Inflasi Dalam Ekonomi Islam Dan Konvensional
A. Pendahuluan
Inflasi merupakan salah satu yang sangat lumrah terjadi di negara manapun. Tidak terkecuali negara-negara yang dikatakan ekonomi maju walaupun tingkat inflasi yang rendah. Di negara-negara berkembang, tingkat inflasi yang terjadi sangatlah tinggi, sehingga bisa kita lihat fenomena rakyat dari negara yang berkembang, mengalami kelaparan, kemiskinan, dan ketidakadilan sosial.
Para ekonom muslim ibarat al- Maqrizi juga menawarkan sumbangan ilmunya mengenai inflasi.beliau meberikan teori dari sudut pandang islam. Di zaman Umar bin Khattab, inflasi pun pernah terjadi akan tetapi dengan kebijaksanaan Umar , dia sanggup menekan inflasi. Sehuingga bisa dikatakan ekonomi islam memiliki solusi yang lebih mantap daaripada ekonomi kapitalis atau neo liberalisme, yang mana tidak sanggup menjawab permaslahan inflasi.
Untuk itu di dalam makalah ini kami akan membahas dau pokok bahasan, yaitu inflasi dalam teori konvensional, dan inflasi dalam teori ekonomi islam.
Inflasi ini memiliki penyebab dan dampak yan
B. Inflasi dalam teori konvensional
1. Pengertian inflasi
Inflasi yaitu gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus.[1] Ini tidak berarti bahwa harga-harga banyak sekali macam barang itu naik dengan dengan persentase yang sama. Mungkin sanggup terjadi kenaikan harga tersebut tidaklah bersamaan. Yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama satu periode tertentu. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan persentase yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi. [2]
2. Penyebab terjadinya inflasi[3]
Inflasi sanggup disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) dan yang kedua yaitu desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) dan/atau juga termasuk kurangnya distribusi).Untuk alasannya yaitu pertama lebih dipengaruhi dari tugas negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk alasannya yaitu kedua lebih dipengaruhi dari tugas negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) ibarat fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
a. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation)
Inflasi tarikan permintaan terjadi akhir adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa menjadikan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian mengakibatkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi lantaran suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, hingga dengan agresi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
b. Inflasi desakan biaya ( cost push inflation) terjadi akhir adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran anutan distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal sanggup memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya aturan permintaan-penawaran, atau juga lantaran terbentuknya posisi nilai keekonomian yang gres terhadap produk tersebut akhir contoh atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akhir banyak sekali hal ibarat adanya problem teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), peristiwa alam, cuaca, atau kelangkaan materi baku untuk menghasilkan produksi tsb, agresi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama sanggup terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.
Meningkatnya biaya produksi sanggup disebabkan 2 hal, yaitu : kenaikan harga, contohnya materi baku dan kenaikan upah/gaji, contohnya kenaikan honor PNS akan menjadikan usaha-usaha swasta menaikkan harga barang-barang.
3. Dampak Inflasi[4]
Inflasi merupakan suatu tanda-tanda jelek yang sanggup mengganggu kestabilan ekonomi . Ada beberapa problem yang akan muncul, apabila terjadinya inflasi:
a. Menurunya tingkat kesejahteraan rakyat
Tingkat kesejahteraan masyarakat, sederhananya diukur dengan tingkat daya beli pendapatan yang diperoleh. Inflasi mengakibatkan daya beli pendapatan makin rendah, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan kecil dan tetap.
b. Makin Buruknya Distribusi Pendapatan
Dampak jelek inflasi terhadap tengkat kesejahteraan sanggup dihindari kalau pertumbuhan tingkat pendapatan lebih tinggi. Tetapi pada kenyataannya, dikala inflasi mengalami pertumbuhan, banyak masyarkat yang tidak sanggup menaikan tingkat pendapatanya. Sehingga kekuatan ekonomi mreka akan menurun
c. Terganggunya stabilitas ekonomi
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak asumsi masa depan para pelaku ekonomi. Bagi konsumen yang berpendapatan besar, mereka akan membeli barang dan jasa dalam jumlah yang besar, lantaran mereka berasumsi bahwa harga barang dan jasa akan naik lagi. Sedangkan konsumen berpenghasilan kecil, semakin hari akan mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya lantaran harga semakin naik.
Bagi produsen inflasi sanggup menguntungkan bila pendapatan yang diperoleh lebih tinggi daripada kenaikan biaya produksi. Bila hal ini terjadi, produsen akan terdorong untuk melipatgandakan produksinya (biasanya terjadi pada pengusaha besar). Namun, bila inflasi mengakibatkan naiknya biaya produksi hingga pada balasannya merugikan produsen, maka produsen enggan untuk meneruskan produksinya. Produsen bisa menghentikan produksinya untuk sementara waktu. Bahkan, bila tidak sanggup mengikuti laju inflasi, perjuangan produsen tersebut mungkin akan gulung tikar (biasanya terjadi pada pengusaha kecil).[5]
4. Cara mencegah inflasi
Menurut Nopirin[6], ada beberapa instrumen yang sanggup dilakukan untuk mencegah terjadinya inflasi, yaitu;
a. Kebijakan moneter
Kebijakan moneter pemetrintah yang sanggup dilakukan untuk mengurangi inflasi ialah;
1) Pengaturan jumlah uang yang beredar. Misalnya dengan memakai uang giral.
2) Politiik pasar terbuka ( jual beli surat berharga). Dengan cara menjual surat berharga bank sentral dpat menekan perkembangan jumlah uang yang beredar sehingga laju inflasi sanggup lebih rendah.
3) Bank sentral memakai tingkat diskonto ( diskon rate). Discount rate yaitu tingkat diskonto untuk pemberian yang diberikan oleh bank sentral kepada bank umum. Apabila tingkat diskonto dinaikan maka gairah bank umum untuk meminjam makin kecil, sehinggga cadangan bank sentral akan menurun. Dan itu menciptakan uang yang beredar turun. Sehingga inflasi sanggup ditekan.
b. Kebijakan fiskal
Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan perihal pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara eksklusif sanggup mempengaruhi permintaan total dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi sanggup dicegah melalui penurunan permintaan total. Kebijakan fiskal yang berupa pengurangan pengeluaran pemerinttah serta kenaikan pajak akan sanggup mengurangi permintaan total , sehingga inflasi sanggup ditekan.
c. Kebijaksanaan yang berkaitan dengan output
Kenaikan output sanggup memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output sanggup dicapai dengan, kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor barang akan meningkat. Dan itu menciptakan barang di dalam negeri bertambah, sehingga menurunkan harga.
C. Inflasi dalam teori Islam
Menurut para ekonom Islam, inflasi berakibat sangat jelek bagi perekonomian lantaran empat hal sebagai berikut[7]:
1. Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi pembayaran di muka, dan fungsi unit penghitungan. Akibat beban inflasi tersebut, orang harus melepaskan diri dari uang dan aset keuangan. Inflasi juga menjadikan terjadinya inflasi kembali atau self feeding inflation.
- Melemahkan semangat masyarakat untuk menabung (turunnya marginal propensity to save).
- Meningkatkan kecenderungan berbelanja, terutama untuk barang-barang non primer dan glamor (naiknya marginal propensity to consume).
- Mengarahkan investasi pada hal-hal tidak produktif ibarat penumpukan kekayaan berupa tanah, bangunan, logam mulia, dan mata uang abnormal serta mengorbankan investasi produktif ibarat pertanian, industri, perdagangan, dan transportasi.
Menurut Ekonomi Islam Taqiudin Ahmad bin Al-Maqrizi ( 1364-1441 M), merupakan salah satu murid Ibnu khaldun. Beliau menggolongkan inflasi dalam dua golongan yaitu:
1. Natural Inflation[8]
Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah yang tidak bisa dikendalikan orang. Menurut Ibn Al Maqrizi, inflasi ini diakibatkan oleh turunnya penawaran agregatif (AS) atau naiknya permintaan agregatif (AD).
Untuk menganalisisnya, sanggup dipakai perangkat analisis konvensional, yaitu persamaan identitas berikut:
MV = PT = Y
Dimana
M : jumlah uang beredar
V : kecepatan peredaran uang
P : tingkat harga
T : jumlah barang dan jasa
Y : tingkat pendapatan nasioanl (GDP)
Natural inflation sanggup diartikan sebagai berikut:
a. Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu perekonomian (T). Misalnya sedangkan M dan V tetap, maka konsekuensinya .
b. Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya, nilai ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara netto terjadi impor uang yang menjadikan sehingga kalau V dan T tetap maka .
Lebih jauh sanggup dianalisis dengan persamaan berikut:
AD = AS
Dan
AS = Y
AD = C + I + G + (X – M)
Dimana:
Y : pendapatan nasional
C : konsumsi
I : investasi
G : pengeluaran pemerintah
(X-M) : Net export
maka:
Y = C + I + G + (X – M)
Berdasarkan penyebabnya, natural inflation sanggup dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
a. Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dengan ekspor meningkat sedangkan impor menurun. Nilai net export yang nilainya sangat besar maka menjadikan naiknya permintaan agregatif.
Hal ini pernah terjadi semasa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra. Pada masa itu, kafilah dagang yang menjual barang di luar negeri membeli barang dari luar dengan nilai lebih sedikit daripada nilai barang yang mereka jual (positive net export). Kondisi ini mendatangkan uang lebih yang dibawa pulang ke Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat naik, menjadikan naiknya tingkat harga secara keseluruhan.
Untuk mengatasi problem tersebut, Khalifah Umar melarang penduduk Madinah membeli barang atau komoditi selama 2 hari berturut-turut. Akibatnya, permintaan agregatif turun. Setelah pelarangan tersebut berakhir, harga kembali normal.
b. Akibat turunnya tingkat produksi karena paceklik, perang, embargo dan boikot. Hal ini juga pernah terjadi semasa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab ra. Ketika itu terjadi kelangkaan gandum. Untuk mengatasinya, Khalifah Umar ra mengimpor gandum dari Fustat, Mesir sehingga penawaran agregatif (AS) barang di pasar kembali naik yang menjadikan turunnya tingkat harga-harga.
2. Human Error Inflation[9]
Di luar penyebab yang tergolong natural inflation, inflasi yang terjadi tergolong human error inflation atau false inflation. Dalam hal ini yang diakibatkan kesalahan insan (sesuai dengan QS 30:41).
Human error inflation disebabkan tiga hal berikut:
a. Korupsi dan manajemen yang jelek (corruption and bad administration)
Sesuai dengan persamaan MV=PT, korupsi akan mengganggu tingkat harga karena para produsen akan menaikkan harga jual produknya untuk menutupi biaya ”siluman” yang telah dikeluarkan. Biaya siluman tersebut mereka masukkan ke dalam COGS (cost of good sold). COGS mendorong ATC dan MC naik ke ATC2 dan MC2 sehingga harga jual pada keadaan normal profit naik dari P menjadi P2. Artinya, COGS tidak merefleksikan nilai sumber daya yang bergotong-royong yang dipakai dalam proses produksi. Harga terdistorsi oleh komponen yang seharusnya tidak ada. Hal ini mengakibatkan terjadinya ekonomi biaya tinggi (high cost economy) dan pada balasannya terjadi inefisiensi alokasi sumber daya yang merugikan masyarakat.
Selain mengakibatkan inefisiensi dan ekonomi biaya tinggi, korupsi dan kelemahan manajemen sangat membahayakan perekonomian yakni terjerat pada spiralling inflation atau hyper inflation.
b. Pajak yang berlebihan (excessive tax)
Efek yang ditimbulkan oleh pajak yang berlebihan pada perekonomian hampir sama dengan imbas yang ditimbulkan oleh korupsi dan manajemen yang jelek yaitu kontraksi pada kurva penawaran agregatif. Namun, kalau dilihat lebih jauh, excessive tax menjadikan apa yang dinamakan para efficiency loss atau dead weight loss.
c. Pencetakan uang dengan maksud menarik laba secara berlebih (excessive seignorage).
Arti tradisional seignorage yaitu laba yang didapat oleh percetakan dari pencetakan koin. Biasanya percetakan tersebut dimiliki oleh pihak penguasa atau kerajaan. Tindakan seignorage ini juga merupakan salah satu penyebab inflasi. Milton Friedman, seorang ekonom monetaris terkemuka mengatakan,”Inflation is always and everywhere a monetary phenomenon.” Para otoritas moneter di negara-negara Barat umumnya meyakini bahwa pencetakan uang akan menghasilkan laba bagi pemerintah (inflation tax).
Di pihak lain, ekonom Muslim Ibn Al Maqrizi beropini bahwa pencetakan uang yang berlebihan terang akan menjadikan naiknya tingkat harga secara keseluruhan (inflasi). Menurutnya, kenaikan harga-harga komoditas yaitu kenaikan dalam bentuk jumlah uang (fulus) atau nominal, sedangkan kalau diukur dengan emas (dinar emas), harga-harga komoditas tersebut jarang sekali mengalami kenaikan. Untuk itu Ibn Al Maqrizi[10] menasehati bahwa uang sebaiknya dicetak hanya pada tingkat minimal yang diperlukan untuk transaksi (jual-beli) dan dalam cuilan yang memiliki nilai nominal kecil (supaya tidak ditimbun).
D. Kesimpulan
Dalam teori konvensional inflasi ialah tanda-tanda kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Inflasi disebabkan oleh dua hal, yaitu, inflasi tarikan penawaran (demand full inflation), dan inflasi desakan biaya ( Cost push inflation). Dampak dari inflasi ialah menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat. Makin buruknya distribusi pendapatan, dan terganggunya stabilitas ekonomi. Cara mencegahnya; dengan memakai kebijakn moneter, fiskal, dan output yang dilakukan oleh pemerintah.
Di dalam pandangan ekonom muslim, inflasi sanggup menimbulkan gangguan, melemahkan semngat masyarkat untuk menabung, meningkatkan kecendrungan berbelanja, dan mengarahkan masyarkat untuk berinvestasi ke sektor non produktif. Menurut Al mAqrizi, inflasi disebabkan oleh dua hal, yaitu natural inflation yaitu insiden alamiah yang tidak bisa dikendalikan orang dan Human error inflation yaitu kesalahan insan yang mengakibatkan terjadinya inflasi
Daftar Bacaan
Karim , Adiwarman A., Ekonomi Suatu Kajian Kontemporer, Jakarta, Gema Insani Press, 2001
Karim, Adiwarman A., Ekonomi Makro Islami, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007
Nopirin, Ph.D., Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Yogyakarta, BPFE, 2008
Rahardja, Prahtama dan Manurung, Mandala, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), Jakarta, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004
id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
www.bi.go.id
[1] Prahtama Rahardja dan Mandala Manurung, Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi dan Makroekonomi), ( Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2004)
[2] Nopirin, Ph.D., Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro,( Yogyakarta: BPFE, 2008)
[3] id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
[4] Prahtama Rahardja dan Mandala Manurung, Op.cit.
[5] id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
[6] Nopirin, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, Op.cit
[7] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, ( Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)
[8] Ibid.,
[10] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Suatu Kajian Kontemporer, ( Jakrta; Gema Insani Press, 2001)