Otonomi Tempat Lengkap
BAB II
PEMBAHASAN
PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi kawasan sanggup diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban yang diberikan kepada kawasan otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan aspirasi masyarakat untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pelayanan terhadap masyarakat dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan yang di maksud Otonomi Daerah ialah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang menempel pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi kawasan lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga kawasan di Negara kesatuan mencakup segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat menyerupai :
1. Hubungan luar negeri
2. Pengadilan
3. Moneter dan keuangan
4. Pertahanan dan keamanan
Pelaksanaan otonomi kawasan selain berlandaskan pada contoh hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara menawarkan kawasan kewenangan yang lebih luas, lebih konkret dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di wilayahnya masing-masing.
Pengertian Otonomi Daerah berdasarkan Para Ahli
F. Sugeng Istianto
“Hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah”
Ateng Syarifuddin
“Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud sumbangan kesempatan yang harus sanggup dipertanggungjawabkan”
Syarif Saleh
“Hak mengatur dan memerintah kawasan sendiri dimana hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat”
Terlepas dari itu pendapat beberapa hebat yang telah dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa otonomi kawasan ialah kewenangan kawasan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, sanggup disimpulkan bahwa otonomi kawasan pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1. Aspek Hak dan Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi ialah adanya kebebasan pemerintah kawasan untuk mengatur rumah tangga, menyerupai dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya. Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan nasional. Selanjutnya wewenang ialah adanya kekuasaan pemerintah kawasan untuk berinisiatif sendiri, menetapkan budi sendiri, perencanaan sendiri serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, jikalau dikaji lebih jauh isi dan jiwa undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi kawasan mempunyai arti bahwa kawasan harus bisa :
1. Berinisiatif sendiri yaitu harus bisa menyusun dan melaksanakan budi sendiri.
2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali sumber-sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi kawasan ialah :
1. mencegah pemusatan kekuasaan.
2. terciptanya pemerintahan yang efesien.
3. partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi di kawasan masing-masing.
Tujuan utama otonomi kawasan ialah :
1. kesetaraan politik ( political equality ).
2. Tanggung jawab kawasan ( local accountability ).
3. Kesadaran kawasan ( local responsiveness )
Otonomi kawasan sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan sumbangan otonomi kepada kawasan mencakup 4 aspek sebagai berikut :
1. Dari segi politik ialah mengikutsertakan, menyalurkan aspirasi dan ide masyarakat, baik untuk kepentingan kawasan sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional;
2. Dari segi administrasi pemerintahan, ialah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan;
3. Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri;
Dari segi ekonomi pembangunan, ialah untuk melancarkan pelaksanaan aktivitas pembangunan guna tercapainya kesejahteraan rakyat.
Prinsip otonomi kawasan ialah :
1. untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. sebagai sarana pendidikan politik.
3. sebagai persiapan karier politik.
4. stabilitas politik.
5. kesetaraan politik.
6. akuntabilitas politik.
Dampak Positif Otonomi Daerah
Dampak positif otonomi kawasan ialah memunculkan kesempatan identitas lokal yang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapat respon tinggidari pemerintah kawasan dalam menghadapi kasus yang berada di wilayahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkan pemerintah lokal mendorong pembangunan kawasan serta membangun aktivitas promosi kebudayaan dan juga pariwisata. Kebijakan-kebijakan pemerintah kawasan juga akan lebih sempurna target dan tidak membutuhkan waktu yang usang sehingga akan lebih efisien. Dampak negative dari otonomi kawasan ialah munculnya kesempatan bagi oknum-oknum di tingkat kawasan untuk melaksanakan banyak sekali pelanggaran, munculnya kontradiksi antara pemerintah kawasan dengan pusat, serta timbulnya kesenjangan antara kawasan yang pendapatannya tinggi dangan kawasan yang masih berkembang
Masalah Otonomi Daerah
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
Permasalahan Pokok Otonomi Daerah:
1. Pemahaman terhadap konsep desentralisasi dan otonomi kawasan yang belum mantap
2. Penyediaan aturan pelaksanaan otonomi kawasan yang belum memadai dan adaptasi peraturan perundangan-undangan yang ada dengan UU 22/ 1999 masih sangat terbatas
3. Sosialisasi UU 22/1999 dan aliran yang tersedia belum mendalam dan meluas
4. Manajemen penyelenggaraan otonomi kawasan masih sangat lemahPengaruh perkembangan dinamika politik dan aspirasi masyarakat serta imbas globalisasi yang tidak gampang masyarakat serta imbas globalisasi yang tidak gampang dikelola
5. Kondisi SDM aparatur pemerintahan yang belum menunjang sepenuhnya pelaksanaan otonomi daerah
6. Belum terang dalam kebijakan pelaksanaan perwujudan konsepotonomi yang proporsional kedalam pengaturan konsepotonomi yang proporsional ke dalampengaturan pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah sesuai prinsip-prinsip demokrasi, kiprah serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman kawasan dalam kerangka NKRI
Permasalahan pokok tersebut terefleksi dalam 7 elemen pokok yang membentuk pemerintah kawasan yaitu;
1. kewenangan,
2. kelembagaan,
3. kepegawaian,
4. keuangan,
5. perwakilan,
6. manajemen pelayanan publik,
7. pengawasan.
Sumber-sumber Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan desentralisasi meliputi:
1. PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD)
· Hasil pajak daerah
· Hasil restribusi daerah
· Hasil perusahan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan kawasan yang dipisahkan.
· Lain-lain pendapatan orisinil kawasan yang sah,antara lain hasil penjualan asset kawasan dan jasa giro
2. DANA PERIMBANGAN
· Dana Bagi Hasil
· Dana Alokasi Umum (DAU)
· Dana Alokasi Khusus
3. PINJAMAN DAERAH
A. Pinjaman Dalam Negeri
· Pemerintah pusat
· Lembaga keuangan bank
· Lembaga keuangan bukan bankMasyarakat (penerbitan obligasi daerah)
B. Pinjaman Luar Negeri
· Pinjaman bilateral
· Pinjaman multilateral
· Lain-lain pendapatan kawasan yang sah;
· hibah atau penerimaan dari kawasan propinsi atau kawasan Kabupaten/Kota lainnya,
· penerimaan lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Peluang Bisnis Ekonomi Serta Tantangan Bisnis di Daerah
Pembangunan ekonomi saat ini di Indonesia selama pemerintahan orde gres lebih terfokus pada pertumbuhan ekonomi ternyata tidak membuat kawasan di tanah air berkembang dengan baik. Proses pembangunan dan peningkatan kemakmuran sebagai hasil pembangunan selama ini lebih terkonsentrasi di Pusat (Jawa) atau di Ibukota . Pada tingkat nasional memang laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pertahun cukup tinggi dan tingkat pendapatan perkapita naik terus setiap tahun (hingga krisis terjadi). Namun,dilihat pada tingkat regional, kesenjangan pembangunan ekonomi antar propinsi makin membesar.
Di kala otonomi kawasan dan desentralisasi kini ini, sebagian besar kewenangan pemerintahan dilimpahkan kepada daerah. Pelimpahan kewenangan yang besar ini disertai dengan tanggung jawab yang besar pula. Dalam klarifikasi UU No.22/1999 ini dinyatakan bahwa tanggung jawab yang dimaksud ialah berupa kewajiban kawasan untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi banyak sekali kasus menyerupai kemiskinan, pemerintah kawasan tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, menempel pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara pribadi mengupayakan pengentasan kemiskinan di kawasan bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah kawasan dituntut untuk mempunyai inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi kawasan dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi kawasan maka akan bisa membuat demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini ialah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.
Berangkat dari pemahaman demikian, maka untuk menghadapi banyak sekali kasus menyerupai kemiskinan, pemerintah kawasan tidak bisa lagi menggantungkan penanggulangannya kepada pemerintah pusat sebagaimana yang selama ini berlangsung. Di dalam kewenangan otonomi yang dipunyai daerah, menempel pula tanggung jawab untuk secara aktif dan secara pribadi mengupayakan pengentasan kemiskinan di kawasan bersangkutan. Dengan kata lain, pemerintah kawasan dituntut untuk mempunyai inisiatif kebijakan operasional yang bersifat pro masyarakat miskin.
Hubungan antara otonomi kawasan dengan desentralisasi, demokrasi dan tata pemerintahan yang baik memang masih merupakan diskursus. Banyak pengamat mendukung bahwa dengan dilaksanakannya otonomi kawasan maka akan bisa membuat demokrasi atau pun tata pemerintahan yang baik di daerah. Proses lebih lanjut dari aspek ini ialah dilibatkannya semua potensi kemasyarakatan dalam proses pemerintahan di daerah.
Pelibatan masyarakat akan mengeliminasi beberapa faktor yang tidak diinginkan, yaitu:
Ø Pelibatan masyarakat akan memperkecil faktor resistensi masyarakat terhadap kebijakan kawasan yang telah diputuskan. Ini sanggup terjadi lantaran semenjak proses inisiasi, adopsi, sampai pengambilan keputusan, masyarakat dilibatkan secara intensif.
Ø Pelibatan masyarakat akan meringankan beban pemerintah kawasan (dengan artian pertanggungjawaban kepada publik) dalam mengimplementasikan kebijakan daerahnya. Ini disebabkan lantaran masyarakat merasa sebagai salah satu pecahan dalam memilih keputusan tersebut. Dengan begitu, masyarakat tidak dengan serta merta menyalahkan pemerintah kawasan jikalau suatu dikala ada beberapa hal yang dipandang salah.
Ø Pelibatan masyarakat akan mencegah proses yang tidak fair dalam implementasi kebijakan daerah, khususnya berkaitan dengan upaya membuat tata pemerintahan kawasan yang baik.
Ø Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan pelaksanaan otonomi kawasan ini sangat boleh jadi mengakibatkan “cultural shock”, dan belum menemukan bentuk /format pelaksanaan otonomi menyerupai yang diharapkan. Hal ini berkaitan pula dengan tanggung jawab dan kewajiban kawasan yang dinyatakan dalam klarifikasi UU No.22/1999, yaitu untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan.
Berkaitan dengan kewenangan dan tanggung dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka pemerintah kawasan berupaya dengan membuat dan melaksanakan banyak sekali kebijakan dan regulasi yang berkenaan dengan hal tersebut. Namun dengan belum adanya bentuk yang terang dalam operasionalisasi otonomi tersebut, maka sering terdapat bias dalam hasil yang di dapat. Pelimpahan kewenangan dalam otonomi cenderung dianggap sebagai pelimpahan kedaulatan. Pada kondisi ini, otonomi lebih dipahami sebagai bentuk redistribusi sumber ekonomi/keuangan dari pusat ke daerah. Hal ini terutama bagi daerah-daerah yang kaya akan sumber ekonomi. Dengan begitu, konsep otonomi yang seharusnya bermuara pada pelayanan publik yang lebih baik, justru menjadi tidak atau belum terpikirkan.
Kemandirian kawasan sering diukur dari kemampuan kawasan dalam meningkatkan pendapatan orisinil kawasan (PAD). PAD juga menjadi cerminan keikutsertaan kawasan dalam membina penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kemasyarakatan di daerah. Keleluasaan memunculkan inisiatif dan kreativitas pemerintah kawasan dalam mencari dan mengoptimalkan sumber penerimaan dari PAD kini ini cenderung dilihat sebagai sumber prestasi bagi pemerintah kawasan bersangkutan dalam pelaksanaan otonomi. Disamping itu, hal ini sanggup mengakibatkan pula ego kedaerahan yang hanya berjuang demi peningkatan PAD sehingga melupakan kepentingan lain yang lebih penting yaitu pembangunan kawasan yang membawa kesejahteraan bagi masyarakatnya. Euphoria reformasi dalam pelaksanaan pemerintahan di kawasan menyerupai ini cenderung mengabaikan tujuan otonomi yang sebenarnya.
Otonomi menjadi keleluasaan kawasan untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintah di bidang tertentu yang secara konkret ada dan diharapkan serta hidup, tumbuh, dan berkembang di daerah. Sedangkan otonomi yang bertanggung jawab ialah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi sumbangan hak dan kewenangan kawasan dalam wujud kiprah dan kewajiban yang harus dipikul oleh kawasan dalam mencapai tujuan sumbangan otonomi, yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, dan pemerataan, serta pemeliharaan korelasi yang harmonis antara pusat dan kawasan serta antar daerah.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi semoga tujuan dari pelaksanaan otonomi kawasan sanggup tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh kawasan ialah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, sumbangan pelayanan publik yang sanggup menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Disamping peluang-peluang yang muncul dari pelaksanaan otonomi daerah, terdapat sejumlah tuntutan dan tantangan yang harus diantisipasi semoga tujuan dari pelaksanaan otonomi kawasan sanggup tercapai dengan baik. Diantara tantangan yang dihadapi oleh kawasan ialah tuntutan untuk mengurangi ketergantungan anggaran terhadap pemerintah pusat, sumbangan pelayanan publik yang sanggup menjangkau seluruh kelompok masyarakat, pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan dan peningkatan otonomi masyarakat lokal dalam mengurus dirinya sendiri.
Dalam implementasinya, penetapan dan pelaksanaan peraturan dan instrumen gres yang dibentuk oleh pemerintah kawasan sanggup mengakibatkan dampak, baik berupa dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang ditimbulkan akan kuat baik secara pribadi maupun tidak langsung, pada semua segmen dan lapisan masyarakat terutama pada kelompok masyarakat yang rentan terhadap adanya perubahan kebijakan, yaitu masyarakat miskin dan kelompok perjuangan kecil. Kemungkinan munculnya dampak negatif perlu mendapat perhatian lebih besar, lantaran hal tersebut sanggup menghambat tercapainya tujuan penerapan otonomi kawasan itu sendiri.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
yang di maksud Otonomi Daerah ialah wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangga daerah, yang menempel pada Negara kesatuan maupun pada Negara federasi. Di Negara kesatuan otonomi kawasan lebih terbatas dari pada di Negara yang berbentuk federasi. Kewenangan mengantar dan mengurus rumah tangga kawasan di Negara kesatuan mencakup segenap kewenangan pemerintahan kecuali beberapa urusan yang dipegang oleh Pemerintah Pusat
Pelaksanaan otonomi kawasan selain berlandaskan pada contoh hukum, juga sebagai implementasi tuntutan globalisasi yang harus diberdayakan dengan cara menawarkan kawasan kewenangan yang lebih luas, lebih konkret dan bertanggung jawab, terutama dalam mengatur, memanfaatkan dan menggali sumber-sumber potensi yang ada di wilayahnya masing-masing
DAFTAR PUSTAKA
https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=pengertian-prinsip-dan-tujuan-otonnomi