Makalah Sejarah Analisis Kebijakan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dalam kehidupan sehari-hari kita tentunya pernah mencicipi insiden yang terjadi jawaban adanya kebijakan dari pemerintah. Peristiwa itu contohnya kenaikan harga BBM yang diikuti oleh naiknya biaya transportasi, adanya konversi minyak tanah dengan LPG, Pendidikan gratis, dan lain-lain. Peristiwa- insiden yang dicontohkan tersebut bukan terjadi secara alami, atau sebagai insiden yang terjadi Karena proses perkembangan yang normal. Peristiwa-peristiwa tersebut dipengaruhi adanya kebijakan Negara, lantaran secara sadar atau tidak sadar, mengerti atau tidak mengerti kebijakan negaralah yang banyak mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari.
Study perihal kebijakan sangat penting lantaran dengan analisis kebijakan kita sanggup meminimalisir adanya kesalahan dengan adanya suatu kebijakann yang dibuat. Karena sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan akan dianalisa terlebih dahulu mengenahi dampak yang akan ditimbulkan pasca penerapan suatu kebijakan.
ini akan dibahas perihal konteks sejarah analisis kebijakan . Pembahasan mengenai sejarah analisis kebijakan akan dibahas mulai dari awal munculnya analisis kebijakan hingga pada perkembangan analisis kebijakan.
1.2 Rumusan Masalah
ini akan membahas beberapa permasalahan yang berafiliasi dengan analisis kebijakan yang ditinjau dari sisi histories antara lain :
1. Konsep dasar analisis kebijakan
2. Sejarah perkembangan dan evolusi analisis kebijakan
1.3 Tujuan
ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui konsep dasar analisis kebijakan
2. Mengetahui sejarah perkembangan dan evolusi analisis kebijakan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Analisis Kebijakan
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, kecerdikan itu diartikan sebagai anutan untuk bertindak (Sholihin, 2002). Pedoman itu sanggup jadi sangat sederhana atau komplek, bersifat umum atau khusus, Abstrak atau nyata. Menurut Carl Frederich, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu seraya mencari peluang peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan target yang diinginkan.
Menurut William N Dunn analisis kebijakan sanggup dijelaskan sebagai proses menghasilkan pengetahuan perihal dan dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan sanggup dimengerti sebagai proses menghasilkan pengetahuan perihal dan dalam proses kebijakan. Dalam definisi yang luas ini analisis kebijakan setua peradaban itu sendiri, dan meliputi banyak sekali bentuk pengkajian, dari penggunaan gaib atau tenaga gaib hingga ke ilmu-ilmu moderen.Keuntungan dari rumusan yang umum ini yaitu bahwa rumusan tersebut memungkinkan kita mengkaji variasi makna di masa kemudian yang telah mewarnai proses pembuatan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Secara Etimologis, istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, Sansekerta, dan Latin. Akar kata dalam bahasa Yunani dan Sansekerta polis (negara-kota) dan pur (kota) dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (negara) dan akibatnya dalam bahasa Inggris Pertengahan Policie, yang berarti menangani masalah-masalah publik atau manajemen pemerintahan. Asal ajakan Etimologis kata policy sama dengan dua kata penting lainnya: police dan politics.Inilah salah satu alasan mengapa banyak bahasa-bahasa modern, contohnya Jerman dan Rusia, hanya mempunyai satu kata (politik, politika) untuk dua pengertian policy danpolitics. Ini juga merupakan salah satu faktor yang ketika ini menjadikan kebingungan seputar batas disiplin ilmu politik, manajemen negara, dan ilmu kebijakan, semuanya menaruh perhatian besar pada studi politik (politics) dan kebijakan (policy).
Menurut Wayne Parson (2205), kebijakan yaitu istilah yang dalam penggunaannya secara umum, dianggap berlaku untuk sesuatu yang ’lebih besar’ ketimbang keputusan tertentu, tetapi ’lebih kecil’ ketimbang gerakan sosial. Jadi, kebijakan, dari sudut pandang tingkat analisis, yaitu sebuah konsep yang kurang lebih berada di tengah-tengah. Sebuah kebijakan mungkin saja merupakan sesuatu yang tidak sengaja, tetapi ia tetap dilaksanakan dalam implementasi atau praktek administrasi.
Dror (1989) di dalam Wayne (2005) menyampaikan bahwa gagasan ’pembuatan kebijakan’ yaitu sebagai ’kesadaran memilih’ di antara dua alternatif untuk mengatur masyarakat. Makna modern dari gagasan ’kebijakan’ (policy) dalam Bahasa Inggris yaitu seperangkat agresi atau planning yang mengandung tujuan politik – yang berbeda dengan makna ’administration’ (administrasi).
Makna ’kebijakan’ juga harus dipahami dalam konteks yang berubah-ubah. Pasalnya, sebagaimana konsep ’publik’, makna ’kebijakan’ yang senantiasa berubah, ini juga memperlihatkan kepada kita perubahan-perubahannya dalam praktik kebijakan. Akan tetapi jikalau direnungkan secara seksama, perubahan terminologi itu sebetulnya membawa jawaban yang cukup fundamental bagi proses pendewasaan diri analisis kebijakan itu sendiri. Sebab, perubahan itu ternyata bukan sekadar pada kemasannya, tetapi juga pada substansinya. (Wahab, 1999:1). Konkritnya, perubahan substansial itu menyentuh problem restrukturisasi konsep dan dimaksudkan untuk memperjelas karakteristik, serta tujuan dari analisis yang dilakukan terhadap masalah-masalah kebijakan. Selain itu juga, dimaksudkan untuk sanggup memilah-milah secara sistematik bidang-bidang kajian, serta profesi yang digeluti para ahli.
Konteks yang berubah-ubah ini sanggup kita temukan dalam beberapa contoh. Yang pertama, dalam karya Shakespeare, kita menjumpai empat makna ”kebijakan” (policy) yang berbeda, yakni: kehati-hatian, sebentuk pemerintahan, tugas, dan manajemen serta sebagai ”Machiavellianisme”. Kebijakan meliputi seni delusi politik dan duplikasi. Penonjolan, penampakan luar dan tipuan (ilusi) yaitu beberapa unsur yang membentuk kekuasaan (power). Kekuasaan tidak sanggup dipertahankan hanya dengan kekuatan paksa (force).
Contoh yang kedua, kekuasaan memerlukan kebijakan (policy) dalam pengertian Machiavellianisme, dan policy menunggangi kesadaran, demikian dikatakan sang penyair dalam Timon of Athens.
Contoh ketiga, policy bermakna sebagai kecerdikan (craftiness). Kita sanggup melihat salah satu gambaran yang paling menarik mengenai penggunaan gagasan policyMachiavellian dalam karya dramawan besar Marlowe yang hidup sezaman dengan Shakespeare. Dalam drama The Few of Malta gagasan tentang policy menempati kiprah sentral; kata ini muncul berkali-kali dalam teksnya. Misalnya, seorang ksatria menyebut ’simple policy’ yang kemudian, oleh seorang tokoh Barabas ditambahkan, ’Ah policy’, itulah profesi mereka. Dan itu tidak sederhana. Kata policy di sini mengandung dua makna, sederhana dan perencanaan cerdik (Scheming). Policy di sini sanggup berarti menciptakan atau merekayasa sebuah dongeng masuk nalar dalam rangka mengamankan tujuan-tujuan si perekayasa; salah satu makna policy di sini yaitu bertindak, dan menyerupai yang dikatakan Ithamore, ”maksud mengandung makna”. Dengan menggunakan policy-nya, Barabas mendapatkan tempat yang setara dengan Gubernur Malta. Dia mengadu domba bangsa Turki dengan kaum Kristiani, dan lantaran itu beliau mendapatkan ’keuntungan’ dari policy-nya. (Wayne Parson, 2005:16).
Francis Bacon, tokoh sezaman Shakespeare, juga mendefinisikan kebijakan (policy)dari segi kecerdikan rasional. Tetapi gagasan kebijakan sebagai politik, dan gagasan politik sebagai kebijakan, nantinya akan diganti oleh gagasan kebijakan sebagai politik yang menjalankan atau mengimplementasikan kebijakan, sebagai manajemen atau birokrasi. Dengan berkembangnya industri dan administratifnya di beberapa negara, maka birokrasi, menyerupai yang ditunjukkan oleh Weber, menjadi lisan dari komponen nasional dalam negara, yang berfungsi untuk menjalankan kehendak penguasa politik yang terpilih.
Istilah kebijakan menjadi lisan nasionalitas politik lantaran birokrasi memperoleh legitimasinya dari klaimnya sebagai tubuh nonpolitis, sedangkan politisi mengklaim otoritasnya berdasarkan penerimaan kebijakan-kebijakan atau ”platform” mereka oleh elektorat. Mempunyai kebijakan berarti mempunyai alasan atau argumen yang mengandung klaim bahwa pemilik kebijakan memahami problem beserta solusinya. Kebijakan mengemukakan apa yang sedang terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan. Sebuah kebijakan menawarkan semacam teori yang mendasari klaim legitimasi.
2.2 Sejarah Perkembangan dan Evolusi Analisis Kebijakan
A. Awal Munculnya Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan sanggup dilacak ke satu titik evolusi masyarakat dimana pengetahuan perihal kebijakan dibentuk secara sadar sehingga sanggup memungkinkan dilakukannya pengujian secara explisit dan reflektif terhadap kekerabatan antara pengetahuan danaksi.Waktu kapan pertama kali kebijakan dihasilkan tidak sanggup diketahui secara tepat. Akan tetapi dipercaya bahwa perkembangan analisis kebijakan publik berafiliasi dengan pertumbuhan peradaban dari bangsa-bangsa yang mempunyai kebebasan bahari yang luas. Contoh dokumen terkuno dari analisis kebijakan publik ditemukan di Mesopotamia yang berupa pakta-pakta pemerintahan dan politik. Dokumen itu disebut isyarat Hammurabi yang ditulis oleh penguasa Babilonia pada masa 18 sebelum masehi, yang mengexpresikan keinginan untuk membentuk ketertiban publik yang bersatu dan adil pada masa ketika babilonia mengalami transisi dari negara kecil menjadi negara wilayah yang luas. Kode Hammurabi mempunyai kesamaan dengan aturan Musa yang mencantumkan persyaratan-persyaratan ekonomi dan sosial untuk suatu pemukiman urban yang stabil dimana hak dan tanggung jawab didefinisikan berdasarkan posisi sosial. Kode meliputi proses kriminal, hak milik, perdagangan kekerabatan keluarga dan perkawinan,dana kesehatan dan apa yang dikenal kini sebagai akuntabilitas publik.
Sejarah yang tertulis perihal para seorang hebat menghasilkan pengetahuan perihal kebijakan sanggup ditelusuri hingga masa ke empat sebelum masehi. Di India,Arthashastra karya Kautilya, satu dari tuntunan-tuntunan awal perihal pembuatan kebijakan, keahlian bernegara dari manajemen pemerintahan, mensarikan apa yang telah ditulis hingga ketika itu (300 SM) mengenai materi yang ketika ini disebut Ilmu Ekonomi. Kautilya, yang mengabdi sebagai penasehat kerajaan Mauyan di India Utara, sanggup dibandingkan dengan Plato (427-327 SM), Aristoteles (384- 322 SM),dan Machiavelli (1469-1527), kesemuanya secara mendalam terlibat dalam aspek-aspek mudah pembuatan kebijakan pemerintah selain pekerjaan mereka sebagai pemikir-pemikir sosial. Plato mengabdi sebagai penasehat dari penguasa di Sisilia, sementara Aristoteles mengajar Alexander dari Macedonia semenjak orang tersebut terakhir berusia 14 tahun hingga ia naik tahta pada usia 20 tahun. Aristoteles, menyerupai para pemikir sosial kontemporer, yang menemukan bahwa politik mudah menjijikkan, cenderung mendapatkan kedudukan tersebut dengan impian supaya sanggup memakai pengetahuan untuk memecahkan kasus publik.
B. Perkembangan pada Abad Pertengahan
Ekspansi dan diferensiasi secara sedikit demi sedikit peradaban kotasepanjang masa pertengahan berlangsung dengan diikuti oleh strukturokupasi yang memudahkan pengembangan pengetahuan yang terspesialisasi. Berbagai kelompok seorang hebat kebijakan diangkat oleh para pemimpin untuk menawarkan saran dan sumbangan teknis terhadap hal-hal yang kurang dikuasai oleh para penguasa contohnya pengambilan keputusan yang efektif, keuangan, perang dan hukum. Pertumbuhan ”Politisi Profesional”, memperoleh kedudukan yang berbeda di dunia. Di Eropa, India, Cina, Jepang dan Mongolia pada masa pertengahan para pendeta merupakan kelompok yang terpelajar, lantaran kelompok ini secara teknis sangat dibutuhkan. Para penulis yang terpelajar, yang pada zaman modern ketika ini yaitu penulis pidato presiden yaitu juga mempunyai imbas terhadap pembuatan kebijakan. Di Inggris para aristokrat rendahan dan para investor diangkat tanpa kompensasi untuk mengendalikan pemerintahan kota untuk kepentingan meraka sendiri. Pada akibatnya para hebat aturan ternama juga mempunyai imbas dalam pembuatan kebijakan.
C. Zaman Revolusi Industri
Pada zaman kuno dan pertengahan pertumbuhan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan mengikuti evolusi peradaban. Namun ketika terjadi revolusi industri pertumbuhan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan menjadi acara yang relatif otonom dengan ciri khasnya sendiri dan dipisahkan dengan kepentingan politik sehari-hari. Zaman revolusi industri yaitu masa dimana kepercayaan perihal perkembangan insan melalui ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih lebih banyak didominasi di kalangan para pengambil kebijakan dan penasehatnya. Pada masa ini pembangunan dan pengujian teori-teori ilmiah dan masyarakat secara sedikit demi sedikit mulai dilihat sebagai satu-satunya cara untuk memecahkan permasalahan sosial. Pengaruh mistik, klenik, dan sihir sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat. Mulai pada masa ini muncul pengetahuan yang relevan dengan kebijakan berdasarkan ukuran empirisme dan metode ilmiah.
D. Perkembangan pada Abad ke-19
Pada masa 19 di eropa mulai munsul generasi gres yang menghasilkan pengetahuan perihal kebijakan mulai mendasarkan efektivitas mereka pada dokumen data empiris yang sistematis. Pada masa ini perhatian terhadap pengumpulan fakta secara sistematis sanggup diilustrasikan dengan beberapa cara. Misalnya dengan pengembangan statistik dan demografi sebagai bidang spesialisasi. Pada masa itu mulai bermunculan lembaga-lembaga yang memperhatikan secara khusus pada pengetahuan yang relevan dengan kebijakan. Lembaga-lembaga tersebut diorganisir oleh para bankir, ilmuwan, industrialis yang berusaha mengganti cara berfikir usang dalam menghadapi kasus sosial dengan metode gres yang lebih sistematis.
Pada masa 19, metode untuk menghasilkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan secara terang mengalami perubahan dan transformasi yang besar. Pengetahuan mengenai alam dan masyarakat tidak lagi ditentukan berdasarkan kesesuaiannya dengan otoritas, ritual dan prinsip-prinsip filsafat, tetapi dinilai berdasarkan konsistensinya dengan observasi empiris. Tetapi transformasi ini bukanlah merupakan hasil dari komitmen formal terhadap norma-norma empirisme dan metode ilmiah sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ketidakpastian yang tiba bersama dengan transisi dari peradaban agraris ke industri.
E. Perkembangan Abad ke-20
Perkembangan ilmu yang mempelajari perihal kebijakan pada masa ini sanggup digambarkan dengan adanya profesionalisasi ilmu politik, manajemen negara, sosiologi, ekonomi dan disiplin ilmu sosial lainnya yang terkait. Selama masa 20 para ilmuwan kebijakan bukan lagi kelompok yang heterogen menyerupai bankir, industrialis, jurnalis, dan sarjana-sarjana yang mengendalikan forum statistik kuno dan forum penelitian kebijakan lainnya.
Fungsi utama dari ilmuwan sosial pada masa ini yaitu mengkaji kasus masalah kebijakan dan merumuskan solusi yang potensial. Adanya perang dunia II dan kasus adaptasi kembali pasca perang memberi kesempatan para ilmuwan sosial untuk menerapkan nilai-nilai yang dianutnya untuk memecahkan kasus praktis. Menurut Laswell dalam pengantarnya ” ilmu kebijakan” tidak dibatasi oleh tujuan teoritis ilmu, tetapi juga mempunyai orientasi mudah yang mendasar. Tujuan ilmu kebijakan tidak hanya memberi sumbangan pada pengambilan keputusan yang efisien tapi juga untuk menawarkan pengetahuan yang diharapkan dalam rangka pengembangan pelaksanaan demokrasi.
F. Analisis Kebijakan dalam Masyarakat Pasca Industri
Masyarakat pasca industri yaitu sebuah masyarakat dimana perkembangannya didominasi oleh kelas teknis-profesional yang terdidik. Masyarakat pasca industri merupakan perpanjangan dari pola-pola pembuatan kebijakan dan organisasi sosial kemasyarakatan yang mempunyai ciri-ciri yang terkait pribadi dengan evolusi sejarah dan kepentingan analisis kebijakan :
1. Pemusatan ilmu pengetahuan teoritis
2. Penciptaan teknologi intelektual yang baru
3. Meluasnya kelas ilmu pengetahuan
4. Perubahan dari barang ke pelayanan
5. Instrumentalisasi ilmu
6. Produksi dan penggunaan informasi
G. Perkembangan Awal Akademik
Menurut Wayne Parson (2005:28-30) pertumbuhan kebijakan sebagai bidang akademik merupakan implementasi lapangan dari hasil dua pertemuan yang diselenggarakan oleh American School Research Council. Hal itu mungkin terjadi pada selesai 1960-an. Pertemuan itu merupakan dua konference (perundingan) yang menghasilkan dua koleksi kertas kerja (paper) yang diedit oleh Austin Ranney (Ranney, 1965). Tokoh-tokoh yang mempunyai donasi berharga dalam perkembangan ini antara lain Lasswell (1951, 1959, 1970, 1971), Simon Herbert (1947), David Easton (1965), Lindblom (1968), Almond Powell (1966), Deutsch (1963), Vickers (1965).
Pada periode 1960-an dua karya awal yang mengekspresikan sudut pandang yang berbeda mengenai rasionalitas pembuatan kebijakan yaitu Lindblom (1968) dan Dror (1968). Teks-teks lainnya juga dipublikasikan pada 1968 antara lain Bauer dan Gergen (eds) dan Ranney (ed).
Pada periode 1970-an pendekatan kebijakan muncul dalam bentuk buku-buku ajar(text books). Beberapa buku menjadi teks kunci untuk memahami banyak sekali studi kebijakan baru. Diantaranya, Jones (1970), Dye (1972), Anderson (1975), dan Jenkins (1978) yang menempati posisi istimewa yaitu studi krisis misil Kuba oleh Graham Allison (1971) yang meskipun merupakan studi kebijakan negara asng, segera diadopsi sebagai teks utama dalam kuliah-kuliah pembuatan keputusan dalam konteks ”kebijakan publik”. Pada periode ini juga muncul serial buku yang diterbitkan oleh Policy Studies Organization. Buku-buku itu bertujuan mempromosikan ”penerapan ilmu politik pada problem kebijakan yang penting”. Dua diantaranya penting bagi mahasiswa lantaran menyediakan survey yang elok mengenai State of the Art di pertengahan 1970-an. (Nagel (ed), 1975a dan b). Pada pertengahan 1970-an ini juga terbit teks-teks studi perbandingan kebijakan publik, dan ang paling menonjol yaitu Heldenmeir (et.al., 1975) dan Hayward dan Watson (1975). Pada 1979 muncul sumbangan penting, yaitu karya Wildavsky, yaitu Speaking The Truth,buku ini terbit di luar Amerika dengan judul The Art and Craft of Policy Analysis (Wildavsky, 1980).
Periode 1980-an yaitu dekade dimana buku-buku didik pendekatan kebijakan berkembang dengan pesat. Buku-buku tersebut terlalu banyak untuk disebutkan, tetapi diantara buku-buku itu, yang paling banyak dipakai yaitu buku dari Burch dan Wood (1983); Peters (1982), dan Richardson dan Jordan (1979 / 1985). Periode 1970-an dan 1980-an menjadi saksi munculnya lembaga-lembaga pemikiran dan riset dimana mereka mulai memakai pedekatan interdisipliner untuk mengkaji kebijakan. Insentif kajian akademik masih lebih banyak berafiliasi dengan acara masing-masing disiplin ketimbang pada pada ”agenda kebijakan”. Di lain pihak, ”lembaga-lembaga pemikiran” (think-tanks) telah menyediakan pendekatan yang berfokus pada problem dan kebijakan yang sangat aman bagi pembaharuan ”orientasi kebijakan” yang pertama kali dikemukakan oleh Lasswell.
Salah satu ciri utama dari bidang kebijakan publik pada periode 1980-an dan 1990-an yaitu penyebarannya ke negara-negara penggalan Amerika Serikat. Bahkan ada sejumlah pemikiran yang paling inovatif dan pendekatan gres muncul di benua Eropa. Ini yaitu perkembangan yang penting,sebab sebahagian besar sejarah bidang ini cenderung di dominasi oleh gagasan dan materi dari Amerika Serikat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan di atas sanggup disimpulkan bahwa :
1. Kebijakan (Policy) yaitu suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diinginkan oleh seseorang, institusi, pemerintah dalam suatu tempat yang berafiliasi dengan hambatan tertentu serta untuk mencari peluang dalam memcapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan Analisis kebijakan yaitu suatu proses sebelum mengeluarkan suatu kebijakan dengan memperhatikan dampak apabila kebijakan tersebut dilaksanakan. Dari sejarahnya tujuan analisis kebijakan yaitu untuk menyediakan informasi-informasi yang sanggup dipakai untuk memikirkan kemungkinan pemecahan masalah-masalah kebijakan bagi para pengambil kebijakan.
2. Analisa kebijakan pada awalnya dilakukan ketika politik mudah harus dilengkapi dengan pengetahuan supaya sanggup memecahkan maslah publik. Awal munculnya di India pada tahun 300 SM yang kemudian berkembang pada masa revolusi industri dan dikembangkan kembangkan pada masa 20 an kemudian hingga dikembangkan sebagai bidang akademik pada selesai tahun 1960-an.
DAFTAR PUSTAKA
AG.Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Budi Winarno. 2007. Kebijakan Publik: Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
Dr. Syafaruddin, M.Pd, 2008. Efektifitas Kebijakan Pendidikan, Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Edi Suharto, Ph.D, 2010, Analisa Kebijakan Publik panduan mudah mengkaji kasus dan kebijakan public, Bandung:Alfabeta.