Hukum Dasar Politik Islami

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
            Politik senantiasa diharapkan oleh masyarakat di negara manapun. Ia merupakan upaya untuk memelihara urusan umat di dalam dan di luar negeri. Jika memandang seseorang dalam sosoknya sebagai insan (sifat manusiawinya), ataupun sebagai individu yang hidup dalam komunitas tertentu, maka bergotong-royong ia sanggup disebut sebagai seorang politikus. Di dalam hidupnya insan tidak pernah berhenti dan mengurusi urusannya sendiri, urusan orang lain yang menjadi tanggung jawabnya, urusan bangsanya, ideologi dan pemikiran-pemikirannya. Oleh sebab itu setiap individu, kelompok, organisasi ataupun negara yang memperhatikan urusan umat (dalam lingkup negara dan wilayah-wilayah mereka) sanggup disebut sebagai politikus. Dapat dikenali hal ini dari watak aktivitasnya, kehidupan yang mereka hadapi serta tanggung jawabnya. Islam sebagai agama yang juga dianut oleh secara umum dikuasai umat di Indonesia selain sebagai aqidah ruhiyah (yang mengatur kekerabatan insan dengan Rabb-nya), juga merupakan aqidah siyasah (yang mengatur kekerabatan antara sesama insan dan dirinya sendiri). Oleh sebab itu Islam tidak sanggup dilepaskan dari aturan yang mengatur urusan masyarakat dan negara. Islam bukanlah agama yang mengurusi ibadah mahdloh individu saja. Berpolitik yakni hal yang sangat penting bagi kaum muslimin. Di dalam negeri, kaum muslimin harus memperhatikan, apakah urusan umat sanggup terpelihara dengan baik oleh negara. Mulai dari penerapan aturan pemerintahan, ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan, aturan interaksi antar individu laki-laki dan perempuan serta seluruh kepentingan umat lainnya. Dengan demikian memperhatikan politik dalam negeri ini berarti menyibukkan diri dengan urusan-urusan kaum muslimin secara umum. Yaitu memperhatikan kondisi kaum muslimin dari segi peranan pemerintah dan penguasa terhadap mereka. Jika melihat kondisi politik yang ada sekag ini sangatlah memprihatinkan, politik yang hanya men- Tuhankan uang dan tidak membawa kaidah apapun bagi negeri ini. Hal ini dikarenakan tidak diterapkannya nilai-nilai dasar politik dalam fatwa Islam. Dimana nilai-nilai tersebut meliputi segala peraturan wacana berpolitik dengan menjauhkan dari segala larangan Allah SWT dan menerapkan sistem politik yang ada pada zaman Rasulullah.
1.2              Rumusan Masalah
-          Bagaimana kondisi sistem politik yang ada pada masa kini ini khususnya di negara Indonesia?
-          Apa sajakah nilai-nilai dasar politik dalam fatwa agama Islam?
-          Bagaimanakah yang dimaksud dengan sistem politik dalam Islam?
-          Apa hubungannya Islam dengan nasionalisme?
1.3              Tujuan
-          Memberikan suatu isu kepada masyarakat wacana kondisi politik ketika ini.
-          Menjelaskan wacana nilai-nilai dasar politik dalam fatwa agama Islam.
-          Memberikan wacana wacana sistem politik dalam Islam.
-          Memberikan suatu klarifikasi wacana kekerabatan Islam dengan nasionalisme.
-          Memenuhi kewajiban kiprah pada mata kuliah Agama Islam.
1.4              Manfaat
-          Mengetahui wacana nilai-nilai dasar dan sistem politik yang seharusnya dijalankan sesuai dengan syariat agama.
-          Untuk merekonstruksi ulang sistem politik yang ada kini dengan penerapan berdasarkan fatwa agama Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
 
2.1 Nilai-Nilai Dasar Politik dalam Islam
2.1.1 Pengertian Politik dalam Islam    
            Sistem politik dalam pandangan islam yakni aturan atau pandangan yang                            berkenaan dengan cara bagaimana urusan masyarakat diurus dan diatur dengan aturan                           Islam. Sebab, politik itu sendiri dalam pandangan islam yakni mengurus urusan umat                           dengan menerapkan aturan islam baik di dalam negeri maupun di luar negeri.  
   Pandangan beberapa orang mengenai politik dalam islam, salah satunya yaitu yang                        dikemukakan oleh  Saudara Abshar-Abdalla dalam kajian di Jawa Pos, 1 Juni 2003                    diantaranya :
1.    Sistem poltik dalam islam yakni system khalifah (pemimpin) yaitu sistem politik yang telah dilaksanakan Nabi Muhammad SAW dan para Khulafaur rasyidin yang dijadikan sebagai teladan bagi umat islam.
2.    Sistem poltik dalam islam sejatinya tidak ada. Karena Nabi Muhammad hanyalah seorang rasul yang misinya mensyiarkan agama islam bukan sebagai pemimpin dan pengatur agama.
3.    Sistem politik atau system ketatanegaraan dalam islam tidak ada, tapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara
            Lepas dari pendapat-pendapat diatas, dalam kenyataannya, pada masa Nabi   Muhammad SAW, dimana dalam masa itu dia tidak hanya sebagai rasul tetapi juga sebagai pemimpin Negara, sebagai buktinya yaitu aturan dasar Negara yang berupa Piagam Madinah, yang oleh Hamidullah disebut sebagai konstitusi tertulis pertama dalam sejarah pada awal decade ketiga masa VIIM (622) atau tahun 1 H. Dan kepemimpinan ini terus berlanjut hingga dibawah kepemimpinan Ali bin Abi Thalib.
Di dalam Al-Qur’an sendiri tidak disebutkan secara tegas mengenai wujud dari suatu system politik dalam islam, hanya dalam beberapa ayat disebutkan bahwa islam terkait dalam dua faktor yaitu kekuasaan politik hanya akan dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan bersedekah shaleh. Tidak hanya itu, system politik dalam islam juga berkaitan dengan ruang dan waktu, dengan kata lain dihubungkan dengan bencana bersejarah, yang salah satu bentuknya yaitu Piagam Madinah tersebut.
      2.1.2. Prinsip Dasar Politik dalam Islam
                        Prinsip dasarnya dan yg menjadi obyek pembahasan system politik dalam islam                     diantaranya :
1.     Fikih modern (siyasah dusturiyah)
   Dengan kata lain yaitu aturan tata Negara yang membahas kekerabatan pemimpin                dengan rakyatnya serta institusi yang ada di Negara itu sesuai dengan kebutuhan rakyat untuk kemaslahatan dan pemenuhan kebutuhan rakyat itu sendiri.
2.     Hukum internasional dalam islam (siyasah dauliyah), diantaranya yaitu :
a.       Kesatuan islam
Yang dimaksudkan disini yakni kesatuan seluruh umat islam di dunia yang satu jiwa dan berpegang teguh pada aturan islam yang sudah tertuang dalam al-qur’an dan al-hadist.
b.      Keadilan (al adalah)
Ini yakni menyangkut dengan keadilan social yang dijamin oleh system social dan system ekomomi islam. Keadilan didalam bidang sosioekonomi mustahil terealisasi tanpa wujudnya kuasa politik yang melindungi dan mengembangkannya.
Didalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam system politik islam meliputi dan menguasai segala jenis perhubungan yang berlaku didalam kehidupan manusia, termasuk keadilan diantara rakyat dan pemerintah, diantara dua pihak yang bersengketa dihadapan pihak pengadilan, diantara pasangan suami istri dan diantara ibu bapak dan anaknya. Dikarenakan kewajiban berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim merupakan diantara asas utama dalam system sosial islam, maka menjadi peranan utama system politik islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai sosial yang utama Karen a dengannya sanggup dikukuhkan kehidupan insan dalam segaa aspeknya.
c.       Persamaan (al musawah)
Persamaan disini terdiri daripada persamaan dalam menerima dan menuntut hak persamaan dalam memikul tanggung jawab berdasarkan peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berda di bawah taklukan kekuasaan undang-undang.
d.      Kehormatan insan (karomah insaniyah)
e.       Toleransi (al tasamuh)
f.       Kerjasama kemanusiaan
Yang dimaksudkan yakni kerjasama yang dilakukan oleh antar umat seagama dan kerjasama antar umat beragama.
g.      Kebebasan, kemerdekaan (al etika al karomah)
Kebebasan yang dipelihara oleh system politik islam ialah kebebasan yang berterskan kepada ma’ruf dan kebajikan.
Menegakkan prinsip kebebasan yang bergotong-royong yakni diantara tujuan terpenting bagi system politik dan pemerintahan islam serta asas bagi undang-undang perlembagaan Negara islam.
h.      Musyawarah
Asas musyawarah diantaranya :
Ø  Berkenaan dengan pemilihan ketua Negara dan orang-orang yang akan menjawati tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah.
Ø  Berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di al-qur’an dan as-sunnah
Ø  Berkenaan dengan jalan memilih kasus gres yang timbul di kalangan ummah melalui proses ijtihad.
i.        Hak Menghisab Pihak Pemerintah
      Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak pemerintah untuk melaksanakan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran Negara dan ummah.Hak rakyat untuk disyurakan yakni bererti kewajipan setiap anggota di dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Hak ini dalam pengertian yang luas juga bererti hak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusankeputusan pihak pemerintah.
Prinsip ini berdasarkan kepada firman Allah yang mafhumnya:
"Dan apabila ia berpaling (daripada kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerosakan padanya, dan merosak tumbuhan tumbuhan dan hewan ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan."
(Al-Baqarah:205)
"..maka berilah keputusan di antara insan dengan 'adil dan janganlah kau mengikut hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kau daripada jalan Allah. Sesungguhnya orang orang yang sesat daripada jalan Allah akan menerima 'azab yang berat, kerana mereka melupakan hari perhitungan."
(Sad: 26)
3.      Siyasah Maliyah
a.       Prinsip-prinsip kepemilikan harta
b.      Tanggung jawab sosial yang kokoh tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan sebaliknya
c.       Zakat, hasil bumi, emas perak, ternak dan zakat fitrah
d.      Khoroj
e.       Harta peninggalan dari orang yang tidak meninggalkan hebat waris
f.       Jizyah (harta temuan)
g.      Ghoniyah (harta rampasan perang)
h.      Bea cukai barang impor
i.        Eksploitasi sumber daya alam yang berwawasan lingkungan.
      2.1.3. Pilar Dasar Pemerintahan Islam
1)      Kedaulatan ditangan syara’ (as-siyadah li as-syar’i)
    Islam mengajarkan kedaulatan ditangan syara’, bukan ditangan manusia, umat atau    yang lain. Dengan demikian fatwa tersebut membawa kesan sebagai berikut :
Ø  Yang menjadi pengendali dan penguasa yakni aturan syara’, bukannya akal
Ø  Bahwa siapapun akan memiliki kedudukan yang sama dihadapan aturan syara’, sama dengan penguasa maupun rakyatnya.
Ø  Ketaatan pada penguasa terikat dengan ketentuan huhkum syara’, dan bukannya ketaatan secara mutlak. Sebagaimana yang dinyatakan oleh nas :
“Wahai orang-orang yang beriman, ta’atlah kau kepada Allah dan Rasul-Nya, serta orang-orang yang menjadi pemimpin di antara kamu. Apabila kau berselisih dalam suatu urusan, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul, apabila kau beriman kepada Allah dan Hari Akhirat. ” (An-Nisa’: 59).
“Tidak ada (kewajiban) ta’at dalam melaksanakan kemaksiatan kepada Yang Maha Pencipta (Allah).” (HR Ahmad).
“Mendengarkan dan menta’ati yakni kewajiban orang Islam, samada dalam kasus yang ia sukai ataupun tidak, selagi tidak diperintahkan untuk melaksanakan maksiat. Apabila diperintahkan untuk melaksanakan maksiat, maka tidak ada kewajiban untuk mendengarkan (perintah) dan menta’atinya.” (HR Bukhari).
Ø  Wajib mengembalikan kasus kepada aturan syara’, apabila berlaku perselisihan antara penguasa dengan rakyat, sebagaimana yang dinyatakan dalam ayat diatas.
Ø  Wajib melaksanakan kawalan keatas Negara yang dilakukan oleh politik islam atau umat, apabila terjadi penyelewengan Negara atau penguasa dari salah atu aturan syara’. Sebagaimana yang dinyatakan didalam Al-Qur’an :
“Hendaklah ada diantara kau sekelompok umat yang menyeru kepada jalan kebaikan, memerintahkan kepada kemakrufan, serta mencegah daripada kemungkaran.” (Ali Imran: 104).
Ø  Adanya mahkamah yang bertugas untuk menghilangkan penyimpangan terhadap aturan syara’ yakni wajib Mahkamah itulah yang disebut Mahkamah Mazalim
Ø  Bahwa mengangkat senjata untuk mengambil alih kekuasaan apabila khalifah kaum musilimin telah menyimpang daripada aturan syara’ dan positif kufur yakni wajib. Pengangkatan senjata ibarat ini tidak dihukumi sebagai tindakan pembangkangan kepada negara.
2)    Kekuasaan ditangan umat (as-sulthan li al-umat)
3)    Pengangkatan satu khilafah untuk seluruh kaum muslimin hukumnya wajib (wujub nashbi al-khilafah al-wahid li al-muslimin)
4)    Khalifah satu-satunya orang yang berhak untuk mengambil dan memutuskan aturan syara’ untuk menjadi undang-undang (li al-khilafah wahdah at-tabanni)
2.2  Islam dan Nasionalisme
     Nurcholis majid yang erat dipanggil Cak Nur ini yakni seorang tokoh pembaharu yang banyak dtentang oleh kalangan tradisionalis. Gagasan wacana sekularisasi dalam islam, serta pernyataan wacana “islam Yes, Partia No” hingga kini banyak diperbincangkan orang. Menurut Cak Nur, sekularisasi politik yakni solusi untuk membuatkan paham kebangsaan di tengah pergulatan ideologis keagamaan dan politik.
            Islam diturunkan Tuhan, Allah SWT melalui Nabi Muhammad SAW memang untuk diterapkan di dalam kehidupan duniawi. Tuntunan islam yang sangat utama yakni menuntun umat insan (baik dia muslim atau non muslim) dalam mengajarkan, mengarahkan kebenaran wacana eksistensi Tuhan itu sendiri, selain tuntunan positif kehidupan dibidang sosial, politik budaya dan sebagainya. Artinya islam juga menuntun umat insan khususnya muslim dalam mengarungi kehidupan dunia termasuk kehidupan politik. Umat islam diperbolehkan berpolitik, tetapi tetap saja aturan-aturan dan prinsip fatwa islam dihentikan dilanggar. Seperti seorang muslim guna mencapai kedudukan jabatan presiden, menteri, gubernur dan lainnya, harus dilakukan dengan niat dan motivasi prinsip yang terperinci ibarat ketulusan dan keikhlasan semata sebab Allah SWT dengan tujuan memakmurkan umat insan dan syiar islam itu sendiri.
     System pemerintahan dalam islam, tidak harus mencontoh system pemerintahan yang pernah diterapkan Rasulullah ataupun Khulafaur Rasyidin yang berbentuk Khilafah. System pemerintahan dalam boleh saja berbentuk Republik, Kerajaan, Kesultanan, akan tetapi, nilai-nilai fatwa islam atau substansi fatwa islam benar-benar diterapkan dalam Negara tersebut. Seperti pada kenyataannya, Rasulullah tidak pernah sedikitpun meninggalkan acara politik. Karena politik yakni riayatus syunnil ummah (mengurusi urusan umat). Politik dalam pandangan barat (sekularisme) sangat bertentangan dengan pandangan islam. Menurut pandangan islam, politik bukanlah ajang kudeta versi barat, tetapi politik yakni sebuah acara yang sangat berat, yang nantinya akan dimintai pertanggung jawaban.
            Contoh-contoh Negara yang seimbang terkait antara nasionalisme dan islam diantaranya, sistem pemerintahan Saudi Arabia yang berbentuk kerajaan, tapi nilai-nilai fatwa islam diterapkan dengan baik sehingga terwujudlah kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyatnya. Begitu juga dengan Brunai Darussalam yang memiliki system pemerintahan yang berbentuk kesultanan yang didalamnya diberlakukan nilai-nilai fatwa islam, ternyata terwujud kemakmuran dan kesejahteraan hidup bagi rakyatnya.
2.3  Kontribusi Umat Islam dalam Perpolitikan Nasional
     Tak sanggup dipungkiri bahwa islam yakni agama yang meliputi problem spiritual dan  politik. Kontribusi yang diberikan pada suatu Negara cukup signifikan. Seperti halnya yang dirasakan oleh Negara Indonesia, khususnya dibidang politik. Hal ini ditandai dengan :
è Munculnya partai-partai yang berasaskan islam serta partai Nasionalis yang berbasis umat islam
è Sikap proaktifnya tokoh-tokoh politik islam dan umat islam terhadap keutuhan Negara, Negara kesatuan RI semenjak proses kemerdekaan, masa pembangunan hingga kini masa reformasi.
Kuntowijoyo juga menyampaikan bahwa islam telah menyumbang banyak pada Indonesia. Islam membentuk budaya bernegara (Civic Culture), Nasional Solidarity, ideology jihad dan control sosial. Sumbangan besar islam berujung pada keutuhan Negara dan terwujudnya persatuan dan kesatuan.
BAB III
KESIMPULAN
Dari klarifikasi dibab pembahasan diatas sanggup disimpulkan sebagai berikut :
a.       Politik dalam islam yaitu mengurus urusan umat islam berdasarkan syariat, ketentuan, dan aturan islam yang berpedoman pada Al-Qur’an dan Al- Hadist.
b.      System politik dalam islam yaitu aturan atau pandangan yang berkenaan dengan cara bagaimana urusan masyarakat diurus dan diatur dengan aturan islam
c.       Prinsip dasar politik dalam islam diantaranya yaitu fikih modern (siyasah dusturiyah), Hukum internasional dalam islam (siyasah dauliyah), Siyasah Maliyah.
d.      Kontribusi umat islam dalam perpolitikan nasional yaitu
Ø  munculnya partai-partai yang berasaskan islam serta partai Nasionalis yang berbasis umat islam
Ø  Sikap proaktifnya tokoh-tokoh politik islam dan umat islam terhadap keutuhan Negara, Negara kesatuan RI semenjak proses kemerdekaan, masa pembangunan hingga kini masa reformasi.
e.       Pilar Dasar Pemerintahan Islam, diantaranya yaitu kedaulatan ditangan syara’ (as-siyadah li as-syar’i), Kekuasaan ditangan umat (as-sulthan li al-umat), pengangkatan satu khilafah untuk seluruh kaum muslimin hukumnya wajib (wujub nashbi al-khilafah al-wahid li al-muslimin), khalifah satu-satunya orang yang berhak untuk mengambil dan memutuskan aturan syara’ untuk menjadi undang-undang (li al-khilafah wahdah at-tabanni)
 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel