Pengertian Legitimasi Kekuasaan Negara Berdasarkan Para Ahli
A. Menurut Plato
Plato yakni pemikir yang pertama berbicara mengenai negara ideal. Dia bermaksud membangun suatu masyarakat dimana orang banyak menyumbang kepada kemakmuran komunitas tanpa adanya kekuasaan kolektif yang merusak. Dalam model distribusi kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai, Plato mengandaikan bahwa para penguasa memperoleh hak menggunakan kekuasaan untuk mencapai kebaikan publik dari kecerdasan mereka
Oleh lantaran itu, dengan merujuk pada sistem monarki yang lazim pada waktu itu, Plato merumuskan bahwa pemerintahan akan adil kalau raja yang berkuasa yakni seorang yang bijaksana. Kebijaksanaan kebanyakan dimiliki oleh seorang filsuf. Maka konsepsi perihal “filsuf raja” atau “raja filsuf” banyak disebut sebagai inti dari teori Plato mengenai kekuasaan negara.selain itu Plato menyampaikan bahwa kebaikan publik akan tercapai kalau setiap potensi individu terpenuhi.
Teori Plato memang masih mengandung banyak kelemahan lantaran adanya beberapa pertanyaan fundamental yang belum terjawab. Jika dibandingkan dengan kondisi negara- negara modern kini ini, model Plato terasa sangat utopis. Untuk mendapatkan model ini kita perlu mendapatkan pemikiran bahwa kualitas dasar individu secara alamiah berbeda. Pemikiran Plato sudah bisa menjadi peletak dasar sistem kenegaraan modern. Legitimasi negara tidak harus selalu dikaitkan dengan hal-hal supernatural dan masalah-masalah sakral yang ada di luar jangkauan pemikiran manusia.
B. Menurut Thomas Aquinas
Masalah keadilan diterjemahkan oleh pemikir ini ke dalam dua bentuk, yaitu pertama, keadilan yang timbul dari transaksi- transaksi menyerupai pembelian penjualan yang sesuai dengan asas-asas distribusi pasar, dan kedua, menyangkut pangkat bahwa keadilan yang masuk akal terjadi bila seorang penguasa atau pemimpin memperlihatkan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya menurut pangkat. Kemudian Thomas Aquinas membahas perihal aturan melalui pembedaan jenis-jenis aturan menjadi tiga, yaitu:
a. Hukum Abadi (Lex Externa)
Kebenaran aturan ini ditunjang oleh kearifan Ilahi yang merupakan landasan dari segala ciptaan. Manusia merupakan salah satu makhluk yang mencerminkan kebijaksanaan Sang Pencipta. Makhluk itu ada, berbentuk/berkodrat sebagaimana yang dikehendakinya. Oleh lantaran itu, insan sebagai makhluk yang berakal wajib memenuhi setiap kehendak Tuhan dan mempertanggung jawabkannya.
b. Hukum Kodrat (Lex Naturalis)
Hukum ini dijadikan dasar dari semua tuntutan moral. Tampak ia bukan hanya menciptakan pembahasan yang berkaitan dengan sopan santun religius tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan perihal mengapa Tuhan menghendaki keadilan. Menurut Aquinas, Tuhan menghendaki biar insan hidup sesuai kodratnya. Itu berarti bahwa insan hidup sedemikian rupa sehingga ia sanggup berkembang, membangun dan memilih identitasnya, serta mencapai kebahagiaan.
c. Hukum Buatan Manusia (Lex Humana)
Hukum ini untuk mengatur tatanan sosial sesuai dengan nilai-nilai kebajikan dan keadilan. Norma aturan berlaku lantaran adanya perjanjian antara penguasa dengan rakyatnya. Di dalamnya tersirat rakyat akan taat pada penguasa, dan penguasa berjanji akan mempergunakan kekuasaannya demi kepentingan masyarakat umum. Namun Aquinas menekankan bahwa isi aturan buatan insan hendaknya sesuai dengan hokum kodrat.kekuasaan harus mempunyai legitimasi etis.
Dia menegaskan bahwa aturan yang bertentangan dengan aturan kodrat merupakan “penghancur hukum”. Untuk itu Aquinas menggolongkan dua corak pemerintah, yaitu: pemerintahan menurut kekuasaan (despotik), dan pemerintahan yang sesuai dengan kodrat masyarakat sebagai individu yang bebas (politik).
C. Menurut Niccolo Machiavelli
Saat Niccolo menulis pemikirannya perihal filsafat politik, ia menyaksikan terpecahnya kekuasaan di Italia dengan muncul banyak negara-negara kota yang rapuh, sehingga sanggup dipahami bahwa ajarannya mengandung sinisme yang keras terhadap moralitas di dalam kekuasaan. Ia sebenarnya merindukan suatu keadaan dimana Negara merupakan sentra kekuasaan yang didukung sepenuhnya oleh rakyat banyak sehingga roda pemerintahan berjalan lancar.
Untuk itu pemimpin harus punya kekuatan dalam mempertahankan kekuasaannya. Kaidah sopan santun politik yang dianut oleh Machiavelli ialah bahwa apa yang baik yakni sesuatu yang bisa menunjang kekuasaan negara. Namun Machiavelli bergerak terlalu jauh dikala menyampaikan bahwa tindakan yang jahat pun sanggup dimaafkan oleh masyarakat asal penguasa mencapai sukses. Tampak bahwa Niccolo ingin mengadakan pemisahan yang tegas antara prinsip moral dan prinsip ketatanegaraan.
Selain itu, ia tidak memperhitungkan bagaimana sikap-sikap masyarakat terhadap legitimasi kekuasaan. Namun demikian, ia telah berhasil menyuarakan penderitaan rakyat yang tercerai-berai lantaran intrik politik yang berkepanjangan.
D. Menurut Thomas Hobbes
Dasar dari aliran Hobbes yakni tinjauan psikologi terhadap motivasi tindakan manusia. Dia menemukan bahwa insan selalu mempunyai harapan dan keinginan yang terkadang licik dan emosional. Semua itu akan kuat apabila seorang insan menggenggam kekuasaan. Hobbes mengaitkan problem tersebut dengan legitimasi kekuasaan politik.
Hobbes menyampaikan bahwa untuk menertibkan tindakan manusia, negara harus menciptakan supaya insan itu takut dan perkakas utama yang harus dipakai yakni tatanan hukum. Negara harus benar-benar kuat biar bisa memaksakan aturan melalui bahaya yang paling ditakuti manusia., yaitu eksekusi mati. Pembentukan undang-undang digariskan dengan tujuan untuk mencegah anarki.
Oleh lantaran itu, negara harus berkuasa kalau tidak ingin keropos lantaran banyaknya anarki. Hobbes yakni orang pertama yang menyatakan paham positivisme hukum, bagi ia aturan di atas segala-galanya. Namun Hobbes lupa bahwa tindakan insan tidak hanya ditentukan oleh emosi, lantaran insan dikaruniai nalar budi. Dan pendirian suatu negara juga bukan hanya atas pertimbangan emosional tapi juga pemikiran rasional. Kesimpulan dari Hobbes bahwa pembatasan konflik dilakukan melalui saran hukum,
E. Menurut Jean-Jacques Rousseau
Ditinjau dari titik tolak aliran yang dikemukakannya Rousseau termasuk pemikir utopis, menyerupai Plato, yang berusaha menggambrkan negara ideal dengan tujuan mengajarkan perbaikan impian rakyat. Rousseau memandang ketertiban dihasilkan sebagai jawaban dari hak-hak yang sama. Rousseau berangkat dari perkiraan bahwa intinya insan itu baik.
Negara dibuat lantaran adanya niat-niat baik untuk melestarikan kebebasan dan kesejahteraan individu. Dia mengandaikan bahwa keinginan umum dan semua kesejahteraan individu akan muncul bersamaan. Menurutnya segala bentuk kepentingan individu yang menyimpang dari kepentingan umum yakni salah, lantaran justru orang harus melihat kebebasan itu pada kesamaan yang terbentuk dalam komunitas. Rousseau terlalu idealis dalam memandang manusia, ia lupa bahwa tidak setiap individu mempunyai keyakinan baik serta bersedia menyerahkan kebebasan individu demi kebaikan umum.
Selain itu ia menyampaikan bahwa kepentingan publik kolektif senantiasa memperkuat kebebasan individu sambil menguraikan bahwa setiap eksklusif bukan sebagai kesatuan melainkan bab dari kesatuan yang disebut komunitas. Namun intinya Rousseau sangat menyayangi kesamaan dan ketenangan yang dijamin oleh Negara melalui keutuhan masyarakat yang organis.