan, contohnya berupa ungkapan ibarat “Nah ibarat ini jikalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi gampang dibaca”.
2. Tindakan penghukuman, yaitu suatu penampilan perangsang yang tidak diinginkan atau tidak disukai, dengan cita-cita menurunkan frekuensi pemunculan tingkah laris yang tidak dikehendaki.
3. Tindakan penghilangan, yaitu tidak memperlihatkan ganjaran yang dibutuhkan ibarat yang kemudian (menahan santunan penguatan positif), atau penghapusan santunan ganjaran yang sebetulnya dibutuhkan siswa. Contoh: Didi yang waktu sebelumnva mendapat kebanggaan bantalan hasil pekerjaannya baik dan rapi yang diserahkan kepada Pak Umar, pada waktu penyerahan pekerjaan berikutnya dengan hasil yang sama, Pak Umar mendapatkan dan menilik tanpa memberi pujian.
4. Tindakan penguatan negatif, yaitu meniadakan perangsang yang tidak menyenangkan atau tidak disukai. Atau dengan kala lain menghilangkan hukuman. Contoh : Wawan yang waktu sebelumnya dimarahi Pak guru lantaran pekerjaannya tidak benar dan tidak rapi, pada pengumpulan kiprah berikutnya Pak guru tidak memarahinya lagi. Harapan dari tindakan-tindakan tersebut sanggup menghentikan atau mengurangi perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki serta sanggup meneruskan atau meningkatkan perilaku-perilaku yang dikehendaki.
c. Pendekatan Iklim Sosioemosional (Sosio-Emotional Climate)
Pendekatan ini bertolak dari perkiraan bahwa:
1. Proses pembelajaran yang efektif mempersyaratkan adanya iklim sosioemosional yang baik artinya suasana korelasi interpesonal yang baik antara guru dan siswa serta antara siswa dengan siswa.
2. Guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim sosioemosional yang baik itu. Oleh lantaran itu, pendekatan ini berkeyakinan bahwa suasana atau iklim kelas yang baik besar lengan berkuasa terhadap kegiatan berguru mengajar. Hubungan guru dengan siswa yang penuh simpati dan saling mendapatkan merupakan kunci pelaksanaan dari pendekatan ini. Dengan demikian, pendekatan ini menekankan pentingnya tingkah laris atau tindakan guru yang mengakibatkan siswa memandang guru itu benar-benar terlibat dalam pelatihan siswa dan memperhatikan apa yang dialami siswa balk suka maupun duka. Implikasi dari pendekatan ini ialah bahwa siswa bukan semata-mata sebagai individu yang sedang mempelajari pelajaran tertentu, tetapi dipandang sebagai keseluruhan pribadi yang sedang berkembang
d. Pendekatan Proses Kelompok (Group Proses)
Pendekatan ini bertolak dari perkiraan bahwa:
1. Pengalaman berguru di sekolah berlangsung dalam suasana kelompok, yaitu kelompok kelas.
2. Tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas ialah membina dan memelihara kelompok yang efektif dan produktif.
e. Pendekatan Elektis (Electic approach)
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan inisiatif guru dalarn menentukan banyak sekali pendekatan dalam satu situasi yang dihadapinya. Penggunaan pendekatan elektis memungkinkan digunakannya dua atau lebih pendekatan dalam satu situasi pembelajaran. Penggunaan pendekatan ini menuntut pula kemampuan guru untuk berimprovisasi dalam menghadapi duduk kasus yang dihadapi siswa. Guru tidak hanya terpaku pada penerapan salah satu pendekatan dalam perbaikan tingkah laris siswa, tetapi dalam melaksanakan tugasnya hendaknya bisa menerapkan pendekatan-pendekatan tersebut secara bersamaan dua atau tiga pendekatan.
1. Pengelolaan kelas yang bersifat otoritatif, yakni seperangkat kegiatan guru untuk membuat dan memertahankan ketertiban suasana kelas, disiplin sangat diutamakan.
2. Pengelolan kelas yang bersifat permisif, yakni pandangan ini menekankan bahwa kiprah guru ialah memaksimalkan perwujudan kebebasan siswa. Dalam hal ini guru membantu siswa untuk merasa bebas melaksanakan hal yang ingin dilakukannya. Berbuat sebaliknya berarti guru menghambat atau menghalangi perkembangan anak secara alamiah.
3. Pengelolaan kelas yang berdasarkan prinsip-prinsip pengubahan tingkah laris (behavioral modification), yaitu seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan tingkah laris siswa yang diinginkan dan mengurangi atau meniadakan tingkah laris yang tidak diinginkan. Secara singkat, guru membantu siswa dalam memelajari tingkah laris yang sempurna melalui penerapan prinsip-prinsip yang diambil dari teori penguatan (reinforcement).
4. Pengelolaan kelas sebagai proses penciptaan iklim sosio-emosional yang nyata di dalam kelas. Pandangan ini mempunyai anggaran dasar bahwa kegiatan berguru akan berkembang secara maksimal di dalam kelas yang beriklim positif, yaitu suasana korelasi interpersonal yang baik antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa. Untuk terciptanya suasana ibarat ini guru memegang peranan kunci. Peranan guru ialah mengembangkan iklim sosio-emosional kelas yang nyata melalui pertumbuhan korelasi interpersonal yang sehat. Dengan demikian, pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan korelasi interpersonal yang baik dan iklim sosio-emosional kelas yang positif.
5. Pengelolaan kelas yang bertolak dari anggapan bahwa kelas merupakan sistem sosial dengan proses kelompok (group process) sebagai intinya. Dalam kaitan ini dipakailah anggapan dasar bahwa pengajaran berlangsung dalam kaitannya dengan suatu kelompok. Dengan demikian, kehidupan kelas sebagai kelompok dipandang mempunyai efek yang amat berarti terhadap kegiatan belajar, meskipun berguru dianggap sebagai proses individual. Peranan guru ialah mendorong berkembangnya dan berprestasinya sistem kelas yang efektif. Dengan demikian, pengelolaan kelas ialah seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan memertahankan organisasi kelas yang efektif (Depdikbud, 1982).
Tujuan Pengelolaan Kelas
Pengajaran ialah proses memberikan atau menanamkan pengetahuan dan keterampilan. Sebagai proses memberikan atau menanamkan ilmu pengetahuan, maka pengajaran mempunyai tujuan yang utama yaitu penguasaan materi pelajaran. Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa sanggup menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru. Materi pelajaran itu sendiri ialah pengetahuan yang bersumber dari mata pelajaran yang diberikan di sekolah. Sedangkan mata pelajaran itu sendiri ialah pengalaman-pengalaman insan masa kemudian yang disusun secara sistematis dan logis kemudian diuraikan dalam buku-buku pelajaran dan selanjutnya isi buku itu yang harus dikuasai siswa (Sanjaya, 2005: 75).
Pengelolaan kelas yang dilakukan guru bukan hanya tanpa tujuan. Karena ada tujuan itulah guru selalu berusaha mengelola kelas, walaupun kelelahan fisik maupun pikiran dirasakan. Tujuan pengelolan kelas pada hakekatnya mengandung tujuan pengajaran. Karena pengajaran merupakan salah satu faktor pendukung berhasil tidaknya proses berguru mengajar dalam kelas. Secara umum tujuan pengelolaan kelas ialah penyediaan akomodasi bagi majemuk kegiatan berguru siswa dalam lingkungan sosial, emosional dan intelektual berguru dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memperlihatkan kepuasan suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional dan sikap, serta apresiasi pada siswa (Sudirman, 1992: 31).
Adapun secara khusus, tujuan pengelolaan kelas ialah mengembangkan kemampuan siswa dalam memakai alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang dibutuhkan (Usman, 1995: 8).
Sedangkan berdasarkan Wijaya dan Rusyan (1994: 114) tujuan dari pengelolaan kelas itu antara lain:
a. Agar pengajaran sanggup dilakukan secara maksimal sehingga tujuan tujuan pengajaran sanggup dicapai secara efektif dan efisien.
b. Untuk memberi kemudahan dalam memantau kemajuan siswa dalam pelajarannya. Dengan pengelolaan kelas guru gampang melihat dan mengamati setiap kemajuan yang dicapai siswa dalam pelajarannya.
c. Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat masalah-masalah penting untuk dibicarakan di kelas untuk perbaikan pengajaran pada masa mendatang.
Lebih lanjut, berdasarkan Louis V Johnson (tth: 17) dalam Made Pidarta mengemukakan bahwa tujuan pengelolaan kelas ialah membuat kondisi dalam kelompok kelas, yang berupa lingkungan kelas yang baik, yang memungkinkan para siswa berbuat sesuai dengan kehadirannya, ibarat halnya dalam lingkungan masyarakat.
Dari beberapa pengertian tujuan pengelolaan kelas di atas maka sanggup diambil kesimpulan bahwa tujuan dari pengelolaan kelas ialah membuat dan menjaga kondisi kelas semoga proses berguru mengajar sanggup berlangsung dengan baik. Artinya upaya yang dilakukan oleh guru semoga masing-masing siswa dengan kemampuannya yang heterogen sanggup mengikuti materi yang disampaikan guru.
Perbedaan Belajar Dan Mengajar
BELAJAR
Robert. M. Gagne dalam bukunya : The Conditioning of learning mengemukakan bahwa : Learning is a change in human disposition or capacity, wich persists over a period time, and wich is not simply ascribable to process of growth ; Belajar ialah perubahan yang terjadi dalam kemampuan insan sesudah berguru secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan, bahwa berguru dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Dalam teori psikologi konsep berguru Gagne ini dinamakan perpaduan antara aliran behaviorisme dan aliran instrumentalisme.
Pengertian Belajar Cronbach (1954) beropini : Learning is shown by a change in behaviour as result of experience ; berguru sanggup dilakukan secara baik dengan jalan mengalami.
Menurut Spears : Learning is to observe, to read, to imited, to try something themselves, to listen, to follow direction ; pengalaman sanggup diperoleh dengan memakai panca indra.
Lester.D. Crow and Alice Crow mendefinisikan : Learning is the acuquisition of habits, knowledge and attitudes ; Belajar ialah upaya untuk memperoleh kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap.
Hudgins Cs. (1982) berpendapatHakekat berguru secara tradisional berguru sanggup didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku, yang menimbulkan adanya pengalaman .
Jung , (1968) mendefinisikan bahwa berguru ialah suatu proses dimana tingkah laris dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.
Ngalim Purwanto, (1992 : 84) mengemukakan berguru ialah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
MENGAJAR
Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar ialah suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada murid semoga sanggup menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan materi pelajaran itu.
Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar ialah : a way working with students … A process of interaction . The teacher does something to student, the students do something in return ; sebuah proses korelasi timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melaksanakan kegiatan.
Nasution (1986) beropini bahwa mengajar ialah suatu kegiatan mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya danmenghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
Tardif (1989) mendefinisikan, mengajar ialah . any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar ialah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini akseptor didik) melaksanakan kegiatan belajar.
Biggs (1991), seorang pakar psikologi membagi konsepmengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu
1. Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan memberikan kepada siswa dengan sebai-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
2. Pengertian institusional yaitu mengajar berarti . the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siapmengadaptasikan banyak sekali teknik mengajar terhadap siswa yang mempunyai banyak sekali macam tipe berguru serta berbeda talenta , kemampuan dan kebutuhannya.
3. Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan berguru siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.
Nah.. dari menyebarkan definisi di atas, saya paling oke dengan pendapat Cronbach dan Spears. Cronbach (1954) beropini bahwa berguru sanggup dilakukan secara baik dengan jalan mengalami. Spears beropini bahwa pengalaman sanggup diperoleh dengan memakai panca indra. Berdasarkan dua definisi tersebut sanggup disimpulkan bahwa berguru dilakukan dengan memakai panca indera dalam semua hal yang kita alami.
Sedangkan dalam definisi mengajar, saya lebih oke denga pendapat Arifin (1978) yaitu, mengajar ialah suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada murid semoga sanggup menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan materi pelajaran itu.