Pengaruh Guru Bagi Pendidikan
A. Pengaruh Karakter Guru dalam Mengajar Terhadap Pembentukan Kepribadian Siswa
Dalam kerangka pendidikan, secara umum sanggup dikatakan bahwa sikap guru dipandang sebagai “sumber efek proses, sedangkan tingka laris yang berguru dipandang sebagai “efek”dari aneka macam proses, tingkah laris dan acara interaktif. Dengan kata lain bahwa karakteristik guru dalam mengajar sanggup menghipnotis dan membentuk kepribadian murid.
Sebagai guru agama Islam seharusnyalah karakterisitik kita juga sangat menghipnotis dan bahkan sanggup pula membentuk kepribadian murid yang islami, oleh alasannya yakni itulah dalam melacak asumsi-asumsi keberhasilan pendidik agama Islam perlu meneladani beberapa hal yang dianggap esensial yang dari padanya dibutuhkan sanggup mendekatkan realitas (perilaku atau karakterisik pendidik agama yang ada) dan idealitas (nabi Muhammad SAW.)
Dari hasil observasi yang kami lakukan di MA Ma’arif Singosari Malang, maka sanggup terlihat dengan terang bahwa karakteristik guru dalam mengajar besar lengan berkuasa terhadap pembentukan kepribadian yang islami, diantaranya yaitu:
- Guru yang mengajar dengan transaksi nilai dan transunternalisasi, yakni guru tidak hanya menyajikan informasi baik dan buruk, tetapi juga terlibat untuk melakukan dan memperlihatkan rujukan amalan yang konkret dan siswa diminta memperlihatkan respons yang sama, yakni mendapatkan dan mengamalkan nilai itu, (komunikasi dan kepribadian yang masing-masing terlibat secara aktif) contohnya pada ketika puasa ramadhan guru memperlihatkan buku pengecekan apakah siswa puasa atau tidak, tarawih atau tidak, tempatnya di mana, isi khutbahnya apa dsb, dan sang guru mengajak untuk bersama –sama berbuka puasa dan teraweh bersama selain itu juga dengan acara pesantren kilat dsb, sehingga secara tidak pribadi siswa akan terbentuk kepribadiannnya secara islami, atau dengan kata lain pembelajaran PAI dengan karakteristik guru yang demikian sanggup berhasil membentuk kepribadian siswa secara Islami.
- Guru yang hanya menggunakan tarnsformasi nilai yaitu guru sekedar menginformasikan nilai-nilai yang baik dan yang kurang baik pada siswa, yang semata mata komunikasi verbal, dalam pengajaran semacam ini terbukti siswa hanya sekedar tahu dan mendengar saja, mengaplikasikannya hanya pada balasan secara tekstual saja pada ketika ujian tanpa mengaplikasikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku, sehingga dalam hal ini guru kurang berhasil membentuk kepribadian siswa secara islami.
- Guru yang hanya menggunakan tarnsformasi nilai dan menampakkan kepribadian atau karakteristik yang kurang sesuai dengan fatwa islam atau bahkan hanya sekedar tidak sesuai dengan norma kesopanan, contohnya guru agama yang mengajar dengan merokok, menggunakan baju yang agak seksi bagi guru agama wanita, dandanan yang menor dsb, hal ini berakibat siswa malah justru hanya menganggap pelajaran agama menyerupai pelajaran umum, yakni hanya berorientasi pada berguru wacana agama, dan bukan berorientasi pada berguru bagaimana cara beragama yang benar, atau dalam praktik pendidikan agama berkembang menjadi pengajaran agama yang mengutamakan pengajaran dari pada pendidikan moral, sehingga tidak bisa membentuk pribadi-pribadi islami.
B. Kiat –Kiat Guru Agama semoga Murid Praktis Dalam Belajar Pendidikan Agama Islam
- Dalam berguru Agama tidak hanya bersifat kognitif tetapi harus lebih tanggap terhadap kasus bagaimana mengubah pengetahuan agama yang bersifat kogntif menjadi “makna” dan “nilai” yang perlu diinternalisaikan dalam diri siswa.
- Metodologi PAI harus di ubah, tidak hanya secara konvensional-tardisional, dan monoton tetapi harus di kembangkan semoga menarik minat siswa dan memicu motivasi siswa dalam berguru PAI contohnya dengan metode jigsaw, card shoot, information search dsb.
- Kegiatan PAI harus bersifat marjinal dan periferal, artinya tidak menyendiri dan harus berinteraksi dengan yang lain yakni bisa menggerakkan guru dan siswa yang lain untuk membuat suasana religius di sekolah.
- Pendekatan yang dilakukan tidak hanya bersifat normative tetapi harus memperlihatkan gambaran-gambaran gambaran yang konkret dengan menggunakan aneka macam media baik audio ataupun visual sehingga siswa tidak hanya berguru secara abstrak, selain itu dikaitkan pula dengan gambaran konteks social budaya.
- Guru Agama hendaknya jangan terlalu terpaku dengan pada GBPP mata pelajaran PAI tetapi harus dikaitkan dengan pelajaran pelajaran umum menyerupai biologi wacana penciptaan insan dsb sehingga memudahkan siswa untuk memahami tidak hanya segi agama tapi relevan dengan perkembangan kala gelobalisasi.
- Guru agama hendaknya tidak hanya bernuansa spiritual atau moral tetapi harus diimbangi dengan intelektual dan professional, dan suasana hubungan guru PAI harus tercipta hubungan yang kritis-dinamis yang sanggup berimplikasi dan berkonsekuensi pada peningkatan daya kreativitas, etos ilmu dan etos kerja / amal, tidak hanya bersifat doktriner.
C. Perbedaan Karakteristik Pembelajaran di MA dan SMA
SMA | MA |
1. Termasuk dalam sekolah dibawah Departemen Pendidikan Nasional (SD, SMP, Sekolah Menengan Atas dan SMK). | 1. Termasuk dalam sekolah dibawah Departemen Agama (MI, Mts, MA dan MAK) |
2. Tim penyusun KTSP pada SD, SMP, Sekolah Menengan Atas dan Sekolah Menengah kejuruan terdiri atas guru, konselor dan kepala sekolah sebagai ketua merangkap angota. Didalam acara tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber, serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh dinas yang bertanggung jawab dibidang pendidikan tingkat kabupaten/kota untuk SD dan Sekolah Menengah Pertama dan tingkat propinsi utuk Sekolah Menengan Atas dan SMK. | 2. Tim penyusun KTSP pada MI, Mts, MA dan MAK terdiri dari guru, konselor dan kepala madrasah sebagai ketua merangkap anggota. Didalam acara tim penyusun melibatkan komite sekolah dan nara sumber serta pihak lain yang terkait. Supervisi dilakukan oleh departemen yang menangani urusan pemerintah dibidang agama. |
3. Pemberlakuan dokumen KTSP pada SD, SMP, Sekolah Menengan Atas dan Sekolah Menengah kejuruan dinyatakan berlaku oleh kepala sekolah sesudah menerima komite sekolah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab dibidang pendidikan untuk SD, Sekolah Menengah Pertama dan tingkat propinsi untuk Sekolah Menengan Atas dan SMK. | 3. Dokumen KTSP pada MI, Mts, MA dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah sesudah menerima pertimbangan dari komite madarasah dan diketahui oleh departemen yang menangani urusan pemerintah dibidang agama. |
4. Muatan Lokal Muatan local merupakan acara kurikuler untuk berbagi kompetensi yang diadaptasi dengan cirri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan kawasan yang materinya tidak sesuai menjadi bab dari mata pelajaran lainnya / terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan local ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Muatan local merupakan mata pelajaran, sehingga satuan pendidikan harus mengemban “standar kompetensi” dan “kompetensi dasar” untuk setiap jenis muatan local yang diselenggarakan. Satuan pendidikan sanggup menyelenggarakan satu mata pelajaran muatan local setiap semester. Ini berarti bahwa dalam satuan tahun satuan pendidikan sanggup menyelenggarakan dua mata pelajaran local. 5. Pembelajaran Agama di Sekolah Menengan Atas hanya terdapat dalam satu bidang studi yakni Pendidikan Agama Islam dan alokasi `bwaktunya pun hanya 2 jam dalam satu minggu 6. Nuansa kewarganegaraan dan kultur sangat kental alasannya yakni siswanya terdiri dari beberapa orang yang berbeda agama, kepercayaan dsb. | 4. Di sekolah Islam / MAK sanggup dipilih beberapa alternative untuk muatan local, contohnya : Bahasa Inggris, Untuk Al quran disamping pembelajarannya yang standart juga sanggup dimasukan sebagai muatan local, contohnya : Hafalan Al quran. 5. Selain muatan local, di MA banyak diselipkan beberapa bahan pelajaran agama menyerupai Fiqih, Aqidah dsb sehingga MA disebut sebagai sekolah berciri khas Islam 6. Pembelajaran Agama di MA terbagi menjadi satuan masing-masing pelajaran yaitu Aqidah akhlak, Fiqih, Tarikh, Alquran Hadist dsb sehingga alokasi waktu yang diberikan untuk pelajaran agama tidak hanya 2 jam dalam seminggu. 7. Nuansa religius yang kental dalam lingkungan sekolah alasannya yakni dari cara berpakaian dan bergaul harus sesuai dengan syariat Islam. |