Kebijakan Fiskal Islam Dan Kebijakan Fiskal Periode Moderen

PENDAHULUAN
Setiap tahun pemerintah menyusun Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) kemudian mengajukannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk disahkan menjadi APBN. RAPBN itu berisi banyak sekali perencanaan, pada dasarnya ialah kebijakan fiskal.
Kebijakan fiskal merupakan salah satu topik pembahasan utama dalam kajian-kajian ekonomi, termasuk kajian ekonomi Islam. Dalam kajian ekonomi Islam, Kebijakan fiskal telah dikenal  sejak zaman Rasulullah SAW dan khulafaurrasyidin yang kemudian dikembangkan oleh para ulama.
Pembahasan perihal kebijakan fiskal biasanya dimasukkan dalam kategori ilmu ekonomi makro. Munculnya pemikiran perihal kebijakan fiskal dilatar belakangi oleh adanya kesadaran terhadap imbas pengeluaran dan penerimaan pemeriuntah. Pengeluaran dan penerimaan negara besar lengan berkuasa terhadap pendapatan nasional. Untuk itu, dibutuhkan suatu kebijakan yang disebut sebagai kebijakan fiskal untuk menyesuaikan pengeluaran dengan penerimaan negara. Penyesuaian antara pengeluaran dan penerimaan menyebabkan ekonomi stabil yang terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang layak tanpa adanya pengangguran dan kestabilan harga-harga umum.
PEMBAHASAN
A. Kebijakan Fiskal Modern
Kebijakan fiskal atau yang sering disebut sebagai “politik fiskal” (fiscal policy) bisa diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud utnuk memengaruhi jalannya perekonomian. Anggaran belanja negara terdiri dari penerimaan dan pengeluaran.
1.   Macam-macam Kebijakan Fiskal
Dalam  perkembangannya, kebijakan fiskal sanggup dibedakan menjadi empat macam:
  1. Pembiayaan Fungsional
  2. Pengelolaan Anggaran
  3. Stabilitasi Anggaran Otomatis
  4. Anggaran Belanja Seimbang
2.   Sumber Penerimaan Pemerintah
Sumber-sumber penerimaan pemerintah atau cara-cara yang sanggup ditempuh pemerintah untuk mendapatkan uang pada pada dasarnya sanggup digolongkan sebagai berikut :
  1. Pajak yaitu pembayaran iuran oleh rakyat kepada pemerintah yang sanggup dipaksakan dengan  tanpa balas jasa yang secara pribadi sanggup ditunjuk.
  2. Retribusi yaitu suatu pembayaran dari rakyat kepada pemerintah yang sanggup dilihat pribadi adanya korelasi antara balas jasa yang pribadi diterima dengan adanya pembayaran retribusi tersebut.
  3. Keuntungan dari perusahaan-perusahaan negara menyerupai perusahaan minyak negara, BUMN, BUMD, dan sebagainya.
  4. Denda-denda dan penyitaan yang dilakukan oleh negara.
  5. Sumbangan masyarakat untuk jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah menyerupai pembayaran biaya-biaya perizinan.
  6. Pencetakan uang kertas. Pemerintah mempunyai kekuasaan untuk mencetak uang kertas sendiri atau meminta kepada bank sentral guna memperlihatkan pinjaman kepada pemerintah. Percetakan uang harus dilakukan dengan hati-hati lantaran jika dilakukan tanpa perhitungan yang sempurna sanggup menyebabkan inflasi.
  7. Hasil undian negara. Dengan undian negara, pemerintah akan menerima dana yaitu perbedaan antara jumlah penerimaan dari lembaran surat undian yang sanggup dijual dengan semua pengeluarannya, termasuk hadiah bagi pemenang.
  8. Pinjaman, baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Pada umumnya negara sedang berkembang mengandalkan pembiayaan pembangunan melalui pinjaman.
  9. Hadiah atau hibah. Sumber penerimaan ini sanggup terjadi menyerupai pihak swasta memperlihatkan hadiah kepada pemerintah, atau negara sahabat memperlihatkan hibah kepada pemerintah negara tersebut.
3.   Pengeluaran-Pengeluaran Pemerintah
Sedangkan pengeluaran yang dilakukan pemerintah sanggup dibedakan menjadi dua macam:
  1. Pengeluaran konsumsi pemerintah yang bisa juga disebut Government expenditure atau Government purchase. Pengeluaran ini mencakup semua pengeluaran pemerintah dimana pemerintah secara pribadi mendapatkan balas jasanya.
  2. Pengeluaran pemerintah berupa government transfer. Dalam hal ini, contohnya pemerintah tidak mendapatkan balas jasa langsung, sumbangan pemerintah yang diberikan kepada rakyat yang menderita jawaban peristiwa alam, tunjangan bagi para penganggur, uang pensiun, subsidi kepada perusahaan-perusahaan, dan beasiswa.
4.   Tujuan Kebijakan Fiskal
Umumnya tujuan yang ingin dicapai oleh kebijakan fiskal ialah kestabilan ekonomi yang lebih mantap. Artinya, tetap mempertahankan laju pertumbuhan ekoniomi yang layak tanpa adanya pengangguran yang berarti di satu pihak atau adanya ketidakstabilan harga-harga umum di  lain pihak.
B.  Kebijakan Fiskal Menurut Sejarah Islam
Kebijakan fiskal  pada masa awal Islam sanggup dibagi menjadi dua periode, yaitu periode sebelum perluasan dan perode setelah ekspansi. Unsur-unsur penting kebijakan fiskal pada periode pertama ialah bantuan dari fay’ dan shadaqah.
Kewajiban zakat diperintahkan kepada muslim pada  tahun kedua Hijriah atau 624 M. Hal ini memperlihatkan bahwa pada periode Mekkah, masyarakat muslim masih sedikit dan belum memerlukan sebuah sistem keuangan publik. Pada masa Nabi Muhammad pajak tanah sudah mulai ada, namun  pajak ini merupakan sumber pendapatan yang sangat sedikit dan hanya dipraktekkan sebagai hasil perjanjian yang dibuat dengan salah satu suku Yahudi.
Pengunpulan Jizyah juga dimulai pada masa Rasulullah SAW. Namun, pajak tersebut belum distandardisasi dalam jumlah dan pada waktu tertentu dengan metode pengunpulan yang sistematis.
Pada periode awal ini, sistem keuangan negara masih berlangsung secara sederhana lantaran menyangkut  wilayah yang tidak begitu luas. Meskipun demikian, pada periode pertama ini umat Islam telah mempunyai pemikiran perihal mata uang sendiri.
Pada periode kedua yang dimulai pada masa kekhalifahan Umar Ibn Khatab, negara lslam Madinah telah mulai mapan. Pada masa Umar dibuat forum yang mengelola manajemen kekayaan negara yang dikenal dengan nama bait al-Mal yang saebelunmnya sudah ada pada nmasa Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar.  Secara konseptual Bait al- mal tidak dipahami sebagai bangunan fisik, teaapi lebih sebagai tujuan , artinya bait al-mal lebih sebagai institusi yang abstrak.
Khalifah Umar juga menunjuk komite yang terdiri dari nassab ternama untuk membantu membuat laporan sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya. 
1.   Sumber Pendapatan  Pemerintah Islam
Sumber-sumber pendapatan negara pada  masa pemerintahan Islam tidak terbatas pada zakat yang gres diperkenalkan pada tahun ke- 8 H.
Pada zaman Rasulullah SAW sumber pemerimaan APBN terdiri atas Kharaj, Zakat, Khums, Jizyah, dan Kaffarah.
a.      Kharaj
Kharaj adalah pajak atas tanah, setara dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Indonesia. Yang memilih jumlah kharaj ialah pemerintah. Secara spesifik, besarnya kharaj ditentukan oleh 3 hal berikut:
1)      Karakteristik tanah/ tyingkat kesuburan tanah
2)      Jenis tanaman, termasuk daya jual dan jumalah
3)      Jenis irigasi
b.      Zakat
Sumber penerimaan utama negara pada masa awal Islam ialah zakat. Pada awal-awal masa pemerintah Islam, zakat dikumpulkan dalam bentuk uang tunai , hasil pertanian dan hasil peternakan.
Peraturan mengenai pengeluaran zakat muncul pada tahun ke-9 H ketika dasar Islam telah kokoh. Pada masa permulaan Islam, zakat ditarik dari seluruh pendapatan utama yaitu, perdagangan, kerajinan, pertanian, perkebunan, dan peternakan.
c.       Khums
Sumber pendapatan lainnya ialah khums, sebagaimana diatur dalam surat al-Anfal yang mengatur perihal pembagian rampasan perang dan menyatakan bahwa 1/5 dari harta rampasan perang itu ialah untuk Allah dan Rasul dan untuk kerabat rasul, anak yatim, orang yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Dalam bahasa Arab, serpihan 1/5 tersebut dinamakan khums. Rasulullah SAW biasanya membagi khums menjadi 3 bagian; serpihan pertama untuk dirinya dan keluarganya; serpihan kedua untuk kerabatnya; serpihan ketiga untuk anak yatim piatu, orang yang membutuhkan, dan orang yang sedang dalam perjalanan.
d.      Jizyah
Jizyah berupa pajak yang dibayar oleh kalangan non-muslim sebagai pengganti dari imbalan atas akomodasi ekonomi, sosial, dan layanan kesejahteraan yang mereka terima dari pemerinmtah Islam, juga sebagai jaminan dan keamanan hidup dan harta mereka. Pajak ini menyerupai dengan zakat fitrah yang dipungut dari muslim setiap tahun.
e.      Kaffarah
Kaffarah atau berupa denda yang dikenakan pada seorang muslim ketika melaksanakan pelanggaran. Denda dibayar dalam bentuk tunai atau bentuk lain.
2.   Pengeluaran Pemerintahan Islam
Pada zaman Rasulullah SAW dan khulafaur rasyidin, pengeluaran negara antara lain diarahkan untuk penyebaran Islam, pendidikan dan kebudayaan, pengembangan ilmu pengetahuan, pembangunan infrastruktur, pembangunan armada perang dan penjaga keamanan, serta penyediaan layanan kesejahteraan sosial.
a.      Penyebaran Islam
Penyebaran Islam dipersiapkan sesuai dengan hukum dan moral yang sesuai dengan fiqih. Dampak ekonomi penyebaran Islam ialah meningkatnya AD sekaligus AS. AD meningkat dalam arti bahwa populasi negeri-negeri yang ditaklukkan itu masuk ke kawasan Islam. Pada ketika yang sama, banyak tanah yang tidak produktif lantaran tidak sanggup digarap oleh golongan Anshar bermetamorfosis produktif lantaran diolah oleh golongan Muhajirin.
Dampak lain penaklukkan negara-negara di sekitar pusat Islam ialah meningkatnya penadapatan baitul maal sebagai keuangan publik.
b.      Pendidikan dan Kebudayaan
Pada masa pemerintahan Rasulullah SAW dan Khulafaur rasyidin , pendidikan dan kebudayaan menerima perhatian utama. Kebijakan ini berlanjut pada masa pemerintahan berikutnya dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
c.       Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup pesat terjadi pada waktu meletusnya Perang Haibar. Saat itu diciptakan alat perang berupa pelempar kerikil dan benteng yang bisa bergerak.
d.      Pembangunan Infrastruktur
Infrastruktur merupakan hal yang sangat penting dan menerima perhatian yang besar. Pada zaman Rasulullah dibangun infrastruktur berupa sumur umum, pos, jala raya, dan pasar. Pembangunan dilanjutkan oleh khalifah umar bin khattab dengan mendirikan dua kota dagang besar, yaitu Basrah dan Kota Kuffah.
Umar bin Khattab juga menginstruksikan kepada gubernurnya di Mesir untuk membelanjakan minimal 1/3 dari pengeluaran untuk pembangunan infrastruktur.
e.      Pembangunan Armada Perang dan Penjaga Keamanan
Untuk membangun armada perang dan penjaga keamanan diharapkan dana cukup besar, yang dialokasikan untuk membeli persenjataan, makanan, dan kebutuhan perang lainnya.
f.        Penyediaan Layanan Kesejahteraan Sosial
Subsidi negara untuk para fuqara dan masakin diberikan dalam jumlah besar, disamping itu mereka  dijamin oleh pemerintah selama satu tahun semoga tidak berkekurangan. Imam Nawawi mengajarkan pentingnya pemberian modal yanmg cukup besar kepada orang-orang yang tidak bisa untuk memulai bisnis sehingga mereka terangkat dari garis kemiskinan.
Langkah-langkah untuk mewujudkannya sebagai berikut:
1)      Pemenuhan kebutuhan dasar para mustahiq
2)      Peningkatan distribusi pendapatan sehingga mustahiq menjadi kelompok masyarakat dengan penghasilan mid –income. Khalifah Umar bin
Setiap sumber pendapatan negara dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.:
1)      Membantu orang yang tidak mampu
2)      Menolong fakkir maiskin
3)      Menyiapkan perumahan bagi orang yang miskin
4)      Membayar honor bagi orang yang mengumpulkan / mengelola zakat
5)      Melunasi utang orang yang tidak bisa melunasinya
6)      Menyebarkan Islam di kalangan non muslim
7)      Membebaskan budak
8)      Membiayai kegiatan sosial.
3.   Tujuan Kebijakan Fiskal dalam Islam
Kebijakan fiskal dalam Islam bertujuan untuk membuat masyarakat yang didasarkan pada keseimbangan distribusi kekayaan dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual secara seimbang. Kebijakan fiskal lebih banyak peranannya dalam ekonomi Islam dibanding dengan ekonomi konvensioanl. Hal ini disebabkan antara lain sebagai berikut:
a.       Peranan moneter relatif lebih terbatas dalam ekonomi Islam dibanding dalam ekonomi konvensioanal yang tidak bebas bunga.
b.      Dalam ekonomi Islam, pemerintah harus memungut zakat dari setiap muslim yang mempunyai kekayaan melebihi jumlah tertentu (nisab) dan dipakai untuk tujuan-tujuan sebagaimana tercantum dalam QS Al-Taubah: 60.
c.       Ada perbedaaan substansial antara ekonomi Islam dan non-Islam dalam peranan pengelolaan utang publik. Hal ini lantaran utang dalam Islam ialah bebas bunga, sebagian besar pengeluaran pemerintah didanai dari pajak atau menurut atas bagi hasil. Dengan demikian, ukuran utang publik jauh lebih sedikit dalam ekonomi Islam dibanding ekonomi konvensioanal.
Menurut Metwally, setidaknya ada 3 tujuan yang hendak dicapai kebijakan fiskal dalam ekonomi islam.
a.       Islam mendirikan tingkat kesetaraan ekonomi dan demokrasi yang lebih tinggi, ada prinsip bahwa “ kekayaan seharusnya dihentikan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja. “ Prinsip ini menegaskan bahwa setiap anggota masyarakat seharusnya sanggup memperoleh jalan masuk yang sama terhadap kekayaan melalui kerja keras dan perjuangan yang jujur.
b.      Islam melarang pembayaran bunga dalam banyak sekali bentuk pinjaman. Hal ini berarti bahwa ekonomi Islam tidak sanggup memanipulasi tingkat suku bunga untuk mencapai keseimbangan (equiblirium) dalam pasar uang (yaitu anatara penawaran dan seruan terhadap uang). Dengan demikian, pemerintahan harus menemukan alat alternatif untuk mencapai equilibrium ini.
c.       Ekonomi Islam mempunyai komitmen untuk membantu ekonomi masyarakat yang kurang berkembang dan untuk membuatkan pesan dan fatwa Islam seluas mungkin. Oleh lantaran itu, sebagaian dari pengeluaran pemerintah seharusnya dipakai untuk banyak sekali acara yang mempromosikan Islam dan meningkatkan kesejahtaraan muslim di negara-negara yang kurang berkembang.
4.   Insttrumen Kebijakan Fiskal Pemerintah Islam
Struktur APBN Dan kebijakan yang diambil pada zaman pemerintah Islam ditopang oleh sejumlah instrumen kebijakan fiskal, yaitu:
a.       Peningkatan pendapatan nasional dan tingkat partisipasi kerja. Untuk meningkatkan pendapatan naional dan partisipasi kerja, Rasulullah SAW menerapkan kebijakan sebagai berikut:
1)      Mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar. Kebijakan ini mendorong terciptanya distribusi pendapatan yang pada gilirannya meningkatkan seruan Agregatif (AD) di Madinah.
2)      Mendorong terjalinnya kerjasama kaum Muhajirin dengan Anshar. Kerjasama ini berhasil membuat lapangan pekerjaan, memperluas produksi, melengkapi akomodasi perdagangan, meningkatkan kualitas sumber daya insan dan meningkatkan modal
3)      Membagikan tanah dan membangun perumahan untuk kaum Muhajirin. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar akan rumah, terjadi peningkatan partisipasi kerja.
b.      Pemungutan Pajak
Kebijakan pemungutan pajak terhadap setiap jenis perjuangan berhasil membuat kestabilan harga dan mengurangi infalsi. Pada ketika menurunnya AD dan AS, pajak mendorong stabilitas pendapatan dan produksi total.
c.       Pengaturan Anggaran
Dengan mengatur APBN secara cermat dan proporsional serta terus menjaga keseimbangan, tidak akan terjadi defisit, bahkan akan surplus .
d.      Penerapan Kebijakan Fiskal Khusus
Pada masa Rasulullah SAW diterapkan beberapa kebijakan fiskal khusus, yaitu:
1)      Meminta derma kaum muslimin secara sukarela atas seruan Rasulullah.
2)      Meminjam peralatan dari kalangan non-muslim dengan jaminan pengembalian dan ganti rugi apabila alat tersebut rusak.
3)      Meminjam uang kepada orang tertentu dan memberikannya kepada orang yang gres masuk Islam.
4)      Menerapkan kebijakan pemberian insentif.
PENUTUP
Kesimpulan
Kebijakan fiskal merupakan tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan tujuan untuk mencapai kestabilan ekonomi yang lebih baik dan laju pembangunan ekonomi yang dikehendaki.
Dalam kebijakan fiskal modern, pajak merupakan sumber penerimaan negara yang paling utama, lantaran pajak berfungsi untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya kedalam  kas negara dan mengatur penyelenggaraan politiknya disegala bidang. Pemerintah lewat kebijakan fiskal, yaitu manipulasi pajak dan pengeluaran pemerintah bisa merupakan upaya untuk mencapai tingkat pendapatan atau kesempayan kerja penuh, serta stabilisasi tingkat harga (inflasi).
Sedangkan terhadap kebijakan fiskal pada masa awal Islam,  terlihat bahwa zakat memainkan peranan yang sangat penting untuk mencapai tujuan kebijakan fiskal, yaitu untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan untuk melaksanakan fungsi pengaturan dalam rangka mencapai tujuan ekonomi tertentu, menyerupai pertumbuhan ekonomi dan penciptaan investasi dan lapangan kerja.
Hal ini tidak jauh berbeda dengan fungsi pajak dalam kebijakan fiskal modern. Oleh lantaran itu, zakat dan pajak mempunyai persamaan dalam kedudukannya dalam kebijakan fiskal.
Daftar Pustaka
Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Makro, (Jakarta: IIIT Indonesia, 2002)
Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: BPFE, 2000)
Sutarno,  Kompetensi Dasar Ekonomi, (Solo: PT Tiga Sarangkai, 2005)
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen dalam Kebijakan Fiskal, ( Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2006)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel