Sejarah Lahirnya Sosiologi
Sebenarnya pemikiran wacana masyarakat sudah ada semenjak dulu. Sebelum Auguste Comte, yang dianggap sebagai titik tolak sosiologi, sudah banyak orang yang mencoba menelaah masyarakat secara sistematis, antara lain Plato, Aristoteles, Ibnu Khaldun, John Locke, dan J.J. Rousseau. Akan tetapi, penelitian mereka masih tercampur dengan disiplin ilmu lain, seperti, politik, psikologi, sejarah, dan sebagainya. Dengan demikian, lahirnya sosiologi sebagai ilmu gres dihitung semenjak Auguste Comte. Berikut ini merupakan tokoh sosiologi mulai dari Comte.
1. Auguste Comte (1789 - 1857)
Kata ”sosiologi” pertama kali diciptakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte, spesialis filsafat berkebangsaan Perancis. Comte-lah yang pertama kali memakai nama ”sosiologi”. Selain itu, Comte memberi donasi yang begitu penting terhadap sosiologi. Oleh lantaran itu, para hebat umumnya setuju untuk menjulukinya sebagai ”Bapak Sosiologi”. Comte sangat berjasa terhadap sosiologi. Beberapa donasi penting Comte terhadap sosiologi sebagai berikut.
a. Ia menyampaikan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis secara sistematik. Objek yang dikaji pun harus berupa fakta artinya bukan cita-cita atau prediksi. Jadi, harus objektif dan harus pula bermanfaat dan mengarah kepada kepastian dan kecermatan.
b. Ia menyampaikan pula bahwa sosiologi merupakan ratu ilmu-ilmu sosial, dan menempati peringkat teratas dalam hierarki ilmu-ilmu sosial.
c. Ia membagi sosiologi ke dalam dua bab besar, yaitu statika sosial yang mewakili stabilitas atau kemantapan, dan dinamika sosial yang mewakili perubahan.
d. Ia menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan sosiologi dalam bukunya Positive Philosophy yang dikenal dengan aturan kemajuan insan atau aturan tiga jenjang. Dalam menjelaskan tanda-tanda alam dan tanda-tanda sosial, insan akan melewati tiga jenjang berikut.
- Jenjang I (jenjang teologi): segala sesuatu dijelaskan dengan mengacu kepada hal-hal yang bersifat adikodrati.
- Jenjang II (jenjang metafisika): pada jenjang ini insan memahami sesuatu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan metafisik atau hal-hal yang abstrak.
- Jenjang III (jenjang positif): tanda-tanda alam dan sosial dijelaskan dengan mengacu kepada deskripsi ilmiah (jenjang ilmiah).
2. Karl Marx (1818 - 1883)
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang perintis sosiologi dan hebat filsafat. Karl Marx berbagi teori mengenai sosialisme yang kemudian dikenal dengan nama ”Marxisme”. Meskipun demikian, Marx merupakan seorang tokoh teori sosiologi yang populer juga. Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat insan merupakan sejarah usaha kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kerja dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kaum proletar dan kaum borjuis.
a. Kaum proletar adalah kelas yang terdiri atas orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal sehingga dieksploitasi untuk kepentingan kaum kapitalis.
b. Kaum borjuis(kaum kapitalis) ialah kelas yang terdiri atas orangorang yang menguasai alat-alat produksi dan modal. Menurut Marx, pada suatu ketika kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis. Mereka akan memperoleh kemenangan yang akan menyebabkan terhapusnya kontradiksi kelas sehingga masyarakat proletar akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.
3. Herbert Spencer (1820 - 1903)
Herbert Spencer, orang Inggris, pada tahun 1876 mengetengahkan sebuah teori wacana ”evolusi sosial”, yang sampai sekarang masih dianut walaupun di sana-sini ada perubahan. la menerapkan secara analog teori Darwin mengenai ”teori evolusi” terhadap masyarakat manusia. la yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri. Spencer membagi tiga aspek dalam proses evolusi, yaitu diferensiasi struktural, spesialisasi fungsional, dan integrasi yang meningkat. Lalu Spencer membagi stuktur-struktur, bagian-bagian, atau sistem-sistem yang timbul dalam evolusi masyarakat menjadi tiga.
a. Sistem pengatur, berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan dengan masyarakat lainnya dan mengatur hubungan-hubungan yang terjadi di antara anggotanya.
b. Sistem penopang, berfungsi untuk mencukupi keperluan-keperluan bagi ketahanan hidup anggota masyarakat.
c. Sistem pembagi, berfungsi untuk mengangkut barang-barang dari suatu sistem ke sistem lainnya.
