Lengkap Aturan Jaminan
HUKUM JAMINAN
Hukum jaminan berdasarkan Sri Soedewi Masjhoen Sofwan yakni mengatur konstruksi yuridis derma kemudahan kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memperlihatkan kepastian aturan bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya forum jaminan dan forum demikian, kiranya harus disejajarkan dengan adanya forum kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu yang usang dengan bunga yang relatif rendah.[1] Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Menurut UU No.7 tahun 1992 agunan adalah:
“Jaminan perhiasan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapat pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah.”[2]
Jenis Jaminan
1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan
2. Jaminan imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan.
Dari beberapa jenis jaminan, ada beberapa jaminan yang berlaku diantaranya Gadai, Fidusia, Hak tanggungan dan Hipotek. [3]
GADAI
Gadai yakni salah satu hak yang memperlihatkan kepada kreditor pelunasan mendahului dari kreditor-kreditor lainnya.[4] Pengertian gadai sendiri diatur dalam UU Hukum Perdata yaitu pasal 1150. Dari rumusan tersebut sanggup diketahui bahwa untuk sanggup disebut bahwa untuk sanggup disebut gadai, harus ada unsur-unsur yang dipenuhi, yaitu:
1. Gadai diberikan hanya atas benda yang bergerak
2. Gadai harus dikeluarkan dari penguasaan pemberi gadai
3. Gadai memperlihatkan hak kepada kreditor untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu atas piutang kreditor (driot de preference)
4. Gadai memperlihatkan kewenangan kepada kreditor untuk mengambil sendiri pelunasan secara mendahulu tersebut.
Pemberian gadai[5]
Kitab undang-undang aturan perdata memilih suatu formalitas tertentu bagi derma gadai. Dengan rumusan pasal 1151 kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang menyatakan bahwa : persetujuan gadai dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi persetujuan pokoknya.
Dapat diketahui bahwa derma gadai harus mengikuti perjanjian pokok. Dalam hal perjanjian pokok yang menjadi dasarpemberian gadai yakni suatu perjanjian yang tidak memerlukan suatu bentuk formalitas bagi sahnya perjanjian pokok tersebut, maka berarti gadai juga sanggup diberika dengan cara yang sama, yaitu berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi sahnya perjanjian pokok tersebut. Dengan demikian berarti sahnya derma gadai tersebut harus memenuhi syarat sahnya suatu perjajian secara umum sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pasal 1320 kitab UU Hukum Perdata mengatur mengenai syarat sahnya perjanjian. Dengan rumusan yang menyatakan bahwa :[6]
1. Kesepakatan mereka yang mengingatkan dirinya
2. Kecakapan untuk menciptakan suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu alasannya yakni yang tidak terlarang
Ilmu aturan tersebut selanjutnya membedakan keempat hal tersebut ke dalam dua syarat, yaitu syarat subjektif dan syarat objektif.
a. Pemenuhan syarat subjektif derma gadai
Sebagai suatu bentuk perjanjian, maka derma gadai harus memenuhi syarat subjektif sahnya perjanjian. Sebagaimana sanggup dilihat dari rumusan Pasal 1320 kitab UU Hukum Perdata, syarat subjektif sahnya perjanjian dapt dibedakan menjadi dua hal pokok, yaitu:
1. Adanya kesepakatan dari kedua belah pihak
2. Adanya kecakapan dari para pihak untuk menciptakan perikatan.
Sebagai suatu bentuk perjanjian riil, kesepakatan derma gadai lahir pada ketika barang atau benda yang hendak dijaminkan dalam bentuk gadai diserahkan oleh, dengan pengertian dikeluarkan penguasaanya dari pemilik benda tersebut sebagai pemberi gadai, kepada peserta gadai, yang sanggup saja merupakan kreditor atau pihak ketiga yang telah disepakati secara bersama oleh kreditor dan pemberi gadai. Adanya kesepakatan dengan dikeluarkannya benda gadai dari penguasaan pemilik benda tersebut.
Selain benda bergerak yang berwujud dan piutang-piutang pembawa, ketentuan Psal 1152 bis dan pasal 1153 kitab UU Hukum Perdata memilih lebih lanjut :[7]
Pasal 1152 bis
Untuk meletakkan hak gadai atas surat-surat tunjuk diperlukan, selainnya endosemen, penyerahan suratnya.
Pasal 1153
Hak gadai atas benda-benda bergerak yang tak bertubuh, kecuali surat-surat tunjuk atau surat-surat bawa, diletakkan dengan pemberitahuan perihal penggadaiannya, kepada orang terhadap siapa hak yang digadaikan itu harus dilaksanakan. Oleh lantaran itu, perihal hal pemberitahuan tersebut serta perihal izinnya pemberi gadai sanggup diminta suatu bukti tertulis.
Dari kedua ketentuan tersebut diatas, sanggup diketahui bahwa :
a. Terhadap piutang atas tunjuk, maka harus dilakukan endosemen dan penyerahan surat piutang atas tunjuk tersebut oleh pemberi gadai, selaku pemilik piutang atas nama tersebut, kepada kreditor atau pihak ketiga yang disetujui bersama, sebagai peserta gadai.
b. kepada siapa gadai harus dilaksanakan, telah dilakukan. Kitab UU Hukum Perdata tidak memilih wujud dari pemberitahuan tersebut. Maka pemberitahuan dapt dilakukan secara lisan.
Secara subjektif dilema kewenangan bertindak orang perorangan dalam hukum, berdasarkan kepercayaan ilmu aturan yang berkembang sanggup dibedakan menjadi :
1. kewenangan untuk bertindak untuk dan atas namanya sendiri, yang berkaitan dengan kecakapannya untuk bertindak dalam hukum.
2. Kewenangan untuk bertindak selaku kuasa pihak lain tunduk pada ketentuan yag diatur dalam Bab XVI Kitab UU Hukum Perdata dibawah judul “Pemberian Kuasa”
3. Kewenangan untuk bertindak dalam kapasitasnya sebagai wali atau wakil dari pihak lain.
b. Pemenuhan Syarat Objektif Pemberian Gadai
Syarat objektif sahnya perjanjian sanggup ditemukan dalam :
1. Pasal 1332 hingga dengan pasal 1334 Kitab UU Hukum Perdata mengenai keharusan adanya suatu hal tertentu dalam perjanjian.
2. Pasal 1335 hingga dengan Pasal 1337 Kitab UU Hukum Perdata yang mengatur mengenai adanya suatu alasannya yakni yang halal dalam setiap perjanjian yang dibentuk oleh para pihak.
HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEMBERI GADAI DAN PENERIMAAN GADAI[8]
Sejak terjadinya perjanjian gadai antara pemberi gadai dengan peserta gadai, maka semenjak itulah timbul hak dan kewajiban para pihak. Di dalam pasal 1155 KUH perdata telah di atur perihal hak dan kewajiban ke dua belah pihak. Hak peserta gadai yakni
1. Menerima ansuran pokok pinjaman dan bunga sesuai dengan waktu yang di tentukan
2. Menjual barang gadai bila pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah di lakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya. [9]
2. Menjual barang gadai bila pemberi gadai tidak memenuhi kewajibannya setelah lampau waktu atau setelah di lakukan peringatan untuk pemenuhan janjinya. [9]
Kewajiban peserta gadai di atur , di dalam pasal 1154, pasal 1156, dan pasal 1157 KUH perdata. Kewajiban peserta gadai adalah:
1. Menjaga barang, yang di gadaikan sebaiknya.
2. Tidak di perkenankan mengalihkan barang yang di gadaikan menjadi miliknya, walaupun pemberi gadai wanprestasi (pasal 1154 KUH perdata)
3. Memberitahukan kepada pemberi gadai (debitur) perihal pemindahan barang-barang gadai(pasal 1156 KUH perdata)
4. Bertanggung jawab atas kerugian , atau susutnya barang gadai, sejauh hal itu terjadi jawaban kelalainnya(pasal 1157 KUH perdata)
Hak – hak pemberi gadai :
1. Menerima uang gadai dari peserta gadai
2. Berhak atas barang gadai, apabila hutang pokok, bunga, dan biaya lainnya telah di lunasinnya.
3.Berhak menntut kepada pengadilan semoga barang gadai di jual untuk melunasi hutangnya(pasal 1156 KUH perdata)
Kewajiban Pemberi Gadai :
1. Menyerahkan barang gadai kepada peserta gadai
2. Memebayar pokok dan sewa modal kepada peserta gadai.
3. Membayar biaya yang di keluarkan oleh peserta gadai untuk mnyelamatkan barang gadai(pasal 1157 KUH perdata)
Di dalam, MBW belanda telah di tentukan hak-hak peserta gadai. Hak-hak peserta gadai adalah:
1. Penerima gadai berhak menjual benda gadai.penerima gadai gres sanggup menjual benda tersebut apabila pemberi gadai lalai melekukan kewajiabannya. Setelah jangka waktu yang di tentukan itu lampau, maka peserta gadai berhak menjual benda yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri, dan lalu mengambil mpelunasannya. Sisanya di kembalikan kepada pemberi gadai.
2. Penerima gadai berhak untuk mendapat kembali ongkos-ongkos yang telah di keluarkan untuk keselamatan bendanya
3. Penerima gadai berhak untuk menahan barang(hak retensi), bila peserta gadai tidak membayar sepenuhnya utang pokok dan bunganya , serta biaya yang di keluarkan untuk menyelamatkan benda gadai.
HAPUSNYA GADAI[10]
Hapusnya gadai telah di tentukan di dalam pasal 1152 KUH perdata, dan surat bukti kredit(SBK). Di dalam pasal 1152 KUH perdata di tentukan 2 cara hapusnya hak gadai, yaitu:
1. Barang gadai itu hapus dari kekuasaaan pemegang gadai
2. Hilangnya barang gadai atau di lepaskan dari kekuasaan peserta gadai surat bukti kredit.
Begitu juga dalam surat bukti kredit (SBK) telah di atur perihal berakhirnya gadai. Salah satunya yakni bila jangka waktu gadai telah berakhir. Jangka waktu gadai itu yakni minimal 15 hari dan maksimal 120 hari. Ari utagalung telah menyistemisasi hapusnya hak gadai. Ia mengemukakan 5 cara hapusnya hak gadai yaitu:
1. Hapusnya perjanjian pokok yang di jamin dengan gadai
2. Terlepasnya benda gadai dari kekuasaan peserta gadai
3. Musnahnya barang gadai
4. Di lepaskannya benda gadai sejaca suka rela
5. Percampuran(penerima gadai menjadi pemilik benda gadai)
Perjanjian pokok dalam perjanjian gadai yakni perjanjian pinjam meminjam uang dengan jaminan gadai. Apabial debitur telah membayar pinjamannya kepada peserta gadai, maka semenjak ketika itulah hapusnya perjanjian gadai.
FIDUSIA
Sebelum berlakunya UU No.42 Tahun 1999 perihal Jaminan Fidusia sering disebut sebagai jaminan hak milik secara kepercayaan, yang keberadaannya didasarkan pada yurisprudensi. Berbeda dengan gadai, yang diserahkan sebagai jaminan yakni hak mili sedangkan barangnya tetap dikuasai debitor (constitutum possessorium).
Pengertian jaminan fidusia[11]
Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut fiduciary transfer of ownership, yang artinya kepercayaan. Didalam pasal 1 ayat 1 UU no. 42 tahun 1999 perihal jaminan fidusia, fidusia berarti:
“pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak miliknya diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu.”
UNSUR-UNSUR JAMINAN FIDUSIA :
1. Adanya hak jaminan
2. Adanya objek, yaiut benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda yang tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan
3. Benda menjadi objek tanggungan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia
4. Member kedudukan yang diutamakan kepada kreditur.
OBJEK DAN SUBJEK JAMINAN FIDUSIA
Menurut undang-undang no.42 tahun 1999 perihal jaminan fidusia, objek jaminan fidusia di bagi 2 macam, yaitu:
1. Benda bergerak
2. Benda tidak bergerak
Kemudian, subjek dari jaminan fidusia yakni pemberi dan peserta fidusia. Pemberi fidusia yakni orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia, sedangkan peserta fidusia yakni orang perongan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya di jamin dengan jaminan fidusia.
HAPUSNYA JAMINAN FIDUSIA
Ada 3 alasannya yakni hapusnya jaminan fidusia, yaitu:
1. Hapusnya hutang yang di jamin dengan fidusia.
2. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh peserta fidusia.
3. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia musnahnya benda jaminan fidusia tidak menghapuskan klaim asuransi.(pasal25 UU no.42 thn 1999). [12]
HAK TANGGUNGAN
Menurut UU no.4 thn 1996 hak tanggungan yakni hak jaminan yang di bebankan pada hak atas tanah sebagai mana yang di maksud dalam UU no.5 thn 1960 perihal peraturan dasar pokok agrarian, berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memperlihatkan kedudukan yang di utamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.
Unsur – unsur pengertian tanggungan
1. Hak jaminan yang di bebankan hak atas tanah
2. Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
3. Untuk plunasan hutang tertentu
4. Memberikan kedudukan yang di utamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya.
Hapusnya hak tanggungan
Hapusnya hak tanggungan di atur pada pasal 27 UUPA. Ada 2 hapusnya hak milik, yaitu:
Tanahnya jatuh kepada Negara dan tanah musnah. Penyebab tanahnya jatuh pada Negara yakni karena:
1. Pencabutan hak berdasarkan pasal 18 UUPA
2. Penyerahan dengan sukarela oleh pemilihnya
3. Di terlantarkan
4. Ketentuan pasal 21 ayat 3 dan pasal 26 ayat 2
Dalam pasal 21 ayat 3 UUPA di tentukan bahwa orang abnormal dan warga Negara Indonesia yang kehilangan kwarganegaraannya yang sudah berlakunya UUPA memperoleh hak milik , wajib melepaskan hak itu dalam jangka waktu 1 thn. Jika sehabis jangka waktu tersebut lampau, maka hak milik itu tidak di lepaskan, maka hak tersebut hapus karna aturan dan tanahnya jatuh pada Negara, dengan ketentuan hak pihak lain yang membebaninya sanggup berlangsung. Yang di maksud dengan tanahnya musnah yakni tanah yang di miliki oleh pemilik tersebut mengalami kehancuran, lenyap atau binasa. Hancurnya tanah tersebut sanggup di sebabkan adanya gempa bumi, banjir, dan lain-lain. [13]
HIPOTEK
Pasal 1162 kitab UU perdata mendefinisikan hipotek sebagai suatu hak kebendaan atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripanya bagi pelunasan suatu perikatan.
Sebagaimana halnya gadai, hipotek ini pun, merupakan hak yang bersifat assesoir. Objek hipotik sesuai dengan pasal 1164 kitab UU perdata yakni barang tidak bergerak. Hipotek tidak sanggup di bebankan atas benda bergerak karna pasal 1167 kitab UU perdata secara tegas melarangnya.
ASAS-ASAS HUKUM KEBENDAAN DALAM HIPOTEK
Asas-asas kebendaan dalam gadai, mengenai hak-hak kebendaan, sanggup diberika kesimpulan sederhana sebagai berikut :
1. Hak kebendaan yakni hak yang diberikan oleh undang-undang.
2. Hak kebendaan yang bersumber pada aturan kebendaan yang bersifat memaksa tidak sanggup dikesampingkan oleh siapapun juga. Hak kebendaan mengikat semua orang.
3. Hak kebendaan yakni suatu droit de suite, yang berarti hak kebendaan senantiasa mengikuti kemanapun benda tersebut beralih atau dialihkan.
4. Hak kebendaan yang paling luas yakni hak millik.
5. Hak milik yang dimiliki seseoranng atas kebendaan tertentu memperlihatkan kepadanya hak untuk memperlihatkan hak-hak kebendaan lain diatasnya.
6. Terhadap benda bergerak hak menguasai atau pemegang kedudukan mempunyai hak yang sama dengan pemegang hak milik.
7. Terhadap kebendaan bergerak, derma hak kebendaan dalam bentuk jura in re aliena harus dilakukan dengan penyerahan benda bergerak tersebut.
8. Terhadap kebendaan tidak bergerak, seorang pemegang kedudukan berkuasa hanya memperoleh hak untuk menikmati benda tersebut secara terbatas.
9. Bagi kebendaan tidak bergerak, derma hak kebendaan harus dilakukan dengan registrasi dan pengumuman akan derma hak.
10. Hak-hak kebendaan bersifat umum, yang memungkinka untuk pemegang hak kebendaan untuk menikmati, memnyerahkan, atau mengalihkan dan membebani kembali hak kebendaan yang bersifat terbatas pakai hasil.
11. Hak-hak kebendaan yang bersifat terbatas tersebut, hanya memeberikan hak kepada pemegangnya untuk menikmati,atau hanya untuk memperoleh pelunasan dalam rangka jaminan utang.
12. Pemberian hak gadai yakni bersifat menyeluruh. [14] [1] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo,2004),
[2] Ibid,
[3] Ibid,
[4] Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek,(Jakarta : Kencana,2005)
[5][5] Ibid,
[6] Ibid,
[7] Ibid,
[8] Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo,2004)
[9] Ibid,
[10] Ibid,
[11] Ibid,
[12] Ibid,
[13] Ibid,
[14] Kartini Muljadi & Gunawan Widjaja, Hak Istimewa, Gadai, dan Hipotek, (Jakarta :Predana Media, 2005)