Pancasila Paradigma Reformasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG
Pancasila sebagai dasar negara merupakan mempunyai peranan penting bagi bangsa Indonesia. Pancasila sebagai paradigma juga berada pada posisi pembangunan nasional yang mencakup segenap bidang kehidupan, menyerupai politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, juga di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta aturan dan hak asasi manusia. Maka dari itu kita harus mengenal Pancasila sebagai paradigma bangsa Indonesia.
1.2.RUMUSAN MASALAH
a. Adanya kekurangan pemahaman wacana pengertian pancasila dan paradigma.
b. Adanya kekurangan pemahaman wacana Gerakan Reformasi.
c. Adanya penyimpangan-penyimpangan dimasyarakat terhadap dasar nilai-nilai yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
d. Adanya hal-hal yang mempelopori Gerakan Reformasi.
1.3.TUJUAN
a. Memahami pengertian Pancasila.
b. Memahami pengertian paradigma.
c. Memahami pengertian Reformasi.
d. Memahami Pancasila sebagai paradigma reformasi.
e. Memahami syarat-syarat Gerakan Reformasi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Pancasila
Pancasila yaitu ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta yaitupañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pemikiran kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Lima sendi utama penyusun Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat budi dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan - kebudayaan di daerah:
1. Sila Pertama, membuktikan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun golongannya;
3. Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad masyarakat beragam di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat;
4. Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di kalangan masyarakat beragam Indonesia untuk melaksanakan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan;
5. Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang membangkitkan semangat usaha bangsa Indonesia dalam memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang menurut kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2.2. Pengertian Paradigma
Pengertian paradigma yakni asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi yang bersifat umum (sumber nilai), sehingga sebagai sumber hukum, metode yang dalam penerapan ilmu pengetahuan akan menentukan sifat, ciri dari ilmu tersebut. Ilmu pengetahuan sifatnya dinamis, alasannya yaitu banyaknya hasil-hasil penelitian manusia, sehingga kemungkinan sanggup ditemukan kelemahan dan kesalahan pada teori yang telah ada.Jika demikian ilmuwan/peneliti akan kemabali pada asumsi-asumsi dasar dan teoritis, sehingga ilmu pengetahuan harus mengkaji kembali pada dasar ontologis dari ilmu itu sendiri.
Istilah ilmiah berkembang dalam banyak sekali bidang kehidupan manusia, diantaranya: politik, hukum, ekonomi, budaya. Istilah paradigma berkembang menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, serta arah dan tujuan.
2.3. Pengertian Reformasi
Kata reformasi secara etimologis berasal dari kata reformation dari akar kata reform, sedangkan secara harfiah reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang memformat ulang, menata ulang, menata kembali hal-hal yang telah menyimpang, untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan oleh rakyat.
Suatu gerakan reformasi mempunyai kondisi syarat-syarat :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan alasannya yaitu adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia.
3. Gerakan reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem Negara demokrasi, bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat, sebagaimana yang terkandung pada pasal 1 ayat 2.
4. Reformasi dilkukan kearah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih baik, perubahan yang dilakukan dalam reformasi harus mengarah pada suatu kondisi kehidupan rakyat yang lebih baik dalam segala aspek.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai insan yang berkebutuhan Yang Maha Esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
2.4. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Pancasila sebagai paradigma reformasi yaitu dimana apabila terjadi suatu perubahan kedepannya maka asumsi-asumsi dasar atau nilai-nilai yang mendukung perubahan tersebut haruslah selalu berlandaskan pada pancasila.
Bangsa Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang bermatabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Berbagai gerakan muncul disertai dengan tanggapan bencana kemanusiaan yang sangat memilukan dan menelan banyak korban jiwa dari belum dewasa bangsa sebagai rakyat kecil yang tidak berdosa dan mendambakan perdamaian ketenteraman serta kesejahteraan.
Namun demikian di balik banyak sekali macam keterpurukan bangsa Indonesia tersebut masih tersisa satu keyakinan akan nilai yang memilikinya yaitu nilai-nilai yang terakar dari pandangan hidup bangsa Indonesia sendiri yaitu nilai-nilai Pancasila. Reformasi yaitu menata kehidupan bangsa dan negara dalam system Negara di bawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan negara Indonesia.
Bahkan pada hakikatnya reformasi itu sendiri yaitu mengembalikan tatanan kebenaraan kearah sumber nilai yang merupakan Platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yangselama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang baik pada masa orde usang maupun orde baru. Oleh alasannya yaitu itu proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus mempunyai platform dan sumber nilai yang terperinci merupakan arah, tujuan, serta impian yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Reformasi dengan melaksanakan perubahan dalam banyak sekali bidang yang sering diteriakkan dengan jargon reformasi total mustahil melaksanakan perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Oleh alasannya yaitu itu justru sebaliknya reformasi itu harus mempunyai tujuan, dasar, impian serta platform yang terperinci dan bagi bangsa Indonesia Nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma Reformasi Total tesebut.
2.5. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Dalam Berbagai Bidang
1. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Dalam era reformasi akhir-akhir ini, ajakan dan tuntutan rakyat terhadap pembaharuan aturan sudah merupakan suatu keharusan alasannya yaitu proses reformasi yang melaksanakan penataan kembali mustahil dilakukan tanpa melaksanakan perubahan-perubahan terhadap peraturan perundang-undangan. Agenda yang lebih konkrit yang diperjuangkan oleh para reformis yang paling mendesak yaitu reformasi bidang hukum.