Tahap-tahap dalam proses evolusi sosial dengan tipe-tipe masyarakat, dibagi oleh Spencer menjadi tiga bab sebagai berikut.
a. Tipe Masyarakat Primitif
Pada masyarakat primitif dikatakan bahwa belum ada diferensiasi dan spesialisasi fungsional. Pembagian kerja masih sedikit. Hubungan kekuasaan belum terperinci terlihat. Masyarakat dengan tipe ini sangat tergantung kepada lingkungan. Kerja sama sudah terjadi dengan impulsif dan didukung oleh kekerabatan kekeluargaan.
b. Tipe Masyarakat Militan
Pada masyarakat militan ini, heterogenitas sudah mulai meningkat lantaran bertambahnya jumlah penduduk atau lantaran penaklukan. Hal yang penting ialah koordinasi tugas-tugas yang dikhususkan, dilakukan dengan paksaan. Cara ini memerlukan sistem-sistem atau bagian-bagian yang sanggup mengatur dirinya sendiri. Kerja sama yang tidak sukarela ini dijamin keberlangsungannya oleh seorang pemimpin, kemudian oleh negara secara nasional. Pengendalian oleh negara terbatas pada produksi, distribusi, dan pada bidang-bidang kehidupan.
c. Tipe Masyarakat Industri
Pada masyarakat industri bercirikan suatu tingkat kompleksitas yang sangat tinggi, yang tidak lagi dikendalikan oleh kekuasaan negara. Sebagai penggantinya masyarakat mengendalikan diri sendiri, menyerupai hak memilih diri sendiri, kolaborasi sukarela, dan keseimbangan banyak sekali kepentingan. Kondisi ini menyebabkan individualisasi yang ditandai dengan berkurangnya campur tangan pemerintah daerah.
4. Emile Durkheim (1858 - 1917)
Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar sosiologi modern. Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa Perancis dan Jerman.
Contoh:
a. Memandang De Saint Simon sebagai orang yang meletakkan dasar metode positivisme, penggagas industrialisme, dan pembagian kerja, yang selanjutnya menjadi tema penting dalam karya Durkheim.
b. Memuji Auguste Comte atas penitikberatan pada sifat khas hal ihwal sosial dan kesatuan metode dalam banyak sekali ilmu.
c. Sependapat dengan Montesquieu bahwa gejala-gejala sosial merupakan jenis tersendiri, juga sependapat wacana morfologi sosial dan metode perbandingan.
d. Sependapat dengan Rousseau bahwa orang-orang memerlukan aturan kolektif bagi sikap mereka, yang mereka interaksikan dalam proses pendidikan.
Semua efek ini diolah dengan kreatif oleh Durkheim sehingga sumbangannya sangat mengesankan dan kuat besar terhadap perkembangan sosiologi kala ke-20. Durkheim dalam karya besarnya yang pertama, membahas persoalan pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat tidak menyebabkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas lantaran bagian-bagian dari masyarakat menjadi saling tergantung satu sama lain.
Ada dua tipe utama solidaritas berdasarkan Durkheim, yaitu solidaritas mekanis dan organis.
a. Solidaritas Mekanis
Tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Bisa dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana dan mempunyai struktur sosial yang bersifat segmenter. Struktur sosial terdiri atas segmensegmen yang homogen dan kurang menawarkan keterpaduan.
Dalam masyarakat ini, semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Apabila satu segmen hilang maka kehilangan ini boleh dikatakan tidak kuat terhadap keseluruhan struktur masyarakat.
b. Solidaritas Organis
Merupakan sistem terpadu dalam organisme yang didasarkan atas keragaman fungsi-fungsi demi kepentingan keseluruhan. Setiap organ mempunyai ciri-cirinya masing-masing yang tidak sanggup diambil alih oleh organ yang lain. Dalam masyarakat solidaritas organis terdapat saling ketergantungan yang besar sehingga mengharuskan adanya kerja sama.
5. Max Weber (1864 - 1920)
Max Weber beropini bahwa metode-metode yang dipakai dalam ilmu-ilmu alam tidak sanggup diterapkan begitu saja pada masalahmasalah yang dikaji dalam ilmu-ilmu sosial. Menurut beliau, lantaran para ilmuwan sosial mempelajari dunia sosial di mana mereka hidup, tentu ada hal-hal yang subjektif dalam penelitian mereka. Oleh lantaran itu, sosiologi seharusnya ”bebas - nilai” (value free), dihentikan terdapat bias yang mensugesti penelitian dan hasil-hasilnya. Ia menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial.
Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan insan dan tidak sanggup dilenyapkan dari kehidupan budaya. Manusia sanggup mengubah sarana, objek, asas-asas, atau pendukung-pendukungnya, tetapi tidak sanggup membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat paling aktual dalam politik dan dalam persaingan ekonomi.
Max Weber ialah seorang ilmuwan yang produktif dan berhasil menulis sejumlah buku. Salah satu bukunya yang populer ialah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Ia mengemukakan pendapatnya yang populer mengenai keterkaitan antara susila Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama Protestan. Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan hemat.
Keuntungan yang diperoleh melalui kerja keras ini tidak dipakai untuk berfoya-foya atau konsumsi berlebihan lantaran fatwa kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang bentuk kemewahan dan foyafoya.
Dampak positifnya, penganut agama Protestan menjadi makmur alasannya laba yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, tetapi ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, berdasarkan Weber, kapitalisme di Eropa Barat berkembang dengan baik.
1. Auguste Comte (1789 - 1857)
Kata ”sosiologi” pertama kali diciptakan pada tahun 1839 oleh Auguste Comte, spesialis filsafat berkebangsaan Perancis. Comte-lah yang pertama kali memakai nama ”sosiologi”. Selain itu, Comte memberi donasi yang begitu penting terhadap sosiologi. Oleh lantaran itu, para hebat umumnya setuju untuk menjulukinya sebagai ”Bapak Sosiologi”. Comte sangat berjasa terhadap sosiologi. Beberapa donasi penting Comte terhadap sosiologi sebagai berikut.
a. Ia menyampaikan bahwa ilmu sosiologi harus didasarkan pada pengamatan, perbandingan, eksperimen, dan metode historis secara sistematik. Objek yang dikaji pun harus berupa fakta artinya bukan cita-cita atau prediksi. Jadi, harus objektif dan harus pula bermanfaat dan mengarah kepada kepastian dan kecermatan.
b. Ia menyampaikan pula bahwa sosiologi merupakan ratu ilmu-ilmu sosial, dan menempati peringkat teratas dalam hierarki ilmu-ilmu sosial.
c. Ia membagi sosiologi ke dalam dua bab besar, yaitu statika sosial yang mewakili stabilitas atau kemantapan, dan dinamika sosial yang mewakili perubahan.
d. Ia menyumbangkan pemikiran yang mendorong perkembangan sosiologi dalam bukunya Positive Philosophy yang dikenal dengan aturan kemajuan insan atau aturan tiga jenjang. Dalam menjelaskan tanda-tanda alam dan tanda-tanda sosial, insan akan melewati tiga jenjang berikut.
- Jenjang I (jenjang teologi): segala sesuatu dijelaskan dengan mengacu kepada hal-hal yang bersifat adikodrati.
- Jenjang II (jenjang metafisika): pada jenjang ini insan memahami sesuatu dengan mengacu kepada kekuatan-kekuatan metafisik atau hal-hal yang abstrak.
- Jenjang III (jenjang positif): tanda-tanda alam dan sosial dijelaskan dengan mengacu kepada deskripsi ilmiah (jenjang ilmiah).
2. Karl Marx (1818 - 1883)
Karl Marx lebih dikenal sebagai tokoh sejarah ekonomi daripada seorang perintis sosiologi dan hebat filsafat. Karl Marx berbagi teori mengenai sosialisme yang kemudian dikenal dengan nama ”Marxisme”. Meskipun demikian, Marx merupakan seorang tokoh teori sosiologi yang populer juga. Sumbangan Marx bagi sosiologi terletak pada teorinya mengenai kelas. Marx berpandangan bahwa sejarah masyarakat insan merupakan sejarah usaha kelas. Menurut Marx, perkembangan pembagian kerja dalam ekonomi kapitalisme menumbuhkan dua kelas yang berbeda, yaitu kaum proletar dan kaum borjuis.
a. Kaum proletar adalah kelas yang terdiri atas orang-orang yang tidak mempunyai alat produksi dan modal sehingga dieksploitasi untuk kepentingan kaum kapitalis.
b. Kaum borjuis(kaum kapitalis) ialah kelas yang terdiri atas orangorang yang menguasai alat-alat produksi dan modal. Menurut Marx, pada suatu ketika kaum proletar akan menyadari kepentingan bersama mereka sehingga bersatu dan memberontak terhadap kaum kapitalis. Mereka akan memperoleh kemenangan yang akan menyebabkan terhapusnya kontradiksi kelas sehingga masyarakat proletar akan mendirikan masyarakat tanpa kelas.
3. Herbert Spencer (1820 - 1903)
Herbert Spencer, orang Inggris, pada tahun 1876 mengetengahkan sebuah teori wacana ”evolusi sosial”, yang sampai sekarang masih dianut walaupun di sana-sini ada perubahan. la menerapkan secara analog teori Darwin mengenai ”teori evolusi” terhadap masyarakat manusia. la yakin bahwa masyarakat mengalami evolusi dari masyarakat primitif ke masyarakat industri. Spencer membagi tiga aspek dalam proses evolusi, yaitu diferensiasi struktural, spesialisasi fungsional, dan integrasi yang meningkat. Lalu Spencer membagi stuktur-struktur, bagian-bagian, atau sistem-sistem yang timbul dalam evolusi masyarakat menjadi tiga.
a. Sistem pengatur, berfungsi untuk memelihara hubungan-hubungan dengan masyarakat lainnya dan mengatur hubungan-hubungan yang terjadi di antara anggotanya.
b. Sistem penopang, berfungsi untuk mencukupi keperluan-keperluan bagi ketahanan hidup anggota masyarakat.
c. Sistem pembagi, berfungsi untuk mengangkut barang-barang dari suatu sistem ke sistem lainnya.
Tahap-tahap dalam proses evolusi sosial dengan tipe-tipe masyarakat, dibagi oleh Spencer menjadi tiga bab sebagai berikut.
a. Tipe Masyarakat Primitif
Pada masyarakat primitif dikatakan bahwa belum ada diferensiasi dan spesialisasi fungsional. Pembagian kerja masih sedikit. Hubungan kekuasaan belum terperinci terlihat. Masyarakat dengan tipe ini sangat tergantung kepada lingkungan. Kerja sama sudah terjadi dengan impulsif dan didukung oleh kekerabatan kekeluargaan.
b. Tipe Masyarakat Militan
Pada masyarakat militan ini, heterogenitas sudah mulai meningkat lantaran bertambahnya jumlah penduduk atau lantaran penaklukan. Hal yang penting ialah koordinasi tugas-tugas yang dikhususkan, dilakukan dengan paksaan. Cara ini memerlukan sistem-sistem atau bagian-bagian yang sanggup mengatur dirinya sendiri. Kerja sama yang tidak sukarela ini dijamin keberlangsungannya oleh seorang pemimpin, kemudian oleh negara secara nasional. Pengendalian oleh negara terbatas pada produksi, distribusi, dan pada bidang-bidang kehidupan.
c. Tipe Masyarakat Industri
Pada masyarakat industri bercirikan suatu tingkat kompleksitas yang sangat tinggi, yang tidak lagi dikendalikan oleh kekuasaan negara. Sebagai penggantinya masyarakat mengendalikan diri sendiri, menyerupai hak memilih diri sendiri, kolaborasi sukarela, dan keseimbangan banyak sekali kepentingan. Kondisi ini menyebabkan individualisasi yang ditandai dengan berkurangnya campur tangan pemerintah daerah.
4. Emile Durkheim (1858 - 1917)
Durkheim merupakan salah seorang peletak dasar-dasar sosiologi modern. Durkheim terpengaruh oleh tradisi para pemikir bangsa Perancis dan Jerman.
Contoh:
a. Memandang De Saint Simon sebagai orang yang meletakkan dasar metode positivisme, penggagas industrialisme, dan pembagian kerja, yang selanjutnya menjadi tema penting dalam karya Durkheim.
b. Memuji Auguste Comte atas penitikberatan pada sifat khas hal ihwal sosial dan kesatuan metode dalam banyak sekali ilmu.
c. Sependapat dengan Montesquieu bahwa gejala-gejala sosial merupakan jenis tersendiri, juga sependapat wacana morfologi sosial dan metode perbandingan.
d. Sependapat dengan Rousseau bahwa orang-orang memerlukan aturan kolektif bagi sikap mereka, yang mereka interaksikan dalam proses pendidikan.
Semua efek ini diolah dengan kreatif oleh Durkheim sehingga sumbangannya sangat mengesankan dan kuat besar terhadap perkembangan sosiologi kala ke-20. Durkheim dalam karya besarnya yang pertama, membahas persoalan pembagian kerja yang berfungsi untuk meningkatkan solidaritas. Pembagian kerja yang berkembang pada masyarakat tidak menyebabkan disintegrasi masyarakat yang bersangkutan, tetapi justru meningkatkan solidaritas lantaran bagian-bagian dari masyarakat menjadi saling tergantung satu sama lain.
Ada dua tipe utama solidaritas berdasarkan Durkheim, yaitu solidaritas mekanis dan organis.
a. Solidaritas Mekanis
Tipe solidaritas yang didasarkan atas persamaan. Bisa dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana dan mempunyai struktur sosial yang bersifat segmenter. Struktur sosial terdiri atas segmensegmen yang homogen dan kurang menawarkan keterpaduan.
Dalam masyarakat ini, semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang sama. Apabila satu segmen hilang maka kehilangan ini boleh dikatakan tidak kuat terhadap keseluruhan struktur masyarakat.
b. Solidaritas Organis
Merupakan sistem terpadu dalam organisme yang didasarkan atas keragaman fungsi-fungsi demi kepentingan keseluruhan. Setiap organ mempunyai ciri-cirinya masing-masing yang tidak sanggup diambil alih oleh organ yang lain. Dalam masyarakat solidaritas organis terdapat saling ketergantungan yang besar sehingga mengharuskan adanya kerja sama.
5. Max Weber (1864 - 1920)
Max Weber beropini bahwa metode-metode yang dipakai dalam ilmu-ilmu alam tidak sanggup diterapkan begitu saja pada masalahmasalah yang dikaji dalam ilmu-ilmu sosial. Menurut beliau, lantaran para ilmuwan sosial mempelajari dunia sosial di mana mereka hidup, tentu ada hal-hal yang subjektif dalam penelitian mereka. Oleh lantaran itu, sosiologi seharusnya ”bebas - nilai” (value free), dihentikan terdapat bias yang mensugesti penelitian dan hasil-hasilnya. Ia menyebutkan bahwa sosiologi ialah ilmu yang berupaya memahami tindakan sosial.
Dalam analisis yang dilakukan Weber terhadap masyarakat, konflik menduduki tempat sentral. Konflik merupakan unsur dasar kehidupan insan dan tidak sanggup dilenyapkan dari kehidupan budaya. Manusia sanggup mengubah sarana, objek, asas-asas, atau pendukung-pendukungnya, tetapi tidak sanggup membuang konflik itu sendiri. Konflik terletak pada dasar integrasi sosial maupun perubahan sosial. Hal ini terlihat paling aktual dalam politik dan dalam persaingan ekonomi.
Max Weber ialah seorang ilmuwan yang produktif dan berhasil menulis sejumlah buku. Salah satu bukunya yang populer ialah The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism. Ia mengemukakan pendapatnya yang populer mengenai keterkaitan antara susila Protestan dengan munculnya kapitalisme di Eropa Barat. Menurut Weber, muncul dan berkembangnya kapitalisme berlangsung secara bersamaan dengan perkembangan sekte kalvinisme dalam agama Protestan. Ajaran kalvinisme mengharuskan umatnya bekerja keras, disiplin, hidup sederhana, dan hemat.
Keuntungan yang diperoleh melalui kerja keras ini tidak dipakai untuk berfoya-foya atau konsumsi berlebihan lantaran fatwa kalvinisme mewajibkan hidup sederhana dan melarang bentuk kemewahan dan foyafoya.
Dampak positifnya, penganut agama Protestan menjadi makmur alasannya laba yang diperoleh dari hasil usaha tidak dikonsumsi, tetapi ditanamkan kembali dalam usaha mereka. Melalui cara itulah, berdasarkan Weber, kapitalisme di Eropa Barat berkembang dengan baik.