Resensi Novel Terbaik Totto-Chan: Gadis Cilik Di Jendela



Resensi
Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela
wCEAAkGBxQSEhQUExQWFBQXFxcYFxcUFxgYFxgZGBcWFxcYGBYdHCggGBwlHBUXITEhJSkrLi Resensi Novel Terbaik Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela
Judul               : Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela
Penulis             : Tetsuko Kuroyanagi
Alih Bahasa     : Widya Kirana
Penerbit           : PT Gramedia Pustaka Utama
Tempat Terbit  : Jakarta
Tahun Terbit    : 2008
Cetakan ke      : 5
Tebal Buku      : 272 halaman
Kulit Buku     :Terlihat sederhana dengan warna dasar putih, terdapat gambaran seorang gadis kecil yang memakai topi hitam dan mantel putih yang sedang duduk dengan diatasnya terdapat goresan pena “Totto-chan” dan disamping kanannya terdapat goresan pena “Gadis Cilik di Jendela”, kemudian terdapat ornamen  bunga berwarna merah muda dan dedaunan yang berada di atas goresan pena “Totto-chan” dan di pojok kanan buku terdapat nama penulis “Tetsuko Kuroyanagi”
Novel non-fiksi karya Tetsuko Kuroyanagi yang menceritakan ihwal dirinya sendiri selama kehidupan bersekolahnya yang pada ketika itu terjadi Perang Dunia ke II. Totto-chan (nama panggilan Tetsuko), dikeluarkan dari sekolah dasar umum pada tahun pertamanya alasannya yaitu aneka macam tindakannya di nilai guru-guru menjadikan problem dan dianggap tidak rasional, contohnya saja ibarat merusak meja belajarnya dengan membanting pintu laci, memanggil penyanyi jalanan yang mengundang keributan di kelas, mencoret-coret meja mencar ilmu dengan alat-alat tulisnya, sampai bangun di jendela kelas selama pelajaran berlangsung hanya untuk menanyakan “Kau sedang apa?” ke arah seekor burung. Padahal, Totto-chan melakukan hal tersebut atas dasar keingin-tahuannya.
Guru Totto-chan sudah tidak tahan lagi dengan tingkah laris muridnya tersebut. Mama Totto-chan yang kebingungan dalam memilih sekolah yang sempurna bagi putrinya, alhasil ia menemukan Tomoe Gakuen (Sekolah Tomoe). Sekolah yang tidak dibiayai dan tidak ada campur tangan dengan pemerintah ini dinilai Mama Totto-chan sangat sesuai dengan impian putri kecilnya. Terlebih lagi pendiri sekaligus kepala sekolah tersebut yang berjulukan Sosaku Kobayashi menerapkan metode pembelajaran yang berbeda dengan sekolah-sekolah umum lainnya.
Totto-chan sendiri sangat bahagia dengan sekolah barunya tersebut. Seperti kelas-kelas yang merupakan gerbong-gerbong kereta tak terpakai, kebun yang indah, kegiatan makan bekal yang menyenangkan, sampai metode pembelajaran yang tidak ada keterkaitan kurikulum dan kegiatan pelajaran, sehingga murid-murid disana sanggup mencar ilmu sesuai impian mereka.
Di Tomoe Gakuen, Totto-chan berkenalan dengan belum dewasa lain yang juga bersekolah di sana. Seperti Yasuaki Yamamoto, Akira Takahashi, Miyo Kaneko, Sakko Matsuyama, Taiji Yamanouchi, Kunio Oe, Kazuo Amadera, Aiko Saisho, Keiko Aoki, Yoichi Migita, dan Miyazaki. Mereka semua mengisi kebersamaan selama di sekolah. Seperti Kunio Oe yang terkadang suka usil pada Totto-chan, Taiji Yamanouchi yang mengucapkan hal aneh bahwa dia tidak mau menikah dengan Totto-chan dan berjalan-jalan di sekitaran kuil erat sekolah. Bahkan berteman dengan Miyazaki yang mempunyai keturunan Amerika Serikat dan saling mempelajari budaya tiap negara yang pada ketika Perang Dunia II sangat kontroversial.
Banyak hal aneh dan tidak rasional yang dilakukan Totto–chan selama di Tomoe yang tidak dilakukan oleh teman-temannya yang lain, ibarat mengambil dompet dari pembuangan kotoran, duduk dicabang pohon sambil melihat  orang lain berlalu-lalang, menyusup lewat kawat berduri sampai pakaiannya robek, dan masih banyak lagi hal-hal yang dialami Totto-chan di Tomoe yang akan menciptakan pembaca takjub atas apa yang  dilakukan Totto-chan di sekolahnya.
Kulit buku novel ini cukup tebal sehingga memiliki daya tahan yang lama/tidak gampang rusak. Para pembaca juga sanggup membayangkan setiap bencana dengan terperinci karena di setiap kepingan ada ilustrasi-ilustrasi pendukung yang gampang dipahami. Meski novel ini  pertama kali terbit tahun 1981  bahasa yang dipakai sangat gampang dimengerti oleh pembaca, selain itu terdapat keterangan-keterangan aksesori pada berberapa istilah-istilah Jepang yang asing di pendengaran orang luar Jepang, ibarat pada cuplikan ini “kelas Totto-chan tetapkan untuk mementaskan kanjincho (perjanjian pengumpulan dana)”. Sayangnya, kulit  buku kurang menarik perhatian para pembaca dan pada beberapa kepingan ada yang terkesan membosankan, ibarat pada kepingan “Rambut kepang”. Pada kepingan itu hanya menceritakan pertama kalinya Totto-chan rambutnya dikepang.
Novel yang terdiri dari 63 kepingan pendek ini, sangat penting untuk dibaca terutama untuk para pengajar. Novel ini memberi citra ihwal sebagian pelajar di dunia yang sudah bosan dengan pembelajaran yang konservatif pada sekolah-sekolah pada umumnya. Menggambarkan pelajar yang sudah bosan dengan semua mata pelajaran yang diwajibkan sesuai kurikulum. Sistem pembelajaran di Tomoe yang membebaskan semua pelajaran menciptakan pelajar sanggup memfokuskan dirinya untuk terpaku pada 1 pelajaran saja, sehingga tidak ada unsur paksaan dalam belajar. Selain itu juga kegiatan mencar ilmu terkadang di luar ruangan, menciptakan pelajar mendapatkan pelajaran tidak dari buku namun juga dari alam dan lingkungan sekitar. Yang paling mengesankan yaitu tidak adanya guru atau berberapa pihak sekolah yang mempunyai tindakan ibarat memarahi murid ataupun munculnya sifat guru yang egois, bahkan untuk tindakan seaneh yang dilakukan Totto-chan ketika mencari dompetnya pada kawasan pembuangan kotoran di sekolahnya, yang ada hanyalah sifat penyayang dan bijaksana yang diterima oleh murid-murid. Novel ini menawarkan ide para pengajar untuk berbagi pendidikan tidak hanya bahan yang diberikan, namun lebih baik  prakteknya dalam kehidupan dan untuk lebih memahami sifat-sifat siswa, terutama untuk memahami belum dewasa yang memulai berbagi pengetahuannya.
Pada novel ini juga menggambarkan betapa pentingnya persahabatan tanpa pandang bulu, seperti persahabatan dengan Yasuaki yang merupakan pengidap polio dan mempelajari bahasa, budaya, serta kehidupan di Amerika dengan Miyazaki, yang pada ketika itu Jepang sedang mempunyai kekerabatan jelek dengan Amerika. Makna persahabatan bahkan sanggup diambil dari kekerabatan Totto-chan dengan anjingnya, Rocky.
Novel inspiratif ini sangat cocok dibaca bagi para murid, orang tua, guru, dan orang-orang yang berkecimpung di bidang pendidikan.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel