Hukum Perdagangan Online Dalam Islam

BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Berbisnis merupakan kegiatan yang sangat dianjurkan dalam fatwa Islam. Bahkan, Rasulullah SAW sendiri pun telah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki ialah melalui pintu berdagang (al-hadits). Artinya, melalui jalan perdagangan inilah, pintu-pintu rezeki akan sanggup dibuka sehingga karunia Allah terpancar daripadanya. Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan (QS 2 : 275), dengan catatan selama dilakukan dengan benar sesuai dengan tuntunan fatwa Islam.
Dalil di atas dimaksudkan untuk transaksi offline. Sekarang bagaimana dengan transaksi online di akhirzaman ini? Kalau kita bicara perihal bisnis online, berbagai macam dan jenisnya. Namun demikian secara garis besar bisa di artikan sebagai jual beli barang dan jasa melalui media elektronik, khususnya melalui internet atau secara online.
Salah satu pola ialah penjualan produk secara online melalui internet menyerupai yang dilakukan Amazon.com, Clickbank.com, Kutubuku.com, Kompas Cyber Media, dll. Dalam bisnis ini, dukungan dan pelayanan terhadap konsumen menggunakan website, e-mail sebagai alat bantu, mengirimkan kontrak melalui mail dan sebagainya.
Mungkin ada definisi lain untuk bisnis online, ada istilah e-commerce. Tetapi yang pasti, setiap kali orang berbicara perihal e-commerce, mereka memahaminya sebagai bisnis yang bekerjasama dengan internet, Dan dewasa ini, kita tak sanggup mengelak bahwa fenomena jual beli online telah tumbuh dan menjamur ditengah-tengah kehidupan kita sehari-hari. Mulai dari penjualan pakaian jadi, sepatu, tas, buku, dll. Lantas bagaimanakah aturan jual beli online dalam perspektif Islam? Dan bagaimanakah jual beli online yang diperbolehkan  (halal) dalam perspektif Islam? Jawaban-jawaban atas pertanyaan tersebut akan kami ulas satu persatu dalam makalah ini sehingga nantinya memunculkan suatu kesimpulan yang tepat dan sanggup diterima oleh para pembaca dengan bahasa yang gampang dipahami. Sehingga pengetahuan pembaca akan aturan jual beli online dalam perspektif Islam lebih jelas.
B.  Rumusan Masalah
1.        Bagaimana aturan jual beli secara online berdasarkan syariat agama Islam?
2.        Langkah-langkah apa saja yang sanggup kita lakukan biar jual beli secara online dikatakan halal dan sah berdasarkan syariat agama Islam?
C.  Tujuan
1.        Memberikan isu kepada pembaca biar mengetahui aturan jual beli secara online berdasarkan syariat agama Islam.
2.        Memperoleh pengetahuan perihal bagaimana jual beli  secara online yang diperbolehkan dalam perspektif Islam.
3.        Menambah keimanan dan keilmuan kita mengenai syariat-syariat agama Islam, khususnya dalam bidang jual beli.
                                                                            BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Jual Beli
Jual beli berdasarkan bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang berdasarkan syara’ artinya menukar harta dengan harta berdasarkan cara-cara tertentu (‘aqad).
Jual beli secara lughawi ialah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-bay’. Secara terminology jual beli ialah suatu transaksi yang dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang dengan harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ganti yang sanggup dibenarkan.
Jual-beli atau bay’u ialah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan barang yang lain dengan cara tertentu baik dilakukan dengan menggunakan komitmen maupun tidak menggunakan akad. Intinya, antara penjual dan pembeli telah mengetahui masing-masing bahwa transaksi jual-beli telah berlangsung dengan sempurna.
B.       Landasan Hukum Jual Beli
Landasan Syara’: Jual beli di syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Yakni:
1.      Berdasarkan Al-Qur’an diantaranya:
                                                                                      وَحَرَّمَ وَحَرَّمَ الْبَيْعَ اللَّهُ وَأَحَلَّ
Artinya: “ Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqarah : 275)
قِيَامًا لَكُمْ اللَّهُ جَعَلَ الَّتِي أَمْوَالَكُمُ السُّفَهَاءَتُؤْتُوا وَلا
Artinya: “ dan janganlah kau berikan hartamu itu kepada orang yang terbelakang dan harta itu dijadikan Allah untukmu sebagai pokok penghidupan”. (An-Nisa:5).
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kau membunuh dirimu, bahwasanya Allah ialah Maha Penyayang kepadamu”. (An-Nisa: 29).
2.      Berdasarkan Sunnah
Rasulullah Saw. Bersabda: 
      “dari Rifa’ah bin Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya: pencarian apakah yangpaling baik? Beliau menjawab: “Ialah orang yang bekerja dengan tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih”. (H.R Al-Bazzar dan disahkan Hakim).
Rasulullah Saw, bersabda:
“sesungguhnya jual beli itu hanya sah jikalau suka sama suka (saling meridhoi) (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).
3.      Bardasarkan Ijma’
Ulama telah setuju bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa insan tidak akan bisa mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa sumbangan orang lain. Namun demikian, sumbangan atau harta milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.
C.   Rukun dan Pelaksanaan Jual Beli
Dalam memutuskan rukun jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ulama Hanafiyah, rukun jual-beli ialah ijab dan qabul yang menunjukkanpertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual-beli berdasarkan Jumhur Ulama ada empat, yaitu:
1.      Bai’ (penjual)
2.      Mustari (pembeli)
3.      Shighat (ijab dan qabul)
4.      Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).
D.    Syarat Jual-beli
Transaksi jual-beli gres dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu:
1.      Adanya dua pihak yang melaksanakan transaksi jual-beli
2.      Adanya sesuatu atau barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli
3.      Adanya kalimat yang menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).
Syarat yang harus dipenuhi oleh penjual dan pembeli adalah:
1.      Agar tidak terjai penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan sanggup membedakan (memilih).
2.      Dengan kehendaknya sendiri, keduanya saling merelakan, bukan lantaran terpaksa.
3.      Dewasa atau baligh.
Syarat benda dan uang yang diperjual belikan sebagai berikut:
1.      Bersih atau suci barangnya
Tidak syah menjual barang yang najis menyerupai anjing, babi, khomar dan lain-lain yang najis.
2.      Ada manfaatnya: jual beli yang ada keuntungannya sah, sedangkan yang tidak ada keuntungannya tidak sah, menyerupai jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.
3.      Dapat dikuasai: tidak sah menjual barang yang sedang lari, contohnya jual beli kuda yang sedang lari yang belum diketahui kapan sanggup ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang atau barang yang sulit mendapatkannya.
4.      Milik sendiri: tidak sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya gres akan dimilikinya atau gres akan menjadi miliknya.
5.      Mestilah diketahui kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Jual beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka hukumnya boleh.
E.     Hukum Jual Beli
Secara asalnya, jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan. Sebagaimana ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah : dasarnya aturan jual-beli itu seluruhnya ialah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak. Kecuali apabila jual-beli itu dihentikan oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya termasuk yang dihentikan ia SAW.
F.     Macam – macam Jual Beli
Menurut para jumhur ulama jual beli sanggup ditinjau dari beberapa segi, di lihat dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam yaitu :
1.    Jual beli yang sah,adalah jual beli yang telah memenuhi ketentuan  syara’, baik rukun maupun syaratnya, syarat jual beli antara lain  :
a.    Barangnya suci
b.    Bermanfaat
c.    Milik penjual (dikuasainya )
d.   Bisa di serahkan
e.    Di ketahui keadaannya
2.    Jual beli yang batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, berdasarkan jumhur ulama, rusak dan batal mempunyai arti yang sama. Adapun ulama hanafiyah membagi aturan dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan rusak. 
3.    Jual beli yang di larang dalam Islam
Jual beli yang dihentikan dalam islam sangatlah banyak  berdasarkan jumhur ulama. Berkenaan dengan jual beli yang di larang dalam Islam, Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai berikut :
a.         Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad )
Ulama telah setuju bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang yang baligh, berakal, dan sanggup memilih, dan bisa ber-tasharruf secara bebas dan baik. Mereka yang di pandang tidak sah jual belinya ialah berikut ini :
1)   Jual beli orang gila
Ulama fiqih setuju bahwa jual beli orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, menyerupai orang mabuk, sakalor, dan lain-lain.
2)      Jual beli anak kecil
Menurut ulama fiqih jual beli anak kecil di pandang tidak sah, kecuali dalam kasus – kasus yang ringan atau sepele. Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mimayyiz yang belum baligh, tidak sah alasannya ialah tidak ada ahliyah.
            Adapun berdasarkan ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli belum dewasa kecil dianggap sah jikalau diizinkan walinya. Mereka antara lain beralasan, salah satu cara untuk melatih kedewasaan ialah dengan cara  memperlihatkan keleluasaan untuk jual beli, juga pengamalan atas firman Allah, yang artinya:    
    
“dan ujilah anak yatim itu hingga mereka dewasa untuk kawin. Kemudian jikalau berdasarkan pendapat mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka hartanya. (Q.S. An-Nisa’ :6)
3)      Jual beli orang buta
Jual beli orang buta di kategorikan sahih munurut jumhur ulama jikalau barang yang dibelinya diberi sifat ( diterangkan sifat-sifatnya ). Menurut Safi’iyah, jual beli orang buta tidak sah alasannya ialah ia tidak sanggup membedakan barang yang buruk dan yang baik.
4)      Jual beli terpaksa
Menurut ulama Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli ini tidak sah , alasannya ialah tidak ada keridaan saat akad.
5)      Jual beli fudhul
Adalah jual beli milik orang tanpa seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli di tangguhkan hingga ada izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli fudhul tidak sah.
6)      Jual beli orang yang terhalang
Maksudnya ialah terhalang lantaran kebodohan, melarat ataupun sakit.
b.      Terlarang Sebab Ma’qud Alaih ( barang jualan )
Secara umum, ma’qud alaih ialah harta yang di jadikan alat pertukaran olah orang yang akad, yang biasa di sebut mabi’ (barang jualan) dan harga.
1)      Jual-beli benda yang tidak ada atau di khawatirkan tidak ada
2)      Jual-beli barang yang tidak sanggup di serahkan
3)      Jual-beli gharar ataui di sebut juga dengan jual beli yang tidak terang (majhul)
4)      Jual-beli barang yang najis dan yang terkena najis.
5)      Jual-beli barang yang tidak ada ditempat komitmen (ghaib), tidak sanggup dilihat.
c.       Terlarang alasannya ialah syara’
1)      Jual-beli riba
2)      Jual-beli barang yang najis
Barang yang diperjual belikan harus suci dan bermanfaat untuk manusia. Tidak boleh (haram) berjual beli barang yang najis atau tidak bermanfaat seperti: arak, bangkai, babi, anjing, berhala, dan lain-lain.
Nabi saw. Bersabda ;
اِنّ ا للهَ تعالى حَرَّم بَيْعَ اْلخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ . (رواه الشيغان
Artinya : “ Nabi bersabda : Allah ta’ala melarang jual beli arak, bangkai, babi, anjing, dan berhala.”(bukhari dan muslim)
3)      Jual-beli dengan uang dari barang yang diharamkan
4)      Jual-beli barang dari hasil pencegatan barang
5)      Jual-beli waktu ibadah sholat jum’at, berdasarkan Q.S. Al Jumu’ah ayat 9, yaitu:
Artinya :
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kau kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jikalau kau mengetahui.
6)      Jual-beli anggur untuk dijadikan khamar
7)      Jual-beli induk tanpa anaknya yang masih kecil
8)      Jual-beli barang yang sedang dibeli oleh orang lain
9)      Jual-beli menggunakan syarat.
G. Jual Beli Dengan Akad Salam Secara Online (E-Commerce)
Transaksi secara online merupakan transakasi pesanan dalam model bisnis masa global yang non face, dengan hanya melaksanakan transfer data lewat maya (data intercange) via internet, yang mana kedua belah pihak, antara originator dan adresse (penjual dan pembeli), atau menembus batas system pemasaran dan Bisnis-Online dengan menggunakan Sentral shop, Sentral Shop merupakan sebuah Rancangan Web Ecommerce smart dan sekaligus sebagai Bussiness Intelligent yang sangat stabil untuk diguakan dalam memulai, menjalankan, mengembangkan, dan mengontrol Bisnis.
Perkembangan teknologi inilah yang bisa memudahkan transaksi jarak jauh, dimana insan bisa sanggup berinteraksi secara singkat walaupun tanpa face to face, akan tetapi didalam bisnis ialah yang terpenting memperlihatkan isu dan mencari keuntungan.
Adapun mengenai definisi mengenai E-Commerce secara umumnya ialah dengan merujuk pada semua bentuk transaksikomersial, yang menyangkut organisasi dan transmisi data yang digeneralisasikan dalam bentuk teks, suara, dan gambar secara lengkap. Sedangkan pihak-pihak yang terlibat sebagaiman yang telah diungkapkan dalam komitmen salam diatas, mungkin tidak beda jauh, hanya saja persyaratan kawasan yang berbeda.
Jual beli secara online ini sejenis dengan jual beli salam (pesanan). Kata salam ataupun salaf mempunyai makna satu, yaitu “pesanan”. Adapun secara terminologi ialah menjual suatu barang yang telah ditetapkan dengan sifat dalam suatu tanggungan.
Akad salam itu pada hakikatnya ialah jual-beli dengan hutang. Tapi bedanya, yang dihutang bukan uang pembayarannya, melainkan barangnya. Sedangkan uang pembayarannya justru diserahkan tunai. Makara komitmen salam ini kebalikan dari kredit.  Kalau jual-beli kredit, barangnya diserahkan terlebih dahulu dan uang pembayarannya jadi hutang. Sedangkan komitmen salam, uangnya diserahkan terlebih dahulu sedangkan barangnya belum diserahkan dan menjadi hutang.
Akad salam di menetapkan kebolehannya di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Dalil Al-Qur’an yang memperbolehkan komitmen salam terdapat dalam surah Al-Baqarah (2) ayat 282 :
الأصلفيالمعاملةالإباحةحتىيدلالدليللعلىتحرمه
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kau bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kau menuliskannya”.
Adapun dalil As-Sunnah, dalil dengan salam ini di sebutkan dalam hadist riwayat Ibnu Abbas RA. berkata bahwa saat Nabi SAW gres tiba di Madinah, orang-orang madinah biasa meminjamkan buah kurma satu tahun dan dua tahun. Maka Nabi SAW bersabda : “Siapa yang meminjamkan buah kurma maka harus meminjamkan dengan timbangan yang tertentu dan hingga pada masa yang tertentu”.  (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan dalil ijma’, Ibnu Al-Munzir menyebutkan bahwa semua orang yang kami kenal sebagai hebat ilmu telah bersepakat bahwa komitmen salam itu merupakan komitmen yang dibolehkan.
Dalam transaksi salam ini dibutuhkan syarat-syarat ijab qabul, Pernyataan dalam ijab qabul ini bisa disampaikan secara lisan, goresan pena (surat menyurat, instruksi yang sanggup memberi pengertian yang jelas), hingga perbuatan atau kebiasaan dalam melaksanakan ijab qabul. Adapun syarat-syaratnya adalah:
1.    Dilakukan dalam satu tempo.
2.    Antara ijab dan qabul sejalan.
3.    Menggunakan kata assalam atau assalaf.
4.    Tidak ada khiyar syarat (hak bagi pemesan untuk mendapatkan pesanan atau tidak).
H. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Secara Online
Sebagaimana keterangan dan klarifikasi mengenai dasar hokum hingga persyaratan transaksi salam dalam aturan islam, kalau dilihat secara sepintas mungkin mengarah pada ketidak dibolehkannya transaksi secara online (E-commerce), disebabkan ketidak jelasan kawasan dan tidak hadirnya kedua pihak yang terlibat dalam tempat.
Tetapi kalau kita mencoba menelaah kembali dengan mencoba mengkolaborasikan antara ungkapan al-Qur’an, hadits dan ijmma’, dengan sebuah landasan :
“Pada awalnya semua Muamalah diperbolehkan sehingga ada dalil yang memperlihatkan keharamannya”.
Dengan melihat keterangan diatas, maka hal tersebut bisa dijadikan sebagai pemula dan pembuka cenel keterlibatan aturan Islam terhadap permasalahan kontemporer. Karena dalam Al-Qur’an permasalahan transaksi online masih bersifat global, selanjutnya hanya mengarahkan kepada peluncuran teks hadits yang dikolaborasikan dalam permasalahan kini dengan menarik sebuah pengkiyasan.
Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud : Bahwa apa yang telah dipandang baik oleh muslim maka oke dihadapan Allah, akan tetapi sebaliknya. Dan yang paling penting ialah kejujuran, keadilan, dan kejelasan dengan memperlihatkan data secara lengkap, dan tidak ada niatan untuk menipu atau merugikan orang lain, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 282 diatas.
Langkah-langkah yang sanggup kita tempuh biar jual beli secara online ini di perbolehkan, halal, dan sah berdasarkan syari’at Islam diantaranya :
1.    Produk yang di jual maupun yang di beli Halal.
Kewajiban menjaga aturan halal-haram dalam objek perniagaan tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, niscaya Ia mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya).
Boleh jadi saat berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna atau berkurang. Namun kita niscaya menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap mencatat halal atau haram perniagaan kita.
2.    Kejelasan status.
Di antara poin penting yang harus kita perhatikan dalam setiap perniagaan ialah kejelasan status. Apakah sebagai pemilik, atau paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang menjual barang. Ataukah kita hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan atas jasa ini kita mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekedar seorang pedagang yang tidak mempunyai barang namun bisa mendatangkan barang yang kita tawarkan.
3.    Kesesuaian harga dengan kualitas barang.
Dalam jual beli online, kerap kali kita jumpai banyak pembeli merasa kecewa sesudah melihat pakaian yang telah dibeli secara online. Entah itu kualitas barangnya, ataukah ukuran yang ternyata tidak pas dengan yang dikehendaki. Sebelum hal ini terjadi kembali pada kita, patutnya kita mempertimbangkan apakah harga yang ditawarkan telah sesuai dengan kualitas barang yang akan dibeli. Sebaiknya juga kita meminta foto real dari keadaan barang yang akan dijual.
4.    Kejujuran dalam jual beli online
Berniaga secara online, walaupun mempunyai banyak keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai problem sanggup saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama problem yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak.
Bisa jadi ada orang yang melaksanakan pembelian atau pemesanan. Namun sesudah barang kita kirim kepadanya, ia tidak melaksanakan pembayaran atau tidak melunasi sisa pembayarannya. Bila kita sebagai pembeli, bisa jadi sesudah kita melaksanakan pembayaran, atau paling kurang mengirim uang muka, ternyata penjual berkhianat, dan tidak mengirimkan barang. Bisa jadi barang yang dikirim ternyata tidak sesuai dengan apa yang ia gambarkan di situsnya atau tidak sesuai dengan yang kita inginkan. kita bisa bayangkan betapa susah dan repotnya bila mengalami bencana menyerupai itu. Karena itu, walaupun kejujuran ditekankan dalam setiap perniagaan, pada perniagan secara online tentu lebih ditekankan lagi.
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Bisnis online sama menyerupai bisnis offline. Ada yang halal ada yang haram, ada yang legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama menyerupai komitmen jual beli dan komitmen as-salam, ini diperbolehkan dalam Islam. Adapun keharaman bisnis online lantaran beberapa alasannya ialah :
1.    Sistemnya haram, menyerupai money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online).
2.    Barang/jasa yang menjadi objek transaksi ialah barang yang diharamkan, menyerupai narkoba, video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs-situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinaan.
3.    Karena melanggar perjanjian (TOS) atau mengandung unsur penipuan.
4.    Tidak membawa kemanfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.
Sebagaima telah disebutkan diatas, aturan asal mu’amalah ialah al-ibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya. Namun demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya.
Transaksi online diperbolehkan berdasarkan Islam selama tidak mengandung unsur-unsur yang sanggup merusaknya menyerupai riba, kezhaliman, penipuan, kecurangan dan yang sejenisnya serta memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat didalam jual belinya.
Hal yang perlu juga diperhatikan oleh konsumen dalam bertransaksi ialah memastikan bahwa barang/jasa yang akan dibelinya sesuai dengan yang disifatkan oleh si penjual sehingga tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari.
B.  Saran
Ketika kita terjun ke bisnis online, berbagai godaan dan tantangan bagaimana kita harus berbisnis sesuai dengan koridor Islam. Maka dari itu kita harus lebih berhati-hati. Jangan lantaran ingin menerima uang yang banyak kemudian menghalalkan segala macam cara. Selama kita berbisnis online sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan bermanfaat bagi orang lain, insya Allah uang yang didapat akan berkah.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel