Keutamaan Menuntut Ilmu

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Diantara masalah mulia yang hendaknya menjadi kesibukan kita yaitu menuntut ilmu syar’i yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ilmu yang bersumber dari keduanya yaitu cahaya dan pelita bagi pemiliknya, sehingga nampak terperinci baginya kegelapan kebatilan dan kesesatan. Orang yang mempunyai ilmu akan sanggup membedakan antara petunjuk dan kesesatan, kebenaran dan kebatilan, sunnah dan bid’ah. Maka ilmu yaitu masalah mulia yang hendaknya menjadi perhatian setiap muslim, masalah yang harus diutamakan. Karena ilmu itu lebih didahulukan daripada perkataan dan perbuatan. Sebagaimana firman Allahta’ala :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ  [محمد:19]
“Ketauhilah, sesungguhnya tidak ada Ilah yang berhak disembah dengan benar kecuali Allah dan mintalah ampun atas dosa-dosamu.”  [Muhammad : 16]

Didalam ayat diatas Allah lebih mendahulukan ilmu daripada perkataan dan perbuatan.

Islam mewajibkan umatnya untuk mencari ilmu, hal ini memperlihatkan betapa pentingnya menuntut ilmu. Dengan ilmu, insan sanggup menjadi  hamba Allah yang beriman dan bersedekah shaleh, dengan ilmu pula insan bisa mengolah kekayaan alam yang Allah berikan kepadanya. Dengan demikian , insan juga bisa menjadi hambaNya yang bersyukur, dan hal itu memudahkan menuju surga.
Di sisi lain, insan yang arif mempunyai kedudukan yang mulia tidak hanya disisi manusia, tetapi juga disisi Allah. Sebagaimana dijelaskan bahwa dalam firman Allah dalam Q.S. Al-Mujadilah : 11, yang artinya “Allah akan meninggikan orang – orang yang beriman diantara kau dan orang – orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Oleh lantaran itu, Islam memandang bahwa menuntut ilmu itu sangat penting bagi kehidupan dunia maupun akhirat.


B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang makalah yang telah dikemukakan diatas, maka sanggup dirumuskan :
1.    Jelaskan bagaimana Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari al Qur’an ?
2.    Jelaskan bagaimana Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari As Sunnah / Hadits ?
3.    Jelaskan bagaimana Adab-Adab Penuntut Ilmu ?



BAB II
PEMBAHASAN

A. Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari al Qur’an
Terdapat banyak dalil, baik dari Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang menjelasakan wacana keutamaan, keagungan serta ketinggian ilmu. Diantaranya yaitu :
Pertama : Firman Allah ta’ala :
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ [آل عمران:18]
Allah menyatakan bekerjsama tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang arif (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali Imraan : 18]

Ayat ini memperlihatkan akan keutamaan ilmu, lantaran Allah ta’ala telah menggandengan persaksian para ulama’ dengan persaksian-Nya dan persaksian para malaikat, bahwa Dia yaitu sesembahan yang benar, yang berhak diibadahi, tidak ada Ilah yang benar melainkan Dia.

Kedua : Firman Allah ta’ala :
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا  [طه:114]
“Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad) tambahkanlah ilmu kepadaku.” [Thaaha : 114]
Allah ta’ala memerintahkan NabiNya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta kepadaNya tambahan ilmu. Ini yaitu dalil yang sangat terperinci akan keutamaan menuntut ilmu, lantaran tidaklah Allah perintahkan kepada dia untuk meminta tambahan sesuatu kecuali hanya tambahan ilmu.

Ketiga : Allah ta’ala ketika menjelaskan keutamaan ilmu serta keagungan kemuliaannya berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ  [الزمر:9]
“Katakanlah, apakah sama antara orang yang mengetahui dengan orang yang tidak tahu.” [Az Zumar : 9]

Dalam ayat ini Allah ta’ala membedakan antara ahlul ilmi dengan selainnya. Dia menjelasakan bahwa tidaklah sama antara orang yang tahu kebenaran dengan orang yang jahil akan kebenaran.

Keempat : Allah ta’ala menjelaskan wacana kemuliaan ahlul ilmi serta keutamaan mereka dalam firman-Nya :
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ [فاطر:28]
“Sesungguhnya yang benar-benar takut kepada Allah diantara para hamba-Nya yaitu para ulama’.” [Faathir : 28]
Didalam ayat ini Allah ta’ala menerangkan bahwa ulama’ yang haqiqi yaitu orang yang takut kepada Allah (ahlul khosyah).

B. Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari As Sunnah / Hadits
Kita dapati berbagai dali-dalil yang besumber dari al Qur’an yang memperlihatkan akan keutamaan ilmu. Demikian pula dalil-dalil yang berasal dari As Sunnah An Nabawiyah dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Diantaranya yaitu :

Pertama : Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

“Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan  dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.”

Kedua : Sebuah hadits yang ada di shahihain dari Muawiyah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
“Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscana akan difahamkan wacana urusan agamanya.”

Hadits ini memperlihatkan bahwa seorang hamba yang memiki semangat dan perhatian dalam menuntut ilmu merupakan salah satu tanda yang memperlihatkan bahwa Allah menghendaki kebaikan baginya. Karena siapa saja yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka akan difahamkan dalam urusan agamanya.

Ketiga : Hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya, dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ ، وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ ، وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ ، وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Barangsiapa menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu maka Allah akan tunjukkan baginya salah satu jalan dari jalan-jalan menuju ke surga. Sesungguhnya malaikat meletakan syap-sayap mereka sebagai bentuk keridhaan terhadap penuntut ilmu.Sesungguhnya semua yang ada di langit dan di bumi meminta ampun untuk seorang yang arif hingga ikan yang ada di air. Sesungguhnya keutamaan orang yang arif dibandingkan dengan hebat ibadah sebagaimana keutamaan bulan purnama terhadap semua bintang. Dan sesungguhnya para ulama’ yaitu pewaris para Nabi, dan sesungguhnya mereka tidaklah mewariskan dinar maupun dirham, akan tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil cuilan ilmu maka sungguh dia telah mengambil cuilan yang berharga.”

Ini yaitu hadits yang sangat agung. Berisi klarifikasi wacana keutamaan ilmu, kemuliaan ahlul ilmi dan pahala mereka disisi Allah ta’ala. Hadits diatas mengandung lima kalimat, setiap kalimatnya memperlihatkan akan keutamaan ahlul ilmi dan tingginya kedudukan mereka disisi Allahta’ala. Oleh lantaran itu ImamAl Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah memiliki goresan pena khusus yang menjelaskan hadits ini.

Keempat : Diantara hadits shahih yang menjelaskan wacana keutamaan dan kemuliaan menuntut ilmu yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ : إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
“Apabila insan telah meninggal dunia maka terputuslah semua amalannya kecuali tiga amalan : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shalih yang mendoakan dia.” [HR. Muslim].

Hadits ini memperlihatkan atas agungnya keutamaan ilmu dan pahala mengajarkan ilmu, baik lewat kajian maupun tulisan. Karena hal tersebut akan mmbuahkan pahala yang besar untuk insan baik dimasa hidupnya maupun sehabis kematiannya. Amalannya tidak akan terputus meskipun dia sudah meninggal dunia, bahkan pahala dan ganjaran dari Allah ta’ala senantiasa mengalir kepadanya selama ilmu yang dia ajarkan dimanfaatkan oleh manusia. Ini merupakan masalah kedua yang Allah catat dan menetapkan untuk manusia. Karena Allah ta’ala menulis amal insan yang dikerjakan semasa hidupnya serta menulis bekas (atsar) dari amalannya tersebut sehabis kematiannya. Allah ta’ala berfirman :
إِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ  [يس:12]
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.” [Yasin : 12]

Maka yang dicatat oleh Allah ta’ala adalah amalan seorang hamba dan bekas dari amalannya.Atsar dari amalan seseorang ada pada ketika dia hidup maupun sehabis kematiannya. Oleh lantaran itu pahala para ulama’ yang telah meninggalkan dan mewariskan ilmu dari karya tulis mereka senantiasa mengalir kepada mereka selama insan mengambil manfaat dari kitab dan goresan pena mereka.

Kelima : Diantara hadits yang memperlihatkan akan keutamaan ilmu dan mengajarkannya yaitu sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ القُرْآنَ وَعَلَّمَهُ
“Orang terbaik diantara kalian yaitu orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.”

Didalam hadits ini terdapat penetapan kebaikan bagi orang yang menyibukkan dirinya dengan Kitabullah dengan mempelajari atau mengajarkannya. Oleh lantaran itu mereka termasuk orang terbaik dari umat ini. Telah tiba hadits dari shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الْكِتَابِ أَقْوَامًا وَيَضَعُ بِهِ آخَرِينَ
“Sesungguhnya Allah mengangkat derajat suatu kaum dengan Al Qur’an dan menurunkan derajat kaum yang lain dengannya.”

Keenam : Telah tiba keterangan bahwa Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kecerahan wajah bagi orang yang mempunyai perhatian terhadap ilmu, berusaha memahami, mempelajari dan mengajarkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ، فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ، وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
“Semoga Allah mencerahkan wajah seseorang yang mendengarkan hadits, kemudian menghafal dan menyampaikannya. Betapa banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham darinya. Dan betapa banyak orang yang membawa fiqih namun dia bukan seorang yang faqih.”

Kandungan hadits ini memperlihatkan akan keutamaan ilmu, lantaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a dengan do’a yang agung dan berbarakah bagi ahlul ilmi dan penuntut ilmu.
Ringkasnya, ada banyak dalil yang memperlihatkan akan keutamaan dan kemuliaan ilmu. Maka selayaknya seorang muslim dan muslimah untuk bersungguh-sungguh memperhatikan dan memanfaatkan waktunya dijalan ilmu. Hendaknya dia selalu mempunyai cuilan dari menuntut ilmu dalam perjalanan harian dia. Oleh lantaran itu Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap kali selesai dari melaksanakan shalat subuh dia senantiasa berdo’a :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah sesungguhnya saya minta kepada Engkau ilmu yang bermanfaat, rizqi yang baik dan amalan yang diterima.”

Do’a yang senantiasa dia ucapkan setiap harinya sehabis shalat subuh ini memperlihatkan bahwa menuntut ilmu yang bermanfaat termasuk tujuan terbesar seorang muslim disetiap perjalanan waktu hariannya. Dan sesungguhnya menuntut ilmu lebih didahulukan daripada mencari rizqi dan beramal. Karena ilmu itu sebagai dasar dan pondasi yang sanggup membedakan antara rizqi yang baik dan buruk, anatara amal shalih dan amal tidak shalih. Oleh lantaran itu, seorang muslim hendaknya benar-benar mempunyai perhatian terhadap waktunya, dia gunakan untuk menuntut ilmu supaya setiap hari dia mendapat cuilan dari ilmu.

C. Adab-Adab Penuntut Ilmu
Setelah seorang penuntut ilmu mengetahui dan memahami akan keutamaan menuntut ilmu, maka hendaknya dia mempunyai perhatian yang besar terhadap permasalahan adab-adab penuntut ilmu, diantaranya yaitu :
 Pertama : Ikhlas
Seorang penuntut ilmu dalam mencari ilmu hedaknya punya perhatian besar terhadap keikhlasan niat dan tujuanya dalam mencari ilmu, yaitu hanya untuk Allah ta’ala. Karena menuntut ilmu yaitu ibadah, dan yang namanya ibadah tidak akan diterima kecuali jikalau ditujukan hanya untuk Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ  [البينة:5]
“Dan mereka tidaklah diperintahkan melainkan hanya untuk beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan amalan mereka.” [Al Baiyinah : 5]

Didalam shahihain disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى
“Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung dengan niatnya dan setiap orang akan memperolah pahala sesuai dengan apa yang dia niatkan.”
Nabi shallallahu ‘alaihiwa sallam juga bersabda dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
إِنَّ اللهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
“Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk wajah dan harta kalian, namun yang Dia lihat yaitu hati dan amalan kalian.”

Oleh lantaran itu seseorang yang punya keinginan yang tinggi dalam mencari dan memperoleh ilmu hendaknya punya perhatian yang besar terhadap keihklasan niat. Karena niat yang nrimo merupakan alasannya akan barakahnya ilmu dan amal. Sebagaimana perkataan sebagian salaf :
رُبَّ عملٍ صغير تكثِّره النية ، ورُبَّ عملٍ كثير تصغره النية
“Betapa banyak amalan kecil menjadi besar lantaran niatnya dan betapa banyak amalan besar menjadi kecil lantaran niatnya pula.”

Maka setiap orang yang telah diberi taufiq oleh Allah untuk bisa berjalan diatas jalan ilmu hendaknya waspada terhadap niat yang rusak dan selalu berusaha untuk menimbulkan niatnya dalam menuntut ilmu hanya mengharapkan keridhaan dan wajah Allah ta’ala.

Kedua : Bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.
Sesungguhnya seorang hamba butuh kepada kesungguhan dan semangat untuk memperoleh ilmu. Dia paksa jiwanya untuk jauh dari sifat lemah dan malas. Oleh lantaran itu Nabi kita yang mulia, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari sifat lemah dan malas. Karena malas akan mengakibatkan terhalanginya seseorang dari mendapat kebaikan yang banyak. Dan sebaliknya dengan kesungguhan akan diperoleh banyak keutamaan. Sebagaimana perkataan yang ada dalam suatu syair :
الجَدُّبالجِدِّ والحرمانُ بالكسلِ                      فانصَبْ تُصِب عن قريبٍ غايةَ الأملِ

Maksudnya yaitu bahwa cuilan besar dan berharga dari ilmu  tidak akan diraih kecuali dengan kesungguhan. Adapun sifat malas dan lemah hanya akan menghalangi seseorang dari mendapat ilmu. Oleh lantaran itu seorang penuntut ilmu handaknya mengerahkan segala upaya untuk memaksa jiwanya dalam meraih ilmu. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ [العنكبوت:69] .
“Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh dijalan Kami nisacaya Kami akan tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” [Al Ankabut : 69]
Ketiga : Meminta santunan kepada Allah ta’ala.
Ini yaitu diantara masalah penting yang harus diperhatiakan oleh seorang penuntut ilmu, bahkan masalah ini yaitu dasar yang harus ada pada seorang penuntut ilmu , yaitu beristi’anah atau meminta santunan kepada Allah ta’ala untuk bisa meraih ilmu. Telah berlalu sebelumnya firman Allah ta’ala :
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا  [طه:114]
“Dan katakanlah (wahai Nabi Muhammad), ya Rabb tambahkanlah ilmu kepadaku.” [Thaaha : 11]

Telah kita ketahui juga bahwa Nabi kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap hari sehabis selesai shalat subuh berdo’a kepada Allah :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا
“Ya Allah sesungguhnya saya minta kepada Engkau ilmu yang bermanfaat, rizqi yang baik dan amalan yang diterima.”

Maka seorang penuntut ilmu hendaknya selalau beristi’anah kepada Allah, meminta santunan dan taufiq kepadaNya. Allah ta’ala berfirman :
وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَى مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ  [النور:21]
“Sekiranya tidaklah lantaran karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kau sekalian, pasti tidak seorang pun dari kau higienis (dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar itu) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” [An Nur : 21]

Dalam ayat yang lain Dia juga berfirman :
وَلَكِنَّ اللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ الْإِيمَانَ وَزَيَّنَهُ فِي قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ الْكُفْرَ وَالْفُسُوقَ وَالْعِصْيَانَ أُولَئِكَ هُمُ الرَّاشِدُونَ [الحجرات:7]
“Akan tetapi Allah menimbulkan kau cinta kepada keimanan dan menimbulkan akidah itu indah dalam hatimu serta menimbulkan kau benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” [Al Hujurat : 7]

Keempat : Mengamalkan ilmu.
Seorang penuntut ilmu harus punya perhatian serius terhadap masalah mengamalkan ilmu. Karena tujuan dari menuntut ilmu yaitu untuk diamalkan. Ali radhiyallahu ‘anhu berkata :
يهتف بالعلم العمل ، فإن أجابه وإلا ارتحل
“Ilmu akan mengajak pemiliknya untuk beramal, jikalau dia penuhi undangan tersebut ilmunya akan tetap ada, namun jikalau tidak maka ilmunya akan hilang.”

Oleh alasannya itu seorang penuntut ilmu harus benar-benar berusaha mengamalkan ilmunya. Adapun jikalau yang dialakukan hanya mengumpulkan ilmu namun berpaling dari beramal, maka ilmunya akan menjadi mencelakannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
وَالْقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ
“Al Qur’an bisa menjadi penolong bagimu atau justru bisa mencelakakanmu.”
Menjadi penolongmu jikalau Engkau mengamalkannya, dan mencelakakanmu jikalau Engkau tidak mengamalkannya.

Kelima : Berhias dengan akhlaq mulia.
Seorang penuntut ilmu hendaknya menghiasi dirinya dengan akhlaq mulia seperti, lemah lembut, tenang, santun dan sabar. Karena sifat-sifat tersebut termasuk akhlaq mulia. Para ulama’ telah menulis banyak kitab wacana budbahasa seorang penuntut ilmu. Diantara kitab ringkas yang telah mereka tulis yaitu kitab “Hilyah Thalabil Ilmi” buah karya Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah. Kitab ini yaitu kitab yang sangat bermanfaat dan berfaedah yang menjelaskan wacana adab-adab penuntut ilmu.



Keenam : Mendakwahkan ilmu.
Jika seorang penuntut ilmu mendapat taufiq untuk bisa mengambil manfaat dari ilmunya, hendaknya dia juga bersemangat untuk memberikan ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dalam rangka mengamalkan firman Allah ta’ala :
وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (3) [سورة العصر]
“Demi masa. Sesungguhnya insan itu benar-benar berada dalam kerugian,kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan pesan yang tersirat menasihati supaya menaati kebenaran dan pesan yang tersirat menasihati supaya menetapi kesabaran.”  [Al Ashr :1-3]

Didalam ayat yang mulia ini, Allah ta’ala bersumpah bahwa insan semunya mengalami kerugian, tidak ada seorangpun yang selamat dari kerugian kecuali orang yang beriman, berilmu, mengamalkan ilmunya, mendakwahkannya kepada orang lain serta bersabar atas gangguan yang menimpanya.
Dari klarifikasi diatas sanggup diketahui bahwa kedudukan ilmu dan bersedekah dengannya itu bertingkat-tingkat. Sebagaimana dinukil oleh Adz Dzahabi rahimahullah di Siyaru A’laamin Nubalaa dari Muhammad bin An Nadhr, dia berkata :
أول العلم الاستماع والإنصات ، ثم حفظه، ثم العمل به ، ثم بثه
“Ilmu yang pertama kali yaitu mendengar dan diam, kemudian menghafal, mengamalkan kemudian menyebarkannya.”

Orang yang membuatkan ilmu akan memperoleh pahala yang besar, lantaran setiap kali ada orang yang mengambil faedah dari ilmu yang dia sebarkan dan dakwahkan akan dicatat baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengamalkan dakwahnya tersebut. Sebagaimana sabda Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam :
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang mengikutinya tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun juga.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda :
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
“Barangsiapa yang memperlihatkan kebaikan maka baginya ada pahala sebagaimana orang yang melakukannya.”
Maka setiap kali ada orang yang mengambil manfaat dari ilmunya maka akan dicatat pahala baginya. Tidak diragukan bahwa ini memperlihatkan akan keutamaan mengajarkan ilmu dan memberi manfaat kepada manusia. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بِكَ رَجُلا وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ
 “Allah memperlihatkan petunjuk kepada satu orang disebabkan lantaran kamu, maka hal itu lebih baik dari pada onta merah (harta yang paling mahal).”

Kita meminta kepada Allah, Rabb arsy yang agung, kita meminta dengan menyebut nama-namanya yang indah dan sifat-sifatnya yang tinggi semoga menganugerahkan kita semua ilmu yang bermanfaat dan amal shalih. Menunjuki kita kepada jalan-Nya yang lurus, memperbaiki semua keadaan kita dan tidak membiarkan kita bersandar pada diri kita sendiri meskipun hanya sesaat.
Alhamdulillah Rabbil Alamin
Diterjemahkan secara bebas dari transkrip muhadharah Syaikh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al Abbad Al Badr hafidzahumallah فَضْلُ طلَبِ الْعِلْمِ وَآدَابُ طُلَّابِ


BAB II
PENUTUP


A. Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari al Qur’an
Terdapat banyak dalil, baik dari Kitabullah maupun Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamyang menjelasakan wacana keutamaan, keagungan serta ketinggian ilmu. Diantaranya yaitu :
Pertama : Firman Allah ta’ala :
 Allah menyatakan bekerjsama tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang arif (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” [Ali Imraan : 18]

Ayat ini memperlihatkan akan keutamaan ilmu, lantaran Allah ta’ala telah menggandengan persaksian para ulama’ dengan persaksian-Nya dan persaksian para malaikat, bahwa Dia yaitu sesembahan yang benar, yang berhak diibadahi, tidak ada Ilah yang benar melainkan Dia.

B. Dalil-Dalil Keutamaan Ilmu Dari As Sunnah / Hadits
Sebuah hadits yang ada di shahihain dari Muawiyah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
 “Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah kebaikan, niscana akan difahamkan wacana urusan agamanya.”

Hadits ini memperlihatkan bahwa seorang hamba yang memiki semangat dan perhatian dalam menuntut ilmu merupakan salah satu tanda yang memperlihatkan bahwa Allah menghendaki kebaikan baginya. Karena siapa saja yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka akan difahamkan dalam urusan agamanya.

Hadits yang dikeluarkan oleh Abu Dawud dan yang lainnya, dari Abu Darda radhiyallahu ‘anhu, :
hadits Ini yaitu yang sangat agung. Berisi klarifikasi wacana keutamaan ilmu, kemuliaan ahlul ilmi dan pahala mereka disisi Allah ta’ala. Hadits diatas mengandung lima kalimat, setiap kalimatnya memperlihatkan akan keutamaan ahlul ilmi dan tingginya kedudukan mereka disisi Allahta’ala. Oleh lantaran itu ImamAl Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah memiliki goresan pena khusus yang menjelaskan hadits ini.


B.     Saran
Kita sebagai golongan terpelajar jangan hanya menimbulkan kitab- kitab hadist sebagai buku hiasan saja atau buku perhiasan referensi, tetapi hendaklah kita baca, maknai, dan ditafsiri dengan baikdan selanjutnya di amalkan dengan segenap kemampuan. Dan kiranya makalah kami ini sangat jauh dari kesempurnaan, kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan demi meningkatkan kesempurnaan makalah yang kami tulis ini.

C. DAFTAR PUSTAKA
Al-Mundiri Hafidz, Terjemah Attarghib wat tarhib. (Surabaya: Al-Hidayah Al Qur’an Al Karim, 2000)
As Shobuni, Muhammad ‘Ali, Min Kunuz As Sunnah. (Jakarta: Dar Al Kutub Al Islamiyah, 1999)
Az-zarnuzi. Ta’limul Muta’allim. (Surabaya: Al-Hidayah, tt)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel