Upah Dalam Mengajarkan Agama
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, Penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala fasilitas yang telah diberikan sehingga penyusunan makalah perihal “Upah dalam mengajarkan Agama” ini dapat terselesaikan.
Shalawat terbingkai salam semoga awet terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para pengikutnya. Dan Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.
ini berisi ulasan-ulasan yang membahas perihal pengertian upah, konsep upah dalam Islam, serta prinsip-prinsip upah dalam mengajarkan agama, serta Bolehkah mendapatkan upah dari mengajarkan Alqur’an.
Dalam kesempatan kali ini,penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Abdul Wahab, M.Pd.I selaku Dosen mata kuliah Hadist yang telah membimbing penulis sehingga sanggup menuntaskan makalah ini.
2. Media massa, dan media lainnya yang artikelnya kami gunakan dalam penulisan ini
3. Semua pihak yang telah memberi dukungan dan dukungan yang tidak sanggup kami sebutkan satu persatu.
Setitik cita-cita dari penulis, semoga makalah ini sanggup bermanfaat serta sanggup menjadi wacana yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penyusun miliki. Untuk itu, penulis mengharapkan dan mendapatkan segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan makalah ini.
Pati , 21 Maret 2013
Penulis
I. UPAH DALAM MENGAJARKAN AGAMA
A. Hadist
1. _______________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
2. _____________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
3. __________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________________
B. Arti Kosakata
______________ : Upah
______________ : Alqur’an
______________ : Pekerja / Buruh
______________ : Kering
______________ : Keringatnya
______________ : Mengupah / mempekerjakan
______________ : Menetapkan
______________ : Terputus
C. Terjemah
1. Dari Ibnu Abbas, ra. Ia berkata : “Bahwasanya Rasulullah saw, bersabda : “Sesungguhnya yang lebih berhak kau ambil upahnya itu ialah (mengajarkan) Alqur’an. “ (HR. Bukhari-Muslim)
2. Dari Ibnu Umar ra, Ia berkata :”Bersabda Rasulullah saw :”Berilah upah orang yang bekerja itu sebelum kering keringatnya.” (HR. Imam Ibnu Majah).
Dalam kepingan ini berdasarkan Imam Abu ya’la dan Imam Baihaqi dari Abu Hurairah, ra. dan berdasarkan Imam Thabrani dari Jabir, ra. Tepat semuanya itu ialah “Dlaif” (lemah)
3. Dari Abu Said Al Khudri, ra (katanya) sebenarnya Nabi Muhammad saw, bersabda : Barang siapa yang mengupah seseorang buruh, maka hendaklah ia memutuskan upahnya. (Diriwayatkan oleh Abdurrazaq) dalam sanadnya ada yang putus, tetapi Al-Baihaqi meriwayatkannya bersambung sanadnya melalui sanad Abu Hanifah.[1]
II. PERMASALAHAN
A. Apa pengertian upah ?
B. Bagaimana konsep upah dalam Islam ?
C. Bagaimana prinsip-prinsip upah dalam mengajarkan agama ?
D. Bolehkah mendapatkan upah dari mengajarkan Alqur’an ?
III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Upah
Upah berasal dari kata al-ajru yang berarti "imbalan terhadap suatu pekerjaan"
(الجزاء على العمل) dan "pahala" (الثواب).[2] Upah ialah imbalan yang seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan bahan di dunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan di alam abadi (imbalan yang lebih banyak)[3]
Menurut pengertian Barat upah terkait dengan pemberian imbalan kepada pekerja tidak tetap atau tenaga buruh lepas, menyerupai upah buruh lepas diperkebunan kelapa sawit, upah pekerja bangunan yang dibayar mingguan atau bahkan harian. Sedangkan upah berdasarkan pemerintah No. 8 tahun 1981 perihal proteksi upah ialah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah dilakukan. Dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan berdasarkan suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kolaborasi pengusaha dengan buruh termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun untuk keluarganya.[4]
B. Konsep Upah dalam Islam
Konsep aliran Islam sebagai agama yang Universal , lantaran aliran Islam lengkap mengatur banyak sekali segi kehidupan manusia, baik segala hal yang berafiliasi dengan dengan sang pencipta maupun yang berafiliasi dengan sesama manusia. Termasuk dalam hal pengaturan mengenai problem pengupahan.
Dari beberapa pengertian mengenai upah diatas, maka setidaknya dua perbedaan konsep upah antara Barat dan Islam. Pertama, Islam melihat Upah sangat besar kaitannya dengan konsep Moral, sementara Barat tidak. Kedua, Upah dalam Islam tidak hanya sebatas bahan (keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akherat yang disebut dengan Pahala, sementara Barat tidak. Adapun persamaan kedua konsep Upah antara Barat dan Islam adalah; pertama, prinsip keadilan (justice), dan kedua, prinsip kelayakan (kecukupan).
Sedangkan konsep upah yang terkandung dalam hadist yang berbunyi : “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya” adlah membayar upah pekerja hukumnya wajib dan menangguh-nangguhkannya hukumnya tidak boleh. Demikian pula memberitahukan upah yang akan diterimanya, wajib pula hukumnya.[5]
C. Prinsip-prinsip Upah dalam mengajarkan Agama
Secara garis besar mengeni prinsip upah dalam mengajarkan agama ada dua yaitu : prinsip keadilan dan prinsip kelayakan.
Adapun prinsip-prinsip upah dalam mengajarka agama yang terkandung dalam beberapa hadist diatas antara lain :
1. Seseorang yang memperkerjakan orang lain untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan harus membayar upahnya.
2. Pihak yang mempekerjakan buruh itu harus membayar upahnya sesudah buruh itu selesai mengerjakan pekerjaannya tersebut.
3. Pihak orang yang mengupah pekerja harus menjelaskan besar kecilnya upah bai pekerja.
4. Pihak pekerja juga dihentikan bekerja sebelum terperinci upahnya.
5. Antara pihak pekerja dan pihak yang mempekerjanya harus ada kesepakatan dalam hal besar dan kecilnya upah.
6. Tidak boleh upah ditentukan sesudah selesai pekerjaan atau hanya berdasarkan belas kasihan pihak orang yang mempekerjakannya atau dihentikan ditentukan secara sepihak.
Jadi kedua belah pihak harus dituntut untuk memenuhi tanggung jawabnya masing-masing. Pihak pengupah berkewajiban membayarupah pekerja atau buruh, dan sebaliknya pihak pekerja berhak menuntut upahnya sesudah menuntaskan tugasnya dengan baik sesuai dengan kehendak pihak yang mengupahnya.[6]
D. Upah dari mengajarkan Alqur’an
Sebagian Ulama’ membolehkan mengambil upah mengajarkan Alqur’an dan ilmu pengetahuan yang bersangkutan dengan ilmu agama, sekedar untuk memenuhi keperluan hidup, walaupun mengajar itu memang kewajiban mereka. Karena mengajar itu telah memakan waktu yang seharusnya sanggup mereka gunakan untuk pekerjaan mereka yang lain.[7]
Berdasarkan Hadist yang telah diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim diatas, menjelaskan bahwa mendapatkan upah atau honor dari membaca dan mengajarkan al-Qur’an tidak haram, bahkan ada Hadist perihal penetapan Rasulullah saw kepada seorang lelaki yang mengajarkan Alqur’an kepada seorang perempuan calon istrinya sebagai mahar (mas kawinnya) Jadi, tidak haram menerima:
1. Pemberian sehabis membaca al-Qur’an, tetapi tidak diperjual belikan.
2. Upah atau honor lantaran mengajarkan membacanya.
3. Honorarium mengarang buku-buku agama.
4. Keuntungan mencetak al-Qur’an, tafsirnya dan lain-lain.
Karenan Itu termasuk perjuangan dan Mendakwahkan Agama, untuk mendapatkan pahala dari Allah SWT ialah dengan meniatkan bahwa perjuangan itu untuk Dakwah Islamiyah dan lantaran Allah SWT, berdasarkan pendapat K. H. Kahar Masyhur dalam bukunya “ Bulughul Maram” juz I, menyebutkan bahwa seharusnyalah upah dan honor mereka diperhatikan baik-baik dan jumlahnya kira-kira memenuhi, semoga terjamin kehidupan mereka dan keluarganya. Alangkah baiknya, kalau ada sesuatu tubuh yang memikirkan dan mengurus ekonomi mereka itu, lantaran mereka berbuat untuk kepentingan umat Islam (umum).
IV. KESIMPULAN
Upah ialah imbalan yang diterima seseorang atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan bahan didunia (adil dan layak) dan dalam bentuk imbalan di alam abadi (imbalan yang lebih baik).
Upah dalam Islam mempunyai dua konsep yaitu : Islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral, kedua, upah dalam Islam tidak hanya sebatas bahan (keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni alam abadi yang disebut dengan pahala. Sedangkan pada prinsipnya upah dalam mengajarkan agama secara umum mempunyai dua prinsip yaitu prinsip keadilan dan prinsip kelayakan.
Adapun mengenai aturan mendapatkan upah ari pengajaran Alqur’an ialah boleh berdasarkan Hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani. 1985.Terjemah Bulughulu maram, Semarang : Toha putra
Muhammad bin Mukram bin Manzhur, Lisan al-'Arab. Beirut: Dar Shadir
F.X Djumialdji. 1994. Perjanjian kerja. Jakarta : Bumi Aksara,
Sayyid Ahmad Al Hasyimi. 2001 . Syarah Mukhtaarul Ahaadist, Bandung : Sinar Baru Algesindo
Drs. Abu Bakar Muhammad. 1995 .Hadist Tarbiyah. Surabaya : Al-ikhlas
H. Sulaiman Rasyid. 2011. Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algesindo
http://ilmumanajemen.wordpress.com/pengertian-upah-dalam-konsep-Islam
[1] Al Hafidz Ibnu Hajar Al Asqalani, Terjemah Bulughulu maram, Semarang : Toha putra, 1985. Hlm 459
[3] http://ilmumanajemen.wordpress.com/pengertian-upah-dalam-konsep-islam
[4] F.X Djumialdji, Perjanjian kerja, Jakarta : Bumi Aksara, 1994, hlm 40
[5] Sayyid Ahmad Al Hasyimi, Syarah Mukhtaarul Ahaadist, Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2001 hlm 152
[6] Drs. Abu Bakar Muhammad, Hadist Tarbiyah, Surabaya : Al-ikhlas, 1995 hlm 335
[7] H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algesindo, 2011, hlm 305