Makalah Lengkap Imam Safi'i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya sanggup menuntaskan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini sanggup dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan saya semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya sanggup memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya sanggup lebih baik.
Makalah ini saya akui masih banyak kekurangan lantaran pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk menawarkan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Mojokerto, 2 Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
BAB II PEMBAHASAN 2
A. Mengenal Lebih Dekat Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i Rahimahullahu 2
a. Silsilah dan Kelahiran Imam Syafi’i 2
b. Sewaktu Imam Syafi’i dalam Kandungan 2
c. Pada hari Imam Syafi’i Lahir 3
d. Perjalanan Imam Syafi’i Dalam Menuntut Ilmu 3
e. Guru Imam Syafi’I 4
f. Kitab-Kitab Karangan Imam Syafi’i 5
g. Wafatnya Imam Syafi’i 5
B. Sejarah Munculnya Madzhab Syafi’i 5
C. Periode Fiqih Imam Syafi’i 6
a. Periode Pertama 6
b. Periode Kedua 6
c. Periode Ketiga 6
D. Cara-Cara Ijtihad Imam Syafi’i 7
E. Qaul Qadim dan Qaul Jadid 8
BAB II PENUTUP 10
A. Kesimpulan 10
B. Saran 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tarikh Tasyri’ merupakan salah satu kajian penting yang membahas sejarah legislasi pembentukan aturan syari’at Islam, asas tasyri’ dalam al Qur'an, penetapan dan sumber aturan pada Nabi, para sobat dan fuqaha dalam generasi pertama. Tumbuhnya embrio golongan politik dan pengaruhnya atas perkembangan aturan Islam masa berikutnya. Sehingga munculah istilah-istilah fiqh dan tokoh-tokoh mujtahid, serta pembaruan pemikiran aturan pada masa pasca kejumudan dan reaktualisasi aturan Islam di dunia Islam.
Oleh lantaran itu, untuk membuka jalan menuju destinasi serta mengetahui urgensinya, maka perlu sebuah kajian dan pembahasan dalam memahami fiqih Islam dengan bentuk kajian ilmiah sesuai dengan metodologi penyelidikan wacana definisi syari’at, fiqih, periodisasi perkembangan aturan Islam, sumber-sumber aturan Islam serta madzhab-madzhab fiqih. Namun dalam makalah ini akan lebih difokuskan terhadap pembahasan perkembangan tarikh tasyri’ pada masa Imam Syafi’i.
B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami makalah ini, kami mencoba merumuskan bebarapa topik atau duduk perkara seputar perkembangan tarikh tasyri’ pada masa Imam Syafi’i, yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Biografi Imam Syafi’i Rahimahullahu?
2. Bagaimanakah Sejarah Munculnya Madzhab Syafi’i?
3. Kapan Saja Periode Fiqih Imam Syafi’i?
4. Bagaimana Cara Ijtihad Imam Syafi’i?
5. Apa Saja Pendapat Imam Syafi’i Mengenai Qaul Qadim dan Qaul Jadid?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Mengenal Lebih Dekat Al Imam Muhammad bin Idris Asy Syafi’i Rahimahullahu
Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “sesungguhnya Allah telah mentakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan sunnah dan akan menyingkirkan pendusta terhadap Nabi Muhammad SAW. Kami beropini pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah mentakdirkan Imam Syafi’i.”
a. Silsilah dan Kelahiran Imam Syafi’i
Beliau berjulukan Muhammad bin Idris. Gelar dia bubuk abdillah. Orang Arab dalam menuliskan nama biasanya mendahulukan gelar dari nama sehingga nama dia yakni Abu Abdillah Muhammad bin Idris. Nasab dia bertemu dengan nasab Rasulullah SAW pada diri Abdu Manaf (suku Quraisy). Nasab dia dari ayahandanya ialah bin Idris bin Abbas bin Ustman bin Syafi’i bin Saib bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muthalib bin Abdu Manaf. Sedangkan dari ibunya ialah binti Fathimah binti Abdullah bin al Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib. Dari silsilah tersebut, jelaslah bahwa Imam Syafi’i masih keturunan dari Nabi Muhammad SAW.
Beliau dilahirkan di Gaza pada tahun 150 H dan wafat di Mesir pada tahun 204 H. Ibunya keturunan Yaman dari kabilah Azdi dan mempunyai jasa yang besar dalam mendidik beliau. Sedangkan ayahnya meninggal dunia dikala dia masih dalam buaian. Kemudian ibunya membawa dia ke Makkah supaya sanggup hidup bersama orang-orang Quraisy, bertemu dengan nasabnya yang tinggi.
Sejarah telah mencatat bahwa ada dua kejadian penting sekitar kelahiran Imam Syafi’i, yaitu:
b. Sewaktu Imam Syafi’i dalam Kandungan
Ibunya bermimpi bahwa sebuah bintang telah keluar dari perutnys dan terus naik membumbung tinggi, kemudian bintang itu pecah dan awut-awutan menerangi daerah-daerah sekelilingnya. Ahli mimpi menta’birkan bahwa ia akan melahirkan seorang putera yang ilmunya akan mencakup seluruh jagad.
c. Pada hari Imam Syafi’i Lahir
Ada dua orang ulama’ besar yang meninggal dunia, seorang di Baghdad yaitu Imam Abu Hanifah dan di Mekkah yaitu Imam Ibnu Juraij al Makky. Dengan insiden tersebut, orang-orang yang mahir dalam ilmu firasat meramalkan bahwa ini suatu mengambarkan bahwa anak yang lahir ini akan menggantikan yang meninggal dalam kemahiran dalam urusan pengetahuan.
d. Perjalanan Imam Syafi’i Dalam Menuntut Ilmu
Pusat ilmu pengetahuan pada masa itu yakni di Makkah, Madinah, Irak (Kuffah), Syam dan Mesir. Selama dia di Makkah, dia berkecimpung dalam menuntut ilmu pengetahuan khususnya yang bertalian dengan agama Islam sesuai dengan kebiasaan belum dewasa kaum Muslimin dikala itu. Imam Syafi’i berguru membaca al Qur’an kepada Ismail bin Qusthanthein dan dalam usia 9 tahun dia telah sanggup menghafal al Qu’an 30 juz.
Imam Syafi’i juga tertarik dengan syair-syair bahasa Arab klasik, sehingga sewaktu-waktu dia tiba ke kabilah-kabilah Badui di Padang Pasir, kabilah Hudzail, dan lain-lain. Terkadang dia tinggal usang di kabilah tersebut untuk mempelajari sastra Arab, sehingga kesudahannya Imam Syafi’i mahir dalam kesusastraan Arab kuno dan dia juga hafal syair dari Imrun al Qais, syair Zuheir dan Syair Djarir.
Beliau di kota Makkah berguru ilmu fiqih kepada Imam Muslim bin Khalid az Zanniy, seorang guru besar dan mufti di makkah pada masa itu. Dan dalam usia 10 tahun dia bisa menghafal kitab fiqih karangan Imam Maliki yaitu kitab al Muwatha’. Karena kepandaiannya, dalam usia 15 tahun dia diberi izin oleh gurunya tersebut untuk mengajar di Masjidil Haram wacana hukum-hukum yang bersangkutan dengan agama. Beliau juga berguru ilmu hadits kepada Imam Sufyan bin Uyainah.
Setelah dia menghafal kitab al Muwatha’, dia pergi ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik. Sambil berguru dengan Imam Malik, dia juga menyempatkan diri untuk pergi ke perkampungan untuk bertemu dengan penduduk dan juga pergi ke Makkah untuk bertemu dengan ibunya untuk meminta nasihat. Dengan berguru ilmu pengetahuan kepada Imam Malik, dia mendapat banyak kenalan dari ulama’-ulama’ yang tiba ke Madinah untuk berguru kepada Imam Malik.
Setalah 2 tahun di Madinah, Imam Syafi’i berangkat ke Irak (Kuffah dan Baghdad), dimana dia bermaksud untuk menemui ulama-’ulama’ mahir fiqih dan mahir hadits yang berada di Irak.
Sampai di Kuffah dia menemui ulama’-ulama’ sobat almarhum Imam Abu Hanifah, yaitu guru besar Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan dimana Imam Syafi’i sering bertukar fikiran dan diberi pengetahuan wacana agama oleh dia berdua. Dalam kesempatan ini, Imam Syafi’i sanggup mengetahui cara-cara atau pemikiran fiqih dalam madzhab Hanafi yang agak jauh bedanya dengan cara-cara atau pemikiran fiqih dalam madzhab Maliki. Imam Syafi’i dikala itu sanggup mendalami dan menganalisa cara-cara yang digunakan oleh kedua Imam itu.
Beliau tidak usang di Irak dikala itu dan terus mengembara ke Persi, Anadholi (Turki), dan ke Ramlah (Palestina) dimana diperjalanan dia banyak menjumpai ulama’ baik Tabi’in maupun Tabi’-tabi’in. Pada kesempatan ini dia mengetahui moral bangsa-bangsa selain bangsa Arab, hal ini nantinya membantu dia dalam membangun fatwanya dalam madzhab Syafi’i.
Sesudah 2 tahun mengembara, Imam Syafi’i kembali ke Madinah dan kembali kepada guru besarnya yaitu Imam Maliki. Imam Maliki bertambah kagum dengan ilmu Imam Syafi’i dan bahkan sudah ada mengambarkan dari Imam Maliki bahwa ilmu Imam Syafi’i sudah melebihi ilmunya. Imam Maliki memberi izin kepada Imam Syafi’i untuk memberi fatwa sendiri dalam ilmu fiqh, artinya tidak berfatwa atas dasar pemikiran Imam Maliki dan juga tidak atas dasar pemikiran Imam Hanafi, tetapi berfatwa atas dasar madzhab sendiri.
e. Guru Imam Syafi’i
Imam Syafi’i dari semenjak kecil memang mempunyai sifat “pecinta ilmu”. Maka lantaran itu bagaimana pun keadaannya, dia tidak segan menuntut ilmu pengetahuan kepada orang-orang yang dipandangnya mempunyai keahlian wacana ilmu yang sedang dituntutnya.
Di antara guru-guru dia yang populer dikala dia di Makkah, yaitu Imam Muslim bin Khalid, Imam Ibrahim bin Sa’id, dan Imam Sufyan bin Uyainah; dan dikala di Madinah, yaitu Imam Malik bin Anas. Beliau tidak hanya berguru kepada para ulama’ di kota Makkah dan Madinah, tetapi juga berguru kepada ulama di negeri lainnya.
Demikian banyaknya guru dari Imam Syafi’i yang mustahil disebutkan satu-persatu, bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih lanjut nama-nama ulama’ yang pernah menjadi guru beliau, cukuplah membaca kitab “Musnad Imam Asy Syafi’i”.
f. Kitab-Kitab Karangan Imam Syafi’i
Imam Syafi’i selain seorang yang mahir dalam ilmu pengetahuan, dia yakni seorang pengarang kitab-kitab yang sangat berkhasiat bagi dunia Islam. Adapun kitab-kitab karangan dia yang paling masyhur berdasarkan riwayat yang hingga kini masih tercatat yakni sebagai berikut:
a) Kitab Ar Risalah
Kitab ini khusus berisi ilmu Ushul Fiqh. Dalam kitab ini, Imam Syafi’i mengarang dengan terperinci wacana cara-cara beristimbath, mengambil hukum-hukum dari al Qur’an dan Sunnah dan cara-cara orang beristidlal dari Ijma’ dan Qiyas. Kitab ini diriwayatkan oleh Imam ar Rabi’ bin Sulaiman al Murady.
b) Kitab Al Umm
Kitab ini merupakan karya terbesar Imam Syafi’i. Isi kitab ini memperlihatkan kealiman dan kepandaian dia wacana ilmu fiqh, lantaran susunan kalimatnya yang tinggi dan indah, ibaratnya halus serta tahan uji jikalau dipergunakan untuk bertukar fikiran bagi para mahir fikir yang mahir fiqih. Tepatlah jikalau kitab ini dinamakan al Umm yaitu “ibu” bagi belum dewasa yang sebenarnya.
g. Wafatnya Imam Syafi’i
Imam Syafi’i wafat pada tahun 204 H dalam usia 54 tahun. Rabi’in bin Sulaiman (murid Imam Syafi’i) berkata, “Imam Syafi’i Rahimahullahu berpulang kerahmatullah setelah menunaikan ibadah shalat maghrib, petang Kamis malam Jumat, final bulan Rajab dan kami makamkan dia pada hari Jumat. Sorenya kami lihat hilal bulan Sya’ban 204”.
B. Sejarah Munculnya Madzhab Syafi’i
Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy Syafi’i setelah ilmunya tinggi dan fahamnya begitu dalam dan tajam serta mendapat izin dari gurunya yaitu Imam Maliki untuk memberi fatwa dalam fiqih sesuai dengan dasar madzhabnya sendiri, dia mulai berijtihad dalam menentukan aturan Islam terlepas dari fatwa-fatwa gurunya baik Imam Maliki maupun Imam Hambali.
Perlu diketahui bahwa Imam Syafi’i sebelum melawat ke Irak yakni termasuk salah seorang ulama’ pengikut madzhab Maliki lantaran dia banyak mendapat ilmu pengetahuan dari Imam Maliki. Beliau mengajarkan kitab al Muwatha’ karangan Imam Maliki kepada para ulama’ yang tiba berkunjung dari luar Madinah. Dan setelah dia melawat ke Irak, dia mengajarkan kitab al Ausath karangan Imam Hanafi serta mempelajari pemikiran madzhabnya.
Setelah dia melawat ke Irak, dia menemui beberapa insiden yang baru. Kemudian dia menyesuaikan pendapat-pendapatnya mengenai aturan dengan beberapa insiden gres tersebut. Setelah sekitar 2 tahun di Irak, dia melawat ke Mesir dan menetap disana, kemudian timbul pula daripadanya beberapa perubahan dari pendapat-pendapatnya yang usang dikala di Irak. Kemudiian dia menyesuaikan pendapatnya dengan beberapa insiden yang gres yang ada di Mesir.
Pada umumnya dikala Imam Syafi’i tiba ke Mesir, para penduduk di kala itu merupakan pengikut madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Kemudian setelah dia mengajarkan pendapatnya yang gres di masjid Amr bin Ash, maka mulai berkembanglah pemikiran madzhab dia di Mesir.
Jadi pada mulanya berkembangnya madzhab Syafi’i ialah di Mesir. Kemudian berkembang pula di Irak dan mendapat kemajuan di Baghdad.
C. Periode Fiqih Imam Syafi’i
a. Periode Pertama
Makkah yakni periode pertama Imam Syafi’i berkiprah dalam bidang fiqih. Setelah meninggalkan kota baghdad, dia tinggal di Makkah selama sembilan tahun. Di kota Makkah ini dia telah mencurahkan waktunya untuk terjun di dunia ilmu pengetahuan. Di sana ia benar-benar telah mendapat kematangan ilmunya dan bisa menghimpun banyak sekali hadits yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Karena itu, Imam Syafi’i sering menemukan kontradiksi antara hadits yang satu dengan yang lainnya dan dalam tataran mudah dia harus mengunggulkan satu pendapat di antara pendapat-pendapat lainnya. Pengunggulan pendapat tersebut bisa dilihat dari segi sanad hadits yang dijadikan sandarannya atau dari segi ketidakberlakuan sebuah dalil (nasikh mansukh).
Di Makkah Imam Syafi’i juga mendalami dalil-dalil al-Qur’an dan menghimpun berbagai hadits. upaya tersebut membuatnya tahu sejauh mana kedudukan hadits di sisi al-Qur’an kitab ar-Risalah yakni buah karya Imam Syafi’i selama periode makkah yang sengaja ia susun atas ajakan Abdurrahman al-Mahdi.
b. Periode Kedua
Imam Syafi’i tiba ke kota Baghdad pada tahun 195 H. Dia tinggal di sana selama kurang lebih tiga tahun. Pada masa ini Imam Syafi’i mulai mengeksplorasi banyak sekali pendapat mahir fiqih yang semasa dengannya, pendapat dari para sobat dan tabi’in. Di masa ini pula Imam Syafi’i mulai mengekspresikan pendapat-pendapatnya dengan berpijak pada ushulnya. Kemudian Imam Syafi’i menentukan pendapat yang lebih mendekati ushulnya.
c. Periode Ketiga
Imam Syafi’i menghabiskan periode ketiga ini setelah dia pindah ke Mesir pada tahun 199 H. Di sana dia menetap selama empat tahun, hingga wafat. Di sanalah Imam Syafi’i mengalami kematangan-kematangannya.
Mengenai sumber fiqihnya, Imam Syafi;i mempunyai lima sumber yang kesemuanya dituturkan dalam kitabnya al-Umm. Dia berkata “Ilmu mempunyai bebeerapa ingkatan: pertama, al-qur’an dan as-sunnah yang dianggap valid. Kedua, ijmak dan ini berlaku apabila yang sedang digali tidak ditemukan, baik di dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah. Ketiga, pendapat salah satu sobat lain yang menentangnya. Keempat, sesuatu yang telah disepakati oleh para sobat Nabi Saw. Kelima, Qiyas. Ketahuilah tidak ada sesuatu yang bisa dijadikan referensi, selama ada al-qur’an dan hadits.
D. Cara-Cara Ijtihad Imam Syafi’i
Seperti Imam Madzhab lainnya, Imam Syafi’i menentukan thuruq al-istinbath al-ahkam tersendiri. Adapun langkah-langkah ijtihadnya yakni sebagai berikut :
a. Dhahir-dhahir Al-Qur’an selama belum ada dalil yang menegaskan, bahwa yang dimaksud bukan dhahirnya.
b. Sunnatur Rasul
As-Syafi’i mempertahankan hadits minggu selama perawinya kepercayaan, kokoh ingatan dan bersambung sanadnya kepada Rasul. Beliau tidak mensyaratkan selain daripada itu. Lantaran itulah dia dipandang Pembela Hadits. Beliau menyamakan Sunnah yang shahih dengan Al-Qur’an.
c. Ijma’ berdasarkan pahamnya ialah : ” tidak diketahui ada perselisihan pada aturan yang dimaksudkan”. Beliau berpendapat, bahwa meyakini telah terjadi persesuaian paham segala ulama tidak mungkin.
d. Qiyas, dia menolak dasar istihsan dan dasar istishlah.
Metodologi ijtihad Imam Syafi’i tidak ada yang memakai logika kecuali terbatas pada Qiyas saja.
e. Istdlal.
As-Syafi’i sanggup memahamkan dengan baik fiqh ulam Hijaz dan fiqih ulama Iraq dan dia populer dalam medan munadharah sebagai seorang yang sukar dipatahkan hujjahnya.
E. Qaul Qadim dan Qaul Jadid
Ahmad Amin (II, t.th:231) menjelaskan bahwa ulama membagi pendapat as-syafi’i menjadi dua: qaul qadim dan qaul jadid. Qaul qadimadalah pendapat as-syafi’i yang dikemukakan dan di tulis di Irak. Sedangkanqaul jadid adalah pendapat imam as-syafi’i yang dikemukakan dan di tulis di Mesir.
Muhammad Sya’ban Ismail menyampaikan bahwa pada tahun 195 H, Imam Syafi’i tinggal di irak pada zaman pemerintahan al-Amin. Di Irak, ia berguru kepada ulama Irak dan banyak mengambil pendapat Ulama Irak yang termasuk ahlu ra’yi. Di antara ulama irak yang banyak mengambil pendapat Imam Syafi’i dan berhasil dipengaruhinya yakni Ahmad Ibn Hanbal, al-Karabisi, al-Za’farani, dan Abu Tsaur.
Setelah tinggal di Irak, as-Syafi’i melaksanakan perjalanan ke Mesir kemudian tinggal di sana . di Mesir, ia bertemu dengan (dan berguru kepada ) ulama Mesir yang pada umumnya sobat Imam Malik. Imam Malik yakni penurus fikih ulama Madinah yang dikenal sebagai mahir hadits . lantaran perjalanan intelektualnya itu, imam as-Syafi’i mengubah beberapa pendapatnya yang kemudian disebut qaul jadid. Dengan demikian, qaul qadim yakni pendapat imam as-syafi’i yang bercorak ra’yu. Sedangkan qaul jadid yakni pendapatnya yang bercorak hadits.
Sebab terbentuknya qaul qadim dan qaul jadid adalah lantaran imam Syafi’i mendengar (dan menemukan) hadits dan fiqih yang diriwayatkan ulama mesir yang tergolong ahlu hadits.ada yang menyampaikan bahwa pendapat imam Syafi’i yang didektekan dan ditulis di Irak disebut qaul qadim.
Para mahir berkesimpulan bahwa munculnya qaul jadid merupakan dampak dari perkembangan gres yang dialami oleh imam Syafi’i dari inovasi hadits, pandangan, dan kondisi sosial gres yang tidak ia temui selama ia tinggal di Irak dan di Hijaz . dan diantara pendapat qaul jadid ini dimuat di Kitab Al-Umm.
Contohnya, dalam duduk perkara tertib wudhu. Qaul qadim mengatakan orang yang wudhunya tidak tertib lantaran lupa yakni sah. Sedangkan qaul jadid mengatakan bahwa orang yang wudhunya tidak tertib, meskipun lantaran lupa adalah tidak sah. Contoh lain dalam duduk perkara tayamum. Qaul qadim mengatakan bahwa seseorang dibolehkan tayamum dengan pasir. Sedangkan qaul jadid mengatakan bahwa seseorang tidak dibolehkan tayamum dengan pasir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imam Syafi’i merupakan salah satu dari keempat imam madzhab yang termasyhur. Beliau yakni imam yang mempunyai karakteristik moral yang mulia dan mempunyai kecerdasan yang luar biasa sehingga banyak gelar dari para ulama lain untuknya.
Kiprah Imam Syafi’i yang cemerlang berakhir dengan wafatnya tetapi ilmunya takkan pernah habis dimakan waktu. Cinta insan terhadanya, ilmu dan karya-karyanya masih tetap memenuhi bumi hingga sekarang. Tidak satu pun dijumpai ulama besar kecuali berhutang kepada Imam Syafi’i.
B. Saran
Demikianlah yang sanggup penulis paparkan sedikit wacana biografi Imam Asy-Syafi’i. Setelah mengetahuinya, moga menjadikan ghirrah kepada kita sebagai Thalabul Ilmi untuk dijadikan contoh dalam hidup kita dalam mensejahterakan seluruh ummat Islam, terkhusus bagi kesejahteraan Negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Siradjuddin, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 1972).
Al-Fayyumi, Ibrahim, Muhammad, Imam Syafi’i Pelopor fikih dan Sastra, (Jakarta: Erlangga), 2009.
Khalil, Rasyad Hasan, Tarikh Tasyri’ (Sejarah Legislasi Hukum Islam), ( Jakarta: AMZAH, 2009).
Khalil, Munawar, Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1955).
Mubarok, Jaih, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam,(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2000).
Ash Shiddiqiey, Muhammad Hasbi Teungku, Pengantar Hukum Islam, (Semarang : PT. Pustaka Rizki Putra, 1997).
Jika Anda ingin format asli, silahkan download di link ini :)