Ilmu Filsafat Dan Agama Lengkap



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Manusia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa dengan sempurna, yaitu dilengkapi dengan seperangkat budi dan pikiran. Dengan budi dan pikiran inilah, insan mendapatkan ilmu. Akal dan pikiran memroses setiap pengetahuan yang diserap oleh indera-indera yang dimiliki manusia.
Menuntut ilmu sebagai jalan yang lurus (ash shirathal mustaqim), untuk memahami antara yang haq dan bathil, yang bermanfaat dengan yang mudaharat (membahayakan), yang sanggup mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam. Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin Malik rodhiyallohu ‘anhu, lihat Shahih Jamiush Shagir, No. 3913)
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas sanggup kita ambil rumusan kasus sebagai berikut:
1.      Apa definisi dan bagaimana keutamaan ilmu?
2.      Apa pengertian filsafat?
3.      Apa pengertian agama?



BAB II
ILMU, FILSAFAT, DAN AGAMA
A.    ILMU
Materi ‘ilm terdapat dalam Al-Qur’an dengan semua kata jadiannya, sebagai kata benda, kata kerja, atau kata keterangan, beberapa ratus kali. Redaksi ta’lamun terulang sebanyak 56 kali, fasata’lamun 3 kali, ta’lamu 9 kali, ya’lamun 85 kali, ya’lamu 7 kali, ‘allama 47 kali, ‘alim 140 kali, dan kata ‘ilm sebanyak 80 kali. Semua pengulangan itu memperlihatkan dengan niscaya akan keutamaan ilmu pengetahuan dalam pandangan Al-Qur’an.
Imam Raghib al-Ashfahani dalam kitabnya Mufradat Al-Qur’an menyampaikan bahwa ‘Ilmu’ yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan hakikatnya. Ia menyatakan bahwa ilmu terbagi atas: 1)mengetahui inti sesuatu (tashawwur), dan 2)menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada, atau menafikan sesuatu yang tidak ada (tashdiq). Ia juga membagi ilmu dari sisi lain, yaitu ilmu teoritis dan ilmu aplikatif. Dari sudut pandang lain, ia juga membagi ilmu menjadi ilmu rasional dan ilmu doktrinal.
Perlu diingat bahwa ayat Al-Qur’an yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah SAW menunjuk pada keutamaan ilmu pengetahuan, yaitu perintah membaca, dan membaca yaitu kunci ilmu pengetahuan. Allah mengajarkan hamba-Nya dengan kebijaksanaan-Nya, melalui tulisan, lafal, dan makna. Ilmu yaitu salah satu tanda yang paling terperinci dan agung yang memperlihatkan insan menuju Allah SWT.
Allah membedakan orang berilmu dengan orang udik menyerupai orsng ysng melihst dengan orang buta, menyerupai orang hidup dan orang mati. Ibnu Mas’ud mengatakan, “Cukup dengan takut kepada Allah sebagai ilmu, dan keberanian menentang Allah sebagai kebodohan.” Kemuliaan para andal ilmu pengetahuan Allah tunjukkan pada QS. Ali Imran ayat 18,
“Allah menyatakan bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Paramalaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu).” (QS. Ali Imran : 18)
Hal ini memperlihatkan kemulian andal ilmu pengetahuan dari beberapa segi, antara lain:
1.      Allah meminta mereka bersaksi, tidak kepada yang lain.
2.      Allah menggandengkan syahadat mereka dengan syahadat-Nya.
3.      Allah menggandengkan syahadat mereka dengan syahadat para malaikat.
4.      Secara implisit, suara ayat tersebut memperlihatkan kebanggaan Allah terhadap orang berilmu, lantaran ia hanya meminta syahadat dari orang-orang yang bersih.
5.      Allah menyifati mereka sebagai ‘ahli’ ilmu, yang berarti mereka yaitu pemilik ilmu pengetahuan, bukan peminjam.
6.      Allah bersaksi dengan diri-Nya sendiri, kemudian para malaikat dan andal ilmu. Ini merupakan kehormatan yang sangat besar bagi para andal ilmu.
7.      Allah meminta kesaksian terhadap sesuatu yang amat agung. Yang Maha Agung hanya akan meminta persaksian terhadap sesuatu yang besar hanya kepada makhluk-makhluk terkemuka.
8.      Allah menjadikan kesaksian mereka sebagai hujjah bagi orang-orang yang mungkir. Kesaksian mereka setara dengan dalil yang memperlihatkan akan keesaan-Nya.
9.      Allah hanya menisbatkan persaksian tersebut kepada-Nya, kepada malaikat, dan kepada para andal ilmu. Ini memperlihatkan kuatnya persaksian mereka dengan persaksian-Nya.
10.  Allah menjadikan mereka menunaikan hak-Nya atas mereka dengan persaksian ini. Jika mereka telah melaksanakannya, maka mereka telah menunaikan hak Allah.
Semua nabi dan rasul yang diutus Allah, mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW, dibekali ilmu pengetahuan oleh Allah SWT dan menjadikan mereka para andal ilmu. Al-Qur’an memuji andal ilmu dengan sebutan alladziina utul-‘ilma, dan Allah menisbatkan kepada mereka keutamaan pemikiran, keimanan, serta akhlak. Al-Qur’an menyatakan ilmu sebagai kehidupan dan cahaya bagi umat insan dan semesta alam.
Beberapa kasus yang dicela oleh Al-Qur’an yang dikerjakan tanpa ilmu:
1. Debat tanpa ilmu
2. Membuka diam-diam orang lain tanpa ilmu
3. Dakwaan Jabariyah tanpa ilmu
4. Menghalalkan dan mengharamkan tanpa ilmu
5. Menyesatkan dari jalan Allah lantaran tidak berilmu
Beberapa bentuk kebodohan berdasarkan Al-Qur’an:
1. Bermain-main dalam situasi serius
2. Mengutamakan emosi ketimbang akal
3. Kejumudan atas pikiran-pikiran sesat dan sikap menyimpang
4. Maksiat kepada Allah
5. Tidak berusaha untuk lebih cerdas (menuntut ilmu)
Ilmu yang tercela berdasarkan Al-Qur’an, antara lain:
1. Ilmu yang memudharatkan dan tidak bermanfaat (sihir)
2. Ilmu perbintangan/Ramalan bintang (nujum)
3. Ilmu yang disembunyikan oleh pemiliknya
4. Ilmu yang tidak diamalkan oleh pemiliknya
5. Ilmu materialisme yang bertentangan dengan ilmu kenabian
6. Ilmu keduniaan yang melalaikan akhirat
7. Ilmu yang di-sombong-kan
8. Ilmu yang menjadikan perselisihan
B. FILSAFAT
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yang juga diambil dari bahasa Yunani.. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata beragam dan berasal dari kata-kata (philia=persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia="kebijaksanaan"). Sehingga arti harafiahnya yaitu seorang “pencinta kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih menyerupai dengan aslinya. Dalam bahasa Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
Definisi kata filsafat bisa dikatakan merupakan sebuah problem falsafi pula. Tetapi, paling tidak bisa dikatakan bahwa "filsafat" yaitu studi yang mempelajari seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran insan secara kritis Hal ini didalami tidak dengan melaksanakan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan problem secara persis, mencari solusi untuk itu, memperlihatkan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu, serta simpulan dari proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektik. Dialektik ini secara singkat bisa dikatakan merupakan sebuah bentuk dialog. Untuk studi falsafi, mutlak dibutuhkan logika berpikir dan logika bahasa.
Logika merupakan sebuah ilmu yang sama-sama dipelajari dalam matematika dan filsafat. Hal itu menciptakan filasafat menjadi sebuah ilmu yang pada sisi-sisi tertentu berciri eksak di samping nuansa khas filsafat, yaitu spekulasi, keraguan, dan couriousity 'ketertarikan'. Filsafat juga bisa berarti perjalanan menuju sesuatu yang paling dalam, sesuatu yang biasanya tidak tersentuh oleh disiplin ilmu lain dengan sedikit sikap skeptis yang mempertanyakan segala hal.
Orang yang andal dalam berfilsafat disebut philoshoper (Inggris), dan orang Arab menyebutnya Failasuf, kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi filosof. Pemikiran secara filsafat sering diistilahkan dengan pemikiran filosofis.
Imam Barnadib menjelaskan, filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Harun Nasution berpendapat, filsafat ialah berfikir berdasarkan tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga hingga ke dasar-dasar persoalan.
Jujun S. Suriasumantri berpandangan bahwa berpikir secara filsafat merupakan cara berpikir radikal, sistematis, menyeluruh dan fundamental untuk sesuatu permasalahan yang mendalam.


Muhammad Noor Syam menjelaskan bahwa :
Filsafat yaitu sesuatu lapangan pemikiran dan penyelidikan insan yang amat luas (komprehensif). Kebenaran filsafat yaitu kebenaran yang relatif. Artinya kebenaran itu sendiri selalu mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia.
Dari uraian di atas sanggup diambil suatu pengetian bahwa filsafat yaitu ilmu pengetahuan yang amat luas (komprehensif) yang berusaha untuk memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia.
Kebenaran yang dimaksud dalam konteks filsafat yaitu kebenaran yang tergantung sepenuhnya kepada kemampuan daya logika manusia.
Filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagitercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan. Kaprikornus filsafat pendidikan yaitu ilmu yang pada hakikatnya merupakan balasan dari pertanyaa-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisa filosofis dalam lapangan pendidikan.
C. AGAMA
Agama berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan pedoman kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi". Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini yaitu religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan.
Menurut Carl Jung (1955) Tuhan yaitu sesuatu kekuatan yang kuat besar yang alami dan pengaruhnya tidak sanggup di bendung: Very personal nature and an irresistible influence, I call it God. Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir, insan berTuhan lantaran insan memakai kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir insan itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga kini ini dimana para andal mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
Fredrick Schleimacher beropini bahwa yang menjadi sumber keagamaan itu yaitu rasa ketergantungan yang mutlak (sense of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini insan mencicipi dirinya lemah, kelemahan ini mengakibatkan insan selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa ketergantungan ini timbullah konsep wacana Tuhan.
Jika ditinjau dari segi asalnya, maka semua agama di Bumi ini di bagi 2, yaitu :
1. Agama Samawi (Tauhid)
Yaitu agama yang turun dari Allah SWT yang menjadikan alam semesta dan diwahyukan kepada Rasul-Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat mereka masing-masing. Yang termasuk dalam agama samawi antara lain yaitu Agama Yahudi, Agama Nasrani, dan Agama Islam.
2. Agama Thabi’y (A’rdhi)
Yaitu agama yang timbul dari angan-angan khayal insan belaka, bukan berasal dari wahyu Ilahi. Di antara agama ardhi yaitu Agama Majusi, Agama Shabi’ah.
Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen (Protestan) dan Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000,
Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Tetapi hingga kini masih banyak penganut pedoman agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat pemerintah. Ada juga penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit.
Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 wacana Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain dihentikan tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut.
Sebenarnya tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi lantaran adanya SK (Surat Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 wacana pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid lantaran dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 wacana Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia.
Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.
D. Persamaan dan Perbedaan Filsafat, Ilmu, dan Agama.
Filsafat, ilmu, dan agama mempunyai sisi persamaan dan perbedaan, yaitu sebagai berikut:
1. Persamaan
·            Ketiganya mencari rumusan yang sebaik-baiknya memeriksa obyek selengkap-lengkapnya hingga ke-akar-akarnya.
·            Ketiganya memperlihatkan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba memperlihatkan sebab-akibatnya.
·            Ketiganya hendak memperlihatkan sistesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
·            Ketiganya mempunyai metode dan sistem.
·            Ketiganya hendak memperlihatkan klarifikasi wacana kenyataan seluruhnya timbul dari hasrat insan (obyektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.


2. Perbedaan
·            Obyek material (lapangan) filsafat itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita). Sedangkan obyek material ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu.
·            Obyek formal (sudut pandangan) filsafat itu bersifat non fragmentaris, lantaran mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifat teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide insan itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
·            Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh lantaran itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya.
·            Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
·            Filsafat memperlihatkan klarifikasi yang terakhar, yang mutlak, dan mendalam hingga fundamental (primary cause) sedangkan ilmu memperlihatkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder (secondary cause).
·            Filsafat dan ilmu bersumber pada kekuatan akal, sedangkan agama bersumber pada wahyu.
·            Filsafat didahului oleh keraguan, ilmu didahului oleh keingintahuan, sedangkan agama diawali oleh keyakinan.
E. Kedudukan Filsafat Ilmu
Filsafat dalam bahasa Inggris, yaitu philosophy, adapun istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani. Philosophia, yang terdiri atas dua kata: philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan sophia (hikmah, kebijaksanaan, pengetahuan, keterampilan, pengalaman praktis, imtelegensi). Kaprikornus secara etimologi, filsafat berarti cinta kebijaksanaan atau kebenaran. Filsafat dan ilmu yaitu dua kata yang saling berkaitan baik secara substansial maupun historis. Kelahiran suatu ilmu tidak sanggup dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Oleh lantaran itu kau ingim mengulas wacana adanya hubungan filsafat ilmu dengan cabang ilmu pengetahuan serta ingin mengetahui bagaimana kedudukan filsafat ilmu dalam perkembangan ilmu pengetahuan, keanekaragaman dan pengelompokan ilmu pemgetahuan, hal ini berarti bahwa kedudukan filsafat ilmu mempunyai kiprah dalam perkembangan ilmu pengetahuann, keanekaragaman dan pegelompokannya.
Ø  Hubungan filsafat ilmu dengan cabang ilmu pengetahuan
Pengetahuan sebagai produk berpikir merupakan obor dan semen peradaban dimana insan menemukan dirinya dan menghayati hidup dengan lebih sempurna. Berbagai peralatan dikembangkan insan untuk meningkatkan kualitas hidupnya dengan jalan menerapkan pengetahuan yang diperolehnya. Proses inovasi dan penerapan itulah yang menghasilkan kapak dan watu zaman dulu hingga komputer zaman sekarang. Berbagai kasus memasuki benak pemikiran insan dalam menghadapi kenyataan hidup sehari-hari dan bermacam-macam buah pemikiran telah dihasilkan sebagai serpihan dari sejarah kebudayaannya. Meskipun kelihatannya betapa banyak dan keanekaragamnya buah pemikiran itu, namun pada hakekatnya upaya insan dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada tiga kasus pokok yakni : Apakah yang ingin kita ketahui? (ontologi) Bagaimanakah cara kita memperoleh pengetahuan? (epismotologi) dan apakah niali pengetahuan tersebut bagi kita? (aksiologi).
Ø  Hubungan filsafat ilmu dengan antropologi
Antropologi membahas wacana segala aspek hubungan manusia. Filsafat menelaah segala yang mungkin dipikirkan oleh manusia. Ilmu hanya maju apabila masyarakat dan peradaban berkembang. Filsafat ilmu merupakan metode budi sehat dari suatu bidang studi, contohnya antropologi.
Ø  Hubungan filsafat ilmu dengan ilmu politik
Ilmu politik mempelajari salah satu aspek kehidupan insan antara insan wacana kewanangan sehingga dibutuhkan analisis yang terperinci dalam menelaahnya dan berdasarkan van Dyke polotik memenuhi syarat sebagai suatu ilmu lantaran mempunyai variability, systematic, generality. Selain itu ilmu polotik merupakan suatu pengetahuan adonan yang pengembangannya bergantung pada hubungan timbal balik dan saling imbas antara filsafat dan ilmu sehingga terjadi relevansi antara politik dan filsafat ilmu.
Ø  Kedudukan peranan filsafat ilmu dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Pada dasarnya filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami banyak sekali konsep dan teori suatu disiplin ilmu, hingga membekalkan kemampuan untuk membangun teori ilmiah. Secara subtantif fungsi pengembangan tersebut memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing semoga sanggup menampilkan teori subtantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi, pengembangan ilmu sanggup mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan kajian yang dibahas dalam filsafat ilmu yaitu mencakup hakekat (esensi) pengetahuan, artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem fundamental ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu , epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu . Dari ketiga landasan tersebut, bila dikaitkan dengan ilmu pengetahuan maka letak filsafat ilmu itu terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas. Manakala realitas yang dimaksud yaitu materi, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud yaitu spirit atau roh, maka lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria.
Sedangkan epistimologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang di dasarkan atas cara dan mekanisme dalam memperoleh kebenaran. Dari klarifikasi diatas kita sanggup mengetahui bahwa kedudukan filsafat ilmu dalam ilmu pengetahuan terletak pada ontologi dan epistemologinya ilmu pengetahuan tersebut. Ontologi titik tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa telah terjadi hujatan dan penentangan yang begitu keras dan sekaligus membabi buta dari beberapa kalangan mengenai kehadiran filsafat ke dalam kajian/wilayah agama. Mereka menyampaikan filsafat sangat bertentangan dengan pedoman agama, khususnya agama Islam.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya yaitu sama-sama berbicara dan mencari kebenaran, dan lantaran pengetahuan wacana kebenaran itu mencakup juga pengetahuan wacana Tuhan, wacana keesaan-Nya, wacana apa yang baik dan berguna, maka barang siapa saja yang menolak untuk mencari kebenaran dengan alasan bahwa pencarian menyerupai itu yaitu kafir, maka sesungguhnya yang menyampaikan kafir tersebutlah yang bekerjsama kafir.
Di antara filsuf muslim yang paling peduli untuk menjawab perihal hubungan filsafat dengan agama ini yaitu Ibn Rusyd. Ibn Rusyd bahkan menulis sebuah karya khusus untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya dan seharusnya hubungan antara filsafat dan agama. Menurut Ibn Rusyd, antara filsafat dan agama sesungguhnya tidak ada pertentangan. Agama alih-alih melarang, bahkan justru mewajibkan pemeluknya untuk berguru filsafat.
Jika filsafat mempelajari secara kritis wacana segala wujud yang ada dan merenungkannya sebagai petunjuk ‘dalil’ adanya sang pencipta dari satu sisi dan syari’ah pada sisi yang lain telah memerintahkan untuk merenungkan segala wujud yang ada, maka sesungguhnya antara apa yang dikaji oleh filsafat dan apa yang dianjurkan oleh syari’ah telah saling bertemu. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa mempelajari filsafat sesungguhnya telah diwajibkan oleh syari’ah.
Penekanan al’quran di dalam surat 59 ayat 2 yang berbunyi : “Fa’tabiru ya uli al abshar” (Renungkanlah olehmu, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (visi)) sesungguhya lebih kepada pementingan pentingnya untuk memakai akal, atau gabungan antara budi sehat intelektual (filsafat) dan budi sehat aturan (syari’at).
Demikian juga surat 185 ayat 7 yang menyampaikan :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah”
Juga yaitu ayat yang menganjurkan supaya insan memakai budi dan penalarannya untuk mempelajari totalitas wujud. Dengan demikian maka sesungguhnya syari’at telah mewajibkan kepada kita untuk menggali pengetahuan wacana alam semesta ini dengan penalaran. Namun demikian, untuk bisa melaksanakan budi sehat yang benar maka disyaratkan seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu beberapa metode atau cara berpikiran yang logis dengan mempelajari ilmu logika supaya bisa melaksanakan pembuktian yang demonstratif.
Ibn Rusyd kemudian membandingkan kewajiban mempelajari ilmu logika sebagai alat untuk berfilsafat dengan kewajiban yang ditetapkan oleh para fuqaha untuk mempelajari katagori-kategori aturan yang termuat dalam ushul al-fiqh.
Ibn Rusyd menyatakan jikalau para fuqaha menyimpulkan kewajiban untuk memperoleh pengetahuan wacana budi sehat aturan dari ayat “fa’tabiru ya uli al abshar”, maka alangkah lebih pantas jikalau ayat tersebut dijadikan sebagai dalil wajibnya untuk mempelajari pengetahuan rasional (rasional reasoning) bagi mereka yang ingin mengetahui Tuhan dan ciptaan-Nya.
Bagi mereka yang tetap ngotot menyampaikan bahwa berguru filsafat tersebut yaitu bid’ah, Ibn Rusyd mengatakan, “anggaplah filsafat itu bid’ah lantaran tidak terdapat dikalangan orang-orang Islam pertama (salaf). Tetapi apakah hal serupa tidak berlaku juga bagi studi budi sehat aturan (ushul al-fiqh) yang tercipta juga sehabis periode salaf.
Bagaimana mungkin jikalau yang satu dikatakan tidak bid’ah tetapi yang lainnya dikatakan bid’ah padahal keduanya membicarakan budi sehat aturan dan budi sehat rasional yang sama-sama diciptakan sehabis periode salaf.
B. Saran
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji ilmu dan orang yang berilmu, serta menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan setiap muslim telah diwajibkan oleh Allah untuk mempelajari ilmu, Rasulullah shallllahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, ” Menuntut ilmu yaitu wajib bagi setiap muslim”. (Shahihul Jami’ 3913)
Menuntut ilmu yaitu amalan sholeh yang paling afdhal dan termasuk amalan jihad fisabilillah lantaran tegaknya agama Allah yaitu dengan dua perkara:
1. Ilmu
2. Senjata dan peperangan
Dua kasus ini haruslah ada, mustahil Agama Allah akan menang kecuali dengan dua kasus ini.
Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri dengan berfikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berfikir, untuk hidup yang sesadar-sadarnya, dan memperlihatkan isi kepada hidup kita sendiri.











DAFTAR PUSTAKA
Artikel: Filsafat. http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat. diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel: Agama. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama. diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel. Keutamaan Menuntut Ilmu. http://kajiansunnah.wordpress.com/ diakses tanggal 26 Desember 2009
Artikel. Agama dan Filsafat. http://parapemikir.com/agama-dan-filsafat.html diakses tanggal 26 Desember 2009
Koncara, Eka L. 2008. Karya Tulis: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Purwakarta: STAI Dr. KHEZ Muttaqien.
Qardhawi, Yusuf. 1998. Al-Qur’an Berbicara wacana Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Gema Insani.
Tim Penyusun P3B. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. DEPDIKBUD: Balai Pustaka.
Rahmat, Jalaludin. 2004. Psikologi Agama Sebuah Pengantar. Bandung: Mizan.
� N+i y p- �6 ent:36.0pt;background:white'>Secara terminologi, jual-beli yaitu pertukaran harta dengan harta yang lain berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab dan qabul . Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli yaitu pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang sanggup dibenarkan, Rukun dan syarat Jual beli

a.       Adanya orang-orang yang berakad (al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka, baligh, berakal, saling ridlo antara penjual dan pembeli, mempunyai kompetensi dalam melaksanakan aktifitas jual beli
b.      Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat menggantungkan keabsahan transaksi pada insiden yang akan dating
c.       Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang sanggup diserahkan, barang milik penuh penjual,barang diketahui sipenjual dan pembeli
d.      Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus terperinci jumlahnya, sanggup diserahkan pada waktu kesepakatan atau transaksi, apabila jual beli dilakukan dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yanh diharamkan syara’.
Riba yaitu suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang yang tidak diketahui sama atau tidaknya berdasarkan syara' atau dalam tukar-menukar itu disyaratkan dengan mendapatkan salah satu dari dua barang.
Jenis Riba
a.       Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan
b.      Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada laba atau pemanis dari orang yang meminjami
c.       Riba Yad, yaitu berpisah dari daerah aqad jual-beli sebelum serah terima.
d.      Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan





DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, sayyid. 1998. Fiqh Sunnah. Bandung : al- ma’arif
As’ad, aliy. 1979. Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo
Amar, Abu Imron.1982. Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel