Makalah Tayamum Lengkap

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam membuat segala sesuatu, Allah SWT selalu membuktikan dengan rinci mengapa sesuatu tersebut diciptakan. Misalnya kita sebagai manusia, makhluk yang paling mulia di antara sekian makhluk-Nya, diutus ke dunia sebagai khalifah pemelihara jagad raya ini. Hal yang demikian tentunya ada hikmah/rahasia tersendiri dibalik penciptaan kita para manusia. Memasuki ranah syariah, sebagai tumpuan lain, ialah satu item yang dijadikan alternatif oleh kita sebagai pengganti wudlu yang merupakan syarat sahnya sholat yakni tayamum. Dalam tayamum ini pun tersimpan suatu pesan tersirat tertentu yang dirasa perlu diketahui oleh kita supaya nantinya dalam pendekatan diri kepada-Nya tidak terdapat ganjalan yang memungkinkan kita “lari” dari syariah Islam.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian, syarat dan rukun dari tayamum ?

2. Apakah pesan tersirat dibalik tayamum ?


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian, Syarat dan Rukun Tayamum

Kata tayamum berdasarkan bahasa sama dengan al-qashdu yang berarti menuju, menyengaja. Menurut pengertian syara’ tayamum ialah menyengaja (menggunakan) tanah untuk menyapu dua tangan dan wajah dengan niat supaya sanggup mengerjakan shalat dan sepertinya. Tayamum ialah pengganti wudlu atau mandi, sebagai rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak sanggup menggunakan air lantaran beberapa halangan (uzur) yaitu lantaran sakit, lantaran dalam perjalanan, dan lantaran tidak adanya air. Pensyari’atan tayamum ini berdasarkan firman Allah dalam Q. S. Al-Nisa’ ayat 43, sebagai berikut:
Dan jikalau kau sakit atau sedang dalam musafir atau tiba dari kawasan buang air atau kau Telah menyentuh perempuan, Kemudian kau tidak menerima air, Maka bertayamumlah kau dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.

Dalam hal ini terdapat bebebrapa syarat dari tayamum yaitu: pertama, sudah masuk waktu shalat maksudnya tayamum disyariai’atkan untuk orang yang terpaksa. Sebelum masuk waktu shalat ia belum terpaksa, alasannya shalat belum waajib atasnya ketika itu. Kedua, sudah diusahakan mencari air tetapi tidak dapat, sedangkan waktu shalat sudah masuk. Kita disuruh bertayamum bila tidak ada air sehabis dicari dan yakin tidak ada, kecuali orang sakit yang tidak diperbolehkan menggunakan air, maka tidak menjadi syarat baginya. Ketiga, dengan tanah yang suci dan berdebu. Dan yang keempat, menghilangkan najis maksudnya sebelum bertayamum itu hendaknya harus higienis dari najis.

Adapun rukun-rukun tayamum ialah niat, mengusap wajah (muka) dengan tanah (debu), mengusap kedua tangan hingga ke siku dengan tanah (debu) dan menertibkan rukun-rukun tersebut. Sedangkan hal-hal yang membatalkan tayamum yaitu setiap kasus yang membatalkan wudlu dan ketika adanya air. Adanya air disini ialah ketika mendaptkan air sebelum shalat, maka batallah tayamum bagi orang yang melaksanakan tayamum tersebut lantaran ketiadaan air bukan lantaran sakit.

B. Hikmah Tayamum

Diantara hal-hal yang dituduh menyelisihi kebijaksanaan ialah kasus tayamum. Maka ada jawaban bahwa tayamum tidak sanggup diterima oleh kebijaksanaan apabila ditinjau dari dua segi, yaitu: pertama, tanah atau bubuk ialah sesuatu yang kotor, sehingga tidak sanggup menghilangkan daki maupun kotoran-kotoran lainnya. Demikian pula tidak sanggup membersihkan pakaian. Kedua, tayamum hanya disyari’atkan pada dua anggota tubuh (wudlu), dan ini tidak sesuai dengan kebijaksanaan logika yang sehat.
Benar jikalau syari’at tayamum itu memang tidak sesuai dengan kebijaksanaan yang picik. Akan tetapi, ia sangat selaras dengan kebijaksanaan yang sehat. Karena sebetulnya Allah SWT telah mengakibatkan air sebagai su,ber utama kehidupan, sementara insan diciptakan dati tanah. Tubuh kita tersiri dari dua unsur tersebut, yakni air dan tanah. Dan telah pula dijadikan dari dua unsur itu makanan bagi kita. Lalu keduanya dijadikan alat bagi kita untuk bersuci dan beribadah. Tanah ialah materi asal kejadian insan dan air ialah sumber kehidupan bagi segal sesuatu. Lalu Allah SWT menyusun alam ini dan kedua unsur itu sebagai sumber utamanya.

Pada dasarnya, materi yang digunakan untuk membersihkan sesuatu dari kotoran dari situasi dan kondisi yang biasa ialah air. Tidak diperkenankan untuk tidak mempergunakan air sebagai materi pembersih, kecuali pada ketika itu air tidak ada, atau lantaran adanya halangan menyerupai sakit serta sebab-sebab yang lain (yang sanggup dibenarkan oleh syara’). Pada ketika kondisi tidak memungkinkan untuk mempergunakan air menyerupai itu, maka mempergunakan tanah sebagai pengganti air ialah jauh lebih utama dibandingkan dengan yang lain. Hal ini lantaran tanah ialah saudara kandung air. Meskipun pada lahirnya tanah (debu) nampak kotor, namun ia sanggup mensucikan kotoran secara batin. Hal ini diperkuat oleh kemampuan tanah untuk menghilangkan kotoran-kotoran secara lahir ataupun mengurangi kadar kotornya. Ini ialah problem yang tidak gila bagi mereka yangilmu yang mendalam, sehingga bisa mengungkap hakikat-hakikat dari sesuatu amalan serta memahami kaitan antara lahir dan batin bersama interaksi yang terjadi diantara keduanya.

Adapun segi atau pandangan yang kedua, yaiut pensyari’atan tayamum yang hanya pada dua anggota tubuh (wudlu) tidak sesuai dengan akal, sementara telah diketahui, bahwa tayamum disyari’atkan pada seluruh anggota tubuh (wudlu) menyerupai halnya dengan air.

Akan tetapi, pada hakikatnya pensyari’atan tayamum hanya pada dua anggota tubuh (wudlu) berada pada puncak kesucian dan keselarasan dengan kebijaksanaan yang sehat, serta mengandung rasia dan pesan tersirat yang cukup mendalam. Karena pada umumnya, melumuri kepala denagna bubuk (tanah) ialah perbuatan yang tidak sesuai dengan jiwa yang normal. Oleh alasannya itu, perbuatan tersebut umumnya hanya dilakukan orang ketika ia ditimpa petaka dan kesulitan. Adapun kedua kaki umumnya ialah anggota tubuh yang senantiasa bersentuhan dengan tanah.

Dari sisi lain, menyapukan tanah (debu) kemuka atau wajah merupakan citra ketundukan dan pengagungan kepada Allah SWT, dan kerendan hati sangat disukai oleh Allah SWT dan mengandung manfaat yang besar bagi hamba. Oleh alasannya itu, diperintahkan bagi setiap hamba untuk sujud dan eksklusif menempelkan wajahnya eksklusif ke tanah, dan tidak melaksanakan sesuatu yang menghalangi wajahnya bersebtuhan dengan tanah.
Apabila kita telusuri problem ini lebih jauh, maka akan nampak bagi kita pesan tersirat lain yang unik, dimana tayamum disyari’atkan hanya pada dua anggota tubuh (wudlu) yang wajib dibasuh ketika seseorang berwudlu, dan tidak disyari’atkan pada dua anggota tubuh (wudlu) lain yang boleh untuk dibasuh. Bukankah kaki boleh dibasuh di atas sepatu dan kepala boleh disuh di atas sorban? Maka sehabis kepala dan kaki menerima dispensasi dari mencuci menjadi membasuh ketika berwudlu, sudah sepatutnya apabila kedua anggota ini juga diberi dispensasi atas dasar pengampunan untuk tidak disapu dengan tanah ketika melaksanakan tayamum. Sebab, apabila kepala dan kaki disyari’atkan untuk disapu pula dengan tanah (debu) pada ketika bertayamum, pasti tidak ada dispensasi yang terjadi (akan tetapi justru memberatkan). Yang ada hanyalah perpindahan bentu dari menyapu dengan menyapu dengan tanah (debu). Dan ini menyalahi pesan tersirat pensyari’atan tayamum yang bertujuan memperlihatkan keringanan. Dari sini nampak jelas, bahwa hokum yang ditetapkan oleh syari’at Islam itu demikian tepat dan adil. Dan inilah timbangan yang benar untuk memahami problem ini.

Memang benar kalau banyak pesan tersirat yang sanggup dipetik dari adanya pensyari’atan ini, maka secara singkat akan diuraikan hikmah-hikmah yang lain diantaranya:
  1. Untuk memperlihatkan sifat Rahman dan Rahim Tuhan, bahwa syariat Islam itu tidak mempersulit umat-Nya. Manusia diperintah melaksanakan ajaran-Nya sesuai dengan kesanggupanmasing-masing. Bila tidak ada air atau dalam keadaan sakit yang dihentikan menggunakan air, maka Allah memperlihatkan kemurahan dengan memperbolehkan menggunakan bubuk sebagai pengganti air.
  2. Hikmah yang terdapat pada tanah sebagai pengganti air untuk bersuci antara lain ialah tanah gampang didapat dan juga sanggup melemahkan nafsu amarah kita, lantaran tanah yang biasanya kita injak, pada ketika tayamum harus kita sapukan pada wajah kita. Ini berarti menuntut keikhlasan dan kesabaran kita.
  3. Menyadarkan akan asal insan diciptakan, bahwa dirinya diciptakan dari tanah. Ini berarti menuntut insan supaya bersifat merendahkan diri dan tidak berlaku sombong.
  4. Memberikan kesadaran bahwa tidak ada ganjal an untuk meninggalkan ibadah. Hal ini juga memperlihatkan keluwesan pemikiran Islam yang lengkap sesuai dengan kebutuhan manusia. Contohnya, menggunakan bubuk untuk menghilangkan hadas lantaran ketidak adaan air atau udzur menggunakan air.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut pengertian syara’ tayamum ialah menyengaja (menggunakan) tanah untuk menyapu dua tangan dan wajah dengan niat supaya sanggup mengerjakan shalat dan sepertinya. Syarat-syarat dari tayamum yaitu: sudah masuk waktu shalat, sudah diusahakan mencari air tetapi tidak dapat, sedangkan waktu shalat sudah masuk, dengan tanah yang suci dan berdebu aerta yang terakhir menghilangkan najis. Adapun rukun-rukun tayamum ialah niat, mengusap wajah (muka) dengan tanah (debu), mengusap kedua tangan hingga ke siku dengan tanah (debu) dan menertibkan rukun-rukun tersebut. Sedangkan hal-hal yang membatalkan tayamum yaitu setiap kasus yang membatalkan wudlu dan ketika adanya air.

Hikmah yang sanggup dipetik dari adanya pensyari’atan tayamum diantaranya yaitu: Pertama, untuk memperlihatkan sifat Rahman dan Rahim Tuhan, bahwa syariat Islam itu tidak mempersulit umat-Nya. Manusia diperintah melaksanakan ajaran-Nya sesuai dengan kesanggupanmasing-masing. Bila tidak ada air atau dalam keadaan sakit yang dihentikan menggunakan air, maka Allah memperlihatkan kemurahan dengan memperbolehkan menggunakan bubuk sebagai pengganti air. Kedua, pesan tersirat yang terdapat pada tanah sebagai pengganti air untuk bersuci antara lain ialah tanah gampang didapat dan juga sanggup melemahkan nafsu amarah kita, lantaran tanah yang biasanya kita injak, pada ketika tayamum harus kita sapukan pada wajah kita. Ini berarti menuntut keikhlasan dan kesabaran kita. Ketiga, menyadarkan akan asal insan diciptakan, bahwa dirinya diciptakan dari tanah. Ini berarti menuntut insan supaya bersifat merendahkan diri dan tidak berlaku sombong. Dan yang keempat, memperlihatkan kesadaran bahwa tidak ada alasan untuk meninggalkan ibadah. Hal ini juga memperlihatkan keluwesan pemikiran Islam yang lengkap sesuai dengan kebutuhan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Suparta, H. Mundzier MA. 2002. Fiqih Madrasah Aliyah kelas 1. Semarang: PT Karya Toha Putra
Rasjid, H. Sulaiman. 2006. Fiqih Islam. Bandung: PT Sinar Baru Algensindo
Ibnu Tamiyah dan Ibnu Qoyim. 2001. Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah. Jakarta: Pustaka Azzam

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel