Makalah Aturan Perorangan Lengkap
Hukum Perorangan
I. Pendahuluan
Hukum perdata ialah aturan yang mengatur relasi antar seseorang dengan orang lain. Bisa dikatakn aturan perdata mengatur antar satu individu dengan individu lain atau disebut dengan aturan privat. Tidak ada campur tangan pemerintah di dalam penyelesaian hukumnya. Berbeda dengan aturan pidana, yang mana yang terlibat didalam hukum adalah si pelaku (subyek hukum) dengan penyidik yang telah dibuat oleh pemerintah.
Menurut ilmu pengetahuan hukum, aturan perdata dibagi ke dalam 4 bagian, yaitu: (1) Hukum Perorangan; (2) Hukum Keluarga; (3) Hukum Harta Kekakyaan;dan (4) Hukum Waris.
Di dalam makalah ini kita akan membahas perihal salah satu bab dari aturan perdata yaitu Hukum Perorangan. Yang pertama akan dibahas oleh penyusun ialah, pengertian Hukum Perorangan. Kemudian penyusun akan membahas subyek aturan dan tempat tinggal atau domisili. Dan terakhir yang akan dibahas ialah catatan sipil.
II. Pengertian Hukum Perorangan
Istilah aturan Tentang orang berasal dari terjemahan kata Personenrecht (Belanda) atau Personal Law (Inggris). Pengertian aturan orang ialah peraturan perihal insan sebagai subyek hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak sendiri, melksanakan hak-haknya itu serta hal-hal yang menghipnotis kecakapan itu. Pengertian ini merujuk kepada aturan orang dari aspek ruang lingkupnya, yang mencakup subyek aturan , kecakapan aturan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. [1]
Hukum perorangan mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit,:
A. Hukum Perorangan dalam Arti luas:
1. Hukum Perorangan, ialah keseluruhan kaedah aturan yang mengatur kedudukan insan sebagai subjek aturan dan wewenang untuk memperoleh, memiliki, dan mempergunakan hak – hak dan kewajiban ke dalam kemudian lintas aturan serta kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak – haknya, juga hal – hal yang menghipnotis kedudukan subjek hukum.
2. Hukum Kekeluargaan, ialah aturan yang mengatur perihal relasi – relasi aturan yang timbul dari relasi kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan aturan kekayaan antara suami istri, hubungan antara orang renta dan anak, perwalian, dan curatele.
III. Subyek Hukum Perorangan
Istilah subyek aturan yang berasal dari terjemahan bahasa Belanda rechtsubject atau law of subject (inggris). Secara umum rechtsubject diartikan sebagai pendukung hak dan kewajiban yaitu insan dan tubuh hukum.[3]
Selain subyek aturan dikenal juga objek hukum, sebagai lawan dari objek hukum. Objek aturan ialah benda yang tidak mempunyai hak dan kewajiban dan mempunyai kegunaan bagi subyek aturan yang mana dijadikan pokok relasi aturan oleh subyek hukum. Yang menjadi objek aturan ialah benda atau barang [4].
Dalam aturan perdata yang menjadi benda atau barang mempunyai ketentuan yaitu: (1) Memiliki nilai uang yang efektif; (2) merupakan Satu kesatuan; (3) bisa dikuasai manusia. Obyek aturan dalam aturan perdata di bahas secara khusus dalam aturan benda. [5]
Subyek aturan mempunyai dua kategori, Yaitu subyek aturan dan Badan hukum:
A. Natuurilijke person yang di sebut orang dalam bentuk insan atau insan pribadi. [6]
Manusia berdasarkan pengertian aturan terdiri dari tiga pengertian:
1. Mens, yaitu insan dalam pengertian biologis yang mempunyai anggota tubuh,kepala, tangan, kaki dan sebagainya.
2. Persoon, yaitu insan dalam pengertian yuridis,baik sebagi individu/pribadi maupun sebagai makhluk yang melaksanakan relasi Hukum dalam masyarakat.
3. Rehts Subject (Subjek Hukum).yaitu insan dalam relasi dengan relasi aturan (rechts relatie), maka insan sebagai pendukung hak dan kewajiban. Pada azasnya manusia(naturlijk persoon) merupakan subjek aturan (pendukung hak dan kewajiban )sejak lahirnya hingga meninggal. Bahkan pasal 2 KUH Perdata mengatakan:
“ Anak ada dalam kandungan seorang wanita dianggap telah dilahirkan (menjadi subjek hukum) bila mana kepentingan sianak menghendakinya misal mengenai pewarisan dan jikalau sianak mati sewaktu dilahirkan dianggap sebagai tidak pernah ada.”[7]
Manusia pribadi atau Natuurlijke person sebagai subjek aturan mempunyai hak dan kewajiban menjalankan hak dan bisa menjalankan haknya dijamin oleh aturan yang berlaku. Manusia sebagai subjek aturan itu diatur secara luas pada buku I perihal orang (van personen) KUHPer, undang-undang kewarganegaraan , undang-undang orang aneh dan beberapa perundang-undangan lainnya.[8]
Menurut aturan modern, ibarat aturan yang berlaku kini di Indonesia, setiap insan diakui sebagai insan pribadi. Artinnya diakui sebagai orang atau person. Karena itu setiap insan diakui sebagai subjek aturan (rechspersonlijkheid) yaitu pendukung hak dan kewajiban. [9]
Setiap insan dengan mempunyai hak dan kewajiban itu sanggup bertindak sendiri untuk kepentingan-kepentingannya dan berkedudukan sebagai orang orisinil (Natuurlijke person). Dengan demikian setiap pribadi sebagai pemilik hak dan kewajiban sanggup bertingkah laris ibarat yang dikehendaki tetapi mempunyai jawaban hukum.[10]Walaupun sanggup berbuat sekehendak yang diinginkan dengan kewajiban menanggung jawaban hukum namun tidak semua orang sanggup diktakan sebagai orang yang cakap aturan untuk melaksanakan perbuatan aturan (rechtsbekwaamheid). Orang-orang yang berdasarkan Undang-Undang dinyatakan “tidak cakap” untuk melaksanakan perbuatan hukum:
a). Orang-orang yang belum desa yaitu orang yang belum mencpai umjur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan (pasal 1330 BW jo. Pasal 47 Undang-Undang No.1 Tahun 1974).;
b). orang yang telah remaja (berumur 21 tahun ke atas) tetapi berada di bawah pengawasan atau pengampuan (Curatele) ; dengan alasan :
1). Kurang atau tidak sehat ingatannya (orang-orang yang terganggu jiwannya);
2). Pemboros; dan
3), Kurang cerdas pikirannya dan segala alasannya ialah lainnya yang pada dasarnnya mengakibatkan yang bersangkutan tidak bisa untuk mengurus segala kepentingan sendiri (Pasal 1330 BW jo. Pasal 433 BW)[11]
Tujuan dinyatakannya orangorang tersebut tidak bisa melaksanakan perbuatan aturan ialah untuk melindungi mereka dari segala macam muslihat dalam hidup bermasyarakat yang mungkin akan merugikan mereka atas perbuatan mereka sendiri. [12]
Pada pasal 2 KUHPer menegaskan bahwa anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan, dianggap sbagai telah dilahirkan bila kepentingan si anak menghendakinnya, dan apabila si anak itu mati sewaktu dilahirkan, dianggap ia tidak pernah ada.
Secara riil berdasarkan KUHPer insan sebagai subjek aturan berlaku semenjak ia lahir dan berakhir dengan simpulan hidup , sehingga dikatakn bahwa selam insan hidup,maka ia menjadi insan pribadi. Pengecualian diadakan oleh pasal 2 KUHPer, yaitu:
a). Anak yang dalam kandungan dianggap telah lahir apabila kepentingan anak menghendaki.
b). Apabila anak meninggal pada ketika dilahirkan atau sebelumnya maka dianggap tidak pernah ada.
Adanya pasal 2 KUHPer mengatur secara fiksi terhadap anak dalam kandungan dianggap ada apabila kepentingan anak itu menghendaki, umpamanya apabila ada seorang yang mewariskan harta atau meninggalkan harta kepada si anak ang akan lahir itu, tetapi apabila anak itu tidak mempunyai kepentingan dianggap secara riil tidak ada, ibarat contohnnya seorang ibu sedang hamil pergi menonton bioskop atau naik bus tidaklah diminta untuk mebayar dua karci, lantaran kepentingan anak tidak ada terhadap tontonan atau bus itu.[13]
B. Badan Hukum merupakan kumpulan insan pribadi (Natuurlijke person) dan mungkin pula kumpulan dari tubuh aturan yang pengaturannya sesuai berdasarkan aturan yang berlaku.
Ada beberapa pandangan pendapat dan teori mengenai tubuh hukum, yaitu:
1. Teori fisik yang diajarkan oleh Fiedrich Carl von Savigny, C.W dan diikuti juga oleh Houwig, Opzomer (belanda) dan Salmond.[14] Menurut teori ini tubuh aturan itu semata-ata buatan negara saja. Badan aturan itu hanyalah fictie, yakni sesuatu yang bersama-sama tidak ada, tetapi orang yang menghidupkannya dalam bayangan sebagai subjek aturan yang sanggup melaksanakan perbuatan aturan ibarat manusia. Contohnya: Direktur atau pengurus dlam suatu perseroan terbatas atau koperasi. [15]
2. Teori Harta kekayaan Bertujuan (Doel vermogenstheorie) ini dianut oleh Brinz dan Van Heijden dari Belanda. Menurut teori ini hanya insan saja yang sanggup menjadi subjek aturan dan tubuh aturan untuk melayani kepentingan tertentu.[16] Namun, kata teori ini, ada kekayaan yang bukan merupakan kekayaan sesorang, tetapi kenyataan itu terikat pada tujuan tertentu. Kekayaan yang tidak ada yang mempunyainya dan terikat pada tujuan tertentu. Misalnnya: Yayasan, Badan perjuangan milik negara, Badan Usaha milik daerah.
3. Teori organ (Organnen Theory) dari Otto’van gierke inin dianut oleh Otto’van Gierke dan Z.E Polano. Menurut teori ini tubuh aturan bukNLh sesuatu yang fiksi tetapi merupakan makhluk yang sungguh-sungguh ada secara abnormal dari konstruksi yuridis. Misalnya: pada koperasi memilik alat perlengkapan organisasi ibarat RUPS, Pengurus dan lain-lain.
4. Teori Harta Karena Jabatan atau van het ambtelijk vermogen yang diajarkan oleh holder dan binder. Menurut teori ini tubuh aturan ialah suatu tubuh yang mempunyai harta benda yang bangkit sendiri. Yang dimilik oleh tubuh itu tetapi oleh pengurusnya dan lantaran jabatannya ia diserahkan kiprah untuk mengurus harta tersebut.
5. Teori Milik Bersama (Propriete Collectief Theory) yang diajarkan dan dianut oleh W.L P.A Molengraaf dan Marcel Planiol. Teori ini mengajarkan bahwa tubuh aturan pada hakikatnya ialah hak dan kewajiban seluruh anggota. Kekayaan tubuh aturan ialah kepunynyaan bersama-sama seluruh anggotanya. Makara orang-orang yang berhimpun tersebut menjadi satu kesatuan dan membentuk pribadi yang dinmakan tubuh hukum. [17]
Dengan demikian berdasarkan teori di atas untuk menjadi suatu badan hukum, badan/ organsasi/ perkumpulan harus memenuhi persyaratan antara lain:
1. Mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan anggota-anggotanya;
2. Di sahkan oleh yang berwenang;
3. Mempunyai tujuan.
Suatu pekumpulan sanggup dimintaka ratifikasi sebagai tubuh aturan dengan cara:
1. Didirikan dengan akte notaris;
2. Didaftarkan di kantor panitera pengadilan negeri setempat;
3. Dimintakan ratifikasi anggaran dasarnya kepada menteri Kehakiman; dan
4. Diumumkan dalam gosip negara.[18]
Syarat-syarat berdirinya tubuh aturan adalah:
1. Adanya Harta kekayaan yang terpisah;
2. Mempunyai tujuan tertentu;
3. Mempunyai kepentingan sendiri;
4. Ada organisasi yang teratur; dan
5. Perbuatan tubuh hukum.[19]
Pembagian tubuh aturan (rechtsperson) dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
1. Badan aturan public atau Publiek Rechtspersoon ialah badn huum yang didirikan berdasarkan aturan publik atau yang menyangkut kepentingan publik Badan aturan ini merupakan badan-badan negara dan mempunyai kekuasaan wilyah atau merupakan forum yang dibuat oleh yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional oleh pemrintah. Cthnya adalah: Negara Republik Indonesia, Pemerintah daerh tingkat I,II dan kecamatan yang dibuat berdasarkan Undang-undang No.5 tahun 1975, Bank Indonesia , dan perusahaan negara.
2. Badan aturan Sipil atau privat ialah tubuh aturan yag didirikan berdasarkan aturan sipil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang di dalam tubuh aturan itu. Contohnya: Perseroan terbatas atau disingkat PT, Koperasi, Partai politik, Yayasan, dan Badan amal wakaf dll. [20]
IV. Tempat Tinggal (DOMICILE)
Setiap orang dianggap mempunyai tempat tinggal atau domisili. Tempat tinggal sesorang ialah tept pada pokoknya berada/ berdiam. [21]Menurut Volmar, tempat tinggal merupakan tempat sesorang melaksanakan perbuatan hukum. Adapaun yang dimaksud dengan perbuatan aturan ialah perbuatan yang sanggup berakibat hukum. Contohnya: Jual-beli, sewa-menyewa, tukar-menukar, dan lain sebagainya. Tujuan dari penentuan domisli sendiri ialah untuk mempermudah para pihak dlam mengadakan relasi aturan dengan pihak lainnya.[22] Contohnya: apabila sesorang menikah maka domisili sangatlah penting, supaya beliau mengetahui dimana beliau harus menikah dan mengurusnya di pengadilan agama sesuai dengan domisilinya.
Macam-macam domisili sanggup dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
A. Tempat tinggal bersama-sama (Eigenlijke woonplaats)
Tempat tinggal bersama-sama ialah tempat melaksanakan perbuatan aturan pada umumnya. Tempat tinggal bersama-sama dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Tempat Tinggal Sukarela atau Mandiri (Vrijwillige, Onafhankelijke Woonplatts)
Tempat tinggal sukarela atau berdikari ialah tempat tinggal yang tidak bergantung oleh hubungannya dengan orang lain. Di dalam pasal 17 BW, menentukan bahwa setiap orang dianggap memeliki tempat tinggal pokok, yaitu tempat tinggal yang mempunyai relasi tertentu secara terus menerus dengan orng yang bersangkutan.
2. Tempat Tinggal Wajib atau Tempat Tinggal Menurut Hukum (Afhankelijke, Noodzakelijke of ontlendee Woodplaats)
Tempat tinggal wajib merupakan tempat tinggal yang tidak bergantung pada keadaan-keadaan orang yang bersangkutan, tetapi tergantung pada keadaan-keadaan orang lain. Dalam arti yuridis, tempat tinggal wajib terikat dekat dengan orang yang pertama disebut. Makara pengertian tempat tinggal wajib, ialah tempat tinggal yang ditentukan oleh relasi antara seseorang dengan orang lain. [23]
B. Tempat Tinggal yang dipilih (Gekozen Woonplaats)
Pada ketika kemudian lintas aturan ada dua orang yang mengadakan suatu perjanjian (perdagangan) dengan menentukan di kantor seorang notaris atau kantor Kepaniteraan Pengadilan Negeri, dlam hal demikian berarti mereka sanggup menetukan domisi pilihan lain.
Terdapat empat syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak dlam menentukan domisili pilihan, Yaitu:
1. Pilihan harus terjadi dengan perjanjian;
2. Perjanjian harus diadakan secara tertulis;
3. Pilihan hanya sanggup terjadi untuk satu atau lebih perbuatan aturan atau relasi aturan tertentu; dan
4. Untuk pilihan itu diharapkan adanya kepentingan yang wajar. [24]
4. Untuk pilihan itu diharapkan adanya kepentingan yang wajar. [24]
V. Catatan Sipil
Yang dimaksud dengan catatan sipil ialah suatu tubuh yang diusahakan oleh negara yang bertugas untuk membukukan selengkap-lengkapnya perihal keperibadian manusia, sehingga sanggup memberi kepastian terhadap segala kenyataan yang mempunyai kegunaan bagi pencatatan jiwa dari setiap orang. Misalnya pencatatan mengenai:
A. Perkawinan
B. Kelahiran
C. Pengakuan anak
D. Perceraian
E. Kematian
F. Dan sebagainya.[25]
Jenis-jenis catatan sipil berdasarkan keputusan menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 1983 perihal organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/ Kotamadya, disebutkan lima jenis sertifikat catatan sipil, yaitu:
A. Akta kelahiran, ialah sertifikat yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan adanya kelahiran. Akta kelahiran bermanfaat antara lain:
1. Memudahkan pembuktian dalam hal kewarisan;
2. Persyaratan untuk diterima di forum pendidikan; dan
3. Persyaratan bagi sesorang yang masuk sebagai pegawai pemerintahan.
B. Akta perkawinan , ialah sertifikat yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang, yang berkaitan dengan adanya perkawinan. Pejabat yang berwenang mengeluarkan sertifikat perkawinan adlah:
1. Kepala KUA bagi yang beragama islam; dan
2. Kepala Kantor Catatan Sipil bagi yang beragama non-islam.
C. Akta perceraian, ialah sertifikat yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dalam urusan perceraian sehabis adanya putusan dari pengadilan. Pejabat yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat perceraian bagi yang beragama Islam ialah Panitera bagi non islam ialah Kantor Catatan Sipil yaitu:
1. Ada penetapan perceraiandari pengadilan negeri yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap; dan
2. Harus ada kata perkawinan.
D. Akta akreditasi dan ratifikasi anak, sertifikat yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, yang berkaitan dengan akreditasi dan ratifikasi terhadapa anak luar kawin.
E. Akta kematian, ialah sertifikat yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang (kantor catatan sipil), yan berkaitan dengan meninggalnya seseorang. Akta simpulan hidup terbagai menjadi dua macam, yaitu:
1. Akta simpulan hidup Umum yaitu sertifikat simpulan hidup yang diterbitkan, dimana laporan simpulan hidup belum melewati 10 hari bagi WNI Asli dan bagi eropa tiga hari kerja.
2. Akta simpulan hidup Khusus yaitu sertifikat simpulan hidup yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, dimana laporan simpulan hidup oleh suami atau istri atau keluarga telah melewati waktu 10 hari.[26]
VI. Kesimpulan
Hukum Perorangan ialah peraturan insan sebagai subjek hukum, peraturan-peraturan prihal kecakapan untuk mempunyai hak dan kewajiban untuk bertindak.Hukum perorangan ini mengatur perihal keperibadian sesorang, domisili atau tempat tinggal, catatan sipil dan lain sebagainya.
Subyek aturan ialah pelaku yang mempunyai hak dan kewajiban. Subyek aturan terdiri atas dua, yaitu: (1)Manusia pribadi, yaitu orang yang mempunyai hak dan kewajiban dan bisa menjalankan haka dan kewajiban itu dan dijamin oleh aturan yag berlaku (2) Badan aturan yaitu kumpulan insan atau mungkin pula kumpulan dari tubuh aturan yang pengaturannya sesuai dengan aturan yang berlaku.
Tempat tinggal atau domisili ialah tempat seseorang melaksanakan perbuatan hukum. Domisili terbagi dua yaitu: (1) Tempat tinggal bersama-sama yaitu tempat melaksanakan perbuatan aturan pada umumnya. Tempat tinggal bersama-sama terbagi dua yaitu: (a) Tempat tinggal berdikari ya’ni tempat tinggal yang tidak bergantung oleh hubungannya dengan orang lain (b) tempat tinggal berdasarkan aturan ya’ni tempat tinggal yang bergantung pada keadaan orang yang bersnagkutan akan tetapi bergantung pada keadaan-keadaan orang lain. (2) Tempat tinggal yang dipilih yaitu tempat tinggal yang dipilih oleh dua pihak melalui seorang notaries atau kantor kepaniteraan pengadilan negeri yang mana mereka sanggup menentukan domisili pilihan lain.
Catatn sipil ialah suatu tubuh yang diusahakan oleh negara yang bertugas untuk membukukan selungkap-lengkapnya perihal keperibadian insan sehingga memperlihatkan kepastian terhadap segala kenyataan yang mempunyai kegunaan bagi pencatatan jiwa setiap orang.. 5 jenis catatan sipil sesuai keputusan menteri dalam negeri yaitu: (1) Akta klahiran (2) Akta perkawinan (3) sertifikat perceraian (4) Akta akreditasi dan Pengesahan Anak (5) Akta Kematian
Lihat Juga:
Djamali.R.Abdoel, Pengantar Hukum Indoesia, RajaGrafindo, Jakarta, 2006
Kansil.C.S.T, Modul Hukum Perdata (Termasuk asas-asas aturan perdata), Pradnya Paramitha, Jakarta, 2004
Tafal.B.Bastian, Pokok-Pokok Tata Hukum Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992
Tutik Triwulan Titik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2006
http://aktaonline.com/main/index.php?option=com_content&view=article&id=197%3Ahukum-perorangan-a-kekeluargaan-perdata-barat-1&Itemid=58
https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=hak-paten
[1] Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, Jakarta:Prestasi Pustaka:2006,
[2]http://aktaonline.com/main/index.php?option=com_content&view=article&id=197%3Ahukum-perorangan-a-kekeluargaan-perdata-barat-1&Itemid=58
[3] Titik Triwulan Tutik, Op.cit,
[4] C.S.T Kansil, Modul aturan perdata (Termasuk asas-asas aturan perdata), Jakarta:Pradnya Paramitha:2004
[5] Titik Triwulan Tutik, Op. Cit,
[6]C.S.T Kansil, Op.cit,
[7] https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=hak-paten
[8] C.S.T Kansil, Op.cit,
[9] Titik Triwulan Tutik,Op.cit,
[10] R. Abdoel Djamali, Pengantar aturan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo: 2006,
[11] Titik Triwulan Tutik, Op.cit,
[12] B. Bastian Tafal, Pokok-Pokok Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gramedia pustaka Utma: 1992,
[13] C.S.T Kansil, Op.cit,
[14] Ibid,
[15] . Titik Triwulan Tutik, Op.cit,
[16] C.S.T Kansil, Op.Cit.
[17]Titik triwulan Tutik, Op.cit,
[18] Ibid,
[19] Ibid, hal.
[20] C.S.T Kansil, Op.cit,
[21] B. Bastian Tafal, Op.cit,
[22] Titik Triwulan Tutik, Op.cit,
[23] Ibid, Hal. 57-58
[24] Ibid, Hal. 59
[25] C.S.T Kansil, Op.cit, Hal. 94
[26] Titik Triwulan Tutik, Op.cit, Hal. 63-69