Perseteruan Antara Wangsa Sinelir & Wangsa Rajasa
Sejarah perjalanan Kerajaan Tumapel atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kerajaan Singhasari, tidak sanggup lepas dari banyak sekali pergolakan politik dan konflik-konflik internal dalam istana. Yaitu, konflik antara Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa. Wangsa Sinelir yaitu merujuk pada keturunan Ken Dedes dari Tunggul Ametung. Sedangkan Wangsa Rajasa yaitu merujuk pada keturunan Ken Dedes dari Ken Angrok. Konflik-konflik itu merupakan kelanjutan dari tindakan Ken Angrok yang membunuh penguasa Tumapel ketika itu, Tunggul Ametung.
Setelah janjkematian Tunggul Ametung, Ken Angrok yang mengangkat dirinya sebagai penguasa Tumapel yang baru, memperistri Ken Dedes, janda Tunggul Ametung yang ketika itu sedang mengandung, sebagai parameswari. Dari Ken Dedes, Ken Angrok mempunyai beberapa anak yaitu, Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Angrok juga mempunyai selir yang berjulukan Ken Umang yang juga memberinya empat orang anak yaitu, Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Tuan Wregola, dan Dewi Rambi. Sedangkan anak pertama Ken Dedes dengan Tunggul Ametung, yang juga anak tiri dari Ken Angrok yaitu Anusapati.
Pada ketika anak-anaknya beranjak dewasa, Ken Angrok mengangkat Mahisa Wonga Teleng sebagai raja di Kadiri. Hal ini mengakibatkan kekecewaan Anusapati terhadap kecerdikan ayahnya. Anusapati yang merasa bahwa beliau lebih berhak atas kedudukan Mahisa Wonga Teleng merasa diperlakukan tidak adil. Sudah menjadi hukum, bahwa anak tertua lah yang seharusnya menerima kedudukan penting dalam pemerintahan.
Anusapati yang mengeluhkan kebijaksaan politik Ken Angrok kepada ibunya, kemudian mengetahui bahwa beliau bukanlah anak Ken Angrok, melainkan anak Tunggul Ametung yang dibunuh oleh Ken Angrok. Hal ini menciptakan Anusapati semakin murka dan berniat untuk membunuh Ken Angrok dengan senjata yang sama yang dipakai Ken Angrok untuk membunuh ayah kandungnya. Dalam beberapa dongeng yang kebenarannya masih diragukan, senjata itu yaitu sebuah keris yang dibentuk oleh Mpu Gandring, atau lebih dikenal dengan sebutan Keris Mpu Gandring. Dengan sumbangan seorang kalasan (pengawal), Anusapati berhasil membunuh Ken Angrok.
Konflik internal yang didasari dendam silsilah tidak berhenti hanya hingga disitu saja. Meskipun Mahisa Wonga Teleng sebagai anak tertua Ken Angrok tidak terlalu mempermasalahkan tindakan Anusapati, namun Panji Tohjaya, yang merasa tidak bahagia dengan pembunuhan ayahnya dan berjanji akan membunuh pelakunya.
Dengan sumbangan para pendukungnya, Tohjaya kesannya mengetahui bahwa Anusapati lah dalang pembunuhan itu. Meskipun demikian, Tohjaya bukanlah seorang yang pawai dalam ilmu perang. Baginya, Anusapati mustahil dibunuhnya dalam sebuah duel. Belum lagi pengawal-pengawal Anusapati yang selalu siap dan sigap dalam penjagaan. Namun, dengan sebuah siasat, Tohjaya berhasil membunuh Anusapati dalam sebuah arena sabung ayam. Sepeninggal Anusapati, Tohjaya menobatkan diri sebagai penguasa Tumapel berikutnya.
Pada ketika pemerintahan Tohjaya inilah hungungan Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa membaik. Ranggawuni, anak dari Anusapati, yang merupakan Wangsa Sinelir, menerima sumbangan dari Mahisa Campaka, anak dari Mahisa Wonga Teleng, yang merupakan Wangsa Rajasa, untuk memberontak melawan Tohjaya.
Pemberontakan dua wangsa ini kesannya berhasil menggulingkan Tohjaya dari Tumapel. Ranggawuni yang menjadi raja Tumapel mengambil nama abhiseka Wisnu Wardhana. Sedangkan Mahisa Campaka, diangkat menjadi ratu angabhaya, pembantu/wakil raja, bergelar Narasimhamurti.
Hubungan Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa kembali merenggang ketika putera Wisnu Wardhana, Kertanegara, naik tahta. Dalam kepemerintahannya, Kertanegara yang merubah nama ibukota Tumapel dari Kutaraja menjadi Singhasari ini, berusaha dengan halus mengurangi efek Wangsa Rajasa dalam perpolitikan negara, diantaranya adalah:
- Menghapus jabatan ratu angabhaya, sehingga Lembu Tal, anak Mahisa Campaka tidak menerima kedudukan.
- Jabatan patih Raganatha, seorang bijaksana yang erat dengan Wangsa Rajasa, diganti oleh Aragani.
- Menjauhkan Banyak Wide atau Arya Wiraraja dari Singhasari, alasannya yaitu terlalu erat dengan penguasa Kadiri, Jayakatwang.
Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa kembali bersatu, bahkan bukan sebagai kawan politik saja, namun melebur dalam sebuah dinasti ketika Nararya Sanghramawijaya atau lebih dikenal sebagai Raden Wijaya mendirikan Majapahit sehabis runtuhnya Singhasari alasannya yaitu serangan Jayakatwang dari Kadiri.
Nararya Sanghramawijaya yaitu anak dari Lembu Tal yang menikahi empat puteri Kertanegara yaitu, Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Dengan demikian berakhirlah perseteruan antar Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa. Meskipun Majapahit dikenal sebagai penerus Wangsa Rajasa, sejatinya dinasti Majapahit yaitu peleburan dari dua dinasti, yaitu Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa.
Setelah janjkematian Tunggul Ametung, Ken Angrok yang mengangkat dirinya sebagai penguasa Tumapel yang baru, memperistri Ken Dedes, janda Tunggul Ametung yang ketika itu sedang mengandung, sebagai parameswari. Dari Ken Dedes, Ken Angrok mempunyai beberapa anak yaitu, Mahisa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Angrok juga mempunyai selir yang berjulukan Ken Umang yang juga memberinya empat orang anak yaitu, Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Tuan Wregola, dan Dewi Rambi. Sedangkan anak pertama Ken Dedes dengan Tunggul Ametung, yang juga anak tiri dari Ken Angrok yaitu Anusapati.
Pada ketika anak-anaknya beranjak dewasa, Ken Angrok mengangkat Mahisa Wonga Teleng sebagai raja di Kadiri. Hal ini mengakibatkan kekecewaan Anusapati terhadap kecerdikan ayahnya. Anusapati yang merasa bahwa beliau lebih berhak atas kedudukan Mahisa Wonga Teleng merasa diperlakukan tidak adil. Sudah menjadi hukum, bahwa anak tertua lah yang seharusnya menerima kedudukan penting dalam pemerintahan.
Anusapati yang mengeluhkan kebijaksaan politik Ken Angrok kepada ibunya, kemudian mengetahui bahwa beliau bukanlah anak Ken Angrok, melainkan anak Tunggul Ametung yang dibunuh oleh Ken Angrok. Hal ini menciptakan Anusapati semakin murka dan berniat untuk membunuh Ken Angrok dengan senjata yang sama yang dipakai Ken Angrok untuk membunuh ayah kandungnya. Dalam beberapa dongeng yang kebenarannya masih diragukan, senjata itu yaitu sebuah keris yang dibentuk oleh Mpu Gandring, atau lebih dikenal dengan sebutan Keris Mpu Gandring. Dengan sumbangan seorang kalasan (pengawal), Anusapati berhasil membunuh Ken Angrok.
Konflik internal yang didasari dendam silsilah tidak berhenti hanya hingga disitu saja. Meskipun Mahisa Wonga Teleng sebagai anak tertua Ken Angrok tidak terlalu mempermasalahkan tindakan Anusapati, namun Panji Tohjaya, yang merasa tidak bahagia dengan pembunuhan ayahnya dan berjanji akan membunuh pelakunya.
Dengan sumbangan para pendukungnya, Tohjaya kesannya mengetahui bahwa Anusapati lah dalang pembunuhan itu. Meskipun demikian, Tohjaya bukanlah seorang yang pawai dalam ilmu perang. Baginya, Anusapati mustahil dibunuhnya dalam sebuah duel. Belum lagi pengawal-pengawal Anusapati yang selalu siap dan sigap dalam penjagaan. Namun, dengan sebuah siasat, Tohjaya berhasil membunuh Anusapati dalam sebuah arena sabung ayam. Sepeninggal Anusapati, Tohjaya menobatkan diri sebagai penguasa Tumapel berikutnya.
Pada ketika pemerintahan Tohjaya inilah hungungan Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa membaik. Ranggawuni, anak dari Anusapati, yang merupakan Wangsa Sinelir, menerima sumbangan dari Mahisa Campaka, anak dari Mahisa Wonga Teleng, yang merupakan Wangsa Rajasa, untuk memberontak melawan Tohjaya.
Pemberontakan dua wangsa ini kesannya berhasil menggulingkan Tohjaya dari Tumapel. Ranggawuni yang menjadi raja Tumapel mengambil nama abhiseka Wisnu Wardhana. Sedangkan Mahisa Campaka, diangkat menjadi ratu angabhaya, pembantu/wakil raja, bergelar Narasimhamurti.
Hubungan Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa kembali merenggang ketika putera Wisnu Wardhana, Kertanegara, naik tahta. Dalam kepemerintahannya, Kertanegara yang merubah nama ibukota Tumapel dari Kutaraja menjadi Singhasari ini, berusaha dengan halus mengurangi efek Wangsa Rajasa dalam perpolitikan negara, diantaranya adalah:
- Menghapus jabatan ratu angabhaya, sehingga Lembu Tal, anak Mahisa Campaka tidak menerima kedudukan.
- Jabatan patih Raganatha, seorang bijaksana yang erat dengan Wangsa Rajasa, diganti oleh Aragani.
- Menjauhkan Banyak Wide atau Arya Wiraraja dari Singhasari, alasannya yaitu terlalu erat dengan penguasa Kadiri, Jayakatwang.
Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa kembali bersatu, bahkan bukan sebagai kawan politik saja, namun melebur dalam sebuah dinasti ketika Nararya Sanghramawijaya atau lebih dikenal sebagai Raden Wijaya mendirikan Majapahit sehabis runtuhnya Singhasari alasannya yaitu serangan Jayakatwang dari Kadiri.
Nararya Sanghramawijaya yaitu anak dari Lembu Tal yang menikahi empat puteri Kertanegara yaitu, Tribhuwaneswari, Narendraduhita, Jayendradewi, dan Gayatri. Dengan demikian berakhirlah perseteruan antar Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa. Meskipun Majapahit dikenal sebagai penerus Wangsa Rajasa, sejatinya dinasti Majapahit yaitu peleburan dari dua dinasti, yaitu Wangsa Sinelir dan Wangsa Rajasa.