Perikatan Oleh Undang-Undang

PENDAHULUAN
Berdasarkan dengan rumusan pasal 1233 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang merupakan pasal pertama dalam buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata perihal perikatan, yang menyatakan bahwa ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik alasannya ialah persetujuan, baik alasannya ialah Undang-Undang”, selain perjanjian, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memilih bahwa perikatan sanggup lahir dari undang-undang . dengan pernyataan ini, pembuat undang-undang hendak menyatakan bahwa relasi aturan dalam lapangan harta kekayaan sanggup terjadi setiap saat, baik alasannya ialah dikehendaki oleh pihak yang terkait dalam perikatan tersebut, maupun secara yang tidak dikehendaki oleh orang perorangan yang terikat (yang wajib berprestasi) tersebut.
PEMBAHASAN
Peraturan perundangan sanggup menjadi sumber perikatan. Perikatan yang terjadi alasannya ialah undang-undang, dibagi pula dalam dua golongan yaitu:[2]
A.    Perikatan yang terjadi alasannya ialah undang-undang itu sendiri
Dalam golongan ini, termasuk didalamnya insiden hukum, misalnya: janjkematian seseorang yang melahirkan kewajiban kepada hebat warisnya untuk memenuhi kewajiban pihak yang meninggal (pewaris) kepada para kreditornya, atau keadaan hukum, menyerupai yang terjadi dalam hal diputuskannya pernyataan pailit, yang melahirkan suatu keadaan dimana pihak yang dinyatakan pailit kehilangan hak untuk mengurus harta kekayaannya yang disita (untuk kepentingan umum) akan dipergunakan untuk melunasi seluruh kewajibannya yang  telah jatuh waktu dengan diputuskannya pernyataan pailit tersebut.
Perikatan ini juga merupakan keadaan yang rela ditentukan oleh peraturan perundangan, maka timbullah suatu perikatan menyerupai timbulnya hak dan kewajiban antara pemilik pekarangan yang berdekatan.
B.     Perikatan yang terjadi alasannya ialah undang-undang yang disertai dengan tindakan manusia, digolongkan lagi menjadi dua jenis yakni:
a.       Perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai tanggapan dari perbuatan insan yang diperbolehkan oleh hukum.
Kitab Undang-Undang memperlihatkan dua pola perikatan yang lahir dari undang-undang sebagai tanggapan dari perbuatan manuia yang dperbolehkan oleh hukum:
1.      Yang diatur dalam pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disebut dengan nama zaakwaarneming. KUHPer tidak memperlihatkan arti atau definisi zaakwaarneming, walau demikian jikalau melihat rumusan yag diberikat dalam pasal 1354 KUHPer yang menyatakan bahwa:
” Jika seseorang dengan sukarela, tidak menerima perintah untuk itu, mewakili urusan orang lain, dengan atau tanpa sepengetahuan orang ini, maka Ia secara rahasia mengikatkan dirinya untuk meneruskan serta menuntaskan urusan tersebut, sampai orang yang diwakili kepentingannya sanggup mengerjakan sendiri urusan itu.
Ia memikul segala kewajiban yang harus dipikulnya seandanya ia dikuasakan dengan sesuatu pinjaman kuasa yang dinyatakan dengan tegas”.
Dari rumusan yang diberikan tersebut diatas sanggup kita lihat bahwa zaakwaarneming ialah suatu perbuatan yang memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:[3]
§  Zaakwaarneming ialah suatu perbuatan aturan pengurusan kepentingan pihak atau orang lain.
§  Zaakwaarneming dilakukan secara sukarela
§  Zaakwaarneming dilakukan tanpa adanya perintah (kuasa atau kewenangan) yang diberikan oleh pihak yang kepentingannya diurus.
§  Zaakwaarneming dilakukan dengan atau tanpa sepengetahuan dari orang yang kepentingannya diurus
§  Pihak yang melaksanakan pengurusan (gestor) dengan dilakukannya pengurusan, berkewajiban untuk menuntaskan pengurusan tersebut sampai simpulan atau sampai pihak yang diurus kepentingannya tersebut (dominus) sanggup mengerjakan kepentingan sendiri.
Dengan dilaksanakannya zaakwaarneming tersebut, maka zaakwaarneming diwajibkan untuk menuntaskan pengurusan yang telah dilakukan, atau sampai orang yang diurus bisa mengurusnya sendiri, seakan-akan ia telah mengerjakannya dengan memperoleh kuasa untuk itu.
2.      Pembayaran yang tidak terutang yang diatur dalam pasal 1359 KUHPer. Rumusan pasal 1359 KUHPer menyatakan bahwa yang dilindungi oleh KUHPer ialah pembayaran yang tidak diwajibkan, yang semula tidak diketahui bahwa pembayaran yag dilakukan tersebut ialah memang tidak diwajibkan. Dalam hal pihak yang melaksanakan pembayaran sudah semenjak awal mengetahui bahwa kewajiban untuk pembayaran tersebut memang ada, maka pembayaran yang telah dilakukan berlaku sah demi hukum, dan alasannya ialah tidak sanggup dituntut kembali oleh pihak yang melaksanakan pembayaran. Makara unsur ketidaktahuan bahwa pembayaran tersebut ialah pembayaran yang tidak terutang merupakan unsur yang paling memilih sanggup tidaknya pembayaran yang telah dilakukan tersebut dituntut kembali.
b. Perikatan yang lahir dari perbuatan melawan aturan atau perbuatan melanggar hukum.
Di atur dalam KUHPer pasal 1365 yang menjelaskan bahwa suatu perbuatan sanggup dikategorikan sebagai perbuatan melawan aturan harus dipenuhi beberapa unsur didalamnya, yaitu:[4]
1.      perbuatan tersebut haruslah perbuatan yang melanggar hukum. Dalam artian bahwa tidak hanya melanggar peraturan undang-undang yang ada tetapi juga melanggar kesusilaan dan kepatutan yang berlaku dalam masyarakat.
2.      perbuatan tersebut membawa kerugian terhadap orang lain.
3.      adanya unsur kesalahan dalam perbuatan yang merugiakan tersebut.
Syarat kesalahan merupakan unsur mutlak berlakunya ketentuan pasal 1365 KUHPer, dalam hal unsur kesalahan tidak ditemukan, maka berlakulah ketentuan pasal 1366 KUHPer. Contoh: seseorang melempar mangga dengan kerikil dan kena beling rumah orang lain. Baik berdasarkan perasaan kesusilaan maupun kesopanan tindakan orang itu ialah tidak pantas dan oleh alasannya ialah itu wajib membetulkan kembali atau memperlihatkan ganti rugi.[5]
KESIMPULAN
Dari pemaparan diatas sanggup disimpulkan bahwa perikatan yag lahr alasannya ialah unang-unang ada dua golongan, yaitu:
1.      perikatan yang lahir alasannya ialah undang-undang itu sendiri. Dalam hal ini termasuk didalamnya insiden hukum.
2.      perikatan yang lahir dari undang –undang yang disertai dengan perbuatan manusia. Yang mana perbuatn tyersebut ada yang diperbolehkan dan ada yang tidak diperbolehkan atau sering disebut dengan perbuatan melanggar hukum.
DAFTAR BACAAN
Muljadi, Kartin, Perikatan PadaUumumnya, Jakarta: PT Raja Grafindo Perasda, 2003
Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia


[1] Dipresentasikan pada hari Jum’at, 14 Desember 2007
[2] Kartin Muljadi, Perikatan PadaUumumnya,  (Jakarta: PT Raja Grafindo Perasda, 2003),
[3] Kartini Muljadi, Ibid.
[4] Kartini Muljadi, Ibid.
[5] C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel