Pengaruh Perubahan Sosial Terhadap Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG
Pendidikan dan perubahan sosial, keduanya saling bertautan satu dengan yang lain. Keduanya saling mempengaruhi, sehingga berdampak luas di masyarakat. Pendidikan ialah forum yang sanggup dijadikan sebagai biro pembaharu/perubahan sosial dan sekaligus memilih arah perubahan sosial yang disebut dengan pembangunan mesyarakat. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat setiap kalinya sanggup direncanakan dengan arah perubahan yang ingin dicapai. Namun perubahan sosial juga sanggup terjadi setiap ketika tanpa harus direncanakan terlebih dahulu disebabkan efek budaya dari luar.
            Pendidikan semenjak dulu hingga kini merupakan hal terpenting dalam hidup manusia. Pendidikan memperlihatkan kemajuan pemikiran umat manusia, sehingga taraf hidup mereka meningkat. Dalam perkembangannya dari zaman ke zaman pendidikan bermetamorfosis suatu sistem. Suatu sistem pendidikan yang tersusun secara sistematis diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 wacana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan melalui 3 jalur yaitu pendidikan formal, nonformal,dan informal. Ketiga jalur pendidikan ini satu sama lain saling berkait dan membutuhkan untuk melaksanakan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat kelak. Selain ketiga jalur tersebut belum dewasa Indonesia wajib menempuh pendidikan “wajib berguru 9 tahun”, sebagai acara pemerintah dalam meningkatkan SDM masyarakat Indonesia.
            Pendidikan mempengaruhi masyarakat yang pada akhirnya terjadi perubahan sosial. Perubahan sosial sebagai bentuk penemuan yang berkaiatan dengan seluruh aspek kehidupan insan yang bertujuan meningkatkan kemakmuran. Bermacam konsep perubahan sosial disodorkan para jago dalam menganalisis fenomena tersebut yaitu, konsep kemajuan sosial, konsep sosialistik, konsep perubahan siklus, teori sejarah, teori pertikularistik, toeri sosiologi serta sosiologi dan perubahan sosial.
            Di masa depan pendidikan dalam prespektif perubahan sosial banyak dikonsepkan oleh sebagian ahli, pendidikan ialah sebagai proses yang sanggup mengubah sikap individu dalam konteks teori perubahan sosial akan mempunyai dampak terjadinya perubahan baik pada tingkat individu sebagai biro maupun tingkat kelembagaan yang bisa mengubah struktur sosial yang ada di masyarakat. Diharapakn pendidikan dalam perubahan sosial sanggup menghasilakn generasi yang kritis serta solusif dalam menghadapi permasalahan sebagai potongan perubahan sosial masyarakat remaja ini dan selanjutnya.
          Pendidikan ada dan hidup di dalam masyarakat, maka keduanya mempunyai kekerabatan ketergantungan yang erat. Pendidikan mengabdi kepada masyarakat dan masyarakat menjadi semakin berkembang dan maju melalui pendidikan. Pendidikan ialah sebuah proses pematangan dan pendewasaan masyarakat. Maka lembaga-lembaga pendidikan harus memahami kiprahnya tidak sekadar menjual jasa tetapi mempunyai kiprah fundamental memformat Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul.
        Masyarakat ternyata tidak statis, tetapi dinamis, bahkan sangat dinamis. Pada masa kini ini masyarakat mengalami perubahan sosial yang sangat pesat. Isu postmodernisasi dan globalisasi bahwasanya ingin merangkum pemahaman suatu perubahan yang sangat cepat dan dahsyat. Modernisasi ialah proses perubahan masyarakat dan kebudayaannya dari hal-hal yang bersifat tradisional menuju modern. Globalisasi pada hakikatnya merupakan suatu kondisi meluasnya budaya yang seragam bagi seluruh masyarakat di dunia. Globaliasi muncul sebagai akhir adanya arus info dan komunikasi yang begitu cepat. Sebagai akibatnya, masyarakat dunia menjadi satu lingkungan yang seperti saling berdekatan dan menjadi satu sistem pergaulan dan budaya yang sama.
        Perubahan, kata Senge (1990) dalam Maliki (2010:276) merupakan sesuatu yang tidak bisa dielakkan, lantaran ia melekat, built in dalam proses pengembangan masyarakat. Kebutuhan untuk bisa survive dalam ketidakpastian dan perubahan menjadi tuntutan masa kini. Perubahan terjadi begitu cepat dan luas, termasuk mengubah dasar-dasar perkiraan dan paradigma memandang perubahan.
         Perubahan yang terjadi di masyarakat tentunya sangat kuat pada dunia pendidikan. Masalah-masalah sosial yang muncul di tengah masyarakat juga dialami dunia pendidikan. Sosiologi pendidikan memainkan kiprahnya untuk ikut memformat pendidikan yang bisa berkiprah secara kontekstual. Sistem, muatan, proses dan arah pendidikan perlu ditata ulang dan diatur secara khusus sehingga bisa menjawab sekaligus bermain di arena perubahan sosial tersebut.
B.     RUMUSAN MASALAH
       ini dibentuk untuk mengkritisi perubahan-perubahan sosial dan dampaknya bagi dunia pendidikan. Maka persoalan sanggup dirumuskan sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan Pendidikan?
2.      Apakah yang dimaksud dengan Perubahan Sosial?
3.      Apa sajakah konsep-konsep perubahan social?
4.      Bagaimana Eksistensi Pendidikan khususnya di Indonesia?
5.      Bagaimana efek perubahan sosial pada pendidikan, khususnya di    Indonesia?
C.      TUJUAN
1.      Untuk mengetahui wacana pengertian Pendidikan
2.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Perubahan Sosial
3.      Untuk mengetahui konsep-konsep perubahan sosial
4.      Untuk mengetahui Eksistensi Pendidikan khususnya di Indonesia
5.      Untuk mengetahui efek perubahan sosial pada pendidikan, khususnya di Indonesia?



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Pengertian Pendidikan
            Pendidikan ialah upaya yang sadar dilakuakan untuk meningkatkan kemampuan individu supaya sanggup memilih kehidupan secara mandiri. Definisi pendidikan sangat dipengaruhi oleh banyak sekali pola pikir dan paradigma yang dianut, lantaran dengan paradigma tersebut seseorang akan mengikuti teori dan menerapkan dalam kehidupan keseharian. Contohnya antara penganut paradigma “positivisme” dan “subjektivis”. Paradigma “positivisme” menyebarkan teori pendidikan behavioris yang menekankan bahwa sikap insan sanggup diatur dan dikendalikan dengan menberikan pelatihan. Paradigma “subjektivis” menyebarkan teori humanisnya supaya pere peserta didik sanggup menyebarkan dirinya sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
            Pendidikan dalam pengertian modern diartikan sebagai proses formal dan direncanakan dimana warisan kebudayaan dan norma-norma sebuah masyarakat ditransmisikan dari generasi ke generasi, dan melalui tranmisi warisan itu dikembangkan melalui penemuan ilmiah. Sedangkan pendidikan dalam pengertian konvesional dipahami dengan memperlihatkan meteri-materi kebudayaan dimaksudkan supaya pengetahuan anak wacana budaya insan bertambah, jikalau kegiatan tersebut dilanjutkan kepada perjuangan membentuk/membimbing kepribadian anak.
            Definisi pendidikan diartikan berdasarkan paham atau aliaran yang mereka anut. Analisis terhadap sistem pendidikan sanggup dilakuakn dari in-put, proses, out-put dan out-come. In-put sangat menetukan proses pendidikan, dan proses akan memilih out-put pendidikan. Out-come kuat terhadap perubahan sosial yang akan terjadi. Proses produksi pendidikan berbeda dengan proses produksi sustu perusahaan dalam bidang industri, lantaran pendidikan memerlukan waktu sangat panjang dan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor yang tidak sanggup segera terdeteksi secara dini, sehingga hasilnyapun sanggup dilihat di kemudian hari.
            Pendidkan mempunyai andil besar ndalam kehiduapan manusia, oleh lantaran itu berikut ini fungsi pendidikan yang berhungan dengan perbahan sosial di masyarakat, yaitu:
1) Fungsi pendidikan sebagai perubahan sosial.
            Pada fungsi ini pendidikan berperan sebagai pencetak penemu-penemu gres dengan hasil temuan mereka akan mempengaruhi kebudayaan masyarakat sehingga menimbulkan perubahan sosial yang cukup menyeluruh. Contohnya, penemuan komputer, rice cooker, pesawat terbang, televisi, listrik generator, diessel dan sebagainya.
2) Fungsi memindahkan nilai-nilai budaya (trasformasi kebudayaan).
            Pendidikan sanggup dirumuskan sebagai proses kegiatan yang direncanakan untuk memindahkan pengetahuan, sikap, nilai-nilai,serta kemampuan-kemapuan mental lainnya dari satu generasi ke generasi lebih muda, mirip proses interaksi guru dan murid di kelas dan sekolah ataupun di kelompok-kelompok warga berguru serta keluarga.
3) Fungsi menyebarkan dan memantapkan hubungan-hubungan sosial.
            Fungsi ini membentuk peserta didik lebih mengetahui, memahami dan mengerti kelompok-kelompok sosial yang ada di lingkungan sosial mereka. Dalam proses ini yang lebih berperan ialah pendidikan nonformal dan informal, tetapi pendidikan formal juga mempengaruhi sebagai wadah pengembangan secara akademis. Wajarlah kesempatan pendidikan terbuka lebar untuk mendudkung keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini berarti memperbaiki gambaran masyarakat dari lingkungan primitif menuju ke masyarakat yang modern dan berpandangan luas terhadap dunianya. Pendidikan membawa masyarakat ke arah perubahan yang menuju ke perbaikan.
1. Pendididkan sebagai suatu sistem
            Undang-Undang Republik Indonesia no. 20 tahun 2003 wacana
Sistem Pendidikan Nasional Pasal 11 ayat 1, yang menjelaskan bahwa pendidikan dilaksanakan melalui 3 jalur yaitu pendidikan formal, pendidikan nonformal,dan pendidikan informal dimana ketiga jalur tersebut saling melengkapi dan meperkaya. Pendidikan sebagai suatu sistem yang terorganisir dengan baik serta mempunyai proses tersendiri. Proses pendidikan ialah proses pemberian stimulasi pada seseorangs ecara di sengaja untuk mendorong terjadinya proses perkembangan manusiawi ke tingkat yang lebih baik. Arti perkembangan manusiawi tersebut yaitu perkembangan yang bersangkut paut dengan hakekat manusia.
            Sistem pendidikan di Indonesia terbagi atas tiga jalur dengan masing-masing jalur mempunyai sistem tersendiri, yaitu:
a). Pendidikan formal ialah satuan pendidikan yang diselenggarakan melalui sistem persekolahan yang mempunyai ciri-ciri antara lain terstruktur secara mapan, kurikulum diatur secara nasional, mempunyai jenjang yang mengikat, mempunyai aturan yang ketat dalam mekanisme penerimaan murid gres (rekrutmen warga belajar), mempunyai tata tertib yang ketat dalam proses belajarnya.
b). Pendidikan nonformal ialah forum pendidikan di luar sistem persekolahan merupakan jalur penyelenggaraan pendidikan yang berbeda dengan pendidikan persekolahan. Jalur penyelenggara pendidikan nonformal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Tidak terlalu ketat sistem pembelajaran, baik dari segi waktu, kurikulum, fasilitator, sumber berguru maupun tempat pembelajaran.
2.      Kurikulum diusahakan sanggup sesuai dengan kebutuhan balajar.
3.      Fasilitator dan sumber berguru diusahakan yang tersedia di lingkungan sekitar.
4.      Pengaturan waktu diubahsuaikan dengan waktu luang warga belajar.
5.      Tempat berguru diubahsuaikan tempat kedekatan warga belajar.

c). Pendidikan informal ialah pendidikan yang diselenggarakan oleh keluarga dan banyak sekali satuan yang ada di masyarakat sesuai dengan kebutuhan berguru masyarakat. Pendidikan informal mempunyai ciri lebih fleksibel dibanding jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Contohnya; pendidikan dalam keluarga sanggup menyelenggarakan pendidikan sendiri di dalam keluarganya sesuai kebutuhan berguru yang dirumuskan dalam keluarga tersebut berdasarkan filosofi dan pendangan hidupnya.
            Dari ketiga jalur pendidikan tersebut mempunyai perbedaan yang sangat mencolok dalam jalur pendidikan informal dengan kedua jalur lainnya terletak pada perancangan programnya.
a. Pendidikan Formal
            Pendidikan persekolahan sebagai satuan pendidikan formal dimulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi merupakan jenjang yang mengikat lantaran masing-masing jenjang di bawahnya merupakan persyaratan jejang selanjutnya. Yehudi cohen mengemukakan bahwa sekolah pada jaman kuno muncul sebagai instrumen politik untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Sekolah yaitu suatu institusi yang disediakan untuk pembelajaran dengan personil yang terspesilisasi, struktur fisik, yang permanen, peralatan khusus (di mana buku-buku teks merupakan potongan penting), sarana-sarana pembelajaran formal dan stereotip, sebuah kurikulum dan tujuan-tujuan khusus yang didefinisikan secara optimal (Difusi Inovasi; hal 98).
Jenjang pendidikan formal mirip berikut:
1. SD (Sekolah Dasar), syarat melanjutkan ke,
2. SLTP (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama), syarat melanjutkan ke,
3. SLTA (Sekolah Lanjutan Tingkat Atas), syarat melanjutkan ke,
4. Perguruan Tinggi, Akademi, Sekolah Tinggi dan sebaginya.
            Pendidikan formal mempunyai jenjang tertentu yang ketat dan mengikat. Oleh lantaran itu mereka harus lulus di setiap tingkatan supaya sanggup melanjutkan ke tingkat selanjutnya dan mengapai kesuksesan hidup bermasyarakat dalam banyak sekali perubahan sosial yang terjadi. Persyaratan tersebut merupakan keharussan bagi peserta didik di samping persyaratan lain yang lebih ketat sebagai aturan yang diterapkan dalam penyelenggaraan sistem persekolahan, hal ini ssangat berbeda dengan sistem pendidikan nonformal dimana tidak diberlakukan secara ketat.
            George Kneller menganggap bahwa munculnya sekolah mempunyai kaitan dengan kompleksitas organisasi sosial dan lembaga-lembaga sosial. Semakin meningkatnya kompleksitas masyarakat, tranmisi keterampilan dan pengetahuan secara spesilissasi dari generasi ke generasi yang tidak sanggup dipisahkan dari pendidikan tradisional, sehingga biro spesilisasi yang menjalankan fungsi-fungsi tersebut ialah guru.oleh lantaran itu sekolah disebut sebagai salah satu biro pembaharu (agent of change) pada perubahan sosial.
b. Pendidikan Nonformal
            Pendidikan nonformal berdasarkan Coombs (1973) ialah kegiatan pendidikan yang terorgasir di luar sistem pendidikan persekolahan baik yang dilaksanakan secara serempak atau terpisah untuk melayani tujuan dan kebutuhan berguru peserta didik. Dalam UU RI no. 20 tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) pasal 1 ayat 12, dijelaskan bahwa pendididkan nonformal ialah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang sanggup dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 26 ayat 1 bahwa penyelenggaraan pendidikan nonformal berfungsi sebagai pengganti, penambahdan atau pemanis pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Berikut ini klarifikasi dari pasal 26 ayat 1, yaitu:
1) Pengganti mempunyai makna bahwa seseorang yang tidak sanggup menempuh pendidikan formal lantaran banyak sekali hal sanggup menempuh jalur pendidikan nonformal dan akan memperoleh penghargaan yang sama dengan pendidikan formal sesudah dilakukan evaluasi sesuai dengan atuaran yang mengacu pada standar nasional pendidikan (Pasal 26:6 Sisdiknas).
2) Pelengkap mempunyai makna bahwa pendidikan sepanjang hayat berlaku kepada setiap warga negara, untuk selalu melengkapi pendidikan nonformal sebelumnya.
3) Penambah bermakna seseorang yang sudah memperoleh pendidikan tertentu sanggup menmbah pendidikan dengan banyak sekali jenis yang ada dalam jalur pendidikan nonformal.
4) Pengganti bermakna pendidikan tersebut menggantikan acara pendidikan formal pada jenjang tertentu yang tidak sanggup diselesasikan oleh peserta didik kkarena banyak sekali hal.bentuk sajian acara untuk pserta didik yaitu:
a. Program paket A (setara dengan pendidikan sekolah dasar).
b. Program paket B (setara dengan pendididkan SLTP).
c. Program paket C (setara dengan pendidikan SLTA).
            Satuan pendididkan nonformal terdiri atas kursus, forum pelatihan, pusat kegiatan berguru masyarakat, kelompok belajar, majelis taklim dan sebagainya. Selain itu pendidikan nonformal juga mempunyai banyak sekali jenis kegiatan untuk warga berguru seperti, pendidikan anak terlantar, pendidikan tuna warga, pendidikan perempuan tuna susila, penyuluhan remaja, pendidikan khusus korban narkotik, pendidikan khusus dalam penjara, dan sebagainya.oleh lantaran itu pendidikan nonformal berfungsi menyebarkan potensi peserta didik dengan menekankan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional sebagai bekal kehidupan mereka kelak dan bisa serta siap menghadapi perubahan-perubahan sosial yang terjadi sebagai akhir dari fenomena-fenomena yang mereka lakukan dan terjadi tanpa perencanaan dahulu.
Tipe ideal pendidikan formal dan nonformal.
a. Tujuan
1.      Umum dan jangka panjang 1. Spesifik dan jangka pendek
2.      Credential-based 2. Non Credential-based
b. waktu
1.      Putaran waktu yang panjang 1. Putaran waktu yang pendek
2.      Waktu penyiapan 2. Waktu pengulangan
3.      Penuh waktu 3. Paroh waktu
c. Isi (content)
1.      Masukan terstandar dan terpusat 1. Keluaran terpusat dan individual
2.      Bersifat akademik 2. Bersifat praktis
3.      Peserta ditentukan oleh persyaratan penerimaan 3. Persyaratan penerimaan ditentukan oleh peserta
d. Sistem penyampaian
1.      Berdasarkan forum 1. Berdasarkan lingkungan
2.      Terisolasi 2. Berhubungan dengan masyarakat
3.      Diatur secara ketat 3. Diatur secara elastis
4.      Berorientasi pada guru 4. Berorientasi pada peserta
5.      Narasumber terproggram secara intensif 5. Narasumber berbeda di masyarakat
e. Kontrol
1.      Terkontrol secara eksternal 1. Terkontrol secara mandiri
2.      Dikontrol secara hierarkis 2. Dikontrol secara demokratis

c. Pendidikan Informal
            Dalam UU RI No. 20 Th 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 13 dikemukakan bahwa Pendidikan Informal ialah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Sedangkan pada pasal 27 ayat 1 dijelaskan bahwa pendidikan informal ialah pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan berguru secara mandiri. Menurut Coombs (1973) pendidikan informal dikatakan sebagai suatu proses sepanjang hayat (life long process) bagi individu yang terkait dengan persoalan pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan yang diperoleh dalam pengalaman hidup sehari-hari yang bersumber dari lingkungan, baik dari keluarga atau tetangga, tempat bekerja, tempat bermain, pasar, perpustakaan maupun dari media massa. Kaprikornus pendidikan informal ialah proses pendidikan yang diselenggarakan dalam keluarga atau pendidikan yang terselenggara di dalam lingkungan masyarakat baik disengaja dalam proses berguru atau berjalan dalam proses alami tanpa disengaja untuk belajar.
            Karakteristik pendidikan informal antara lain tidak terancang, tidak terorganisir, tujuan tidak dinyatakan secara eksplisit namun proses pendidikan tetap berjalan sesuai dengan pola budaya dan falsafah hidup yang dianut dalam keluarga maupun dalam lingkungan masyarakat tempat mereka berada.
Pendidikan informal berbeda dengan pendidikan formal dan nonformal dilihat dari aspek tujuan, isi, waktu penyelenggaraan, sistem penyelenggaraan, dan sistem pengawasannya. Dari sudut tujuan, pendidikan informal tidak secara eksplisit tujuan disampaikan kepada warga berguru namun tersirat bahwa tujuan pendidikan memang dicanangkan secara komprehensif pada ketika unit keluarga ingin membentuk norma keluarga. Dari sudut isi (content) atau materi materi ajar, pendidikan informal mempunyai contoh normatif yang dikembangkan dari falsafah hidup keluarga yang umumnya berisi pola-pola budaya, nilai hidup yang ingin disampaikan kepada belum dewasa mereka sebagai peserta didiknya.disamping itu juga terdapat materi pembelajaran yang bersifat mudah sebagai bekal hidup sesudah dewasa. Dari sudut waktu penyelenggaraan, pendidikan informal sangat fleksibel dan tidak terikat oleh waktu.
            Dari sudut sistem penyelenggaraan, pendidikan informal terealisasi tanpa sistem, lantaran komponen sistem tidak secara eksplisit dinyatakan dalam bentuk komponen sistem, contohnya seorang fasilitator dalam proses pembelajaran pendidikan informal tidak terdapat kualifikasi secara terang sebagai seorang fasilitator. Sedangkan dari segi sistem pengawasan, pendidikan informal tidak mempunyai forum yang bertanggung jawab atas terselenggaranya proses pendidikan tersebut. Pengawasan pendidikan dalam keluarga sangat tergantung pada tingkat keketatan atau kedisiplinan dalam keluarga tersebut.
2. Wajib Belajar 9 Tahun
a. Pengertian Pendidikan Dasar 9 Tahun
            Yang dimaksud dengan pendidikan dasar berdasarkan UU no. 2/89 ialah pendidikan yang lamanya 9 tahun, yang diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat. Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tujuan pendidikan nasional ialah mencerdaskan kehidupan bangsa.
            Tujuan tersebut dioperasionalkan dalam GBHN setiap lima tahun sekali dan rumusannya antara lain sebagai berikut: tujuan pendidikan ialah untuk meningkatkan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan dan harapan tanah air supaya sanggup menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang sanggup membangun dirinya sendiri. Sedangkan dalam UU RI no. 20/2003 tujuan pendidikan dalam perkembangannya ialah untuk menyebarkan potensi peserta didik supaya menjadi insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
            Untuk mengatur pelaksanaan pendidikan supaya sanggup tercapai tujuan pendidikan tersebut telah dikeluarkan UU RI no.20/2003 dan perangkat peraturannya yaitu Keppres no. 3 Th 2003, wacana Tunjangan Tenaga Kependidikan, Keputusan Mendiknas no. 007/U/2003 wacana Sistem dan Mekanisme Perencanaan Tahunan Depdiknas, Keputusan Mendiknas no. 034/U/2003 wacana Guru Bantu, Keputusan Mendiknas no. 11/U/2002 wacana Penghapusan Ebtanas SD, SDLB, SLBTD, dan MI, Keputusan Mendiknas no. 012/U/2002 wacana Sistem Penilaian di SD, SDLB, SLBTD, dan MIN, Keputusan Mendiknas no. 044/U/2002 wacana Dewan Pendidikan dan Komite Pendidikan dan Keputusan Mendiknas no. 125/U/2002 wacana Kalender Pendidikan dan Jumlah Jam Belajar Efektif Sekolah.
            Betapa penting arti pendidikan dasar bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang sedang membangun bangsanya. Pelaksanaan pendidikan dasar berdasarkan UU RI no. 20/2003 dan peraturan pemerintah yang menyertainya mengharuskan masyarakat untuk terus meningkatkan berguru supaya sanggup memperoleh banyak info wacana pembangunan masyarakat yang sedang berlangsung dan memperoleh info dari dunia luar, mengetahui wacana ancaman yang bakal menimpa dirinya dan banyak hal yang menyangkut kehidupan dalam masyarakat.
b. Kekuatan Pendidikan Dasar
            Untuk melihat betapa pentingnya pendidikan dasar sebagaimana diuraikan oleh UNESCO akan diuraikan beberapa butir yang terkait secara pribadi terhadap kesejahteraan insan dalam berbangsa dan bernegara. Butir tersebut ialah sebagai berikut:
1). Pertumbuhan Ekonomi (Ekonomic Growth)
Negara yang mempunyai tingkt pendidikan dasar yang lebih tinggi cenderung lebih baik dari negara yang mempunyai tingkat pendidikan dasar yang rendah.
2). Produktivitas Pertanian (Agricultuzal Productivity)
Pengaruh pendidikan dasar dalam bentuk persekolahan hingga dengan kelas empat sanggup dengan sendirinya meningkatkan tingkat produktivitas pendidikan pertanian, dan peningkatan teknologi pertanian di negara berkembang mencapai 8 hingga 10 persen.
3). Kematian Bayi (Infant Mortality)
Pendidikan dasar sanggup menurunkan tingkat ajal bayi. Studi di banyak sekali negara memperlihatkan bahwa para ibu mempunyai tingkat pendidikan dasar yang memadai sanggup memperoleh pengetahuan wacana gizi, pemeliharaan kesehatan, sehingga sanggup memelihara kesehatan bayinya. Disinilah peranan ibu-ibu untuk sanggup menurunkan tingkat ajal bayi.
4). Pertumbuhan Pendudukan (Population Growth)
Pendidikan dasar sanggup menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk. Studi di berbgai negara memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat di suatu negara maka semakin rendh tingkat pertumbuhan penduduknya. Hal ini disebabkan lantaran tumbuhnya kesadaran masyarakat terhadap perann keluarga berencana, sehingga dengan sendirinya sanggup menurunkan angka kelahiran.
            Berdasarkan uraian di atas sanggup dikemukakan di sini bahwa pendidikan dasar mempunyai potensi untuk dikembangkan dalam rangka mensukseskan pembangunn bangsa. Oleh lantaran itu wajarlah kalu setiap negara membuat undang-undang wacana wajib belajar. Demikian pula di Indonesia sesudah melihat keberhasilan melaksanakan wajib berguru usia sekolah dasr, sudah saatnya perlu peningktan wajib berguru bagi usia SLTP (13-16 tahun).
c. Wajib Belajar 9 tahun
            Sebagaimana telah dijelaskan dalam undang-undang no2/89 bahwa pendidikan dasar diselenggarakan untuk menyebarkan sikap kemampuan serta memperlihatkan pengetahuan dan ketrampilan dasar yang dibutuhkan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Selanjutnya di dalam klarifikasi undang-undang tersebut yang dimaksud dengan pendidikan dasar ialah pendidikan yang lamanya 9 tahun, diselenggarakan selama 6 tahun di sekolah dasar dan 3 tahun di SLTP atau satuan pendidikan yang sederajat.
d. Program Pendidikan Nonformal dalam Wajib Belajar 9 tahun.
            Pendidikan nonformal sanggup berfungsi menambah dan melengkapi pendidikan yang tidak sanggup diselenggarakan oleh jalur pendidikan sekolah. Disamping itu pendidikan nonformal mempunyai keluasaan jauh lebih besar daripada pendidikan sekolah, untuk secara cepat diubahsuaikan dengan kebutuhan masyarakat yng senantiasa berubah. Konsep pendidikan nonformal yang lain yang menekan pada program-program berdasarkan kelompok target kegiatan dan ada yang menekankan pada kegiatan program. Program pendidikan nonformal ada yang ditekankan pada acara berdasarkan kebutuhan, baik kebutuhan dasar untuk hidup dan kebutuhan berguru masyarakat. Oleh lantaran itu sanggup dikatakan pendidikan ninformal sanggup memerankan diri baik sebagai pengganti, pengisi maupun penambah pendidikan yang dilaksanakan oleh pendidikan sekolah dalam rangka memenuhi wajib berguru 9 tahun.
B.     Perubahan Sosial
         Perubahan sosial ialah proses yang meliputi bentuk keseluruhan aspek kehidupan masyarakat. Menurut pengamatan, perubahan sosial telah menjadi titik kajian bermacam-macam ilmu yang sifatnya lintas disiplin. Perubahan sosial ialah persoalan teori-teori sosial yang digunakan untuk menerangi fenomena perubahan sosial secara sepihak. Dalam banyak hal, ternyata teori, substansi dan metodologi tidak bisa terpisah menjadi suatu sistem berpikir untuk memahami fenomena perubahan sosial yang lengkap.
        Perubahan sosial menggambarkan suatu proses perkembangan masyarakat. Pada satu sisi perubahan sosial memperlihatkan suatu ciri perkembangan atau kemajuan (progress) tetapi pada sisi yang lain sanggup pula berbentuk suatu kemunduran (regress). Perubahan sosial sanggup terjadi oleh lantaran suatu lantaran yang bersifat alamiah dan suatu lantaran yang direncanakan. Perubahan sosial yang bersifat alamiah ialah suatu perubahan yang bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri. Sedangkan perubahan sosial yang direncanakan ialah perubahan yang terjadi lantaran adanya suatu acara yang direncanakan, seringkali berbentuk intervensi, yang bersumber baik dari dalam ataupun dari luar suatu masyarakat. Perubahan yang direncanakan yang tiba dari dalam masyarakat yang bersangkutan, seringkali merupakan acara perubahan yang dibentuk oleh sekelompok anggota masyarakat tertentu, biasanya para elite masyarakat, yang ditujukan bagi kelompok-kelompok masyarakat lainnya.
           Gejala perubahan sosial yang masih relevan dalam tatanan kehidupan masa kini ialah tanda-tanda modernisasi yang dicanangkan dunia Barat untuk memperbaiki perekonomian masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga. Dampak modernisasi sangat luas, baik yang dianggap positif maupun negatif oleh kalangan masyarakat di negara-negara Dunia Ketiga, baik yang berkaitan dangan persoalan ekonomi, sosial, politik, budaya dan ilmu pengetahuan. Modernisasi sebagai fenomena perubahan menerima respon yang beragam, bahkan dikritisi sebagai westernisasi. Bagaimanapun sebuah masyarakat bukanlah 'bejana' kosong yang begitu saja mendapatkan hal-hal yang berasal dari luar, tetapi ia mempunyai mekanisme tertentu melalui norma-norma dan nilai-nilai tradisi (budaya) dalam menangani dan menanggapi perubahan yang terjadi.
            Dalam kaitannya dengan hal ini ialah kiprah para biro perubahan (pemerintah dan lembaga-lembaga masyarakat) yang bisa mengantisipasi banyak sekali perkembangan masyarakat sehingga bisa mengarahkan masyarakat untuk berubah ke arah yang lebih baik.

C.      Macam-macam Konsep Perubahan Sosial
1. Konsep Kemajuan Sosial
            Reformasi pada masa ke 16 menghasilakan perubahan di bidang religi dan organisasi yang menimbulkan banyak perubhan. Condorent memperlihatkan gambaran bahwa masyarakat sanggup meningkatkan kekerabatan sosial dan menyebarkan teknologi, walaupun pihak kerajaan berusaha menentangnya. Dia beropini bahwa pada masa ke 18 perubhan memang diinginkan, sedangkan pada masa 19 perubhan selain diinginkan juga tidak teratur. Hal ini merupkan hasil pemikiran intelektulisme Perancis dan Inggris. Pada masa 18 Condorent memperlihatkan gambaran bahwa masyarakat sanggup meningkatkan interaksi sosial mirip menyebarkan teknologi. Sedangkan p[ada masa ke 19 perubahan berdasrkan perkiraan yang dikemukakan oleh Saint Simon dengan gagasan sosialis dan mengalami modifikasi dan diterjemahkan dengan tindakan sesudah revolusi Rusia.
            Gagasan kemajuan sosial, menimbulkan keretakan yang tajam dengan pemikiran sosialis yang banyk dianut pada pertengahan masa ke 19 yang dikenal sebgai penemuan ideologi. Hali tersebut terkit dengan gagasan tradisional yang dipropagandakan pihak gereja bahwa kehidupn di dunia ialah penderitaan sesudah mendapatkan hukumn Tuhan diturunkan dari surga. Sedangkan gagasan kemajuan sosial berbeda bahwa kehidupan insan ditemukn oleh insan sendiri. Manusia membentuk masyarakat dan berusaha memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Gagasan kemjun menyangkut banyk spek, mirip planning politik dan kehidupan yang lebih baik.
a. Evolusionisme
            Gagasan memungkinkan masyarakat untuk berkembang melalui upaya yang hati-hati dalam satu bentuk atau yang lain dan meliputi berbgi segmen masyarakat mirip yang kita temukan ketika ini. Hal ini merupakan basis ideoloi pada banyak sekali upaya reformasi sosial, aturan dan lainnya. Comte sebagai “bapak” sosiologi melengkapi konsep kemajuan sosial bahwa setiap masyarakat harus berkembang dari tahap teologi hingga tahap ilmiah. Pada tahap akhir, yakni tahap ilmih, kontrol rasional pada insan menjadi mungkin. Masyarakat barat sesudah mengenal sosiologi sanggup mencapai tingkat pemikiran ilmiah, sehingga sanggup menyusun sistem pengembangan kehidupan sosial. Banyak teori evolusi sosial yang sangat berlawanan telah dikembangkan yang masing-masing memberi dasar pemikiran yang memuaskan mengenai perubhan yang menarik bagi penggagas teorinya.
b. Neo Evolusionisme
            Ide wacana perubahan sosial sebagai sesuatu yang normal dan tidak sanggup dielakkan perubahan dari jelek ke baik dan dari baik ke lebih baik merupakan warisan intelektual yang tak sanggup dihilangkan oleh jago sosiologi modern. Lester F. Ward memadukan positivisme Comte dengan Darwinisme dan kepercayaan tradisional Amerika pada laba sosial pendidikan sekolah luar negeri untuk menghasilkan konsep kemajun sosial. Ward percya bahwa aplikasi ilmu pengetahuan terjadi melalui tingkah laku yang rasional pada anggota masyarakat, sehingga beliau dianggap sebagai bapak teori pendidikan. Ward ialah satu-satunya jago sosiologi Amerika yang populer membuat konsep evolusioner sebagai perhatian utamanya. Perubahan sosial di Inggris diberi sentuhan para ilmuan sosial pada masa ke 20 dengan tokoh-tokohnya Graham Wallas, Leonard Hobhouse dan Morris Ginsburg. Mereka percaya bahwa perubahan sosial tidak dpat terelakkan dan mereka beropini bahwa arah perubahan sosial ialah bentuk organisasi yang sederhana sangat berbeda, tetapi pda ketika yang sama sangat terpadu yang menjadi karakteristik masyarakat modern.
2. Konsep Sosialistik Mengenai Perubahan
            Evolusionisme cenderung mendominasi pikiran sosial masa 19 hingga masa ini; tetapi hal trsebut sering kali digabungkan dengan konsep kemajuan melalui tindakan sosial yang rasional untuk membenarkan suatu bentuk acara reformasi.
a. Anarkisme
            Para reformer dan pemikir Perancis menyebarkan wangsit bahwa penghalang kemajuan sosial ialah pemerintah. Kemajuan hanya sanggup terjadi apabila pemerintah dihilangkan; akhir yang ditimbulkan ialah anarki. Tujuan mereka ialah pencapaian masyarakat utopia.
b. Marxisme
            Karl Mark berada secara pribadi dalam tradisi evolusioner. Dia menganggap pemerintah yang mengendalikan kaum kapitalis. Bagi Marx, perubahan sosial hanyalah sarana untuk mencapai stabilitas sosial pada tingkat utopia.
c. Sosialisme fabian
            Teori sosialis Fabian paling akrab dengan teori Marxisme. Mereka beropini bahwa transisi dari kapitalisme ke sosialisme dilakukan secara sedikit demi sedikit dan sepotong-potong.
d. Reformisme Moralistik
            Penganut reformasi ini mempunyai keyakinan pada kekuatan kelompok minoritas yang terorganisasikan untuk melaksanakan perubahan sosial. Mereka juga mempunyai dasar moral yang membenarkan pergerakan tersebut. Pergerakan ini berpusat di greja, tetapi tetap berada di luar arena perselisihan sosial yang terorganisasikan. Pergerakan ini jarang terpikirkan hasilnya dan bahkan menimbulkan persoalan yang lebih besar dari yang mereka pecahkan.

3. Teori Perubahan Siklus
            Evolusionis termasuk Marx menampilkan fakta-fakta yang dipilih dari perkembangan sejarah atau untuk membedakan antara masyarakat primitif dengan masyarakat barat yang kontemporer. Tingkat perubahan sosial sangat berbeda dari masyarakat ke masyarakat yang lain, dari waktu ke waktu dalam masyarakat tertentu. Demikian juga arah perubahan yang terjadi juga berbeda-beda.

4. Teori Sejarah
            Antitesis terhadap teori bahwa perubahan sosial menuju ke arah kesempurnaan ialah kuno dan menimbulkan wangsit bahwa perubahan sosial tidak menuju kesempurnaan tetapi menuju kepunahan. Muncul dan menurunnya peradaban dimasa kemudian sanggup disamakan dengan siklus hidup, insan lahir, tumbuh dewasa, bau tanah dan mati. Teori sanggup didiskreditkan oleh banyak sekali bukti yang mendasarinya, lantaran catatan sejarah mengindikasikan bahwa peradaban naik turun, tetapi dengan cara yang tidak konsisten, mempunyai banyak tempat dan potongan dalam setiap peradaban. Bacaan epilog dari catatan sejarah memberi kesan tidak adanya banyak siklus sejarah, tetapi siklus dalam siklus dimana masing-masing siklus masih ada siklus-siklus masih ada siklus-siklus yang lebih kecil.

5. Teori Partikularistik dari Perubahan Sosial
            Mereka menggambarkan ancaman dalam analisis perubahan sosial, yaitu menerapkan konsep lantaran dan akhir yang sederhana yang secara ilmiah tidak sanggup dipertahankan.
a. Difusionisme
            Dalam beberapa periode sejarah suatu masyarakat mempertahankan suatu bentuk dominasi budaya terhadap banyak budaya lain, biasanya dengan memperlihatkan wangsit baru, alat dan bentuk organisasi. G.Elliot Smith menyimpulkan bahwa penemuan masyarakat Mesir pada tahun 3000 SM merupakan penyebab perubahan sosial di banyak sekali masyarakat dunia, bahwa apa yang ditemukan masyarakat Mesir tersebar (diffused) ke masyarakat lain dan oleh mereka.
b. Determinisme Geografis
            Terdapat kepercayaan bahwa masyarakat yang hidup di belahan utara mempunyai aksara keras dan kuat dan sebaliknya di belahan selatan mempunyai karakteristik yang tenang, cenderung agak malas. Hasilnya ialah teori inklusif mengenai determinisme geografis.
c. Determinisme Biologis
            Inti dari determinisme biologis ialah perkiraan bahwa masyarakat dunia dibagi menjadi ras-ras, kelompok-kelompok yang berbeda secara biologis, bahwa ras mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menyebarkan dan memelihara kehidupan sosial, dan bahwa bentuk dan kualitas kehidupan sosial, dan bahwa bentuk dan kualitas kehidupan sosial yang mengarahkan masyarakat merupakan indikator dari kualitas rasial masyarakat itu. Perubahan dalam habitat biologis, dan berlaku juga untuk perubahan habitat fisik, bukan penyebab perubahan sosial.

6. Teori Sosiologi wacana Perubahan Sosial
            Pada permulaan masa ini pembentukan sistem interpretasi perubahan sosial berlaku; dan kegagalan para filosof sosial untuk menghasilkan konsep ilmiah yang sanggup dilaksanakan sebagian bertanggung jawab atas ketertinggalan pendekatan historis untuk perubahan sosial dan studi sosiologi wacana perubahan itu sendiri.
a. Asimilasi
            Asimilasi ialah menyebarkan sikap-sikap yang sam, walaupun kadang-kang bersifat emosional bertujuan mencapai kesatuan atau paling sedikit mencapai integrasi dalam organisasi sehingga dua kelompok yang berasimilasi akan menghilangkan perbedaan diantara mereka. Seseorang yang berasimilasi terhadap suatu kelompok tidak akan membedakan dirinya dengan para anggota kelompok tersebut.
            Proses yang dilalui para imigran di Amerika untuk mengambil alih adat, cara, nilai dan sebagainya dari masyarakat Amerika disebut asimilasi. Hal ini secara sosiologis sejajar dengan studi akulturasi masyarakat primitif dan petani kedalam teknik, nilai dan sebagainya dari kehidupan perindustrian.
b. Ekologi sosial
            Para jago ekologi sosial menerapkan konsep ekologi pada studi wacana kekerabatan spasial banyak sekali kelas dalam populasi perkotaan, masing-masing kelas di anggap setara dengan spesies tumbuhan atau hewan. Gagal mengetahui bahwa perubahan sosial merupakan fenomena yang kompleks dan tidak niscaya yang tidak sanggup dijelaskan dari segi yang setara dengan ilmu fisika atau biologi.
c. Ketertinggalan sosial
            Dengan kemajuan teknologi terjadi gangguan pada tatanan sosial yang ada, sehingga menimbulkan ketegangan antara teknik gres dengan banyak sekali aspek organisasional dari sistem sosial. Hasilnya ialah ketertinggalan sosial, yaitu ketidak seimbangan antara teknologi gres dengan organisasi sosial yang lama. Inti dari teori Ogburn ialah wangsit bahwa perubahan pertama kali terjadi dalam teknologi bahan.
d. Akselerasi budaya
            Hart menyimpulkan bahwa perubahan sosial bersifat linear dan akseleratif (cepat), dan bahwa arah perubahan menuju peningkatan efisiensi dan efektivitas. Kesalahan dasar Hart ialah memakai kriteria kuantitatif sebagai indikator tingkat perubahan dalam struktur masyarakat. Dengan data kuantitatif beliau menarik kesimpulan sifat dari elemen masyarakat, tidak hanya sifat wacana karakteristik teknologi tetapi juga karakteristik ideologi dan organisasi.

7.Sosiologi dan perubahan sosial.
            Para sosiolog Amerika menyampaikan bahwa kekuatan yang membuat perubahan social semuanya berada pada masa sekarang, sehingga melalui studi masa kini, segala sesuatunya akan diketahui masa kemudian dan masa depan. Evolusionis masa 19 berasumsi bahwa perubahan social terjadi melalui proses yang di berdiri masyarakat secara melekat. Berbeda dengan para soaiolog masa 20 yang menganggap penemuan sebagai bukti masyarakat menghasilkan penemuan dan muncul sebagai produk sosial.
            Perubahan yang terjadi di dalam masyarakat bersifat asosial; perubahan bukan merupakan produk mayarakat atau konsekuensi dari hokum kehidupan universal dan tidak berbeda. Perubahan social tidak setara dengan perubahan yang terjadi pada organisme hidup. Perubahan terjadi dalam masyarakat jauh lebih setara dengan pelanggaran proses organic yang normal. Kekuatan yang membuat perubahan social bersifat abnormal, pelanggaran proses normal di mana system social diteruskan dari generasi ke generasi berikutnya.
D.     Aspek-aspek Perubahan Sosial
           Dalam ilmu sosiologi dibedakan antara sosiologi makro dan sosiologi mikro. Sosiologi makro ialah ilmu sosiologi yang mempelajari pola-pola sosial bersekala besar terutama dalam pengertian komparatif dan historis, contohnya antara masyarakat tertentu, atau antara bangsa tertentu. Sosiologi mikro lebih memperlihatkan perhatian pada sikap sosial dalam kelompok dan latar sosial masyarakat tertentu (Salim, 2002: 11). Berangkat dari pengertian tersebut agak sulit menempatkan studi perubahan sosial, apakah dalam posisi sosiologi makro atau mikro. Akan tetapi, mempertimbangkan beberapa hal, mirip akan dijelaskan kemudian, studi perubahan sosial berwajah ganda, baik sosiologi makro maupun mikro.
          Namun demikian, merumuskan suatu konsep atau definisi yang sanggup diterima banyak sekali pihak merupakan pekerjaan yang sulit dan bisa jadi tidak bermanfaat. Itulah sebabnya, dalam kajian ini teori perubahan sosial yang dikedepankan tidak berpretensi untuk memuaskan sejumlah tuntutan. Dalam kajian ini yang dimaksud dengan satu pengertian perubahan sosial ialah terjadinya perubahan dari satu kondisi tertentu ke kondisi yang lain dengan melihatnya sebagai tanda-tanda yang disebabkan oleh banyak sekali faktor. Hal itu terjadi lebih sebagai dinamika “bolak-balik” antara hakikat dan kemampuan insan sebagai makhluk yang hidup dan mempunyai kemampuan tertentu (faktor internal) berdialektika dengan lingkungan alam (fisik), sosial, dan budayanya (faktor eksternal).
           Persoalan yang dibicarakan oleh teori perubahan sosial antara lain sebagai berikut. Pertama, bagaimana kecepatan suatu perubahan terjadi, ke mana arah dan bentuk perubahan, serta bagaimana hambatan-hambatannya. Dalam masalah masyarakat Indonesia, hal ini sanggup dilakukan dengan melihat sejarah perkembangan sosialnya. Seperti diketahui, Indonesia mengalami proses percepatan pembangunan, atau modernisasi awal terutama sesudah tahun 1900-an, yakni ketika Belanda memperkenalkan kebijakan politik etis. Akan tetapi, mirip akan dijelaskan kemudian, percepatan perubahan di Indonesia terutama terjadi sesudah tahun 1980-an. Hal itu berkaitan dengan efek timbal balik perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta beberapa fasilitas yang disebabkan faktor tersebut.
            Kedua, faktor apa yang kuat terhadap perubahan sosial. Dalam hal ini terdapat enam faktor yang kuat terhadap perubahan sosial; (1) penyebaraan informasi, meliputi efek dan mekanisme media dalam memberikan pesan-pesan ataupun gagasan (pemikiran); (2) modal, antara lain SDM ataupun modal finansial; (3) teknologi, suatu unsur dan sekaligus faktor yang cepat berubah sesusai dengan perkembangan ilmu pengetahuan; (4) ideologi atau agama, bagaimana agama atau ideologi tertentu kuat terhadap porses perubahan sosial; (5) birokrasi, terutama berkaitan dengan banyak sekali kebijakan pemerintahan tertentu dalam membangun kekuasaannya; (6) biro atau aktor. Hal ini secara umum termasuk dalam modal SDM, tetapi secara spesifik yang dimaksudkan ialah inisiatif-inisiatif individual dalam “mencari” kehidupan yang lebih baik.
           Ketiga, dari mana perubahan terjadi, dari negara, atau dari pasar bebas (kekuatan luar negeri), atau justru dari dalam diri masyarakat itu sendiri. Keempat, hal-hal apa saja yang berubah dan bagaimana perubahan itu terjadi. Seperti diketahui, perubahan sanggup sesuatu yang berbentuk fisik (tampak/material), contohnya terjadinya pembangunan dalam pengertian fisik, tetapi ada pula hal-hal yang tidak tampak (nonmaterial), mirip pemikiran, kesadaran, dan sebagainya. Kelima, hal-hal atau wacana-wacana apa saja yang secara umum dikuasai dalam proses perubahan sosial tersebut? Misalnya, untuk masalah Indonesia di antara enam faktor perubahan mirip disinggung di atas, mana di antaranya yang dominan, dan mengapa hal tersebut terjadi.
          Keenam, bagaimana membedakan konteks-konteks perubahan dalam setiap masyarakat dan bagaimana proses sosial tersebut berlangsung. Dalam persoalan ini, pertama, ada yang disebut proses reproduksi, yakni proses pengulangan-pengulangan dalam ruang dan waktu yang berbeda mirip halnya warisan sosial dan budaya dari masyarakat sebelumnya. Kedua, apa yang disebut sebagai proses transformasi, yakni suatu proses perubahan bentuk atau penciptaan yang baru, atau yang berbeda dari sebelumnya.
E.      Perubahan Sosial Budaya
           Perubahan sosial budaya ialah sebuah tanda-tanda berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan tanda-tanda umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar insan yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman menyampaikan bahwa kebosanan insan bahwasanya merupakan penyebab dari perubahan (Widodo:2008). Perubahan sosial budaya terjadi lantaran beberapa faktor. Di antaranya komunikasi; cara dan pola pikir masyarakat; faktor internal lain mirip perubahan jumlah penduduk, penemuan baru, terjadinya konflik atau revolusi; dan faktor eksternal mirip musibah dan perubahan iklim, peperangan, dan efek kebudayaan masyarakat lain.
           Perkembangan masyarakat seringkali juga dianalogikan mirip halnya proses evolusi. suatu proses perubahan yang berlangsung sangat lambat. Pemikiran ini sangat dipengaruhi oleh hasil-hasil penemuan ilmu biologi, yang memang telah berkembang dengan pesatnya. Peletak dasar pemikiran perubahan sosial sebagai suatu bentuk “evolusi” antara lain Herbert Spencer dan Augus Comte. Keduanya mempunyai pandangan wacana perubahan yang terjadi pada suatu masyarakat dalam bentuk perkembangan yang linear menuju ke arah yang positif. Perubahan sosial berdasarkan pandangan mereka berjalan lambat namun menuju suatu bentuk “kesempurnaan” masyarakat.
          Berbeda dengan Spencer dan Comte yang memakai konsepsi optimisme, Oswald Spengler cenderung ke arah pesimisme. Menurut Spengler, kehidupan insan intinya merupakan suatu rangkaian yang tidak pernah berakhir dengan pasang surut. mirip halnya kehidupan organisme yang mempunyai suatu siklus mulai dari kelahiran, masa anak-anak, dewasa, masa bau tanah dan kematian. Perkembangan pada masyarakat merupakan siklus yang terus akan berulang dan tidak berarti kumulatif.
F.      Bentuk-bentuk Perubahan Sosial
             Ke mana arah perubahan sosial di Indonesia, hingga hari ini sepertinya belum sanggup dibaca dengan cukup cermat. Proses tawar-menawar masih sedang terjadi, dan semua hal masih sangat mungkin terjadi. Akan tetapi, yang pasti, hingga kini masyarakat Indonesia masih sedang gelisah, marah, sedih, dan prihatin. Demokrasi masih diperjuangkan terus-menerus, dan tidak tahu demokrasi mirip apa yang akan terjadi, penegakan aturan masih simpang siur, dan secara relatif masyarakat hidup tanpa kepastian (Salam: 2007).
Secara garis besar bentuk-bentuk perubahan sosial budaya sanggup dipilah menjadi dua: Pertama perubahan yang berlangsung cepat dan menyangkut dasar atau pokok-pokok kehidupan masyarakat yang disebut revolusi. Di dalam revolusi, perubahan yang terjadi sanggup direncanakan atau tanpa direncanakan terlebih dahulu dan sanggup dijalankan tanpa kekerasan atau melalui kekerasan.
          Ukuran kecepatan suatu perubahan bahwasanya relatif lantaran revolusi pun sanggup memakan waktu lama. Misalnya revolusi industri di Inggris yang memakan waktu puluhan tahun, namun dianggap 'cepat' lantaran bisa mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat —seperti sistem kekeluargaan dan kekerabatan antara buruh dan majikan— yang telah berlangsung selama ratusan tahun. Revolusi menghendaki suatu upaya untuk merobohkan, menjebol, dan membangun dari sistem usang kepada suatu sistem yang sama sekali baru. Revolusi senantiasa berkaitan dengan dialektika, logika, romantika, menjebol dan membangun.
            Kedua, perubahan yang berlangsung dalam jangka waktu tertentu (lambat) yang disebut evolusi. Dalam konteks biologi modern, evolusi berarti perubahan sifat-sifat yang diwariskan dalam suatu populasi organisme dari satu generasi ke generasi berikutnya. Sifat-sifat yang menjadi dasar dari evolusi ini dibawa oleh gen yang diwariskan pada keturunan suatu makhluk hidup. Sifat gres sanggup diperoleh dari perubahan gen oleh mutasi, transfer gen antar populasi, mirip dalam migrasi, atau antar spesies mirip yang terjadi pada bakteria, serta kombinasi gen mealui reproduksi seksual. Meskipun teori evolusi selalu diasosiasikan dengan Charles Darwin, namun bahwasanya biologi evolusi telah berakar semenjak jaman Aristoteles. Namun demikian, Darwin ialah ilmuwan pertama yang mencetuskan teori evolusi yang telah banyak terbukti mapan menghadapi pengujian ilmiah. Sampai ketika ini, teori Darwin wacana evolusi yang terjadi lantaran seleksi alam dianggap oleh mayoritas masyarakat sains sebagai teori terbaik dalam menjelaskan kejadian evolusi.
             Perubahan sosial meliputi aspek-aspek yang kompleks, mulai dari politik, ekonomi, kebudayaan, hukum, keamanan dan sebagainya. Perubahan yang terjadi, baik secara cepat maupun lambat akan memperlihatkan dampak bagi masyarakatnya, juga pendidikan. Perubahan yang berlangsung cepat (revolusi) memang pada umumnya lebih berpeluang mengagetkan masyarakat sehingga tidak siap menghadapi perubahan itu.


G.     Eksistensi Pendidikan
               Pendidikan merupakan investasi besar bagi suatu negara. Pendidikan menyangkut kepentingan semua warga negara, masyarakat, negara, institusi-institusi dan banyak sekali kepentingan lain. Ini disebabkan pendidikan berkaitan erat dengan outcomenya berupa tersedianya SDM yang handal untuk menyuplai banyak sekali kepentingan. Oleh lantaran itu titik berat pembangunan pendidikan terletak pada peningkatan mutu setiap jenis dan jenjang, serta ekspansi kesempatan berguru pada pendidikan dasar. Pendidikan memegang kunci keberhasilan suatu negara di masa depan. Namun kenyataan membuktikan, khususnya di Indonesia, pendidikan masih belum dipandang vital, khususnya oleh para pemegang tampuk kepemimpinan negara.
              Menurut Tilaar (2004), pendidikaan ketika ini telah direduksikan sebagai pembentukan intelektual semata sehingga menimbulkan terjadinya kedangkalan budaya dan hilangnya identitas lokal dan nasional. Perubahan global dan liberalisasi pendidikan memaksa lembaga-lembaga pendidikan menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Pendidikan yang hanya berorientasi pasar sesungguhnya telah kehilangan akar pada kesejatian dan identitas diri. Gejala-gejala pendangkalan ini kini gampang dibaca.
              Misi pendidikan ialah mewariskan ilmu dari generasi ke generasi selanjutnya. Ilmu yang dimaksud antara lain pengetahuan, tradisi dan nilai-nilai budaya (keberadaban). Secara umum penularan ilmu tersebut telah diemban oleh orang-orang yang concern terhadap enerasi selanjutnya. Mereka diwakili oleh orang yang punya visi kedepan, yaitu menjadikan generasi yang lebih baik dan beradab. Apabila berbicara pendidikan berskala nasional maka secara umum konsep pendidikan nasional di Indonesia tak lagi memperlihatkan keberpihakan terhadap dunia pendidikan di banyak sekali daerah. Salah satu contoh yaitu kontroversial mengenai Ujian Nasional yang memperlihatkan betapa sentralistiknya pendidikan ketika ini. Pusat terkesan memaksa seleranya terhadap anak didik di daerah.
             Salah seorang pakar pendidikan di Indonesia, Dr Anita Lie dalam presentasi mengenai Renstra Biro Pendidikan LPMAK yang berlangsung di Sheraton Hotel Timika belum usang ini mengakui ada ketidakberesan dalam konsep pendidikan nasional. Anita bahkan merujuk pada materi Ujian Nasional yang cenderung membebani masyarakat pendidikan di daerah-daerah.
Tak saja Anita Lie, Gubernur Provinsi Papua, Barnabas Suebu pun menilai konsep pendidikan nasional ketika ini tak lagi relevan untuk diterapkan di kawasan termasuk di Papua. Barnabas Suebu malah menyentil konsep pendidikan nasional mirip pakaian jadi (pakaian konveksi). “Pakaian tersebut diukur dan dijahit di Jakarta kemudian dikirim ke daerah. Masyarakat di Papua yang butuh pakaian pribadi mengenakan saja tanpa melihat ukuran. Orang di Jakarta pun tidak tahu wacana postur orang Papua, mereka hanya asal jahit berdasarkan seleranya,” begitu kata Barnabas mengibaratkan konsep pendidikan nasional ketika ini
.
H.    Pengaruh perubahan sosial pada Pendidikan
          Carut-marut situasi pendidikan di Indonesia memang tidak lepas dari efek perubahan sosial. Dan setiap berbicara mengenai pendidikan, orang selalu berkonotasi sekolah formal. Meski tidak semuanya salah namun konsep ini menisbikan kiprah pendidikan informal dan non formal, padahal keduanya sama pentingnya. Dengan demikian keterpurukan pendidikan dihentikan didefinisikan sebagai kegagalan pendidikan formal semata. Kebobrokan sistem dan sikap sejumlah pemuka masyarakat dan negara, dengan demikian bukan dosa sekolah semata.
Oleh lantaran itu sekolah juga menerima tempat yang istimewa dalam pemikiran tiap orang dalam usahanya meraih tangga sosial yang lebih tinggi. Sedemikian istimewanya hingga sekolah telah menjadi salah satu ritus yang harus dijalani orang-orang muda yang hendak mengubah kedudukannya dalam susunan masyarakat. Praktis diduga bahwa jalan pikiran mirip itu secara logis mengikuti satu kanal yang menampung imajinasi mayoritas mengalir menuju sebuah muara, yakni credo wacana sekolah sebagai kawah condrodimuko tempat agen-agen perubahan dicetak.
         Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat menyangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, forum kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, yang terjadi secara cepat atau lambat mempunyai efek fundamental bagi pendidikan. Perubahan sosial tak lagi digerakkan hanya oleh sejenis borjuis di Eropa masa 17 – 18 melawan kaum feodal, atau oleh kelas buruh yang ingin mengakhiri semacam masyarakat borjuis di masa 19 untuk kemudian membuat masyarakat nir kelas, atau oleh para petani kecil yang mencita-citakan suatu land-reform. Juga lebih tak mungkin lagi keyakinan bahwa perubahan hanya dimotori oleh kaum profesional yang merasa diri bebas dan kritis. Masyarakat sipil terdiri dari aneka kekuatan dan gerakan yang membawa dampak perubahan di sana sini.
        Esensi dari sekolah ialah pendidikan dan pokok kasus dalam pendidikan ialah belajar. Oleh lantaran itu tujuan sekolah terutama ialah menjadikan setiap murid di dalamnya lulus sebagai orang dengan aksara yang siap untuk terus belajar, bukan tenaga-tenaga yang siap pakai untuk kepentingan industri. Dalam arus globalisasi remaja ini perubahan-perubahan berlangsung dalam tempo yang akan makin sulit diperkirakan. Cakupan perubahan yang ditimbulkan juga akan makin sulit diukur. Pengaruhnya pada setiap individu juga makin mendalam dan tak akan pernah sanggup diduga dengan akurat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sedemikian pesat. Ekonomi mengalami pasang dan surut berganti-ganti sulit diprediksi. Konstelasi kekuatan-kekuatan politik juga berubah-ubah. Kita tak lagi hidup dengan anggapan usang wacana dunia yang teratur harmonis. Sebaliknya setiap individu kini menghadapi suatu keadaan yang cenderung tak teratur.
          Kecenderungan chaos mirip ini harus dihadapi dan hanya sanggup dihadapi oleh orang-orang yang selalu siap untuk berguru hal-hal baru. Bukanlah mereka yang bermental siap pakai yang akan sanggup memanfaatkan dan berhasil ikut mengarahkan perubahan-perubahan kontemporer melainkan mereka yang pikirannya terbuka dan antusias pada hal-hal baru.
              Keadaan tersebut akan kuat besar pada pendidikan. Oleh lantaran itu sekolah, di tingkat manapun, yang tetap menjalankan pendidikan dengan orientasi siap pakai untuk para pelajarnya dihentikan rusak akhir perubahan tetapi sebaliknya harus bisa menjadi pengemban misi sebagai agent of changes tetapi sekedar consumers of changes. Dari sekolah dengan pandangan siap pakai tidak akan dihasilkan orang-orang muda yang dengan kecerdasannya berhasil memperbaiki kedudukannya dalam susunan sosial output dari sekolah semacam itu hanya dua. Pertama, orang-orang muda yang terlahir berada dan akan terus menduduki strata sosial tinggi, Kedua, para perjaka tak berpunya yang akan tetap menelan kecewa lantaran ternyata mereka makin sulit naik ke tangga sosial yang lebih tinggi dari orang bau tanah mereka. Sekolah yang tetap kukuh dengan prinsip-prinsip pedagogis, metode-metode pendidikan dan teknik-teknik pengajaran yang bersemangat siap pakai hanya akan menjadi forum reproduksi sosial bukan forum perubahan sosial. Indonesia perlu sekolah baru!




BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
        Perubahan sosial ialah perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat. Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan sosial: Nilai-nilai sosial, Pola-pola perilaku, Organisasi, Lembaga kemasyarakatan, Lapisan dalam masyarakat, Kekuasaan dan wewenang. Faktor Penyebab Perubahan Sosial: Laju penduduk , Penemuan-penemuan baru, Pertentangan, Pemberontakan / revolusi. Bentuk-bentuk perubahan sosial: Lambat & Cepat, Kecil & Besar, Intended Change (perubahan yang di kehendaki) dan Uninted Change (perubahan yang tidak di kehendaki).
           Pendidikan ialah serangkaian kegiatan komunikasi antara insan remaja dengan si anak didik secara tatap muka atau dengan memakai media dalam rangka memperlihatkan derma terhadap perkembangan anak seutuhnya. Pendidikan mempunyai kiprah strategis dan vital bagi kelangsungan suatu bangsa. Oleh perubahan yang gencar terjadi, pendidikan bisa menjadi korban. Pendidikan yang kehilangan pijakan akan terbang mengikuti arah angin perubahan yang sedang terjadi. Maka perubahan sosial yang terjadi baik itu mengangkut nilai-nilai sosial, pola-pola perilaku, organisasi, forum kemasyarakatan, lapisan dalam masyarakat, maupun berkaitan dengan kekuasaan dan wewenang (politik), harus dihadapi dengan perubahan dalam dunia pendidikan. Pendidikan justru harus bisa menjadi biro perubahan, bukan menjadi korban perubahan.

B.     Saran dan Solusi
           Dunia pendidikan harus memposisikan diri sebagai biro perubahan (agent of changes). Pemahaman monokultur harus diarahkan pada multikultur (bdk. Maliki, 2010:252). Harus disadari bahwa kehidupan itu beragam dan semakin majemuk, namun paradigma pendidikan belum berubah ke arah itu. Pendidikan di Indonesia masih mengacu pada budaya, kehendak, keinginan tunggal. Kedua, pendidikan harus memposisikan diri sebagai pelaku transformasi besar-besaran.
Pendidikan yang hanya diperuntukkan mencerdaskan otak harus ditransformasikan ke dalam perspektif yang holistik yakni mencerdaskan sikap secara keseluruhan. Ketiga, pendidikan harus bisa mengkonstruk identitas budaya bagi manusianya. Budaya kita ialah budaya plural.
        Pendidikan multikultural akan efektif jikalau dalam tatakelola pendidikan tidak hanya berorientasi out put, melainkan juga memperhatikan out come. Dengan melihat out come berarti melihat kompetensi lulusan di tengah kehidupan masyarakatnya, baik kompetensi kognitif, afektif maupun psikomotor. Guna mencapai outcome yang faktual dan bermanfaat bagi masyarakat, pendidikan multikultural harus ditransformasikan melalui pendekatan praksis. Pendidikan tidak hanya dikemas dalam tatanan wacana dan diskursus melainkan memasuki kehidupn nyata. Untuk itu penerapan model service learning antara peserta didik, guru dan warga sekolah perlu digalakkan. Dengan service learning peserta didik secara faktual membangun kehidupan yang damai, terbuka menghadapi keanekaragaman, toleransi dan demokratis.



Daftar Pustaka

Koento, Wibisono. 1983. Arti Perkembangan Menurut Filsafat Positivisme Augus Comte. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press
Maliki, Zainuddin. 2010. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Salam, Aprinus. 2007. Perubahan Sosial dan Pertanyaan wacana Kearifan Lokal. Sumber : Jurnal Ibda` | Vol. 5 | No. 2 | Jul-Des 2007 | 257-275 2 P3M STAIN Purwokerto dari: www.ibdajurnal.googlepages.com. diakses tgl. 25 November 2010
Salim, Agus.2002. Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia.Yogyakarta: Tiara Wacana.
Widodo, Slamet. 2008. Perspektif Teori wacana Perubahan Sosial; Struktural Fungsional dan Psikologi Sosial. Dari
http://www.slametwidodo.com (diakses 27 Januari 2014)
http://Widodo_Slamet_2008/Perubahan_Sosial.com (diakses 27 Januari 2014)
http://learning-of.slametwidodo.com (diakses 27 Januari 2014)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel