Teori Sikap Konsumen Pendekatan Teori Nilai Guna (Utility)

BAB I
PENDAHULUAN

Setiap individu ataupun rumah tangga niscaya mempunyai asumsi ihwal berapa pendapatanya dalam suatu periode tertentu, misalkan satu tahun. Dan mereka juga niscaya mempunyai suatu citra ihwal barang - barang atau jasa - jasa apa saja yang akan mereka beli. Tugas setiap rumah tangga yakni bagaimana mereka bisa memaksimalkan pendapatan mereka yang terbatas untuk mendapatkan dan memenuhi semua kebutuhan sehingga bisa mencapai kesejahteraan. Tapi ternyata hampir tidak satupun individu atau rumah tangga yang berhasil dalam tugasnya tersebut. Sampai pada tingkat tertentu, kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya keterangan - keterangan yang tidak sempurna dan ada juga alasan - alasan lain menyerupai pembelian - pembelian secara impulsif.
Segala perjuangan yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan pendapatan yang terbatas inilah yang menghipnotis usul konsumen terhadap barang dan jasa di pasar. Untuk menganalisa pembentukan usul konsumen secara lebih akurat, maka akan dipakai beberapa asumsi yang akan menyederhanakan realitas ekonomi. Disini kita akan mempelajari ihwal teori nilai guna ( utility ).
Secara historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam menentukan barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis tersebut telah memberi citra yang cukup terang ihwal prinsip-prinsip pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berfikir secara rasional dalam menentukan banyak sekali barang keperluannya. Disini kita juga akan mempelajari bagaimana suatu barang bisa memmberikan kenikmatan terhadap individu dan bagaimana barang itu kesannya sama sekali tidak bisa memperlihatkan kenikmatan terhadap seseorang.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Perilaku Konsumen
       Teori sikap konsumen yaitu teori yang menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang,dengan pendapatan tertentu dan harga barang tertentu pula sedemikian rupa semoga konsumen mencapai tujuannya.Tujuan konsumen untuk memperoleh manfaat atau kepuasan sebesar-besarnya dari barang-barang yang dikonsumsi (maximum satisfaction). Dan,teori ekonomi menganggap bahwa maximum satisfaction itu yakni tujuan final konsumen.
       Sebelum kita mempelajari ihwal tingkah laris konsumen lebih lanjut, ada baiknya kita mengetahui beberapa anggapan - anggapan sederhana yang biasa menjadi patokan untuk menganalisa pembentukan garis usul dari suatu barang secara lebih tepat, tanpa menyimpang dari realitas ekonomi.
1.      Barang dan jasa yang dikonsumsi biasanya disebut komoditi. Komoditi yakni sesuatu yang memperlihatkan jasa konsumsi ( consumption services ) terhadap konsumen persatuanwaktu tertentu.
2.      Setiap konsumen dianggap tahu macam barang dan jasa yang tersedia di pasar, kapasitasteknis masing - masing barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan konsumen dan tingkat harga masing - masing.
3.      Konsumen dianggap tahu secara niscaya mengenai jumlah uang yang akan dibelanjakanya selama periode perencanaan tertentu.
      
       Teori tingkah laris konsumen sanggup dibedakan dalam dua macam pendekatan yaitu:
1. Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
2. Pendekatan nilai guna ordinal

1.   Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal
       Pendekatan nilai guna (Utility) Kardinal atau sering disebut dengan teori nilai subyektif : dianggap manfaat atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen sanggup dinyatakan secara kuantitif/dapat diukur, dimana keseimbangan konsumen dalam memaksimumkan kepuasan atas konsumsi banyak sekali macam barang, dilihat dari seberapa besar uang yang dikeluarkan untuk membeli unit pelengkap dari banyak sekali jenis barang akan memperlihatkan nilai guna marginal yang sama besarnya. Oleh lantaran itu keseimbangan konsumen sanggup dicari dengan pendekatan kuantitatif.
       Para hebat ekonomi mempercayai bahwa utility merupakan ukuran kebahagian. Utility dianggap bahwa ukuraan kemampauan barang / jasa untuk memuaskan kabutuhan. Besar kecilnya utility yang dicapai konsumen tergantung dari jenis barang atau jasa dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi. Sehingga sanggup ditunjukan oleh fungsi sebagai berikut :
U = f ( X1, X2, X3………, Xn )
U : besar kecilnya kepuasan:
X : jenis dan jumlah barang yang dikonsumsi.

Besar kecilnya kepuasan yang diperoleh konsumen tergantung pada jenis dan jumlah barang atau jasa yang dikonsumsi.

2.   Pendekatan nilai guna ordinal
       Pendekatan nilai guna ordinal atau sering juga disebut analisis Kurva indeference: manfaat yang diperoleh masyarakat dari mengkonsumsikan barang-barang tidak kuantitif / tidak sanggup diukur. Pendakatan ini muncul lantaran adanya keterbatasan - keterbatasan yang ada pada pendekatan cardinal, meskipun bukan berarti pendekatan cardinal tidak mempunyai kelebihan.
3.   Persamaan kardinal dan ordinal
       Persamaan cardinal dan ordinal yaitu sama-sama menjelaskan tindakan konsumen dalam mengkonsumsi barang-barang yang harganya tertentu dengan pendapatan konsumen yang tertentu pula semoga konsumen mencapai tujuannya (maximum utility) .


B. TEORI NILAI GUNA ( UTILITY )
1.   Pengertian Teori Nilai Guna (utility)
      Teori nilai guna atau utility yaitu teori ekonomi yang mempelajari kepuasan atau kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dari mengkonsumsikan barang-barang. Kalau kepuasan itu semakin tinggi maka semakin tinggi nilai guna atau utility-nya. Sebaliknya semakin rendah kepuasan dari suatu barang maka utilitynya semakin rendah pula.
      Nilai guna dibedakan diantara dua pengertian:
a.       Marginal utility (kepuasan marginal). Yaitu pertambahan/pengurangan kepuasan sebagai akhir adanya pertambahan/pengurangan penggunaan satu unit barang tertentu.
b.      Total utility (total utility). Yaitu keseluruhan kepuasan yang diperoleh dari mengkonsumsi sejumlah barang-barang tertentu.
      Sementara M Abraham Garcia-Torres dalam Consumer Behaviour Theory: Utility Maximization and the seek of Novelty membagi nilai guna menjadi dua. Berdasarkan dua tindakan ekonomi yang dilakukan konsumen, Dua tindakan ini saling bekerjasama :
a.       Nilai Guna Keputusan (Decision Utility) yang bekerjasama dengan Tindakan pembelian (Action of Purchasing). Dalam tindakan pembelian konsumen membeli beberapa barang pada waktu yang bersamaan. dan sebelum melaksanakan pembelian konsumen harus memutuskan barang yang mana yang akan ia beli.
b.      Nilai Guna Pengalaman (Experienced Utility) Yang bekerjasama Dengan Tindakan Konsumsi (Action of Consumption) dengan kapasitas pemenuhan kepuasan dari barang tersebut.

2.  Marginal utility ( kepuasan marginal )
      Yaitu pertambahan / pengurangan kepuasan sebagai akhir adanya pertambahan/pengurangan penggunaan satu unit barang tertent
Secara matematis sanggup dicari dengan rumus :
MUx = Marginal Utility pada kepuasan barang ke-x (n barang)
MU   = Marginal Utility
U = utility
X = barang yang dikonsumsi
      Hukum marginal utility yang semakin menurun/Law of Diminishing Marginal Utility: “apabila pelengkap nilai guna yang akan diperoleh dari seseorang dari mengkonsumsi suatu barang akan menjadi semakin sedikit apabila orang tersebut terus menerus menambah konsumsinya dan pada kesannya pelengkap nilai guna tersebut akan menjadi negative”.
      Konsep nilai guna (utility) bisa menjelaskan kelemahan berupa paradok antara kegunaan suatu barang dengan harganya. Seperti ihwal durian, dimana hingga titik tertentu Anda tidak mau lagi memakannya, bahkan bila buah durian itu diberikan secara gratis. Hal ini memperlihatkan bahwa pelengkap kepuasan yang diberikan dari tiap pelengkap unit barang yang dikonsumsi semakin berkurang. Inilah yang disebut Law of Diminishing Marginal Utility.
Contoh ;
      Surplus konsumen terjadi bila harga yang dibayarkan oleh konsumen terhadap suatu barang lebih tinggi dari harga pasarnya. Surplus konsumen akan terus naik bila konsumen terus membeli produk hingga unit tertentu dan menghentikannya, lantaran bila diteruskan konsumen tidak akan mendapatkan surplus lagi.


3.   Pemaksimuman Nilai Guna
      Setiap orang berusaha memperoleh dan untuk memaksimumkan kepuasan dari barang yang dikonsumsinya. Jika hanya terdapat 1 jenis barang pemaksimuman nilai guna tidaklah rumit dalam pengukurannya. Tetapi pemaksimuman nilai guna akan rumit apabila lebih dari 1 jenis barng. Kerumitan tersebut diakibatkan oleh adanya perbedaan harga masing-masing barang. Oleh lantaran itu syarat pemaksimuman nilai guna tidak lain yakni setiap rupiah yang dikeluarkan untuk membeli unit pelengkap dari banyak sekali jenis barang,harus memperlihatkan nilai guna yang sama besarnya.

4.   Efek Penggantian
      Perubahan harga suatu barang akan mengubah nilai marjinal utility/rupiah dari barang yang mengalami perubahan harga tersebut apabila harga suatu barang makin naik maka nilai marginal rupiah akan semakin rendah dan sebaliknya apabila suatu barang mengalami penurunan harga maka nilai marginal utility/rupiah akan semakin tinggi.
      Beberapa alasan yang menjadikan suatu barang harganya menjadi mahal yakni kelangkaan dan biaya produksi. Air jauh lebih gampang didapat dari barang lain, intan misalnya. Sehingga masuk akal bila intan lebih mahal daripada air lantaran intan jauh lebih langka. Demikian juga dengan biaya produksi untuk mendapatkan air jauh lebih murah daripada biaya produksi intan.

5.   Efek Pendapatan
      Efek pendapatan terjadi dari berubahnya harga suatu barang (naik atau turun). Jika harga barang X naik, maka pelengkap kepuasan dari mengkonsumsi satu unit barang tersebut menjadi turun per harga barangnya. Hal ini menjadikan turunnya usul akan barang X. Sebaliknya bila harga barang Y turun, maka pelengkap kepuasan dari mengkonsumsi satu unit barang tersebut menjadi naik per harganya, sehingga usul akan barang Y naik. Jika pendapatan tidak berubah (tetap) sedangkan harga barang mengalami kenaikan maka pendapatan rillnya mengalami penurunan.

6.   Keseimbangan Konsumen
      Seorang konsumen dikatakan dalam kondisi seimbang bila telah mengalokasikan dananya yang terbatas diantara banyak sekali macam barang dan jasa sedemikian rupa sehingga realokasi dana tidak akan menaikan total utility yang diperolehnya dari konsumsi barang tersebut. Berarti dalam konsdisi ini konsumen telah membelanjakan semua dananya dan kepuasan yang diperoleh yakni maksimum.
M = Qx . Px + Qy . Py
U = f (Qx, Qy)
Q = jumlah barang yang dikonsumsi
P = harga barang
U = total Utility
M = Kepuasan Maksimal
      Jadi bisa dikatakan bahwa pada ketika konsumen mencapai keseimbangan semua dana telah dibelanjakan dan memperlihatkan suatu tingkat kepuasan maksimum, sehingga kepuasan yang didapat dari tiap rupiah terakhir yang dibelanjakan pada banyak sekali komoditi yakni sama lantaran berlakunya hokum Law of Diminishing Marginal Utility.

7.   Menurunkan Fungsi Permintaan
      Untuk sanggup menurunkan fungsi usul linier suatu barang kita memerlukan dua kondisi keseimbangan konsumen . dimana keseimbangan berubah lantaran adanya perubahan harga barang tersebut Cateris Paribus. Kondisi Cateris Paribus diharapkan disini lantaran adanya fungsi usul yang berubah hanya harga barang dan jumlah yang diminta dari barang tersebut. Sedangkan variable – variable lain dianggap tetap.
Kurva usul suatu barang sanggup diturunkan dengan mencari 2 titik keseimbangan konsumen dimana yang berubah hanya harga barang tersebut, sedangkan hal – hal yang lain tetap.


C.  NILAI GUNA, BENTUK DAN BERHENTINYA KEBIASAAN
      Menurut M Abraham Garcia-Torres, Nilai Guna pada barang yang sama, dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu :
1.  jangka waktu konsumsi barang yang sama.
2. daya ingat konsumen
3. kualitas barang
1.   Jangka Waktu Konsumsi Barang
Jika jangka waktu konsumsi cukup usang maka ingatan konsumen harus bekerja lebih keras untuk membangkitkan pengalaman yang lalu. kemudian konsumen akan sanggup menikmati konsumsi berikutnya. lantaran jangka waktu berkurang, konsumen akan mencicipi kebosanan pada barang yang sama.
2.   Daya Ingat Konsumen
Memori yang lebih tinggi dan waktu yang lebih usang diharapkan antara konsumsi untuk barang yang sama. Pembuktian fakta ini, yakni bentuk kebiasaan yang lebih berpengaruh antara orang cukup umur dan anak - anak. Dua kelompok ini sanggup mengkonsumsi barang yang sama , atau melaksanakan hal yang sama tapi mengalami kebosanan sehabis jangka waktu yang berbeda, yaitu orang cukup umur lebih cepat bosan daripada anak- anak.
3.   Kualitas Barang
Peningkatan kualitas barang (ceteris paribus) akan menjadikan peningkatan nilai guna pengalaman.
Lalu bagaimana kebiasaan terbentuk? Konsumen mempelajari seberapa usang waktu yang ia perlukan antara konsumsi yang satu dengan berikutnya. bila ia bisa mengkonsumsi barang tersebut selamaya.
Bagaimana ia bisa menghentikan kebiasaan tersebut? Jika dalam proses perkembangan kebiasaan ia berbuat kesalahan dan menurunkan waktu konsumsi barang , kemudian otaknya akan menyebarkan rasa bosan pada barang tersebut. Rasa bosan tersebut mungkin semacam ia tidak ingin mengkonsumsi barang itu lagi dalam jangka waktu yang usang dan selamanya. Pada poin ini ia kan menghentikan kebiasaan . menurut alasan ini kita bisa mengelompokan kebiasaan konsumsi ini sebagai berikut :
a.       Kecanduan : yaitu tindakan konsumsi barang dalam jangka waktu yang usang dan tidak bisa dihindari. kecanduan biasanya terjadi pada Narkoba dan berjudi. tapi beberapa masyarakat masih mendapatkan beberapa kecanduan menyerupai pada teh, kopi, rokok dan seterusya yang dianggap sebagai kebiasaan.
b.      Kebiasaan abadi : yaitu tindakan konsumsi barang dimana konsumen mencar ilmu bagaimana untuk menghabiskanya. Ini berarti ia telah mencapai jangka waktu yang sempurna untuk mengkonsumsi barang tersebut tanpa menjadi bosan. Kebiasaan abadi bisa bermetamorfosis kebiasaan sesaat bila ia melaksanakan kesalahan dengan mengkonsumsi barang tersebut terlalu banyak dalam jangka waktu yang singkat. begitu pula kebiasaan sesaat bisa menjadi Kebiasaan abadi bila ia berusaha menggunakanya dengan semestinya. Dengan kata lain penjabaran mungkin saja berubah setiap ketika .Tapi secara sederhan kita bisa menyimpulkan bahwa jangka waktu antara konsumsi barang yang sama yakni tetap. Dengan begitu kita bisa memahami dinamika Preferensi.
c.       kebiasaan sesaat : yaitu tindakan konsumsi terhadap suatu barang yang akan memperlihatkan nilai guna kepada konsumen hanya untuk sesekali. sehabis itu ia akan bosan pada barang tersebut. kalau sudah begitu ia akan mempunyai dua pilihan, tidak memakai barang itu lagi atau mencoba untuk mencari barang sejenis dengan kualitas yang lebih baik dan masih memperlihatkan ia nilai guna.
d.      Mencari kenikmatan gres : konsumen membeli hanya lantaran rasa ingin tahu, dan akan menikmati hingga kesenanganya hilang.ketika kesenanganya berlalu maka barang itu sudah tidak mempunyai kegunaan lagi bagi dia. Bagaimana komoditas gres bisa meningkatkan nilai guna konsumsi? Dari Sudut Pandang konsumen, ini merupakan rangsangan gres yang menciptakan mereka ingin mempunyai pengalaman lebih banyak dan menciptakan mereka merasa nyaman. Kebanyakan rangsangan ini kita dapatkan lebih dari satu hari. rangsangan ini bukan berasal dari belanja tapi bisa jadi dari pekerjaan, kita sendiri, dari teman keluarga dan lain-lain. Tapi untuk kini dan akan tiba kita juga mendapatkan rangsangan dari koran, buku baru, kaos gres dan sesuatu yang kita beli.
       Kenikmatan gres yakni salah satu faktor yang menghipnotis Decision Utility. kenikmatan gres menciptakan barang menjadi penting. tapi kenikmatan tersebut akan hilang seiring pertamabahan waktu. Ada juga nilai intrinsik yang ditawarkan oleh barang kepada konsumen dalam kapsitasnya membangkitkan nilai hedonistik positif. Dalam hal ini barang sangat potensial untuk menjadi kebiasaan. Pertama kali seseorang merokok, ia melakukanya lantaran itu yakni hal yang gres bagi ia dan ia ingin mencoba. Tapi sekali Kenikmatan itu hilang, kecanduan barang akan menciptakan konsumen terus mengkonsumsi barang tersebut. Perokok biasa membeli rokok bukan lantaran kesenangan tapi lantaran ia sudah tidak bias meninggalkanya.

D.    KONSUMSI DAN PEMBELIAN
      Tidak ada yang abadi. Tidak ada sebuah barang didunia ini yang kekal. Meskipun mungkin saja ada barang yang awet.. kemudian apa saja yang menciptakan nilai guna dari suatu barang berakhir ?
1.       Secara Fisik habis lantaran dikonsumsi
2.       Rusak
3.       Kita bosan dengan barang tersebut.
       Ada beberapa barang yang bisa dinikmati dalam waktu singkat. bila konsumen suka maka ia akan membelinya lagi. Ada juga barang setengah awet dan barang awet, nilai guna pengalaman akan meluas seiring bertambahnya waktu. ketika konsumen membeli mobil, meja dan menikmatinya selama bertahun - tahun. intinya barang-barang ini tidak termasuk dalam daftar belanjaan biasa.
       Nilai guna positif yang didapat dari barang setengah awet dan barang awet berati bahwa konsumen mempunyai kebiasaan abadi pada barang tersebut. Sebagai contoh, Sebuah meja bisa meberikan nilai guna positif lantaran bisa dipakai untuk duduk ketika sedang makan, membaca atau bekerja. bila kemampuan meja tersebut untuk membangkitkan kebiasaan tersebut berakhir lantaran rusak, berarti untuk memenuhi kebiasaan tersebut kita harus membeli meja baru. Dengan kebutuhan untuk membeli meja gres tersebut seorang konsumen menghipnotis Ekonomi. Penyebab pembelian meja tersebut yakni kebiasaan konsumen untuk mendapatkan nilai guna dari sebuah meja. Seberapa cepat seorang konsumen menjadi bosan dengan barang mempunyai dampak eksklusif terhadap ekonomi. Penurunan secara terus menerus pada jarak antar konsumsi menghasilkan peningkatan pengeluaran pada konsumsi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
       Berdasar tiga hal yang menghipnotis kemampuan pemuasan dari suatu barang, dua hal yakni bersifat fisik dan satunya tergantung otak konsumen. Makara disini ada poin penting, kecepatan dalam perubahan barang yang tidak menjadi rusak. Dasar ini sangat penting dan mungkin terbukti ditentukan secara sosial. kita juga bisa menyimpulkan bahwa dasar ini bisa menghipnotis pertumbuhan dalam ekonomi. Di negara berkembang sebuah meja mungkin akan dipakai hingga rusak, sementara di negara maju meja kan diganti ketika sudah ketinggalan jaman.
       Daya tahan dan keawetan mungkin ditentukan sang produsen. ini juga menghipnotis pertumbuhan. Makara cara untuk menciptakan Permintaan tetap, bukan dengan menciptakan barang yang sangat awet. Kita mabil teladan Handphone, beberapa orang kini mungkin mengambarkan bahwa usul telah terpenuhi. tapi berapa usang sih masa hidup sebuah HP ? kebanyakan empat hingga 5 tahun. Masih menjadi misteri mengapa tidak ada satu saja perusahaan yang menciptakan ponsel lebih tahan banting malah kebanyakan menciptakan ponsel dengan menambahkan banyak fitur. Ini mengambarkan kalau pembuat ponsel mencoba menghindari berkurangnya usul pasar terhadap ponsel lantaran ponsel terlalu awet.
       Sekarang kita beralih dari satu orang konsumen kepada konsumsi sebuah negara. Anggap saja konsumen selalu stabil dalam penggantian barang ( misal ,mereka mengganti meja tiap sepuluh taun atau berapapun tapi konstan pada tiap konsumen). kita anggap juga daya tahan barang rata - rata sama., harga barang sama dan pendapatan konsumen juga sama. konsumen hanya bisa memutuskan berapa banyak mereka ingin beli dan berapa banyak mereka ingin tabung. Jika kita bisa mendapatkan semua konsumen berada pada situasi ini, Berarti tidak ada lagi kemungkinan pilihan lain selain peningkatan pertumbuhan yang tidak berasal dari generasi dengan kebiasaan baru. Maka produsen akan mencoba untuk menemukan sesuatu tanpa tujuan awal produksi “menghasilkan banyak dengan input seedikit”. Tapi dengan tujuan meyakinkan konsumen yang benar-benar butuh barang baru. Hanya bila konsumen mumutuskan untuk membeli lebih banyak barang, GDP akan meningkat. Ini mengambarkan bahwa perubahan kualitas barang juga akan menghipnotis peningkatan GDP, tapi bila peningkatan kualitas tanpa diikuti peningkatan harga maka GDPnya akan sama.

E.  TEORI PREFERENSI KONSUMEN
      Ketika mengkonsumsi sejumlah komoditi dalam periode tertentu, Setiap konsumen akan mendapatkan kepuasan (satisfaction) atau guna (utiliTy). Setiap konsumen selalu berusaha untuk mendapatkan tingkat kepuasan semaksimal mungkin dari sejumlah pengeluaran yang sudah mereka lakukan. untuk keperluan tersebut setiap konsumen harus bisa menciptakan urutan (rank) dari semua untaian komoditi yang ada. Mereka harus bisa menentukan untaian komoditi mana yang lebih mereka pilih, mana yang tidak dan mana yang relatif bila dibandingkan dengan yang lain.
      Di dalam menciptakan Urutan preferensi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi :
1.      Untuk setiap dua untai komoditi, misalkan A dan B, bila A memberi kepuasan yang lebih besar Maka A yang harus dipilih dan bukan B, dan sebaliknya. Bila A dan B memperlihatkan kepuasan yang sama Maka konsumen bisa menentukan A atau B ( A dan B indiferen )
2.      Bila A dipilih dan bukan B, sedangkan B harus dipilih dan bukan C, maka A harus dipilih dan Bukan C. (berlaku hubungan yang bersifat Transitif )
3.      Bila untaian komoditi A terdiri dari unsur - unsur yang sama dengan B, sedangkan untuk setiap unsurnya A lebih besar daripada B, maka A harus dipilih dan bukan B. tapi bila sebagian unsur - unsur saja yang lebih besar sedangkan unsur - unsur yang lain lebih kecil atau sama, maka belum tentu A harus dipilih bila dibandingkan B.
 
BAB III
KESIMPULAN

       Secara historis, teori nilai guna (utility) merupakan teori yang terlebih dahulu dikembangkan untuk menerangkan kelakuan individu dalam menentukan barang-barang yang akan dibeli dan dikonsumsinya. Dapat dilihat bahwa analisis tersebut telah memberi citra yang cukup terang ihwal prinsip-prinsip pemaksimuman kepuasan yang dilakukan oleh orang-orang yang berfikir secara rasional dalam menentukan banyak sekali barang keperluannya. Akan tetapi, telah usang orang melihat suatu kelemahan penting dari teori tersebut, yaitu: menyatakan kepuasan dalam angka-angka yakni kurang sempurna oleh lantaran kepuasan yakni sesuatu yang tidak gampang untuk diukur.
      Untuk menghindari kelemahan ini Sir John R. Hicks telah menyebarkan satu pendekatan gres untuk mewujudkan perinsip pemaksimuman kepuasan oleh seorang konsumen yang mempunyai pendapatan terbatas. Analisis ini dikenal sebagai analisis kurva kepuasan sama, yang mencakup penggambaran dua macam kurva, yaitu kurva kepuasan sama dan garis anggaran pengeluaran.
       Untuk menggambarkan kurva kepuasan sama perlu dimisalkan bahwa seseorang konsumen hanya akan membeli dan mengkonsumsi dua macam barang tersebut yakni makanan dan pakaian. Pemisalan-pemisalan lain yakni cita rasa masyarakat tidak berubah dan konsumen bebas untuk menentukan kombinasi barang makanan dan pakaianyang diingininya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel