Sistem Politik Islami
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada hambanya sehingga sanggup menuntaskan makalah ini yang berjudul:
“POLITIK ISLAM”
Saya menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkat pinjaman dan tuntunan Allah SWT dan tidak lepas dari pinjaman banyak sekali pihak untuk itu dalam kesempatan ini penulis menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam pembuatan makalah ini.
Saya menyadari bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih dari jauh dari kesempurnaan baik bahan maupun cara penulisannya. Namun demikian, saya telah berupaya dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki sehingga sanggup selesai dengan baik dan oleh karenanya, saya dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka mendapatkan masukan,saran dan undangan guna penyempurnaan makalah ini.
Akhirnya saya berharap biar makalah ini sanggup bermanfaat bagi seluruh pembaca.
Pekanbaru,10 November 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Kata pengantar…………………………………………………………………………………………………………...02
Daftar isi...........................................................................................................................03
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang.................................................................................................................04
Tujuan makalah...............................................................................................................04
Manfaat penulisan...........................................................................................................04
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian politik islam..................................................................................................05
Sejarah perpolitikan dalam islam………………………………………………………………………….…...06
Prinsip-prinsip dasar dalam islam………………………………………………………………………………07
Ruang lingkup politik islam………………………………………………………………………………………..09
BAB III PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………………………………………………………………….10
Penutup…………………………………………………………………………………………………………………….10
Daftar pustaka………………………………………………………………………………………………………….11
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Politik Islam menawarkan pengurusan atas urusan seluruh umat muslim. Namun, realitas politik demikian menjadi pudar dikala terjadi kebiasaan umum masyarakat cukup umur ini baik perkataan maupun perbuatannya menyimpang dari kebenaran Islam yang dilakukan oleh mereka yang beraqidahkan sekularisme, baik dari kalangan non muslim atau dari kalangan umat Islam. Jadilah politik disifati dengan kedustaan, tipu daya, dan penyesatan yang dilakukan oleh para politisi maupun penguasa. Penyelewengan para politisi dari kebenaran Islam, kezhaliman mereka kepada masyarakat, sikap dan tindakan sembrono mereka dalam mengurusi masyarakat memalingkan makna lurus politik tadi. Bahkan, dengan pandangan menyerupai itu jadilah penguasa memusuhi rakyatnya bukan sebagai pemerintahan yang shalih dan berbuat baik. Hal ini memicu propaganda kaum sekularis bahwa politik itu harus dijauhkan dari agama (Islam). Sebab, orang yang paham akan agama itu takut kepada Allah SWT sehingga tidak cocok berkecimpung dalam politik yang merupakan dusta, kezhaliman, pengkhianatan, dan tipu daya. Cara pandang demikian, sayangnya, sadar atau tidak memengaruhi sebagian kaum muslimin yang juga bergotong-royong tulus dalam memperjuangkan Islam. Padahal propaganda tadi merupakan kebenaran yang dipakai untuk kebathilan (Samih ‘Athief Az Zain, As Siyasah wa As Siyasah Ad Dauliyyah, hal. 31-33). Makara secara ringkas Islam tidak bisa dipisahkan dari politik.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan daripada penulisan makalah ini ialah :
- mengetahui pengertian politik islam, Sejarah perpolitikan dalam islam
- mengetahui prinsip-prinsip dasar politik islam, dan ruang lingkupnya..
1.3Manfaat Penulisan
Hasil dari penulisan ini diharapkan sanggup menawarkan manfaat kepada semua pihak, khususnya kita selaku umat islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian politik islam
Dalam kamus umum bahasa indonesia, karangan W.J.S poerwa darminza, politik di artikan sebagai pengetahuan mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan, menyerupai tata cara pemerintahan dan sebagainya dan sanggup pula berarti segala urusan dan tindakan. Siasat dan sebagainya mengenai pemerintahan sesuatu negara atau terhadap negara lain.
Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik ialah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan wacana siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan, serta kepada siapa kewenangan melakukan kekuasaan itu di berikan, kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawabnya.
Selanjutnya sebagai suatu sistem, politik ialah suatu konsepsi yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan wacana siapa sumber kekuasaan negara, siapa pelaksana kekuasaan tersebut, apa dasar dan bagaimana cara untuk menentukan, serta kepada siapa kewenangan melakukan kekuasaan itu di berikan, kepada siapa pelaksanaan kekuasaan itu bertanggung jawab dan bagaimana bentuk tanggung jawabnya.
Politik ialah cara dan upaya menangani masalah-masalah rakyat dengan seperangkat undang-undang untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah hal-hal yang merugikan bagi kepentingan manusia. (Salim Ali al-Bahnasawi, Wawasan Sistem Politik Islam [Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. I]).
Di dunia Islam pun muncul beberapa pengertian mengenai politik atau Siyasah ini. Imam Al Bujairimi dalam Kitab At Tajrid Linnafi’ al-‘Abid menyatakan Siyasah ialah memperbaiki dan merencanakan urusan rakyat. Lalu Ibnul Qoyyim dalam kitab ‘Ilamul Muaqqin menyebutkan dua macam politik yakni siyasah shohihah (benar) dan siyasah fasidah (salah).
Politik Islam (bahasa Arab: سياسي إسلامي) ialah Politik di dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Oleh lantaran itu, di dalam buku-buku para ulama dikenal istilah siyasah syar’iyyah. Dalam Al Muhith, siyasah berakar kata sâsa - yasûsu. Dalam kalimat Sasa addawaba yasusuha siyasatan bererti Qama ‘alaiha wa radlaha wa adabbaha (mengurusinya, melatihnya, dan mendidiknya). Bila dikatakan sasa al amra ertinya dabbarahu (mengurusi / mengatur perkara). Bererti secara ringkas maksud Politik Islam ialah pengurusan atas segala urusan seluruh umat Islam.
Politik Islam ialah acara politik sebagian umat Islam yang menimbulkan Islam sebagai contoh nilai dan basis solidaritas berkelompok. Pendukung perpolitikan ini belum tentu seluruh umat Islam (baca: pemeluk agama Islam). Karena itu, mereka dalam kategori politik sanggup disebut sebagai kelompok politik Islam, juga menekankan simbolisme keagamaan dalam berpolitik, menyerupai menggunakan perlambang Islam, dan istilah-istilah keislaman dalam peraturan dasar organisasi, khittah perjuangan, serta wacana politik.
Politik Islam secara substansial merupakan penghadapan Islam dengan kekuasan dan negara yang melahirkan sikap dan sikap (political behavior) serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam. Sikap sikap serta budaya politik yang menggunakan kata sifat Islam, berdasarkan Dr. Taufik Abdullah, bermula dari suatu keprihatinan moral dan doktrinal terhadap keutuhan komunitas spiritual Islam.
2.2 Sejarah perpolitikan dalam islam
Seluruh pendapat-pendapat tadi diperkuat oleh fakta-fakta sejarah : di antara fakta sejarah yang tidak sanggup diingkari oleh siapapun adalah, sesudah timbulnya dakwah Islam, kemudian terbentuk bangunan masyarakat gres yang mempunyai identitas independen yang membedakannya dari masyarakat lain. Mengakui satu undang-undang, menjalankan kehidupannya sesuai dengan sistem yang satu, menuju kepada tujuan-tujuan yang sama, dan di antara individu-individu masyarakat yang gres itu terdapat ikatan ras, bahasa, dan agama yang kuat, serta adanya perasaan solidaritas secara umum. Bangunan masyarakat yang mempunyai semua unsur-unsur tadi itulah yang dinamakan sebagai bangunan masyarakat 'politik'. Atau yang dinamakan sebagai 'negara'. Tentang negara, tidak ada suatu definisi tertentu, selain aanya fakta terkumpulnya karakteristik-karakteristi yang telah disebutkan tadi dalam suatu bangunan masyarakat.
Di antara fakta-fakta sejarah yang tidak diperselisihkan juga adalah, bangunan masyarakat politik ini atau 'negara', telah memulai kehidupan aktifnya, dan mulai menjalankan tugas-tugasnya, dan merubah prinsip-prinsip teoritis menuju dataran praksis. Setelah tersempurnakan kebebasan dan kedaulatannya, dan kepadanya dimasukkan unsur-unsur gres dan adanya penduduk. Yaitu sesudah pembacaan bai'at Aqabah satu dan dua, yang dilakukan antara Rasulullah Saw dengan utusan dari Madinah, yang dilanjutkan dengan insiden hijrah. Para faktanya, kedua bai'at ini --yang tidak diragukan oleh seorangpun wacana berlangsungnya kedua bai'at ini-- merupakan suatu titik transformasi dalam Islam (11). Dan insiden hijrah hanyalah salah satu hasil yang ditelurkan oleh kedua insiden bai'at itu. Pandangan yang tepat terhadap kedua bai'at tadi ialah dengan melihatnya sebagai kerikil pertama dalam bangunan 'negara Islam'. Dari situ akan tampak urgensitas kedua hal itu. Alangkah miripnya kedua insiden bai'at itu dengan kontrak-kontrak sosial yang di deskripsikan secara teoritis oleh sebagian filosof politik pada era-era modern. Dan menganggapnya sebagai fondasi bagi berdirinya negara-negara dan pemerintahan. Namun bedanya, 'kontrak sosial' yang dibicarakan Roussou dan sejenisnya hanyalah semata delusi dan imajinasi, sementara kontrak sosial yang terjadi dalam sejarah Islam ini berlangsung dua kali secara realistis di Aqabah. Dan di atas kontrak sosial itu negara Islam berdiri. Ia merupakan sebuah kontrak historis. Ini merupakan suatu fakta yang diketahui oleh semua orang. Padanya bertemu antara keinginan-keinginan manusiawi yang merdeka dengan pemikiran-pemikiran yang matang, dengan tujuan untuk mewujudkan risalah yang mulia.
Dengan demikian, negara Islam terlahirkan dalam keadaan yang amat jelas. Dan pembentukannya terjadi dalam tatapan sejarah yang jernih. Karena Tidak ada satu tindakan yang dikatakan sebagai tindakan politik atau kenegaraan, kecuali dilakukan oleh negara Islam yang gres tumbuh ini. Seperti Penyiapan perangkat untuk mewujudkan keadilan, menyusun kekuatan pertahanan, mengadakan pendidikan, menarik pungutan harta, mengikat perjanjian atau mengirim utusan-utusan ke luar negeri. Ini merupakan fakta sejarah yang ketiga. Adalah tidak mungkin seseorang mengingkarinya. Kecuali kalau kepadanya dibolehkan untuk mengingkari suatu fakta sejarah yang terjadi di masa lalu, dan yang telah diterima kebenarannya oleh seluruh manusia. Dari fakta-fakta yang tiga ini --yang telah kami sebutkan-- terbentuk bukti sejarah yang berdasarkan kami sanggup kami gunakan sebagai bukti --di samping pendapat kalangan orientalis yang telah disitir sebelumnya-- atas sifat politik sistem Islam. Jika telah dibuktikan, dengan cara-cara yang telah kami gunakan tadi, bahwa sistem Islam ialah sistem politik, dengan demikan maka terwujudlah syarat pertama yang mutlak dibutuhkan bagi keberadaan pemikiran politik. Karena semua pemikiran wacana hal ini: baik wacana pertumbuhannya, hakikatnya, sifat-sifatnya atau tujuan-tujuannya, pasti ia menyandang sifat ini, yaitu sifatnya sebagai suatu pemikiran politik. Syarat ini merupakan faktor yang terpenting dalam pertumbuhan pemikiran ini. Bahkan ia merupakan landasan berpijak bagi kerangka-kerangka teoritis dan aliran-aliran pemikiran yang beragam. Oleh lantaran itu, amatlah logis kalau kami curahkan seluruh perhatian ini untuk meneliti dan menjelaskannya.
2.3 Prinsip-prinsip dasar politik islam
Politik islam didasarkan kepada tiga prinsip, yaitu tauhid, risalah, dan khalifah. Tauhid berarti mengesakan Allah SWT selaku pemilik kedaulatan tertinggi. Oleh karna itu insan sebagai pengemban amanah, sehingga tindak tanduk politik yang dilakukan muslim terkait dekat dengan keyakinan kepada Allah SWT.
Menurut teori Islam, dalam prosedur operasional pemerintahan negara seyogianya
mengacu pada prinsip-prinsip syari’ah. Islam sebagai landasan etika dan moral direalisir dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Endang Saifuddin Anshari (1986:167) mengatakan, “Negara ialah organisasi (organ, tubuh atau alat) bangsa untuk mencapai tujuannya.” Oleh lantaran itu, bagi setiap Muslim negara ialah alat untuk merealisasikan kedudukannya sebagai abdi Allah dan mengaktualisasikan fungsinya sebagai khalifah Allah, untuk mencapai keridhaan Allah, kesejahteraan duniawi dan ukhrawi, serta menjadi rahmat bagi sesama insan dan alam lingkungannya.
Secara konseptual di kalangan ilmuwan dan pemikir politik Islam kurun klasik, menurut Mumtaz Ahmad dalam bukunya State, Politics, and Islam, menekankan tiga ciri penting sebuah negara dalam perspektif Islam, yakni adanya masyarakat Muslim (ummah), aturan Islam (syari’ah), dan kepemimpinan masyarakat Muslim (khilafah).
Prinsip-prinsip negara dalam Islam tersebut ada yang berupa prinsip-prinsip dasar yang mengacu pada teks-teks syari’ah yang terang dan tegas. Selain itu, ada prinsip-prinsip aksesori yang merupakan kesimpulan dan termasuk ke dalam fikih.
Prinsip-prinsip politik yang tertuang dalam Al Qur’an dan Al Hadist merupakan dasar politik islam yang harus diaplikasikan kedalam system yang ada. Diantaranya prinsip-prinsip dasar politik islam tersebut:
- Keharusam mewujudkan persatuan dan kesatuan umat (Al Mu’min:52).
- Keharusan menuntaskan duduk masalah ijtihadnya dengan tenang (Al Syura:38 dan Ali Imran:159)
- Ketetapan menunaikan amanat dan melakukan aturan secara adil (Al Nisa:58)
- Kewajiban menaati Allah dan Rosulullah serta ulil amr (Al Nisa:59)
- Kewajiban mendamaikan konflik dalam masyarakat islam (Al Hujarat:9)
- Kewajiban mempertahankan kedaulatan negara dan larangan aksi (Al Baqarah:190)
- Kewajiban mementingkan perdamain dari pada permusuhan (Al Anfal:61)
- Keharusan meningkatkan kewaspadaan dalam pertahanan dan keamanan (Al Anfal:60)
- Keharusan menepati komitmen (An Nahl:91)
- Keharusan mengutamakan perdamaian diantara bangsa-bangsa (Al Hujarat:13)
- Keharusan peredaran harta keseluruh masyarakat (Al Hasyr:7)
- Keharusan mengikuti pelaksanaan hukum
2.4 Ruang lingkup politik islam
Segara garis besarnya mungkin :
1.Teori politik (teori politik, sejarah perkembangan ide-ide politik)
2.Lembaga-lembaga politik islam
3.Partai-partai, golongan-golongan, dan pendapat umum
4.Hubungan Internasional
5.Pembangunan politik
politik islam tampak mengisi semua ruang kehidupan, al-qur’an dan al-hadist sudah mengatur smuanya, jadi bisa di katakan bahwa politik islam meliputi sgala aspek kehidupan manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Politik merupakan pemikiran yang mengurus kepentingan masyarakat. Pemikiran tersebut berupa pedoman, keyakinan hokum atau acara dan informasi. Beberapa prinsip politik islam berisi: mewujudka persatuan dan kesatuan bermusyawarah, menjalankan amanah dan menetapkan aturan secara adil atau sanggup dikatakan bertanggung jawab, mentaati Allah, Rasulullah dan Ulill Amr (pemegang kekuasaan) dan menepati janji. Korelasi pengertian politik islam dengan politik menghalalkan segala cara merupakan dua hal yang sangat bertentangan. Islam menolak dengan tegas mengenai politik yang menghalalkan segala cara. Pemerintahan yang adikara ialah pemerintahan yang menekan dan memaksakn kehendaknya kepada rakyat. Setiap pemerintahan harus sanggup melindungi, mengayomi masyarakat. Sedangkan penyimpangan yang terjadi ialah pemerintahan yang tidak mengabdi pada rakyatnya; menekan rakyatnya. Sehingga pemerintahan yang terjadi ialah otoriter. Yaitu bentuk pemerintahan yang menyimpang dari prinsip-prinsip islam. Dalam politik luar negerinya islam menganjurakan dan menjaga adanya perdamain. Walaupun demikan islam juga memporbolehkan adanya perang, namun dengan lantaran yang sudah terang lantaran mengancam kelangsungan umat muslim itu sendiri. Dan perang inipun telah mempunyai ketentuan-ketentuan aturan yang mengaturnya. Makara tidak sembarangan perang sanggup dilakukan. Politik islam menuju kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh umat.
3.2 SARAN
1. Pentingnya bagi seorang muslim untuk mengetahui politik dalam islam
2. Sudah sewajarnya untuk muslim sejati untuk bisa berpolitik berdasarkan pedoman agama islam.
DAFTAR PUSTAKA
Ibu Taimiyah,(2007) Pedoman Islam Bernegara. Bandung, Bulan Bintang.
Nata, Abuddin,(1998) Metodologi studi Islam,Jakarta, Rajawali ,Pers.
Al-Bahnasawi, Salim Ali,Wawasan Sistem Politik Islam,
Ibrani,syarif jamal,(2003)mengenal islam, ,Jakarta,el-kahfi.