Definisi Kepemimpinan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan penggalan terpenting dari organisasi forum pendidikan. Hal ini sanggup dilihat pada kenyataannya ketika seorang pemimpin telah menjalankan tugasnya memanej organisasinya dengan baik maka organisasi tersebut akan menjadi baik pula. Bagitu pulan halnya dengan kepemimpinan kepala sekolah, ia merupakan faktor penggerak, penentu arah kebijakan sekolah yang akan menentukan bagaimana tujuan sekolah dan pendidikan pada umumnya yang direalisasikan dengan MPMBS. Kepala sekolah dituntut senantiasa meningkatkan efektifitas kinerja. Dengan begitu, MPMBS sebagai paradigma gres pendidikan yang sanggup memperlihatkan hasil yang memuaskan. Kinerja kepala sekolah dalam kaitannya dengan MPMBS ialah segala upaya yang dilakuakan dan hasil yang sanggup dicapai oleh kepala sekolah dalam mengimplementasikan MPMBS disekolahnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Melihat penting dan strategisnya posisi kepala sekolah dalam mewujudkan tujuan sekolah, maka seharusnya kepala sekolah harus mempunyai nilai kemampuan relation yang baik dengan segenap warga di sekolah, sehingga tujuan sekolah dan tujuan pendidikan berhasil dengan optimal. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur segala sesuatu yang ada di sekolah.
Dalam Islam sendiri, kepemimpinan mendapatkan porsi bahasan yang tidak sedikit.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengetian kepemimpinan?
2.      Bagaimana konsep kepemimpinan kepala sekolah?
3.      Bagaimana teori kepemimpinan kepala sekolah dalam perspektif al-Qur’an?



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kepemimpinan
Mengenai definisi kepemimpinan, banyak perbedaan pendapat mengenai definisinya. Hal ini disebabkan berbedanya sudut pendang dari masing-masing peneliti, mereka mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Jacobs & Jacques mendefinisikan kepemimpinan sebagai sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap perjuangan kolektif, dan yang menjadikan kesediaan untuk melaksanakan perjuangan yang diinginkan untuk mencapai sasaran. Sedangkan berdasarkan Tannenbaum, Weschler & Massarik kepemimpinan ialah imbas antarpribadi, yang dijalankan dalam suatu sistem situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah pencapain satu tujuan atau bebrapa tujuan tertentu.  Dari pengertian di atas ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan merupakan suatu hubungan proses mempengaruhi yang terjadi dalam suatu komunitas yang diarahkan untuk tercapainya tujuan bersama. Disamping itu kalau melihat rumus kepemimpinan yang diajukan oleh Paul Hersey dan Kenneth H. Blanchard, maka hubungan natara pemimpin dan yang dipimpin tidak harus selalu berada dalam hubungan yang hirarkis.

B.     Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsepsi mengenai persaratan kepamimpinan itu harus selalu di kaitkan dengan tiga hal pokok yaitu,
a.         Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memperlihatkan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
b.        Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, shingga orang bisa “mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pimpinan dan bersedia melakukakan perbuatan-perbuatan tertentu.
c.         Kemampuan ialah segala daya, kemampuan, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan/ ketrampilan teknis maupun sosial yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota biasa.

C.    Sifat-sifat Pemimpin dalam Al-Qur’an
Setelah membahas prinsip-prinsip kepemimpinan dalam Al-Qur’an secara global, maka selanjutnya akan dibahas secara lebih rinci sifat dan kiprah pemimpin. Agar bisa melaksanakan tugasnya dengan baik dan sukses, seorang pemimpin harus mempunyai beberapa sifat, diantaranya adalah:

    Islam. Islam di sini tentu saja bukan sekedar Islam KTP, namum Muslim yang benar-benar memahami dan menjalankan anutan agamanya. Allah melarang hamba-Nya untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin.


لايتخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمنين، ومن يفعل ذلك فليس من الله في شيئ إلا أن تتقوا منهم تقاة، ويحذركم الله نفسه، وإلى الله المصير (ال عمران: 28)
Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali] dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, pasti lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali lantaran (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kau terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali (mu).

    Ketaqwaan. Dengan ketaqwaan ini akan menjauhkan dari pelanggaran Allah berfirman:


.......وتزودوا فإن خير الزاد التقوى، واتقون يا أولى الألباب (البقرة: 197)

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal ialah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.

    Memiliki pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk mengendalikan perusahaannya. Semakin besar kemampuan dan pengetahuannya terhadap urusan perusahaan, pengaruhnya akan semakin kuat. Allah telah memperlihatkan perumpamaan,

تبارك الذي بيده الملك وهو على كل شيء قدير(الملك: 1)
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.

    Mempunyai keistimewaan lebih dibanding dengan orang lain. Hal ini dijelaskan dalam dongeng pengangkatan raja Thalut.

وقال لهم نبيهم إن الله قد بعث لكم طالوت ملكا، قالوا أنى يكون له الملك علينا ونحن أحق بالملك منه ولم يؤت سعة من الماال، قال إن الله اصطفاه عليكم وزاده بسطة في العلم والجسم، والله يؤتي ملكه من يشاء والله واسع عليم (البقرة: 247)
Nabi mereka menyampaikan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah menentukan rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan badan yang perkasa." Allah memperlihatkan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui.

    Memahami kebiasaan dan bahasa orang yang menjadi tanggung jawabnya.
    وما أرسلنا من رسول إلا بلسان قومه ليبين لهم، فيضل الله من يشاء ويهدي من يشاء، وهو العزيز الحكيم (إبراهيم: 4)

Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia sanggup memberi klarifikasi dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.


Selain itu, kebiasaan dan bahasanya juga harus terang sehingga sanggup dipahami oleh orang lain, sebagaimana Musa a.s. memohon kepada Allah
واحلل عقدة من لساني (طه: 27)
Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, 28. supaya mereka mengerti perkataanku.

    Mempunyai karisma dan wibawa dihadapan insan sebagaimana perkataan kaum

Nabi Syu’aib a.s.
قالوا يا شعيب ما نفقه كثيرا مما تقول وإنا لنراك فينا ضعيفا، ولو لا رهطك يرجمناك، وما أنت علينا بعزيز (هود: 91)
Mereka berkata: "Hai Syu'aib, kami tidak banyak mengerti ihwal apa yang kau katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kau seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah lantaran keluargamu tentulah kami telah merajam kamu, sedang kamupun bukanlah seorang yang berwibawa di sisi kami."

    Konsekuen dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu. Demikianlah yang diperintahkan Allah kepada Nabi Daud a.s. ketika ia diangkat menjadi khalifah di muka bumi,

يا داود إنا جعلناك خليفة في الأرض فاحكم بين الناس بالحق ولا تتبع الهوى فيضلك عن سبيل الله ، إن الذين يضلون عن سبيل الله لهم عذاب شديد العقاب (ص: 26)
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kau khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara insan dengan adil dan janganlah kau mengikuti hawa nafsu, lantaran ia akan menyesatkan kau dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan menerima azab yang berat, lantaran mereka melupakan hari perhitungan.

    Bermuamalah dengan (lembut dan kasih sayang, biar orang lain simpatik kepadanya. Kasih sayang ialah salah satu sifat Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah berikut ini,

فبما رحمة من الله لنت لهم، ولو كنت فظّا غليظ القلب لانفضوا من حولك، (ال عمران: 159)
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kau berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.,

    Menyukai suasana saling memaafkan antara pemimpin dan pengikutnya, serta membantu mereka biar segara terlepas dari kesalahan. Allah memerintah Rasulullah saw.,

....... فاعف عنهم واستغفر لهم .......(ال عمران: 159)
Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka

    Bermusyawarah dengan para pengikutnya serta mintalah pendapat dan pengalaman mereka, menyerupai firman Allah berikut ini,

........ وشاورهم في الأمر........ (ال عمران: 159)

    Menertibakan semua urusan dan memebulatkan tekad untuk kemudian bertawakal (menyerahkan urusan) kepada Allah. Firman Allah,

......... فإذا عزمت فتوكل على الله، إن الله يحب المتوكلين (ال عمران: 159)
Kemudian apabila kau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

     Membangun kesadaran akan adanya muraqabah (pengawasan dari Allah) sampai terbina sikap lapang dada di manapun, walaupun tidak ada yang mengawasinya kecuali Allah. Allah berfirman,

الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة (الحج: 41)

(yaitu) orang-orang yang kalau Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi pasti mereka mendirikan sembahyang.

    Memberikan takafuul ijtima’ santunan sosial kepada para anggota, sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan rasa dengki dan perbedaan strata sosial yang merusak.

…..أقاموا الصلاة وأتوا الزكاة……. (الحج: 41)
…….niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat.

    Mempunyai power ‘pengaruh’ yang sanggup memerintah dan mencegah lantaran seorang pemimpin harus melaksanakan control ‘pengawasan’ atas pekerjaan anggota, meluruskan kekeliruan, serta mengajak mereka untuk berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran.

…..وأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر، ولله عاقبة الأمور……. (الحج: 41)
……..menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

    Tidak menciptakan kerusakan di muka bumi, serta tidak merusak ladang, keturunan dan lingkungan.

وإذا تولى سعى في الأرض ليفسد فيها ويهلك الحرث والنسل، والله لا يحب الفساد (البقرة: 205)
Dan apabila ia berpaling (dari kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan hewan ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan

    Mau mendengarkan hikmah dan tidak sombong lantaran hikmah dari orang yang lapang dada jarang sekali kita peroleh. Oleh lantaran itu Allah telah mengancam orang yang sombong dengan berfirman,

وإذا قيل له اتق الله أخذته العزة بالإثم، فحسبه جهنم، ولبئس المهاد (البقرة: 206)
Dan apabila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah", bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah (balasannya) neraka Jahannam. Dan sungguh neraka Jahannam itu daerah tinggal yang seburuk-buruknya.

D.    Teori Kepemimpinan
Memahami teori-teori kepemimpinan sangat besar artinya untuk mengkaji sejauh mana kepemimpinan dalam suatu organisasi telah sanggup dilaksanakan secara efektif serta menunjang kepada produktifitas organisasi secara keseluruhan. Dalam karya tulis ini akan dibahas ihwal teori dan gaya kepemimpinan.

Seorang pemimpin harus mengerti ihwal teori kepemimpinan biar nantinya mempunyai tumpuan dalam menjalankan sebuah organisasi. Beberapa teori ihwal kepemimpinan antara lain :

·         Teori Kepemimpinan Sifat ( Trait Theory )
Analisis ilmiah ihwal kepemimpinan berangkat dari pemusatan perhatian pemimpin itu sendiri. Teori sifat berkembang pertama kali di Yunani Kuno dan Romawi yang beranggapan bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan diciptakan yang kemudian teori ini dikenal dengan ”The Greatma Theory”. Dalam perkembanganya, teori ini menerima imbas dari aliran sikap pemikir psikologi yang berpandangan bahwa sifat – sifat kepemimpinan tidak seluruhnya dilahirkan akan tetapi juga sanggup dicapai melalui pendidikan dan pengalaman. Sifat – sifat itu antara lain : sifat fisik, mental, dan kepribadian.

o Kecerdasan
o Kedewasaan dan Keluasan Hubungan Sosial
o Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi
o Sikap Hubungan Kemanusiaan

Ø Teori Kepemimpinan Perilaku dan Situasi
o Pertama yang disebut dengan Konsiderasi
o Kedua disebut Struktur Inisiasi.
Ø Teori Kewibawaan Pemimpin
Ø Teori Kepemimpinan Situasi
Ø Teori Kelompok
Agar tujuan kelompok (organisasi) sanggup tercapai, harus ada pertukaran yang positif antara pemimpin dengan pengikutnya.
Dari adanya banyak sekali teori kepemimpinan di atas, sanggup diketahui bahwa teori kepemimpinan tertentu akan sangat mempengaruhi gaya kepemimpinan (Leadership Style), yakni pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya. Gaya kepemimpinan ialah cara seorang pemimpan bersikap, berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang untuk melaksanakan sesuatu.Gaya tersebut bisa berbeda – beda atas dasar motivasi , kuasa ataupun orientasi terhadap kiprah atau orang tertentu. Diantara beberapa gaya kepemimpinan, terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana perbedaan itu didasarkan pada cara dan upaya mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi ditekankan pada imbalan atau reward (baik hemat maupun nonekonomis) berartitelah dipakai gaya kepemimpinan yang positif. Sebaliknya kalau pendekatannya menekankan pada eksekusi atau punishment, berarti ia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua ini sanggup menghasilakan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi menimbulkan kerugian manusiawi.
Jika saja Indonesia mempunyai pemimpin yang sangat tangguh tentu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pada pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memimpin dengan baik, cirinya ialah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh lantaran itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin berpengaruh yang memimpin maka makin berpengaruh pula yang dipimpin.

E.     Kepemimpinan Yang Melayani
Merenungkan kembali arti makna kepemimpinan, sering diartikan kepemimpinan ialah jabatan formal, yang menuntut untuk menerima akomodasi dan pelayanan dari konstituen yang seharusnya dilayani. Meskipun banyak di antara pemimpin yang ketika dilantik menyampaikan bahwa jabatan ialah sebuah amanah, namun dalam kenyataannya sedikit sekali atau bisa dikatakan hampir tidak ada pemimpin yang sungguh – sungguh menerapkan kepemimpinan dari hati, yaitu kepemimpinan yang melayani.

·         Hati Yang Melayani
Kepemimpianan yang melayani dimulai dari dalam diri kita. Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan karakter. Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam dan kemudian bergerak keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya huruf dan integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin yang diterima oleh rakyat yang dipimpinnya. Kembali kita saksikan betapa banyak pemimpin yang mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak mempunyai integritas sama sekali, lantaran apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.

F.     Perilaku Kepemimpinan
·         Tangan Yang Melayani
Pemimpin yang melayani bukan sekedar memperlihatkan huruf dan integritas, serta mempunyai kemampuan metode kepemimpinan, tapi ia harus memperlihatkan sikap maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken Blanchard disebutka sikap seorang pemimpin, yaitu :

·         Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpin, tapi sungguh – sungguh mempunyai kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya ia hidup dalam sikap yang sejalan dengan firman Tuhan. Dia mempunyai misi untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan, dan diperbuatnya.
·         Pemimpin focus pada hal – hal spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran ialah untuk sanggup memberi dan bersedekah lebih banyak. Apapun yang dilakukan bukan untuk menerima penghargaan, tapi melayani sesamanya. Dan ia lebih mengutamakan hubungan atau hubungan yang penuh kasih dan penghargaan, dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
·         Pemimpin sejati senantiasa mau mencar ilmu dan bertumbuh dalam banyak sekali aspek , baik pengetahuan, kesehatan, keuangan, relasi, dsb. Setiap harinya senantiasa menyelaraskan (recalibrating ) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesame. Melalui solitude (keheningan), prayer (doa), dan scripture (membaca Firman Tuhan ).

Demikian kepemimpinan yang melayani berdasarkan Ken Blanchard yang sangat relevan dengan situasi krisis kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan berdasarkan Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolak ukur kecerdasan spiritual ialah kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Bahkan dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, memperlihatkan pemimpin – pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan biasanya ialah pemimpin yang mempunyai SQ yang tinggi. Mereka biasanya ialah orang –orang yang mempunyai integritas, terbuka, bisa mendapatkan kritik, rendah hati, bisa memahami spiritualitas yang tinggi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.



BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kepemimpinan di Indonesia di tengah situasi yang masih serba udik dan miskin prestasi,membuat Indonesia harus bisa untuk mencari sosok pemimpin yang ideal, lantaran sulitnya Indonesia  mencari pemimpin yang ideal, sehingga Indonesia dikategorikan negara dengan krisis kepemimpinan.
Kepemimpinan transformasional merupakan sebuah proses di mana para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ketingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Para pemimpin transformasional mencoba menimbulkan kesadaran para pengikut dengan menyerukan impian yang lebih tinggi dan nilai-niali moral menyerupai kemerdekaan, keadilan dan kemanusiaan, bukan didasarkan atas emosi menyerupai keserakahan, kecemburuan atau kebencian. Kepemimpinan transformasional berkaitan dengan nilai-nilai yang relevan bagi proses pertukaran (perubahan), menyerupai kejujuran, keadilan dan tanggung jawab yang justru nilai menyerupai ini hal yang sangat sulit ditemui di Indonesia.
Pemimpin-pemimpin di Indonesia kini lebih banyak sebagai pemimpin transaksional saja, dimana jenis kepemimpinan ini memotivasi para pengikut dengan mengarahkannya pada kepentingan diri pemimpin sendiri, contohnya para pemimpin politik melaksanakan upaya-upaya untuk memperoleh suara. Jenis pemimpin transaksional ini sangat banyak di Indonesia, hal ini bisa kita perhatikan pada ketika menjelang PEMILU dimana rakyat dicekoki dengan banyak sekali kesepakatan setinggi langit biar pemimpin tersebut dipilih oleh rakyat, bahkan ada yang disertai dengan imabalan tertentu (money politic). Namun sungguh disayangkan ketika pemimpin tersebut terpilih ternyata sangat banyak kesepakatan ketika pemilu tidak bisa direalisasikan.



DAFTAR PUSTAKA

Garry, Yukl. Kepemimpinan dalam organisasi, , terj. Jusuf udaya,                                     Prehalindo, Jakarta,1994.

Kartini Kartono. Dr. Pemimpin Dan Kepemimpinan, Jakarta, PT. Raja                              Grafindo Persada, 1998.

YW. Sunindhia, SH, Kepemimpinan Dalam Masyarakat Modern, Jakarta,                        PT. Rineka Cipta, 1993.

Winardi. Dr. SE, Asas-Asas Manajemen, Bandung, Alumni, 1979.

Soeharto Rujiatmojo Drs. Ikhtisar Kepemimpinan Dalam Administrasi                                Negara Di Indonesia, 1984, Jakarta.

Karjadi. M. Kepemimpinan ( Leadership ), Bogor, 1987. Tim Dosen                                    Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia,                                  Manajemen Pendidikan, 2008, Alfabeta, Bandung.

Deviton JA. The Interpersonal Communication Book, 7th Ed., Hunter                                College of The

City University of New York, 1995.

� '%, j x�� p- san ontologi ilmu pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa telah terjadi hujatan dan penentangan yang begitu keras dan sekaligus membabi buta dari beberapa kalangan mengenai kehadiran filsafat ke dalam kajian/wilayah agama. Mereka menyampaikan filsafat sangat bertentangan dengan anutan agama, khususnya agama Islam.
Mengutip apa yang dikatakan oleh Al-Kindi, bahwa filsafat dan agama sesungguhnya ialah sama-sama berbicara dan mencari kebenaran, dan lantaran pengetahuan ihwal kebenaran itu mencakup juga pengetahuan ihwal Tuhan, ihwal keesaan-Nya, ihwal apa yang baik dan berguna, maka barang siapa saja yang menolak untuk mencari kebenaran dengan alasan bahwa pencarian menyerupai itu ialah kafir, maka sesungguhnya yang menyampaikan kafir tersebutlah yang bantu-membantu kafir.
Di antara filsuf muslim yang paling peduli untuk menjawab perihal hubungan filsafat dengan agama ini ialah Ibn Rusyd. Ibn Rusyd bahkan menulis sebuah karya khusus untuk menjelaskan bagaimana sesungguhnya dan seharusnya hubungan antara filsafat dan agama. Menurut Ibn Rusyd, antara filsafat dan agama sesungguhnya tidak ada pertentangan. Agama alih-alih melarang, bahkan justru mewajibkan pemeluknya untuk mencar ilmu filsafat.
Jika filsafat mempelajari secara kritis ihwal segala wujud yang ada dan merenungkannya sebagai petunjuk ‘dalil’ adanya sang pencipta dari satu sisi dan syari’ah pada sisi yang lain telah memerintahkan untuk merenungkan segala wujud yang ada, maka sesungguhnya antara apa yang dikaji oleh filsafat dan apa yang dianjurkan oleh syari’ah telah saling bertemu. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa mempelajari filsafat sesungguhnya telah diwajibkan oleh syari’ah.
Penekanan al’quran di dalam surat 59 ayat 2 yang berbunyi : “Fa’tabiru ya uli al abshar” (Renungkanlah olehmu, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan (visi)) sesungguhya lebih kepada pementingan pentingnya untuk memakai akal, atau adonan antara daypikir intelektual (filsafat) dan daypikir aturan (syari’at).
Demikian juga surat 185 ayat 7 yang menyampaikan :
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah”
Juga ialah ayat yang menganjurkan supaya insan memakai kebijaksanaan dan penalarannya untuk mempelajari totalitas wujud. Dengan demikian maka sesungguhnya syari’at telah mewajibkan kepada kita untuk menggali pengetahuan ihwal alam semesta ini dengan penalaran. Namun demikian, untuk bisa melaksanakan daypikir yang benar maka disyaratkan seseorang itu harus mengetahui terlebih dahulu beberapa metode atau cara berpikiran yang logis dengan mempelajari ilmu logika supaya bisa melaksanakan pembuktian yang demonstratif.
Ibn Rusyd kemudian membandingkan kewajiban mempelajari ilmu logika sebagai alat untuk berfilsafat dengan kewajiban yang ditetapkan oleh para fuqaha untuk mempelajari katagori-kategori aturan yang termuat dalam ushul al-fiqh.
Ibn Rusyd menyatakan kalau para fuqaha menyimpulkan kewajiban untuk memperoleh pengetahuan ihwal daypikir aturan dari ayat “fa’tabiru ya uli al abshar”, maka alangkah lebih pantas kalau ayat tersebut dijadikan sebagai dalil wajibnya untuk mempelajari pengetahuan rasional (rasional reasoning) bagi mereka yang ingin mengetahui Tuhan dan ciptaan-Nya.
Bagi mereka yang tetap ngotot menyampaikan bahwa mencar ilmu filsafat tersebut ialah bid’ah, Ibn Rusyd mengatakan, “anggaplah filsafat itu bid’ah lantaran tidak terdapat dikalangan orang-orang Islam pertama (salaf). Tetapi apakah hal serupa tidak berlaku juga bagi studi daypikir aturan (ushul al-fiqh) yang tercipta juga sehabis periode salaf.
Bagaimana mungkin kalau yang satu dikatakan tidak bid’ah tetapi yang lainnya dikatakan bid’ah padahal keduanya membicarakan daypikir aturan dan daypikir rasional yang sama-sama diciptakan sehabis periode salaf.
B. Saran
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji ilmu dan orang yang berilmu, serta menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan setiap muslim telah diwajibkan oleh Allah untuk mempelajari ilmu, Rasulullah shallllahu ‘alaihi wasallam bersabda, artinya, ” Menuntut ilmu ialah wajib bagi setiap muslim”. (Shahihul Jami’ 3913)
Menuntut ilmu ialah amalan sholeh yang paling afdhal dan termasuk amalan jihad fisabilillah lantaran tegaknya agama Allah ialah dengan dua perkara:
1. Ilmu
2. Senjata dan peperangan
Dua kasus ini haruslah ada, mustahil Agama Allah akan menang kecuali dengan dua kasus ini.
Filsafat menolong mendidik, membangun diri kita sendiri dengan berfikir lebih mendalam, kita mengalami dan menyadari kerohanian kita. Rahasia hidup yang kita selidiki justru memaksa kita berfikir, untuk hidup yang sesadar-sadarnya, dan memperlihatkan isi kepada hidup kita sendiri.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel