Pentingnya Pendidikan Anak
PENDIDIKAN ANAK
I. PENDAHULUAN
Anak merupakan salah satu tujuan dari suatu pernikahan. Anak yaitu amanat dari Allah SWT, oleh sebab itu kita harus menjaga dan mendidik anak sesuai pedoman Rasulullah SAW. Kita dihentikan salah mendidik anak, sebab anak yaitu harapan dan impian orang tua. Kebahagiaan anak yaitu kebahagiaan orang tua.
Kegiatan pendidikan yang dilaksanakan dalam keluarga, tidak bisa dilepaskan dari pendidikan sebelumnya yakni dalam kandungan atau sebelum lahir (prenatal), sekitar ketika kelahiran (perinatal), ketika gres kelahiran (neonatal), sehabis kelahiran (postnatal), termasuk pendidikan anak usia dini. Dengan demikian bila dikaitkan dengan pendidikan anak usia dini merupakan serangkaian yang masih ada keterkaitannya pendidikan sebelumnya. Sehingga sanggup terwujudnya generasi yang unggul, dan pendidikan itu memang merupakan sebuah kebutuhan dalam kehidupan manusia.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Adakah yang perlu dilakukan sehabis anak dilahirkan di dunia dalam pedoman Agama Islam?
B. Apasaja 4 aspek pendidikan yang terkandung dalam pedoman Agama Islam?
III. PEMBAHASAN
A. Hal-hal yang dilakukan terhadap anak yang gres lahir
1. Hadits
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ عَنْ إِسْمَعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُسَمَّى وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ.(اخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي)
Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hujr berkata, telah mengabarkan kepada kami Ali bin Mushir dari Isma'il bin Muslim dari Al Hasan dari Samurah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang anak pria itu tergadai dengan akikahnya yang disembelih pada hari ketujuh, pada hari itu ia diberi nama dan dicukur rambutnya." ( Hadits diriwayatkan Imam Tirmidzi)
2. Batas sanad matan dan rowi
a. Sanad
- Tabi’it tabi’in - Tabi’it tabi’in - Tabi’in Kalangan biasa - Tabi’in Kalangan Pertengahan - Sahabat | - عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ - عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ - إِسْمَعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ - الْحَسَنِ - سَمُرَةَ |
b. Matan
الغلام مرتهن بعقيقه يذبح عنه يوم السابع ويسمى ويحلق رآسه
c. Rowi
اخرجه الترمذي في كتاب الاضاحي
3. Pemahaman isi
a. Pada hari pertama pasca kelahiran seorang bayi diperdengarkan kalimat adzan dan iqomah, ini dimaksudkan untuk mengajarkan kepada anak mengenai kalimat tauhid dan mengingatkan kepadanya mengenai ikrar yang diucapakn sebelum ia dilahirkan kepada pencipta.
b. Pada umur tujuh hari, orang bau tanah memberi nama yang baik dan mencukur rambutnya. Memberikan nama yang baik kepada sang anak merupakan bentuk do’a dan berusaha menunjukkan motivasi terhadap anak tersebut. Dengan mencukur rambut anak tersebut sanggup menghilangkan kotoran yang melekat di kulit kepala yang sanggup mengakibatkan bibit penyakit bagi si bayi.
c. Kesunahan selanjutnya ialah mengaqikahinya, keterangan mengaqikahi ini sanggup dilihat pada hadits di bawah ini:
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلَّالُ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي عَرُوبَةَ عَنْ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ سَمُرَةَ بْنِ جُنْدَبٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَى هَذَا عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ يَسْتَحِبُّونَ أَنْ يُذْبَحَ عَنْ الْغُلَامِ الْعَقِيقَةُ يَوْمَ السَّابِعِ فَإِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ يَوْمَ السَّابِعِ فَيَوْمَ الرَّابِعَ عَشَرَ فَإِنْ لَمْ يَتَهَيَّأْ عُقَّ عَنْهُ يَوْمَ حَادٍ وَعِشْرِينَ وَقَالُوا لَا يُجْزِئُ فِي الْعَقِيقَةِ مِنْ الشَّاةِ إِلَّا مَا يُجْزِئُ فِي قَتَادَةَ الْأُضْحِيَّةِ.
Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal berkata, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun berkata, telah mengabarkan kepada kami Sa'id bin Abu Arubah dari Qatadah dari Al Hasan dari Samurah bin Jundub dari Nabi saw menyerupai dalam hadits tersebut." Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Dan menjadi pedoman amal berdasarkan para ulama`, mereka menyukai kalau akikah untuk anak itu disembelih pada hari ke tujuh, kalau belum tersedia pada hari ke tujuh maka pada hari ke empat belas, dan kalau belum tersedia maka pada hari ke dua puluh satu. Mereka mengatakan; "kambing yang sah untuk disembelih dalam akikah yaitu kambing yang memenuhi kreteria (syarat) kurban".(Tirmidzi – 1442)
Fuqaha (ahli fikih) mempunyai pendapat yang berbeda-beda wacana aturan akikah sebagai berikut :.
1. Segolongan fuqaha, di antaranya para pengikut Daud az-Zahiri, Imam Hasan al-Basri, dan Imam Lais bin Sa’ad, aqikah yaitu wajib.
2. Jumhur (mayoritas) ulama menyerupai Imam Malik, ulama Madinah, Imam Syafi’I serta para pengikutnya, imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali), Ishaq, Abu Saur, dan segolongan besar hebat fikih dan mujtahid (ahli ijtihad) lainnya, aturan aqikah yaitu sunah.
3. Para fuqaha pengikut Abu Hanifah (Imam Hanafi) aqikah tidak wajib dan tidak pula sunah, melainkan termasuk ibadah tatawwu’ (sukarela).
Dalam memilih jumlah binatang akikah terdapat pula perbedaan pendapat dari para fukaha sebagai berikut :
1. Imam Malik, beropini cukup satu ekor kambing, baik untuk anak pria maupun untuk anak perempuan.
2. Imam Syafi’I, Abu Saur Ibrahim bin Khalid Yamani al-Kalbi, Abu Dawud, dan Ahmad, beropini untuk anak wanita yaitu satu ekor kambing dan untuk anak pria yaitu dua ekor kambing.
B. Pendidikan Fisik atau Ketrampilan
1. Hadits
حدثنا أبو القاسم عبد الرحمن بن مخمد بن السراج إملاء, أنبأ أبو الحسن أحمدبن محمد بن عبدوث الطراءفي, أنبأعثمان بن سعيد, ثنا يزد بن عبد رنه, ثنا بقية عن عيسى بن إبراهيم, عن الز هرى, عن أبي سليمان مولى أبي رافع, (عن ابي رافع ) قال: قلت : يا رسول الله اللولد علينا حق كحقنا عليهم قال: نعم حق الولد على الوالد ان يعلمه الكتا بة والسباحة والرمي (الرماية) وان يورثه (وان لا يرزقه الا) طيبا (هذا حديث ضعيف,من شيوخ بقية منكر الحديث ضعفه يحي ابن معين والبخاري وغيرهما باب ارتباط الخيل عدة في سبيل الله عز وجل)
Artinya :
Telah menceritakan Abu Qasim Abdur Rahman Ibn Muhammad Ibn Siraji Dari Abu Rafi’ r.a., telah berkata, saya bertanya ya Rasulullah apakah ada hak orang bau tanah kepada kita menyerupai haknya kita kepada mereka ? bersabda Rasulullah SAW : “Ya, Kewajiban orang bau tanah terhadap anaknya yaitu mengajarinya tulis baca, mengajarinya berenang dan memanah, tidak memberinya rizqi kecuali rizqi yang baik.”
2. Batasan Sanad, Matan, Rawi
a. Sanad
ابي رافع
b. Matan
اللولد علينا حق كحقنا عليهم قال نعم حق الولد على الوالد ان يعلمه الكتا بة والسباحة والرمي (الرماية) وان يورثه (وان لا يرزقه الا) طيبا
c. Perowi
3. Pemahaman isi
Makna hadits kedua yaitu wacana kesunahan menyembelih kambing ketika anak berumur tujuh hari, yang lalu disebut Aqiqah. Aqiqah merupakan tanda syukur kita kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nikmat anak yang diberikan-Nya. Juga sebagai washilah (sarana) memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala biar menjaga dan memelihara sang bayi. Dari hadits di atas pula ulama menjelaskan bahwa aturan aqiqah yaitu sunnah muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan) bagi para wali bayi yang mampu, bahkan tetap dianjurkan, sekalipun wali bayi dalam kondisi sulit. Kesunahan yang lain ketika anak berumur tujuh hari yaitu memberi nama yang baik dan mencukur rambutnya.
Sedangkan pada hadits ketiga merupakan cerminan kewajiban orang bau tanah terhadap anaknya, yaitu mengajari baca tulis, berenang, memanah, dan memberi rizki anak-anaknya dengan hal-hal yang halal dan baik. Hal ini mengandung pengertian bahwa orang bau tanah berkewajiban menunjukkan yang terbaik bagi anak-anaknya yaitu pendidikan yang berupa pengetahuan dan ketrampilan dan juga membesarkan anak-anaknya dengan rizki yang baik tidak tercampur dengan yang subhat apalagi haram. Namun demikian bukan saja orang bau tanah yang mempunyai kewajiban kepada sang anak, tapi sebaliknya anak juga mempunyai kewajiban yang harus ditunaikan terhadap orang tuanya. Seperti menuruti perintahnya selagi tidak menyekutukan Allah, mendo’akan, dan merawatnya.
Tidak sempurna juga dipahami bahwa mendidik anak itu dimulai pada usia sekolah di sekolah mereka; bahwa mendidik anak itu tanggung jawab guru dan sekolah sebab hanya merekalah yang mempunyai skill pendidikan. Sebab Islam justru menyatakan bahwa setiap orangtua haruslah rabbayani shaghiran; mendidik, mengurus, mengasuh, menanamkan nilai-nilai rabbaniyah kepada anak dari semenjak kecil. Semua orangtua dengan demikian dituntut untuk menjadi guru bagi anak-anaknya. Mendidik anak ibadah, hanya mendekati yang halal, menjauhi yang haram, beraqidah yang benar, dan berakhlaq mulia, tidak mensyaratkan harus sekolah tinggi atau kuliah di akademi tinggi. Mendidik anak dalam hal-hal yang fardlu ‘ain sebagaimana disebutkan itu merupakan kewajiban dan kemampuan yang sudah semestinya dimiliki oleh semua orangtua yang mengharapkan do’a dari anak-anaknya: Rabbi-rhamhuma kama rabbayani shaghiran; Ya Rabb, berilah rahmat kedua orangtuaku sebagaimana mereka dahulu mendidikku di waktu kecil.
IV. PENUTUP
Dari uraian di atas sanggup diambil kesimpulan bahwa kewajiban orang bau tanah terhadap anaknya mutlak dilakukan sebagaimana kewajiban anak terhadap orang tuanya. Kewajiaban orang bau tanah terhadap anaknya antara lain :
1. Memberi nama yang baik
2. Mengaqiqahkan anak bila mampu
3. Memberikan nafkah yang halal
4. Memberikan pendidikan agama yang memadai guna menjaga fitrahnya sebagai manusia
5. Memberikan ketrampilan yang cukup untuk menunjang kehidupannya di dunia
6. Memberikan budbahasa toleransi yang baik dalam keluarga