Etika Bisnis Dalam Ekonomi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Masalah etika bisnis atau etika perjuangan akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan bukan hanya di tanah air kita, tetapi juga di negara-negara lain termasuk di negara-negara maju. Perhatian mengenai kasus ini tidak terlepas dari semakin berkembangnya dunia perjuangan kita sebagai hasil pembangunan selama ini. Peran dunia perjuangan dalam perekonomian begitu cepatnya, sehingga dalam hal investasi, misalnya, kini sudah 3 kali investasi pemerintah. Kegiatan bisnis yang makin merebak baik di dalam maupun di luar negeri, telah menimbulkan tantangan baru, yaitu adanya tuntutan praktek bisnis yang baik, yang etis, yang juga menjadi tuntutan kehidupan bisnis di banyak negara di dunia. Transparansi yang dituntut oleh ekonomi global menuntut pula praktik bisnis yang etis. Dalam ekonomi pasar global, kita hanya bisa survive kalau bisa bersaing.
Untuk bersaing harus ada daya saing, yang dihasilkan oleh produktivitas dan efisiensi. Untuk itu pula, diharapkan etika dalam berusaha, lantaran praktik berusaha yang tidak etis, sanggup menjadikan rente ekonomi, mengurangi produktivitas dan mengekang efisiensi. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat, juga besar lengan berkuasa pada kasus etika bisnis. Benteng moral dan etika harus ditegakkan guna mengendalikan kemajuan dan penerapan teknologi bagi kemanusiaan. Kemajuan teknologi informasi misalnya, akan memudahkan seseorang mengakses privacy orang lain.
Para hebat sering berkelakar bahwa etika bisnis merupakan sebuah pertentangan istilah lantaran ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih menentukan laba daripada etika. Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan seni manajemen bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan sebuah pandangan yang semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.
Oleh lantaran itu, pemahaman perihal etika bisnis diharapkan untuk para pelaku bisnis biar perjuangan yang dijalankan sanggup menjadi suatu perjuangan bisnis yang beretika dan mengurangi resiko kegagalan.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Banyaknya studi kasus perusahaan pada masa globalisasi ini yang tidak menjalankan usahanya dengan berlandaskan etika bisnis, dan tidak mengetahui para pelaku perjuangan perihal penting etika binis dalam perusahaan.

1.3 TUJUAN PENULISAN
Tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengertian etika dan korelasinya dengan moralitas
2.      Mengetahui pengertian dan konseptual etika bisnis
3.      Mengetahui pentingnya etika dalam dunia bisnis
4.      Mengetahui penerapan etika bisnis dalam organisasi perusahaan.

1.4 METODE  PENULISAN
Metode penulisan oleh penulis dalam penyusunan makalah ini yakni memakai data rujukan dan literature yang terkait dari buku, jurnal, makalah, dan situs internet.












BAB II
PEMBAHASAN

1.2 PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari kata ethos, salah satu cabang ilmu filsafat oksiologi membahas bidang etika yaitu, perihal nilai keutamaan dan bidang estetika, nilai-nilai keindahan, serta pemilihan nilai-nilai kebaikan. Jika ditinjau dari bahasa Inggris, etika berasal dari kata ethics, yakni ilmu perihal kesusilaan yang menentukan bagaimana patutnya insan hidup dalam masyarakat
Emanuel Kant, mengajukan satu pertanyaan was sall ich tun? (apa yang akan kita lakukan?) (sesuai dengan norma yang berlaku). Pertanyaan ini pada pada dasarnya ada suatu “pilihan” yang berarti adanya konsep nilai terhadap perbuatan yang akan kita lakukan. Tugas Etika bagi orang-orang yang berfikir dan bergerak secara teoritis yakni untuk memahami masalah-masalah yang dihadapi (baik kasus kehidupan maupun kasus ilmu).Dimana tujuan penerapan etika yaitu untuk “orientasi” ketika seseorang dihadapkan “sesuatu hal” yang harus ia putuskan baik untuk menilai maupun bertindak. Contoh: Ketika seseorang berdagang, ia harus bisa menentukan apakah untuk mendapatkan laba ia harus, menim-bun barangnya dulu, menjual dengan harga yang mahal, mengoplos dengan kualitas rendah, atau ia akan menjual barangnya dengan harga yang wajar.
Uno (2004) membedakan pengertian etika dengan etiket. Etiket (sopan santun) berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama. Jika kata etika dikaitkan dengan kata bisnis akan menjadi Etika Binis (business ethics). Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, It’s Natural and Environment An Introduction” memberi batasan yakni, ”business ethics is ethical standards that concern both the ends and means of business decision making”.
Ginanjar Kartasasmita dalam seminar SDM (diakses pada tanggal 28 Maret 2010) menyampaikan bahwa etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk budi atau tidak masuk budi – standar, yaitu apakah didukung dengan daypikir yang anggun atau jelek.
Etika merupakan penelaahan standar moral, proses investigasi standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk budi atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan simpulan standar moral yaitu membuatkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk budi untuk dianut. Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya yaitu menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh daypikir yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan perihal moral yang benar benar dan salah dan moral yang baik dan yang jahat.

2.2 HUBUNGAN ETIKA DAN MORALITAS
Menurut Kamus Inggris Indonesia Oleh Echols and Shadily (1992: 219), moral sanggup diartikan sebagai akhlak, dan susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas berarti kesusilaan; sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (ethical) diartikan pantas, layak, beradab, susila. Kaprikornus kata moral dan etika penggunaannya sering dipertukarkan dan disinonimkan, yang bahwasanya mempunyai makna dan arti berbeda. Moral dilandasi oleh etika, sehingga orang yang mempunyai moral niscaya dilandasi oleh etika. Demikian pula perusahaan yang memilikietika bisnis niscaya manajernya dan segenap karyawan mempunyai moral yang baik.
Moralitas yaitu anutan yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat. Pedoman moral meliputi norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral ibarat “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”.  Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, imbas kemasyarakatan ibarat masjid, gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.

Hakekat standar moral:
1.      Standar moral berkaitan dengan kasus yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar menguntungkan manusia
2.      Standar moral tidak sanggup ditetapkan atau diubah oleh keputusan tuhan otoritatif tertentu.
3.      Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
4.      Standar moral menurut pada pertimbangan yang tidak memihak
5.      Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.

Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan kasus yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada daypikir yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan aib dan dengan emosi dan kosakata tertentu.
Dunia etika yaitu dunia filsafat, nilai, dan moral. Dunia bisnis yaitu dunia keputusan dan tindakan. Etika bersifat aneh dan berkenaan dengan kasus baik dan buruk, sedangkan bisnis yaitu konkrit dan harus mewujudkan apa yang telah diputuskan. Hakikat moral yaitu tidak merugikan orang lain. Artinya moral senantiasa bersifat positif atau mencari kebaikan. Dengan demikian sikap dan perbuatan dalam konteks etika bisnis yang dilakukan oleh semua yang terlibat, akan menghasilkan sesuatu yang baik atau positif, bagi yang menjalankannya maupun bagi yang lain. Sikap atau perbuatan ibarat itu dengan demikian tidak akan menghasilkan situasi “win-lose”, tetapi akan menghasilkan situasi ”win-win”. Apabila moral yaitu nilai yang mendorong seseorang untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan sesuatu, maka etika yaitu rambu-rambu atau patokan yang ditentukan sendiri oleh pelaku atau kelompoknya. Karena moral bersumber pada budaya masyarakat, maka moral dunia perjuangan nasional tidak bisa berbeda dengan moral bangsanya. Moral pembangunan haruslah juga menjadi moral bisnis pengusaha Indonesia.

2.3 PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan sikap bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang dipakai masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam acara bisnis:
1.      Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan, bisnis juga mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib insan yang terlibat di dalamnya.
2.      Bisnis yaitu pecahan penting dalam masyarakat
3.      Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya bisa menyampaikan anutan bagi pihak – pihak yang melakukannya.

Bisnis yaitu acara yang mengutamakan rasa saling percaya. Dengan saling percaya, acara bisnis akan berkembang baik. Dunia bisnis yang bermoral akan bisa membuatkan etika yang menjamin kegiatan. Dalam membuat etika  bisnis, ada  beberapa  hal  yang  perlu  diperhatikan, antara  lain  ialah:
1.      Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis dan pihak yang terkait bisa mengendalikan diri mereka masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan dalam bentuk apapun.
Disamping itu, pelaku bisnis sendiri tidak mendapatkan laba dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan memakai laba dengan jalan main curang dan menakan pihak lain dan memakai laba tersebut walaupun laba itu merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat sekitarnya. Inilah etika bisnis yang “Etis”.
2.      Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis disini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk "uang" dengan jalan menyampaikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi. Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup laba yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus bisa membuatkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya.
3.      Mempertahankan Jati Diri Dan Tidak Praktis Untuk Terombang-ambing Oleh Pesatnya Perkembangan Informasi Dan Tekhnologi.
Bukan berarti etika bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akhir adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4.      Menciptakan Persaingan Yang Sehat.
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang lemah, dan sebaliknya, harus terdapat jalinan yang bersahabat antara pelaku bisnis besar dan golongan menengah kebawah, sehingga dengan perkembangannya perusahaan besar bisa menyampaikan spread effect terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu dalam membuat persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia bisnis tersebut.
5.      Menerapkan Konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan laba hanya pada dikala sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan dimasa mendatang. Berdasarkan ini terang pelaku bisnis dituntut tidak meng-"ekspoitasi" lingkungan dan keadaan dikala kini semaksimal mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan dimasa tiba walaupun dikala kini merupakan kesempatan untuk memperoleh laba besar.
6.      Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi dan Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah bisa menghindari sikap ibarat ini, kita yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi, manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis ataupun aneka macam kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7.      Mampu Menyatakan Yang Benar Itu Benar.
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak masuk akal untuk mendapatkan kredit (sebagai contoh) lantaran persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan memakai "katabelece" dari "koneksi" serta melakukan"kongkalikong" dengan data yang salah. Juga jangan memaksa diri untuk mengadakan “kolusi" serta menyampaikan "komisi" kepada pihak yang terkait.
8.      Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antara Golongan Pengusaha Kuat Dan Golongan Pengusaha Ke Bawah.
Untuk membuat kondisi bisnis yang "kondusif" harus ada saling percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan pengusaha lemah biar pengusaha lemah bisa berkembang bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat, dikala kini sudah waktunya menyampaikan kesempatan kepada pihak menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9.      Konsekuen Dan Konsisten Dengan Aturan Main Yang Telah Disepakati Bersama.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan sanggup terealisasi apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara ada "oknum", baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain mencoba untuk melaksanakan "kecurangan" demi kepentingan pribadi, terang semua konsep etika bisnis itu akan “gugur” satu demi satu.
10.  Menumbuhkembangkan Kesadaran Dan Rasa Memiliki Terhadap Apa Yang Telah Disepakati.
Jika etika ini telah mempunyai oleh semua pihak, terang semua menyampaikan suatu ketentraman dan kenyamanan dalam berbisnis.
11.  Perlu Adanya Sebagian Etika Bisnis Yang Dituangkan Dalam Suatu Hukum Positif Yang Berupa Peraturan Perundang – undangan.
Hal ini untuk menjamin kepastian aturan dari etika bisnis tersebut, ibarat "proteksi" terhadap pengusaha lemah. Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika dikala kini ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan sanggup diatasi, serta optimis salah satu hambatan dalam menghadapi tahun 2020 sanggup diatasi.

       Masalah etika dalam bisnis sanggup diklasifikasikan ke dalam lima kategori yaitu: Suap (Bribery), Paksaan (Coercion), Penipuan (Deception), Pencurian (Theft), Diskriminasi tidak terang (Unfair discrimination), yang masing-masing sanggup dijelaskan sebagai berikut:
1. Suap (Bribery), yaitu tindakan berupa menawarkan, memberi, mendapatkan atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan menghipnotis tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang dengan membeli pengaruh. 'Pembelian' itu sanggup dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran kembali' sehabis transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak gampang dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls sanggup dengan gampang dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pinjaman hadiah (gift) tidak selalu sanggup disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2.  Paksaan (Coercion), yaitu tekanan, batasan, dorongan dengan paksa atau dengan memakai jabatan atau ancaman. Coercion sanggup berupa bahaya untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3.   Penipuan (Deception), yaitu tindakan memperdaya, menyesatkan yang disengaja dengan mengucapkan atau melaksanakan kebohongan.
4.  Pencurian (Theft), yaitu merupakan tindakan mengambil sesuatu yang bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa persetujuan pemiliknya. Properti tersebut sanggup berupa property fisik atau konseptual.
5.  Diskriminasi tidak terang (Unfair discrimination), yaitu perlakuan tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara mereka yang 'disukai' dan tidak.


2.4. PENTINGNYA ETIKA DALAM DUNIA BISNIS
       Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis biar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?.Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan bermetamorfosis hewan ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis sepertinya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kongkalikong dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
       Sebagai pecahan dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam acara bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan eksklusif maupun tidak langsung. Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis ibarat itu sanggup dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi aneka macam negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi aturan yang melingkupi dunia perjuangan terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan dibidang ekonomi.
       Jalinan hubungan perjuangan dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia perjuangan melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, lantaran peranti aturan dan aturan main dunia perjuangan belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi kasus bagi pemerintah dan dunia perjuangan yaitu masih adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal lni mengakibatkan beberapa produk nasional terkena batasan di pasar internasional.
       Contoh lain yaitu produk-produk hasil hutan yang menerima protes keras lantaran pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga. Perilaku etik penting diharapkan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut:
1.   Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diharapkan market system untuk sanggup efektif, yaitu:
1)      Hak mempunyai dan mengelola properti swasta
2)      Kebebasan menentukan dalam perdagangan barang dan jasa
3)      Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa.
Jika salah satu subsistem dalam market system melaksanakan sikap yang tidak etis, maka hal ini akan menghipnotis keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara makro.
Pengaruh dari sikap tidak etik pada perspektif bisnis makro :

1)      Penyogokan atau suap.
Hal ini akan menjadikan berkurangnya kebebasan menentukan dengan cara menghipnotis pengambil keputusan.
2)      Coercive act.
Mengurangi kompetisi yang efektif antara pelaku bisnis dengan bahaya atau memaksa untuk tidak berafiliasi dengan pihak lain dalam bisnis.
3)      Deceptive information
4)      Pecurian dan penggelapan
5)      Unfair discrimination.
2.      Perspektif Bisnis Mikro.
Dalam Iingkup ini sikap etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam Iingkup mikro terdapat rantai hubungan di mana supplier,perusahaan, konsumen, karyawan saling berafiliasi acara bisnis yang akan besar lengan berkuasa pada Iingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis sanggup terjaga dengan baik. Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang sanggup dipakai sebagai pola dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:
1)      Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist) yaitu konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak menurut konsekuensi (dampak) keputusan tersebut
2)      Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist) yaitu terdiri dari rangkaian peraturan yang dipakai sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan menurut alasan bukan akibat, antara lain:
                                                       I.            Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi insan yang berafiliasi dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain
                                                    II.            Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan warta hak, kejujuran,dan kesamaan. Prinsip keadilan sanggup dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
A.    Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan bantuan tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang. Beban terdiri dari kiprah kerja, pajak dan kewajiban social.
B.     Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution (ganti rugi) dan eksekusi atas kesalahan tindakan. Seseorang bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.
C.     Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima sanggup berupa perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian. Masalah terjadi apabila kompensasi tidak sanggup menebus kerugian, contohnya kehilangan nyawa manusia. Apabila moral merupakan suatu pendorong orang untuk melaksanakan kebaikan, maka etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan bisa membuatkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin acara bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi. Etika sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan sanggup membimbing dan mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan.
Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Tentu dalam hal ini, untuk mewujudkan etika dalam berbisnis perlu pembicaraan yang transparan antara semua pihak, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat maupun bangsa lain biar jangan hanya satu pihak saja yang menjalankan etika sementara pihak lain berpijak kepada apa yang mereka inginkan. Artinya kalau ada pihak terkait yang tidak mengetahui dan menyetujui adanya moral dan etika, terang apa yang disepakati oleh kalangan bisnis tadi tidak akan pernah bisa diwujudkan. Jadi, terang untuk menghasilkan suatu etika didalam berbisnis yang menjamin adanya kepedulian antara satu pihak dan pihak lain tidak perlu pembicaraan yang bersifat global yang mengarah kepada suatu aturan yang tidak merugikan siapapun dalam perekonomian.

2.5 PENERAPAN ETIKA PADA ORGANISASI PERUSAHAAN
       Dapatkan pengertian moral ibarat tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok ibarat perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai sikap moral yang nyata?
       Ada dua pandangan yang muncul atas kasus ini:
Ekstrem pertama, yaitu pandangan yang beropini bahwa, lantaran aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk menyampaikan bahwa perusahaan bertindak ibarat individu dan mempunyai tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita sanggup menyampaikan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka yaitu bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, yaitu pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk budi berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab lantaran ia gagal mengikuti standar moral atau menyampaikan bahwa organisasi mempunyai kewajiban moral. Organisasi bisnis sama ibarat mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk budi untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral lantaran ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi ibarat mesin yang gagal bertindak secara moral. Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu insan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan lantaran tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan sikap mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, bila perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

2.6 GLOBALISASI, PERUSAHAAN MULTINASIONAL DAN ETIKA      BISNIS
       Globalisasi yaitu proses yang meliputi seluruh dunia dan mengakibatkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barang-barang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi ibarat internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
       Perusahaan multinasional yaitu inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi sampaumur ini. Perusahaan multinasional yaitu perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi manajemen di beberapa negara. Perusahaan multinasional yaitu perusahaan yang melaksanakan acara produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda. Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.


BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
      Berdasarkan uraian dalam makalah ini sanggup disimpulkan bahwa:
1.      Moral sanggup diartikan sebagai akhlak, dan susila (su=baik, sila=dasar, susila=dasar-dasar kebaikan); Moralitas berarti kesusilaan; sedangkan Etik (Ethics) = etika, tata susila. Sedangkan secara etika (Ethical) diartikan pantas, layak, beradab, susila. Kaprikornus kata moral dan etika penggunaannya sering dipertukarkan dan disinonimkan, yang bahwasanya mempunyai makna dan arti berbeda.
2.      Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang dipakai masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.
3.      Pentingnya etika bisnis tersebut dalam dunia bisnis yakni berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro.
4.      Penerapan etika bisnis dalam organisasi perusahaan menjadikan perusahaan bertindak ibarat individu dan mempunyai tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita sanggup menyampaikan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka yaitu bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.

3.2 SARAN
       Setelah mengetahui betapa pentingnya peranan etika bisnis dalam suatu perusahaan, maka penulis menyarankan dan mengajak kepada pembaca biar dalam menjalankan perjuangan bisnisnya menerapkan suatu etika bisnis untuk mengurangi resiko kegagalan dan bersaing dalam masa globalisasi dikala ini.
DAFTAR PUSTAKA

Steade et al (1984: 701),Etika Bisnis,”Business, Its Natural and Environment An Introduction”.
Echols and Shadily (1992: 219), Kamus Inggris Indonesia.
Ginanjar Kartasasmita dalam seminar SDM (diakses pada tanggal 28 Maret 2010).
Artikel Etika Bisnis,www.Google.com,09-04-2010.
Etika Bisnis,www.Wikipedia.com,09-04-2010.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel