Beberapa Kasus Pencemaran Lingkungan



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Hampir seluruh media massa nasional pada ahad ketiga dan keempat Juli 2004 menulis mengenai penderitaan warga Teluk Buyat. Nama Buyat mencuat sehabis munculnya keluhan penyakit yang diduga Minamata yang diderita sejumlah warga di Desa Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara. Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh cemaran merkuri di sebuah tempat berjulukan sama di Jepang. Peristiwa di Teluk Buyat diakibatkan lantaran adanya cemaran merkuri yang diduga berasal dari operasi sebuah perusahaan tambang emas abnormal PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya (NMR), ekosistem perairan maritim di teluk Buyat rusak parah akhir buangan 2000 ton tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang mengantungkan hidupnya dari hasil maritim dan harus bertahan hidup di wilayah tersebut lantaran tekanan kemiskinan harus mendapatkan akhir dari pencemaran dan perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen, lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V Desa Buyat Pante. Pencemaran Teluk Buyat yaitu bentuk tragedi ekologis yang merupakan suatu bukti tidak bertanggungjawabnya kita melindungi bumi Sulut sebagai tempat tinggal dan hidup. Perusakan ekosistem maritim akhir timbunan tailing yang mengandung logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni masyarakat sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat mengantungkan hidupnya dari hasil maritim perairan tersebut. Barangkali kontaminasi itupun telah tersebar di sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui ikan-ikan yang telah dikonsumsikan lantaran dampak pencemaran ini secara ekologi akan melintasi wilayah manajemen suatu wilayah.
Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan semenjak tahun 2000 semua itu sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak melaksanakan pencemaran di perairan Teluk Buyat.
B.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu mengetahui proses terjadinya pencemaran di Teluk Buyat, penyebab dan penanggulangan yang dilakukian dalam mengatasi tragedi alam lingkungan ini.


















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Minamata Di Teluk Buyat
Penyakit minamata merupakan penyakit yang muncul pertama kali di daerah Minamata, Jepang. Penyakit ini diakibatkan tercemarnya lingkungan oleh logam-logam berat khususnya Arsen (As), merkuri (Hg), dan Sianida (Sn). Logam yang sudah mencemari lingkungan akan bersifat bioakumulatif, artinya kadar logam berat akan semakin meningkat pada konsumen tingkat tinggi pada rantai makanan. Peristiwa yang sama juga terjadi di Teluk Buyat, Sulawesi Utara. Gejala penyakit yang timbul antara lain: Mual, pusing, sakit kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, bahkan yang paling mengejutkan yaitu munculnya benjolan pada belahan tubuh tertentu. Benjolan dialami oleh banyak warga cukup umur termasuk anak-anak.
Beberapa wanita mengalami keguguran berulang-ulang pada usia kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat, dan ada beberapa ibu yang menyusui bayinya dengan sebelah payudara saja, Karena yang sebelahnya ada benjolan. Kesehatan reproduksi wanita secara umum mengalami penurunan kualitas secara drastis.
B.     Peristiwa Teluk Buyat
Teluk Buyat yang berada di Minahasa, Sulawesi Utara yaitu lokasi pembuangan limbah tailing atau lumpur sisa tambang PT Newmont Minahasa Raya (NMR). Kelompok-kelompok sipil menuduh bahwa Newmont telah membuang 5,5 juta ton merkuri dan arsenik-sarat limbah ke teluk selama 8 tahun masa operasinya. Newmont telah membantah tuduhan tetapi mengakui melepaskan 17 ton limbah merkuri ke udara dan 16 ton ke dalam air selama lima tahun, jumlah yang dikatakan jauh di bawah standar emisi di Indonesia. Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Menurut Kepala Dinas Pertambangan Sulut, R.L.E Mamesah, alat ini sengaja dipasang untuk menarik emas yang terbungkus mineral lain, terutama merkuri yang memang sudah ada di alam.
Proses ekstraksi emas pada tubuh bijih yang ditambang menghasilkan limbah halus atau tailing. Metode pelepasan emas ini memakai senyawa sianida. Adapun beberapa jenis logam berat yang ikut terangkat dari perut bumi yaitu Hg (merkuri), As (Arsen), Cd (Cadmium), Pb (timah) dan emas itu sendiri. Dari proses pengolahan tersebut tentu saja hanya bijih emas yang diambil, dan logam berat yang lain tentu saja dialirkan menjadi limbah halus melalui pipa tailing ke Teluk Buyat. Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah maritim yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter.
Penyebabnya terjadi penyumbatan jalan masuk pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akhir kuatnya tekanan air. Agar jalan masuk sanggup berfungsi dengan baik dan dibersihkan pipa limbah di isi dengan air bor dan diberi tekanan udara. Kerugian yang di derita oleh perusahaan yang diperkirakan USS 4,9 juta – (Rp. 52 Miliar), namun tidak pernah menyentil sama sekali apa akhir bocornya pipa tersebut terhadap kelangsungan kehidupan biota maritim dan insan yang ada di sekeliling pipa bocor tersebut. Hasil kajian kelayakan pembuangan limbah tailing ke Teluk Buyat yang dilaksanakan oleh PPLH-SA dan Universitas Sam Ratulangi tahun 1999 menyatakan Beberapa ancaman limbah tambang yang dibuang ke dasar maritim sebagai berikut:
(1)    Limbah lumpur di dasar perairan akan memperlihatkan dampak jelek bagi organisme benthos dan jenis biota maritim lainnya,
(2)    Elemen kimia toksik menyerupai arsen, cadmium, merkuri, lead, nikel dan sianida sanggup merusak ekosistem laut. Lebih berbahaya elemen-lemen kimia yang bersifat karsinogenik terakumulasi dalam rantai masakan yang jadinya datang pada manusia.
Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat, dimana dari hasil pengukuran ketebalan sendimen diperoleh bahwa telah terjadi tumpukan deposisi limbah tailing pada kedalaman 80-90 meter atau di sekitar Anus Pipa Buangan terdapat limbah tailing setebal 10 meter. Limbah Tailing yang terdeposisi memenuhi hampir semua tempat di dasar maritim mulai dari kedalaman > 60 meter ini berarti telah terjadi selisih kedalaman 10 meter. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain.
Perairan Teluk Buyat dalam kurun 1997 – 1999 yaitu dari 5 derajat (8,9%) menjadi 2,2 derajat (3,8%) atau telah mengalami perubahan kemiringan lerengnya. Melihat kemiringan bentang lahan perairan Teluk Buyat memperlihatkan bahwa lokasi tidak layak untuk dilewati pipa pembuangan limbah tailing mempunyai kriteria kemiringan sebesar 10-20 derajat (Kuntjoro, 1999).
Pipa pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82 meter [kini, (tahun 2000) sudah menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif perairan di teluk Buyat. Ini dibuktikan dengan hasil pengukuran konsentrasi logam Arsen (As) di sendimen di tiga lokasi yaitu: Teluk Totok, Teluk Buyat dan P. Kumeke-Kotabunan sudah berada di di atas ambang batas Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut (budidaya perikanan) Kep.02/MENKLH/1988 dimana nilai ambang batasnya yaitu <0,01 ppm. Dan hasil pengukuran yang diperoleh sanggup dilihat bahwa logam Arsen (As) sudah tersebar hingga dengan radius 3,6 km (P. Kumeke-Kotabunan) dari lokasi lisan pipa buangan limbah tailing. Hal ini sanggup dilihat dengan tingginya konsentrasi logam Arsen di lokasi ini.
Dengan berubahnya kemiringan bentang lahan di perairan di Teluk Buyat dan melihat hasil pengukuran dengan logam Arsen di tiga lokasi pengambilan tumpuan air, sedimen dan biota, mengindikasikan adanya transportasi partikel-partikel tailing pada kedalaman 20 meter. Dan hasil pengukuran yang dilakukan pada 10 ekor ikan diperoleh bahwa hati dan perut ikan yaitu sasaran organ yang mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,777-51,365 ppb, konsentrasi logam besi terakumulasi paling banyak pada daging ikan yaitu sekitar 1,03 – 1,86 ppm sedangkan hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan hasil pengukuran konsentrasi logam berat (Arsen, Cadmium dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dari perairan Teluk Buyat rata-rata sudah tercemar oleh ketiga logam berat tersebut. Air raksa (mercury), Cadmium (Cd), Arsen (As) yaitu jenis logam yang apabila terkonsumsi oleh insan pada konsentrasi tertentu sanggup mengakibatkan pengaruh terhadap kesehatan.
Untuk mengetahui sejauh mana kontaminasi/pencemaran material B3 (khususnya Hg dan As) yang terkandung dalam Tailing PT NMR yang dibuang ke laut, tahun 2000, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi Sulut) melaksanakan investigasi laboratorium terhadap 20 orang warga Buyat Pante. Hasil pengukuran konsentrasi arsenic dan mercury dalam darah 20 orang warga Buyat Pante oleh speciality Laboratories dibawah tanggung jawab James B Peter MD PhD, diperoleh bahwa dari 20 orang yang diambil darahnya, 18 orang telah mempunyai konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang mempunyai konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen yaitu <100 mcg/L.
C.    Pembuangan Limbah Tailing Ke Laut
Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, menyerupai bijih emas dan bijih tembaga. Tailing dihasilkan dalam jumlah yang luar biasa besar dari segi volume, mengingat dalam satu ton tanah yang mengandung bijih emas, hanya terdapat 0,001 ton emas murni. Dapat dibayangkan, akan tersisa 0,999 ton tanah (yang dikenal sebagai tailing), serta membutuhkan penanganan lanjut sehabis kegiatan penambangan tersebut.
Tailing tidak hanya berisi tanah dan batuan, namun juga mengandung unsur-unsur logam berat lainnya yang tidak hemat untuk diekstraksi dari tempat pertambangan tersebut, menyerupai aluminium (Al), antimony (Sb), dan timah (Sn). Sesungguhnya logam-logam ini terdapat dalam jumlah yang sangat terbatas dan rendah dalam tailing, namun volume tailing yang sangat besar menjadikan kuantitas yang ada akan cukup besar, serta sanggup memperlihatkan dampak negatif kalau dibuang tanpa pengolahan yang sempurna sebelumnya.
Merkuri dan arsen berasal dari materi kimia yang ditambahkan selama proses pengekstraksian bijih emas yang dilakukan. Senyawa arsenik dipakai sebagai materi aksesori untuk mengikat emas dengan lebih baik (senyawa amalgam) dalam kadar yang lebih tinggi. Namun sehabis emas terikat pada arsen, dilakukan proses pemanggangan bijih emas yang terikat arsen.
Saat proses pemanggangan, arsen akan terlepas sebagai gas dan terjadi reduksi konsentrasi arsen dalam bijih tersebut. Proses pengolahan gas buang hasil pemanggangan dilakukan dengan penyemprotan (scrubbing) pada alat pengendali pencemaran udara. Air yang berperan sebagai scrubber dalam proses tadi masih membutuhkan penanganan lebih lanjut sebelum dibuang ke maritim bersama sisa tailing yang ada.
Senyawa merkuri juga dipakai sebagai senyawa amalgam untuk emas (membantu pengikatan emas) dalam tailing yang akan diekstraksi. Tailing yang mengandung bijih emas akan terikat bersama merkuri. Untuk mengurangi kadar merkuri pada pengolahan tailing tersebut, umumnya dilakukan pemerasan dengan memakai fabric filter. Merkuri sisa perasan yang tersisa dalam bentuk cair tersebut, juga harus diolah lebih lanjut. Kandungan merkuri dan arsen yang terdapat dalam tailing juga harus diperhatikan, mengingat recovery percentage dari arsen maupun merkuri tidak akan pernah mencapai 100 %.
Pembuangan limbah tailing ke maritim (Sub Marine Tailing Disposal) dimulai di Teluk Buyat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara pada bulan Maret 1996. Ketika pertama kali tailing dialirkan ke kedalaman 82 meter dan jarak 900 meter tepi pantai, beberapa perisitiwa yang merugikan masyarakat setempat terjadi. Rangkaian kejadian matinya ikan-ikan terjadi sehabis Maret 1996 tailing (limbah lumpur tambang) dialirkan ke laut. Penduduk juga melihat bahwa maritim semakin keruh dan ikan-ikan sulit didapat. Nener (benih bandeng) hilang dan ikan tangkapan semenjak tahun 1997 tinggal 13 jenis ikan saja (hasil pemetaan partisipatif masyarakat dan Walhi Sulut, 2000).
D.    Penelitian Terkait Peristiwa Teluk Buyat
Penelitian pertama dilakukan oleh tim yang dikenal dengan sebutan Tim Independen. Penelitian ini didanai oleh PT. NMR. Hasil penelitian tersebut, yang diantaranya menyimpulkan terjadinya pencemaran logam berbahaya pada sedimen, plankton dan jaringan ikan. Namun PT.NMR menolak hasil tersebut dan menyatakan metodologi penelitian tersebut tidak valid dan kurang memadainya peralatan laboratoriun di Universitas Sam Ratulangi. PT.NMR dan Pemerintah Daerah Sulawesi Utara menginisiasi penelitian penjelasan dan menamakan sebagai Tim Terpadu.
Beberapa penelitian yang dilakukan semenjak 1999 hingga 2004 kini, antara lain:
1.      Logam Berbahaya pada Sedimen dan Ikan
Laporan Tim Independen (1999), Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing, penelitian WALHI-Dr.Joko Purwanto (2002), dan laporan Pusarpedal-KLH (2004) memperlihatkan pada organ ikan (daging, hati dan perut) telah tercemar logam berat, khususnya Arsen (As), merkuri (Hg), dan Sianida (CN). Penelitian-penelitian tersebut diatas, ditambah laporan penelitian Evan Edinger,dkk (2004), laporan Survey P2O-LIPI (2001), dan laporan Tim Terpadu (2000) memperlihatkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing. Ddibandingkan dengan Teluk Buyat, konsentrasi logam-logam berat tersebut di Perairan Totok relatif lebih rendah kecuali untuk logam merkuri (Hg).
a. Logam Berbahaya Pada Ikan di Perairan Buyat
Pada laporan salah satu analisa dokumen RKL/RPL oleh Bapedal/KLH ditemukan sampel ikan Lamontu yang mengandung 22,7 mg/kg arsen, ikan kapas-kapas yang mengandung 5,33 mg/kg merkuri (toleransi WHO 30 mcg/kg). Berdasarkan Kajian Kelayakan Pembuangan Tailing Ke Laut (PPLH-SA Unsrat dan Bapedal) menemukan pada 10 ekor ikan sampel yang dianalisa, diperoleh hati dan perut ikan merupakan organ yang mengakumulasi logam Arsen tertinggi, yaitu sekitar 2,772 ppb – 5,1365 ppb, konsentrasi logam besi (Fe) terakumulasi paling banyak pada daging ikan, yaitu sekitar 1,03 – 1,86 ppm, sedangkan pada hati dan perut ikan diperoleh konsentrasi logam besi sekitar 0,07 – 0,63 ppm. Dan hasil pengukuran konsentrasi logam berat (Arsen, Kadmiun, dan Merkuri) diperoleh bahwa biota yang ditangkap dan perairan Teluk Buyat rata-rata sudah tercemar oleh ketiga logam berat tersebut.
Hasil riset Penelitian WALHI- Dr. Joko Purwanto (2002) menemukan dampak penambangan di hulu aliran sungai Buyat dan penempatan tailing PT.NMR di Teluk Buyat telah merubah kondisi ekosistem perairan Teluk Buyat. Distribusi komunitas binatang benthos, zooplankton, dan fitoplankton menjadi tidak normal (dilihat dari analisa log normal). Hal ini memperlihatkan bahwa Teluk Buyat telah tidak sehat lagi bagi ekosistem perairannya atau telah terjadi penurunan kualitas lingkungan/ pencemaran lingkungan yang berat.
Hasil riset juga memperlihatkan bahwa penambangan rakyat yang telah terhenti semenjak 10 tahun kemudian merubah ekosistem perairan Teluk Ratatotok. Distribusi binatang benthos (dasar laut) menjadi tidak normal sedangkan bagi zooplankton dan fitoplankton masih bersifat distribusi normal.
Dari hasil kajian perbandingan kualitas biodiversitas perairan antara wilayah Teluk Buyat dan Teluk Ratatotok diambil kesimpulan bahwa dasar perairan Teluk Buyat mengalami pencemaran lebih berat dibandingkan dengan Teluk Ratatotok.
Kajian toksisitas Sianida (CN) dan Kadmium (cd) pada biota maritim menujukkan biota maritim di Teluk Buyat (lokasi pembuangan tailing) mendapatkan paparan (tercemar) lebih berat dibandingkan dengan di Teluk Ratatotok (lokasi bekas tambang rakyat).
b. Logam Berbahaya Pada Sedimen
Dari laporan sejumlah penelitian ditemukan konsentrasi beberapa logam berbahaya, diantaranya As, Hg, Sb, Mn dan Siandia (CN) di Perairan Teluk Buyat relatif lebih tinggi dibandingkan perairan lain. Konsentrasi tertinggi umunya ditemukan di sekitar pipa tailing hingga radius sekitar 1 kilometer (sebanding dengan radius sebaran gundukan tailing yang dilaporkan). Logam As, dan Hg pada beberapa penelitian dibawah berada pada konsentrasi yang cukup mengkhawatirkan.Konsentrasi Mangan (Mn) di lisan pipa tailing 3 kali lipat rata-rata diperairan (P2O LIPI, 2001).
Dari beberapa data hasil penelitian, Pusarpedal-LH (2003) berkesimpulan bahwa konsentrasi logam berat dalam sedimen di lokasi pembuangan tailing relatif cukup tinggi, khususnya merkuri (Hg) dan Arsen (As). Hal ini dimungkinkan lantaran keberadaan kedua logam tersebut sudah ada di alam dan dengan adanya proses ekstraksi maka merkuri maupun arsen akan terlarut dalam proses pelindian, yang selanjutnya di proses detoksifikasi membentuk endapan HgS dan terakumulasi di dalam sedimen, sehingga kadar logam tersebut di sekitar daerah pembuangan taliling relatif cukup tinggi.
Laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002) Pada 3 wilayah dampak (Teluk Buyat, Sungai Buyat Hilir dan Teluk Totok) menyebutkan senyawa Sianida (CN) pada sedimen keseluruhan wilayah dampak telah melampaui ambang batas toleransi (2-4 kali atau 200%-400%). Sianida (Cn) yang bersifat toksik penyebarannya tertinggi di wilayah Sungai Buyat dan kemudian di wilayah lisan pipa tailing dan wilayah Totok (Sungai dan Teluk Totok). Keberadaan Cn juga ditemukan pada tubuh sampel binatang maritim dasar (cacing laut, crustacea) yang hidup di ketiga wilayah sampel tersebut. Penemuan Cn pada sedimen yang cukup tinggi dan juga pada binatang maritim bertolak belakang dengan pernyataan PT.Newmont dalam studi AMDAL. Disebutkan dalam studi AMDAL bahwa Sianida akan menguap dengan adanya penetrasi cahaya matahari dan tidak akan diakumulasi oleh binatang laut.
Yang juga menarik pada hasil penelitian ini yaitu ditemukannya Cn pada sedimen di titik-titik sampel di Sungai Totok Hilir dan Sungai Buyat Hilir. Dapat diduga bahwa telah terjadi rembesan atau aliran permukaan senyawa Sianida Cn ke sungai Buyat Hilir dan Sungai Totok Hilir. Cn merupakan senyawa yang tidak terdapat secara alami dan identik dipakai dalam proses pemisahaan emas PT.NMR.
Konsentrasi logam berbahaya (Hg, As, Cd) pada sebagian titik sampel telah melewati ambang batas dan sebagian lain masih mendekati atau di bawah ambang batas. Secara umum, logam berbahaya Cadmium (Cd), Raksa (Hg), dan Arsen (As) pada ketiga wilayah dampak rata-rata mendekati baku mutu. Wilayah Ratatotok mempunyai kadar Cd yang lebih tinggi dari wilayah lainnya. Sebaliknya, willayah Teluk Buyat sepanjang pipa tailing mempunyai kadar Hg lebih tinggi dibanding di Teluk Totok dan Sungai Buyat Hilir. Logam Arsenik (As) dan Raksa (Hg) mempunyai kesamaan pola penyebaran. Konsentrasi As dan Hg relatif lebih tinggi ditemukan di wilayah Sungai dan Teluk Buyat dibanding perairan Totok.
2.      Penelitian Heavy Metal Contamination Of Reef Sediment
Dari hubungan antar logam ditunjukkan bahwa logam Arsenik (As) dan Antimon (Sb) merupakan indikator yang sempurna atas sedimen tailing, sementara Copper (Co), Cobalt (Co), dan Chrome (Cr) indikator yang konsisten dari sedimen fluvial (sedimen pada sungai). Sedimen tailing mempunyai konsentrasi yang sangat tinggi pada dua logam ini, > 660 ppm As, dan > 550 ppm Sb. Konsentrasi merkuri (Hg) mempunyai dua puncak konsentrasi tertinggi –satu di ujung pipa tailing (stasiun BY 001, sekitar 5 ppm), dan satu di sedimen lumpur Teluk Totok (stasiun BY 013, sekitar 10 ppm). Iron(Fe), Titanium (Ti) dan Mangan (Mn) paling banyak ditemukan di keseluruhan stasiun pengamatan.
Rasio antar logam memperlihatkan sejumlah lokasi karang di Teluk Buyat mengandung sedimentasi dari tailing dengan jumlah yang signifikan. Beberapa lokasi terumbu karang ini mempunyai kandungan siliciclastic yang relatif rendah pada sedimennya, mengindikasikan bahwa hampir keseluruhan fraksi non-carbonate pada sedimen berasal dari tailing, dan bukan dari sedimen fluvial.
Mayoritas laporan penelitian tersebut menemukan konsentrasi tertinggi sejumlah logam berat, --terutama As, Sb, Mn, Hg dan senyawa Sianida secara konsisten ditemukan di sekitar pipa tailing di Teluk Buyat. Penelitian Evan Edinger,dkk memperlihatkan konsentrasi As dan Sb yang tertinggi berada di bersahabat lisan pipa. Logam As dan Sb merupakan logam perunut (metal tracers) yang konsisten sebagai indikator sedimen tailing. Khusus untuk logam merkuri (Hg), penelitian ini menemukan konsentrasi tertinggi terletak pada 2 lokasi, yakni di bersahabat lisan pipa tailing di Teluk Buyat dan di muara Sungai Totok.
Penelitian Pusarpedal-LH menemukan konsentrasi tertinggi logam Antimon (Sb) dan Arsen tertinggi berada di Perairan Teluk Buyat (stasiun C sekitar 1 kilometer depan pipa tailing dan BB6 di maritim luar sekitar 3 kilometer depan Teluk Buyat). Konsentrasi kedua logam tersebut (As, dan Sb) di Perairan Totok relatif lebih rendah dibanding di Teluk Buyat.
Pemantauan Pusarpedal-KLH juga menemukan konsentrasi Hg, baik di sedimen dan air, di wilayah Teluk Buyat lebih tinggi dibandingkan di Teluk Totok. Konsentrasi Hg yang lebih tinggi di Perairan Buyat dibandingkan Perairan Totok juga ditunjukkan oleh laporan penelitian WALHI-Dr. Joko Purwanto (2002).
Konsentrasi Sianida yang tinggi di Teluk Buyat, dan Sungai Buyat berasal dari acara PT.Newmont Minahasa Raya, baik melalui pipa tailing maupun rembesan di darat (lokasi tambang). Sumber Sianida (CN) juga berasal dari rembesan di darat (tambang NMR) diidarat diindikasikan dari konsentrasi Sianida yang relatif tinggi di Sungai Buyat dan juga Sungai Totok.
E.     Tindak Lanjut Permasalahan Teluk Buyat
Dengan Merebaknya dugaan pencemaran logam-logam berat perairan Teluk Buyat di Minahasa Selatan Sulawesi Utara di banyak sekali media massa, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) dan para stakeholder perlu mengambil langkah-langkah yang sempurna dengan pengutamaan pada prinsip-prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam penanganan kasus ini. Beberapa langkah penanganan yang harus segera dilakukan adalah:
1.      Departemen Kesehatan memilih jenis penyakit yang diderita oleh warga dan melaksanakan pengobatan dan bila perlu pencegahan.
2.      Membentuk tim untuk melaksanakan penyelidikan terpadu yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Tim ini beranggotakan instansi pemerintah terkait, pemerintah daerah, LSM, perguruhan tinggi, dan pakar. Tim terpadu tingkat pusat akan berafiliasi dengan Tim Independen ditingkat Daerah.
3.      3.Memberikan informasi kepada masyarakat secara terus menerus
4.      Penegakan aturan terhadap pihak yang melanggar.
Dari kajian aturan yang dilakukan diperoleh cukup bukti bahwa PT NMR melaksanakan beberapa pelanggaran perizinan:
1.      pelanggaran terhadap syarat izin perjuangan yang diindikasikan dengan pelanggaran terhadap RKL/RPL,
2.      pelanggaran terhadap izin pengelolaan tailing sebagai limbah B3,
3.      pelanggaran atas izin pembuangan limbah tambang (dumping tailing)
ke maritim dan pelanggaran itu sanggup dikategorikan sebagai perbuatan pidana sebagaimana diatur dan diancam dengan pasal 43 UU No. 23/1997 perihal Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Yang tidak kalah penting, lantaran perbuatan pidana tersebut sanggup dikategorikan sebagai tindak pidana korporasi maka penyidikannya harus diarahkan kepada tindak pidana korporasi dan penambahan hukuman tata tertib sebagaimana diatur dalam pasal 47 UU No. 23/1997, yaitu dengan memasukkan kewajiban clean-up (atas Teluk Buyat), dan pemantauan selama 30 tahun sebagai belahan dari hukuman peraturan tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, tim teknis merekomendasikan; pembuangan tailing yaitu ilegal untuk itu diharapkan upaya aturan terhadap Newmont. Di samping itu, menurut prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan limbah tambang ke maritim (STD) tidak boleh di Indonesia. Selain itu juga upaya relokasi terhadap warga Teluk Buyat lantaran lautnya tercemar dan ikannya tidak layak dimakan, juga kondisi udaranya jelek dan air minum yang dipasok Newmont pun telah tercemar.




BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
a.       Penyakit yang dialami masyarakat di wilayah Teluk Buyat mempunyai tanda-tanda yang sama dengan kejadian di Minamata, Jepang yaitu penyakit minamata yang disebabkan tercemarnya lingkungan oleh logam-logam berat. Gejala yang ditimbulkan penyakit ini antara lain: Mual, pusing, sakit kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, muncul benjolan pada belahan tubuh tertentu, keguguran berulang-ulang pada usia kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat.
b.      Pencemaran di Teluk Buyat terjadi lantaran adanya pembuangan tailing oleh PT. NMR. Tailing merupakan batuan dan tanah yang tersisa dari suatu proses ekstraksi bijih logam, menyerupai bijih emas dan bijih tembaga
c.       Pada Tahun 1997 PT.NMR memasang alat pengolah bijih tambang yang mengandung merkuri yang tinggi. Akhir Juli 1998 warga Buyat Pante dikejutkan dengan bocornya pipa limbah PT NMR. Manajemen PT NMR hanya menjelaskan bahwa pipa limbah bawah maritim yang bocor itu pada sambungan flens di kedalaman 10 meter. Penyebabnya terjadi penyumbatan jalan masuk pipa pada 25 Juni dan 19 Agustus 1998 akhir kuatnya tekanan air. Penempatan limbah tailing di perairan Teluk Buyat telah mengakibatkan perubahan bentuk bathimetri perairan Teluk Buyat. Tailing tidak membentuk tumpukan melainkan menyebar ke tempat lain.
d.      Pipa pembuangan limbah tailing PT. NMR berada pada lapisan zona termoklin yaitu 82 meter [kini, (tahun 2000) sudah menjadi 70 meter] memungkinkan untuk naiknya partikel-partikel tailing serta ikutannya untuk mencemari area produktif perairan di teluk Buyat.
e.       Berdasarkan hasil investigasi laboratoriom terhadap 20 orang yang diambil darahnya, 18 orang telah mempunyai konsentrasi arsenic dalam darah di atas reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang mempunyai konsentrasi arsenic sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen yaitu <100 mcg/L.

f.       Dari banyak sekali penelitian yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa beberapa jenis logam berat terdapat dalam konsentrasi yang cukup tinggi di Teluk Buyat. Konsentrasi tertinggi, khususnya As, Sb, Mn, dan Hg ditemukan disekitar pipa tailing
g.      Selain akhir pembuangan tailing oleh PT. NMR, kegiatan penambangan liar di sekitar Teluk Buyat juga memberi bantuan yang besar tercemarnya Teluk Buyat.
h.      Tim teknis merekomendasikan pembuangan tailing yaitu ilegal untuk itu diharapkan upaya aturan terhadap Newmont. Di samping itu, menurut prinsip kehati-hatian dini untuk selanjutnya penerapan pembuangan limbah tambang ke maritim (STD) tidak boleh di Indonesia.
B.     Saran
Kerjasama dengan penuh rasa tanggung jawab dari semua pihak sangat diharapkan dalam menghadapi hal ini. Kesehatan insan dan lingkungan merupakan prioritas utama dari penanganan yang dilakukan. Hal lain yang harus diperhatikan yaitu biar penanganan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian, dan tidak tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan dalam pengambilan keputusan akan menciptakan kepanikan dan semakin memberatkan penderita.









DAFTAR PUSTAKA
Jull Takaliuang, 2004, Perkembangan Kasus Buyat, http://www.buyatdisease.com/berita/13.php, 16 Februari 2010.
Harry Bhaskara, 2005, Apakah ada pelajaran untuk berguru dari kasus pertambangan Buyat?, http://www.minesandcommunities.org/article.php, 16 februari 2010.
Jalal, 2009, Teluk Buyat, Lima Tahun Kemudian, http://www.csrindonesia.com/data/articles/20090804141607-a.pdf, 16 Februari 2010.
Jull Takaliuang, 2004, http://www.buyatdisease.com/penyakit/index.htm, http://www.buyatdisease.com/penyebab/index.htm,danhttp://www.buyatdisease.com/penyakit/manusia.htm, 17 Februari 2010.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel