Pacaran Dalam Pandangan Islam

BAB I

PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk yang paling unik, telah diciptakan tepat dalam  bentuk sebaik-baiknya oleh lantaran keunikannya ini sanggup dilihat dari perjalanan hidupnya, mulai dari keberadaan berfikir, pengungkapan perasaan dan kecintaan. Oleh lantaran itu naluri jikalau insan memiliki perasaan termasuk perasaan cinta terhadap lawan jenis, lantaran perasaan ialah acara hati, sedangkan acara hati ada yang sanggup dikendalikan ada juga yang berada di luar kemampuan insan untuk menyelidikinya. Sulit sekali enggan berkata tidak mungkin untuk menghindarinya. Seperti Nabi Muhammad SAW, ketika bermunajat kepada Allah : “Ya Allah janganlah tuntut saya menyangkut sesuatu yang berada di luar kemampuanku (cinta)”. Tapi bagaimana bekerjsama cinta kasih yang kini sering disebut dengan istilah berpacaran dan pergaulan muda-mudi khususnya pelajar yang sanggup dibenarkan oleh agama ?. perlu kita ketahui bahwa sekedar adanya cinta didalam hari belum mengantar seseorang untukl dinamai berpacaran. Kamus B. Indonesia mengartikan kata pacaran sebagai bercinta, berkasih-kasihan antara sahabat lawan jenis yang tetap.
Kita lihat fenomena yang terjadi kini dikalangan muda-mudi (pelajar). Istilah berpacaran sangat ngetren dikalangan para remaja, tapi dengan istilah itu justru banyak orang yang menafsirkan negatif, untuk lebih jelasnya insya Allah akan dipaparkan pada Bab 2.

 BAB II



PEMBAHASAN MASALAH

Beranjak dari istilah berpacaran banyak orang yang kontra akan istilah itu dan banyak orang yang menyalah artikan, kalau kita lihat sepintas memang istilah berpacaran itu lebih cenderung pada hal-hal negatif. Mungkin beranjak dari sinilah para ulama berbeda pendapat akan hal itu. Sebagian ulama beropini bahwa di dalam islam tidak ada sitilah berpacaran, ada juga istilah ta’arufan dengan tujuan untuk saling mengenal. Seperti hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad : Untuk mengenal wajah bisa dilihat dengan cara sepintas. Sedangkan untuk mengenali akhlak  dengan menanyakan kepada sahabatnya yang jujur dan sanggup dipercaya. Ada sebagian ulama yang tidak mempersalahkan istilah berpacaran termasuk. Moh Quraisihab dalam bukunya dijelaskan bahwa agama tidak melarang berpacaran atau berkasih-kasihan lantaran hal tersebut merupkan naluri makhluk,walupun ia masih berguru atau belum bisa kawin. Hanya saja Agama menghendaki kesucian dan ketulusan dalam relasi itu, sehingga ditetapkannya pedoman yang harus dipatuhi oleh setiap orang, yang tidak boleh agama ialah melahirkan rasa cinta itu dalam bentuk yang sanggup mengantar pada perjinahan.
Seperti dalam Q.S 2:235. Menjelaskan: ”Tidak ada dosa bagimu meminang wanita-wanita itu (walaupun masih dalam keadaan berkabung atau iddah lantaran janjkematian suaminya) atau kau menyembunyikan harapan (cintamu) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kau akan menyebut-nyebut mereka.
Pergaulan atau pertemuan muda-mudi, dalam batas yang masuk akal sehingga terjamin tidak adanya pelanggaran agama dan moral, sebagai pola bertemu dan bercakap dikelas dihadapan guru dan teman-teman atau dipesta bersama keluarga, intinya dengan syarat tersebut tidak tidak boleh agama, atas dasar ayat diatas dia membolehkan berpacaran dengan syarat rasa cinta itu tidak dilahirkan dalam bentuk yang menganta pada perjinahan.
Para ulama menyatakan bahwa larangan agama ada yang disebabkan oleh substansi yang tidak boleh menyerupai larangan memakan babi dan berzina, ada juga larangan lantaran sanggup mengantar pada substansi itu. Seperti Q.S 17 : 32 :” Janganlah mendekati zina, sesungguhnya zina ialah perbuatan yang keji. Ayat ini mengandung larangan berzina yang bersifat substansional, lantaran sanggup mengantar pada perzinaan.
Kita lihat fenomena yang terjadi sekarang, khususnya dikalangan muda-mudi, mulai dari cara berbicra, berjalan dan bergaul dengan sahabat bukan muhrim yang sama sekali tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam agama islam. Padahal Allah telah menegaskan dalam Al-Qur’an surat Annur ayat 30 – 31 wacana pedoman pergaulan antara pria dan perempuan yang bukan muhrim. Nabi Mumammad SAW juga pernah mengingatkan Ali sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud At - Tismidzi, ”Wahai Ali, jangan ikutkan pandangan pertama dengan pandangan kedua. Pada pandangan pertama anda ditoleransi, dan pada pandangan kedua anda melaksanakan yang tidak masuk akal atau berdosa.

BAB III



KESIMPULAN

A.     Kesimpulan

Pacaran, taarufan atau apapun istilahnya, Bukanlah sesuatu yang tidak boleh kerena intinya insan diciptakan untuk saling mengenal, yang tidak diperbolehkan oleh agama ialah aktivitas- acara yang kerapkali dianggap suatu kewajaran dan bahkan keharusan oleh anak muda kini pada ketika berpacaran. Padahal Agama menghendaki kesucian dan ketulusan dalam relasi itu, oleh hasilnya ditetapkan pedoman Al-Qur’an yang harus dipahami dan dipatuhi oleh setiap insan, sehingga terjamin tidak adanya pelanggaran Agama dan moral.

B.     Saran

Kita sebagai insan cukup umur khususnya remaja yang belum menikah harus bisa menjaga prilaku atau aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai dengan pedoman islam. Khususnya ketika berinteraksi dengan lawan jenis ada batasan-batasan yang harus kita perhatikan jangan  sampai keluar dari garis-garis pembatas itu. Untuk kita sebagai pendidik dan para orang bau tanah khususnya, harus bisa mengontrol acara anak kita ataupun anak didik kita dengan penanaman  kaidah atau norma anutan islam semenjak dini.
 

 DAFTAR PUSTAKA

DRS. Supiana, M.Ag, M Karman, M.Ag. Materi Pendidikan Agama Islam. Rosda Bandung 2001.
M. Quraish Shihab. Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Muamalah. Mizan 1999.
Tim Dosen PLSBT UPI, Pendidikan Lingkungan Sosial Budaya dan Tehnologi. Value Press Bandung 2005.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel