Makalah Kronologi Dan Sistematika Al-Qur'an
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibnu Mubarak, mengutip gurunya, Abdul Aziz Dabbag, menyampaikan kepadanya bahwa, “para sobat dan orang lain tidak campur tangan seujung rambut pun dalam penulisan Al-Qur’an, sebab penulisan Al-Qur’an yaitu tauqifi, ketentuan nabi Muhammad. Dia lah yang memerintahkan kepada mereka ke dalam bentuk yang kini dikenal, dengan menambah alif atau menguranginya karna ada belakang layar yang tidak terjangkau oleh akal.[1]
Imam Hanbal dan Imam Malik tersuk orang yang berdiri dalam kelompok ini, mereka mengharamkan penulisan Al-Qur’an yang menyalahi Rasm Ustmani.[2]
Ada beberapa argument yang biasa dikemukakan untuk mendukung rasm Ustmani sebagai Tauqifi antara lain;
1. Al-Qur’an telah rampung ditulis seluruhnya pada masa Rasulullah SAW. Beliau mendiktekan kepada para penulis wahyu dan menyampaikan kepada meraka cara penulisan tersebut melalui wahyu dari Jibril. Para penulis ini menuliskan seluruh bentuk goresan pena sebagaimana rasm Ustmani.
2. Ketika Rasulullah SAW wafat Al-Qur’an telah terkumpul dalam banyak sekali lembaran, para sobat bersepakat untuk menuliskannya.
3. Ketika Khalifah Abu bakar ra. Memerintahkan penulisan Al-Qur’an pada hakikatnya model yang dilakukan sama sekali tidak berbeda dengan penulisan yang sudah dilakukan pada zaman Rasulullah SAW. Bagitu juga penulisan beberapa Mushaf pada zaman Uatman ra.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan sistemaika Al-Qur’an?
2. Apa saja yang menjadi dasar-dasar Sistematika Al-Qur’an?
3. Apa pendapat para ulama perihal Sistematika ayat dan surat?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kronologi dan sistematika Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan dewa kepada insan secara bertahap. Oleh sebab itu bentuk Al-Qur’an pada awalnya bukanlah sebuah buku yang eksklusif diturunkan tetapi merupakan bentuk dialektika ruang sosial kehidupan manusia. Boleh jadi kemudian punyusunan Al-Qur’an pun terjadi secara berangsur-angsur. Dalam bentuknya kini Al-Qur’an merupakan sebuah teks/korpus yang tersusun dengan sistematikanya sendiri. Pembahasan mengenai sistematika Al-Qur’an mempunyai pecahan tersendiri yang cukup penting posisinya di dalam ilmu Al-Qur’an.
Sebelum membahas lebih jauh perihal sistematika dalam Al-Qur’an ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan susunan dan sistematika. Susunan dalam kamus Indonesia yaitu sesuatu yang diatur dengan baik.[3] Sistematika Al-Qur’an berarti pengetahuan mengenai pembagian terstruktur mengenai penempatan dan penamaan baik surat maupun ayat dalam Al-Qur’an.
1. Melacak kata “Surat” dalam Al-Qur’an
Kita bias menemukan kata surat dalam Al-Qur’an tertera dalam beberapa pengertian, di antaranya surat yang didefinisikan sebagai tantangan yaitu tertera dalam surat Yunus[10]:38, Surat Hud [11]:13 dan Surat Al-Qashas [28]:49.[4]
a) Makna Surat secara Etimologis
Menurut Az-Zarqoni surat secara etimologi mempunyai arti Al-Manzilah yang bermakna posisi, meskipun iya berpendapar surat mempunyai banyak arti, menyerupai As-Syaraf yang bermakna kemuliaan yaitu sesuatu yang menonjol dan baik dari suatu bangunan, tanda dan pagar. Dalam bahasa arab surat berarti pagar dengan alasan sebab kata tersebut diambil dari kata سور yang berarti pagar.
Merujuk penelusuran Montgomery watt, asal kata surah diperkirakan berasal dari bahasa Ibrani yaitu Shurah yang berarti suatu gugusan atau serangkaian pecahan atau bab. Makna-makna tersebut hamper tidak mengandung arti kata surat menyerupai yang ada dalam Al-Qur’an. Sedangkan kata surat dalam bahasa Siria disebut Surta yang bermakna goresan pena atau kitab suci.
b) Surat dalam Istilah Para Mufassir
Menurut Az-Zarkasyi dalam kitab Al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an, ia beropini bahwa surat yaitu Al-Qur’an yang meliputi sejumlah ayat yang mempunyai permulaan dan penutup.[5]
Sedangkan berdasarkan Az-Zarkasyi dalam kitab Manahilul Irfan fii Ulumil Qur’an surat yaitu sekelompok ayat yang berdiri sendiri yang mempunyai permulaan dan penutup.
2. Melacak Kata Ayat dalam Al-Qur’an
Kata ayat dalam Al-Qur’an mengandung banyak arti, kata ayat banyak dijumpai dalam Al-at-surat Al-Qur’an dengan jumlah 384 tempat, antara lain sebagai berikut :
a. Yang mempunyai makna mukjizat terdapat dalam surat Al-Baqarah [2]]:211:
سل بني إسراءيل كم ءاتيناهم من ءاية بينة,ومن يبدل نعمة الله من بعد ما جاءته فإن الله شديد العقاب...
“Tanyakan lah kepada Bani Israil, berapa banyak gejala mukjizat yang telah kami berikan kepada mereka. Dan barang siapa yang menukar nikmat Allah sesudah dating nikmat itu kepadanya, maka tolong-menolong Allah sangat keras siksanya.”(Al-Baqarah [2]:211.
b. Ayat bermakna tanda atau alamat sanggup dijumpai dalam surat Al-Hijr, An-Nahl, dan Al-Baqarah:
وقال لهم نبيهم إن ءاية ملكه أن يأتيكم التابوت فيه سكينة من ربكم و بقية مما ترك ءال موسى وءال هارون تحمله الملائكة, إن في ذلك لأية لكم إن كنتم مؤمنين ...
“dan Nabi mereka menyampaikan kepada mereka, tolong-menolong tanda iya akan menjadi raja ialah kembalinya tabut kepadamu, didalamnya terdapat ketenangan dari tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, tabut itu dibawa oleh Malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, kalau kau orang yang beriman.” (Al-Baqarah [2]:248)
c. Ada pula yang mengandung arti menakjubkan :
وجعلنا ابن مريم و أمه أية و ءاويناهما إلي ربوة ذات قرار و معين....
“dan kami jadikan putra Maryam beserta ibunya sebagai sesuatu yang menakjubkan.” (Al-Mukminin [23]:50)
d. Ayat mengandung pengertian bukti atau dalil terdapat dalam surat ar-Rum [30]:22
ومن آيته خلق السموات والأرض واختلاف ألسنتكم و ألوانكم, إن في ذالك لأيات للعلمين..
“ Dan diantara gejala kekuasaan-Nya ialah membuat langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat gejala bagi orang-orang yang mengetahui.” (Ar-Rum [30]:22)
e. Ayat mengandung pengertian pelajaran (ibrah) disebutkan dalam surat An-Nahl [16]:67:
ومن ثمرات النخيل والأعناب تتخذون منه سكرا ورزقا حسنا , إن في ذالك لأية لقوم يعقلون...
“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang yang memikirkannya.” (An-Nahl [16]:67)
f. Dalam pengartian lain, menyerupai ungkapan orang arab sanggup menyampaikan pengertian kelompok utuh atau adonan penuh, menyerupai pola berikut :
خرج القوم مع أيته..
Artinya : kelompok itu keluar bersama semua kelompoknya.[6]
Menurut Az-Zarqoni makna etimologi yang disebutkan dalam beberapa ayat satu sama lainnya saling berhubungan. Karena ayat Al-Qur’an termasuk Mukjizat.
a) Makna Ayat secara Etimologis
Kata ayat merupakan jama’ dari Al-Ayat yang mempunyai banyak arti. Ditinjau dari segi bahasanya ayat bernakna tanda, mukjizat, terkadang juga diartikan pengajaran dan urusan yang mengherankan, namun kadang kala juga berarti sekumpulan manusia.[7]
b) Ayat dalam Istilah Para Mufassir
Menurut istilah andal tafsir ayat berarti beberapa jumlah, atau susunan perkataan yang mempunyai permulaan, dan penghabisan yang dihitung sebagai suatu pecahan dari surat.[8]
B. Kontroversi Sistematika Surat dan Ayat
Dalam beberapa klarifikasi kronologis turunnya Al-Qur’an, surat maupun ayat-ayat Al-Qur’an diturunkan membutuhkan waktu untuk berdialog dengan realitas atau pristiwa. Dalam obrolan tersebut tersebut, Al-Qur’an diturunkan dengan banyak sekali macam cara serta waktu yang tidak terangkum dalam satu kitab yang utuh. Oleh sebab itu sistematika surat-surat dalam mushaf kini berbeda dengan sistematika turunnya. Pembentukan susunan Al-Qur’an menyerupai kini inipun merupakan proses kondisi atas fisik Al-Qur’an yang awut-awutan menjadi satu korpus tunggal pun tidak hanya melibatkan dimensi waktu, sejarah, tetapi juga tokoh-tokoh yang berperan di dalamnya. Pada wilayah inilah kemudian muncul perdebatan di seputar sistematika surat dan ayat dalam Al-Qur’an. Diambil dari keterangan Al-Zarqoni, Manna Khalil al-Qattan menguraikan bahwa ada 3 perbedaan pendapat ulama perihal hal tersebut, yaitu :
1. Sistematika surat Al-Qur’an
a. Urutan surat yaitu Taufiqi, merupakan hasil taufiq Nabi.
b. Urutan surat yaitu Ijtihad Sahabat, merupakan hasil dari Ijtihad Nabi.
c. Sebagian surat yaitu Taufiqi dan sebagian lagi yaitu Ijtihad Sahabat
d. Mengenai jumlah surat yang berbeda, berdasarkan jumhur Al-Qur’an terdiri dari 114 surat, namun sebagian lain beropini bahwa jumlah surat dalam Al-Qur’an yaitu 116 surat sebab ada 2 surat yaitu Al-Khal’I an Al-Hafd perihal dua surat Qunut. Dalam kitab I’jazul Qur’an Abu Bakar Al-Baqillany menegaskan bahwa doa qunut ditulis oleh Ubay bin Ka’ab di Mushafnya.
e. Hikmah pembagian Al-Qur’an dalam bentuk surat mempunyai pesan yang tersirat dan faedah.
f. Kategori pembagian surat dalam beberapa pandangan (Sahabat, dan Manna Al-Qttan)
g. Penamaan surat, ada yg beropini bahwa penamaan Al-Qur’an ditentukan Oleh Nasi secara Syar’i.
h. Sumber penamaan surat, terdapat 29 surat Al-Qur’an yang dimuai dengan huruf-huruf Hijaiyyah, 27 turun di Mekkah, 2 lainnya di Madinah.
i. Rangkaian kata-kata pembuka dalam surat.
2. Sistematika Ayat
a. Seputar perselisihan jumlah ayat, pendapat Ijma’ ayat dalam Al-Qur’an terdiri dari 60000 ayat, berdasarkan Al-Zarkasyi berjumlah 6200, dan jumlah yang dikenal lebih luas yaitu 6616 ayat.
b. Cara mengetahui awal dan simpulan ayat.
c. Seputar ayat pendek dan terpanjang
d. Urutan ayat dalam Al-Qur’an.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-qur’an diturunkan dalam waktu yang panjang, sebagian beropini sistematika Al-Qur’an merupakan Taufiqi , sebagian lain beropini bahwa sistematika Al-Qur’an merupakan Ijtihad para Sahabat.
Al-Qur’an diturunkan dari Baitul ‘Izzah kepada Rasulullah secara sedikit demi sedikit sesuai dengan kebutuhan, kadang lima ayat, dan kadang satu surat langsung. Diantara pesan yang tersirat diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah:
1. Menguatkan iktikad dan menanamkan rasa semangat dalam berdakwah.
2. Agar gampang dihafal oleh umat Islam.
3. Memudahkan dalam pemahaman makna Al-Qur’an.
4. Memberikan respon terhadap setiap kejadian yang gres muncul.
5. Peringatan bahwa Al-Qur’an yaitu kalam Allah SWT, bukan hasil karya Muhammad SAW
B. Kritik dan saran
Dari pemaparan saya di atas mungkin banyak kekeliruan atau kesalahan dalam penuliasan,oleh karna itu saya mohon kritik dan sarannya semoga saya sanggup berguru dan memperbaiki kesalahan saya. Atas kekurangannya saya mohon maaf.
[1] Menurut Zarkasyi tiap-tiap goresan pena ternyata mengandung belakang layar makna yang dalam, maka tak heran kalau model tulisannya variatif, ada yang dikurangi dan ada yang di tambah. Karena goresan pena itu ditulis untuk menyampaikan sebuah makna hakikat dan bukan hanya sekedar khayalan belaka.(lihat Badruddin Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi. Loc.cit,h 461)
[2] Subhi Shalih, op.cit, h 278 kemudian lihat Muhammad Abdul Adzim Az-Zarqani,op,cit , h 379
[3] Departemen pendidikan nasional, kamus besar Bahasa Indonesia, (Balai pustaka; Jakarta, 2003).
[4] W. Mmontgomery watt, pengantar studi Al-Qur’an; penyempurnaan atas karya Richard bell, (Rajawali Press; Jakarta, 1991,cet1,h, 90
[5] Badruddin Muhammad bin Az-Zarkasyi, Ibid, h.33
[6] Muhammad Abdul Adzim Az-Zarqoni, Ibid, h . 338-339
[7] Ibid,