Hal ini menurut pada suatu kenyataan bahwa sehabis kejadian 21 Mei 1998 ketika runtuhnya kekuasaan Orde Baru, salah satu sub system yang mengalami kerusakan parah selama Orde Baru yaitu bidang hukum. Produk aturan baik materi maupun penegakkannya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan, serta keadilan. Sub-sistem aturan nampaknya tidak bisa menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan yang berlaku hanya bersifat imperative bagi penyelenggara pemerintahan.
2. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Politik
Landasan sumber nilai system politik Indonesia dalam pembukaan UUD’45 alenia IV, kalau dikaitkan dengan alenia II, dasar politik ini memperlihatkan bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat Indonesia. Namun dalam kenyataannya nilai demokrasi ini pada masa Orla dan Orba tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Reformasi politik intinya berkenaan dengan duduk kasus kekuasaan yang memang diharapkan oleh negara maupun untuk menunaikan dua kiprah pokok yaitu menawarkan kesejahteraan dan menjamin keamanan bagi seluruh warganya. Reformasi politik terkait dengan reformasi dalam bidang-bidang kehidupan lainnya, menyerupai bidang hukum, ekonomi, sosial budaya serta hakamnas. Misalnya, dalam bidang hukum, segala kegiatan politik harus sesuai dengan kaidah hukum, oleh alasannya yaitu itu aturan harus dibangun secara sistematik dan terpola sehingga tidak ada kekosongan aturan dalam bidang apapun. Jangan hingga ada UU tetapi tidak ada PP pelaksanaanya yang sering kita alami selama ini.
3. Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Sistem ekonomi Indonesia pada masa Orba bersifat birokratik otoritarian. Kebijaksanaan ekonomi yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip kesejahteraan bersama yang kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang. Maka dari itu perlu dilakukan langkah yang strategis dalam upaya melaksanakan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang menurut nilai-nilai Pancasila.
2.6. Gerakan Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 yaitu akan melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menjadikan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Undang-Undang Dasar 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menjadikan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan yaitu ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”.
Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan dewan perwakilan rakyat dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut supaya dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
>> UU No. 1 Tahun 1985 wacana Pemilihan Umum
>> UU No. 2 Tahun 1985 wacana Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang dewan perwakilan rakyat / MPR
>> UU No. 3 Tahun 1985 wacana Partai Politik dan Golongan Karya.
>> UU No. 5 Tahun 1985 wacana Referendum
>> UU No. 8 Tahun 1985 wacana Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menjadikan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas sehabis terjadinya kejadian kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai tanggapan terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut duduk kasus sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau menawarkan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut supaya di menetapkan wacana pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan gres yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang final kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat berpengaruh untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
Pelaksanaan aturan pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, duduk kasus aturan juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang aturan supaya sanggup mendudukkan masalah-masalah aturan pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara semenjak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum bisa untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada final tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak sanggup menawarkan hasil, alasannya yaitu pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak sanggup di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menjadikan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999, krisis moneter telah mempengaruhi acara ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, alasannya yaitu pada final tahun 1997 persedian sembilan materi pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menimbulkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan masakan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta dukungan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menimbulkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari duduk kasus utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan menyerupai ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat alasannya yaitu adanya kongkalikong dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru yaitu sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan banyak sekali bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menjadikan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di kawasan terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga sanggup dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, alasannya yaitu pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi isu utama. Namun kejadian yang terjadi di kawasan yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.
Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar sehabis pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak agresi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula tenang itu menjelma agresi kekerasan sehabis tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat supaya Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung dewan perwakilan rakyat / MPR untuk melaksanakan obrolan dengan para pimpinan dewan perwakilan rakyat / MPR kesudahannya menjelma mimbar bebas dan mereka menentukan untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya supaya presiden Soeharto mengundurkan diri kesudahannya menerima tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan dewan perwakilan rakyat / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan supaya Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan wacana pembentukan Dewan Reformasi, melaksanakan perubahan kabinet, segera melaksanakan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak sanggup dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wapres Republik Indonesia, B.J. Habibie dan pribadi diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang gres di Istana Negara.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kesimpulannya yaitu pancasila berperan penting bagi kehidupan barbangsa dan bernegara, dimana harus didasari oleh kehidupan tatanan Negara menyerupai politik, ekonomi, budaya, aturan dan antar umat beragama.
3.2. Kritik/Saran
Kita sebagai mahasiswa pencetus terjadinya reformasi, mari kita tunjukan pada dunia bahwa kita bisa dalam merealisasikan semua impian dan tujuan dasar dari reformasi. Akan tetapi disamping itu, perlu kita sadari juga bergotong-royong kita merupakan mahasiswa sebagai tonggak dari penjunjung tinggi hak asasi insan masihlah belum maksimal kinerjanya untuk hal yang disebutkan diatas. Maka, dari detik ini, kita sebagai generasi bangsa haruslah benar-benar menanamkan nilai-nilai pancasila dalam setiap prilaku kita. Dimanapun, dan pada siapapun.
DAFTAR PUSTAKA
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Jogyakarta: Paradigma, Edisi Reformasi.
Komalasari, Kokom.2007. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Lentera Cendekia.