Makalah Relasi Pemerintah Sentra Dan Daerah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa waktu belakangan sejak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi kawasan menjadi salah satu topik sentral yang banyak dibicarakan. Otonomi Daerah menjadi wacana dan materi kajian dari banyak sekali kalangan, baik pemerintah, forum perwakilan rakyat, kalangan akademisi, pelaku ekonomi bahkan masayarakat awam. Semua pihak berbicara dan menunjukkan komentar perihal “otonomi daerah” berdasarkan pemahaman dan persepsinya masing-masing. Perbedaan pemahaman dan persepsi dari banyak sekali kalangan terhadap otonomi kawasan sangat disebabkan perbedaan sudut pandang dan pendekatan yang digunakan.
Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang gres lantaran sejak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep otonomi kawasan sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip otonomi sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Semenjak awal kemerdekaan samapi kini telah terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur perihal kebijakan Otonomi Daerah. UU 1/1945 menganut sistem otonomi kawasan rumah tangga formil. UU 22/1948 menunjukkan hak otonomi dan medebewind yang seluas-luasnya kepada Daerah. Selanjutnya UU 1/1957 menganut sistem otonomi ril yang seluas-luasnya. Kemudian UU 5/1974 menganut prinsip otonomi kawasan yang faktual dan bertanggung. Sedangkan ketika ini di bawah UU 22/1999 dianut prinsip otonoi kawasan yang luas, faktual dan bertanggungjawab.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana otonomi kawasan pada ketika ini?
2. Apa dampak dari adanya otonomi daerah?
3. Bagaimana dengan perkembangan otonomi yang akan datang?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Otonomi Daerah
Pemerintahan kawasan yakni penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah kawasan dan DPRD berdasarkan asas otonomi dan kiprah pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Otonomi kawasan yakni hak, wewenang, dan kewajiban kawasan otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, yakni kesatuan masyarakat aturan yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Desentralisasi yakni penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada kawasan otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dekonsentrasi yakni pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu.
Tugas pembantuan yakni penugasan dari Pemerintah kepada kawasan dan/atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan kiprah tertentu.
Landasan Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Terdapat beberapa alasan terhadap dilaksanakannya desentralisasi di Indonesia yang dirasa sangat mendesak, diantaranya :
1. Kehidupan ekonomi yang terpusat di Jakarta, sementara itu pembangunan di beberapa wilayah lain dilalaikan,
2. Pembagian kekayaan yang tidak adil dan merata. Daerah yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah tidak mendapatkan perolehan dana yang patut dari pemerintah.
3. Kesenjangan social antara suatu kawasan dengan kawasan yang lain sangat terasa. Pembangunan fisik disuatu kawasan sangat pesat sekali, namun disisi lain pembangunan di kawasan lain masih lamban bahkan terbengkalai.
Tujuan Otonomi Daerah
Desentralisasi merupakan symbol adanya kepercayaan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam konsep desentralisasi, kiprah pemerintah pusat yakni mengawasi, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.
Tujuan yang hendak dicapai dengan diterapkannya otonomi kawasan yaitu untuk memperlancar pembangunan di seluruh pelosok tanah air secara merata tanpa ada pertentangan, sehingga pembangunan kawasan merupakan pembangunan nasional secara menyeluruh.
Melalui otonomi kawasan diharapkan kawasan akan lebih berdikari memilih setiap kegiatannya tanpa ada intervensi dari pemerintah pusat. Pemerintah kawasan diharapkan bisa membuka peluang memajukan wilayahnya dengan melaksanakan identifikasi sumber-sumber pendapatan dan bisa memutuskan belanja kawasan secara efisien, efektif, dan wajar.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka konsep otonomi yang diterapkan yakni :
· Penyerahan sebanyak mungkin kewenangan pemerintah pusat dalam kekerabatan domestic kepada pemerintah daerah. Kecuali untuk bidang politik luar negeri, pertahanan, keagamaan, serta bidang keuangan dan moneter. Dalam konteks ini, pemerintah kawasan terbagi atas dua lingkup, yaitu kawasan kabupaten, kota, dan propinsi.
· Penguatan kiprah DPRD sebagai representasi rakyat.
· Peningkatan efektifitas fungsi pelayanan melalui pembenahan organisasi dan institusi yang dimiliki, serta lebih responsive terhadap kebutuhan daerah.
· Peningkatan efisiensi manajemen keuangan kawasan serta penguatan yang lebih terang atas sumber-sumber pendapatan daerah. Pembagian pendapatan dari sumber penerimaan yang berkaitan dengan kekayaan alam, pajak dan retribusi.
· Pengaturan pembagian sumber-sumber pendapatan kawasan serta pemberian keleluasaan kepada pemerintah kawasan untuk memutuskan prioritas pembangunan serta optimalisasi upaya pemberdayaan manusia.
· Perimbangan keuangan antara pusat dan kawasan yang merupakan suatu sistem pembiayaan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi pembagian keuangan antara pemerintah pusat dengan kawasan serta pemerataan antar kawasan secara proposional.
Faktor Pendukung Otonomi Daerah
Dalam pelaksanaannya, otonomi kawasan merupakan desentralisasi sebagian kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah kawasan untuk dilaksanakan menjadi urusan rumah tangganya sendiri. Pemberian otonomi kepada kawasan haruslah didasarkan kepada factor-faktor yang sanggup menjamin kawasan yang bersangkutan bisa mengurus rumah tangganya.
Diantara factor-faktor tersebut yang mendukung terselenggaranya otonomi kawasan diantaranya yakni kemampuan sumberdaya insan yang ada, serta ketersediaan sumber daya alam dan peluang ekonomi kawasan tersebut.
1. Kemampuan sumber daya manusia. Salah satu kunci kesuksesan penyelenggaraan otonomi kawasan sangatlah bergantung pada sumber daya manusianya. Disamping
2. perlunya aparatur yang kompeten, pembangunan kawasan juga tidak mungkin sanggup berjalan lancer tanpa adanya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat. Untuk itu tidak hanya kualitas aparatur yang harus ditingkatkan tetapi juga kualitas partisipasi masyarakat. Dalam mensukseskan pembangunan dibutuhkan masyarakat yang berpengetahuan tinggi, keterampilan tinggi, dan kemauan tinggi. Sehingga benar-benar bisa menjadi innovator yang bisa membuat tenaga kerja yang berkualitas.
3. Kemampuam keuangan/ekonomi. Tanpa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan kawasan terang tidak mungkin sanggup ditingkatkan. Sementara itu dengan pendapatan yang memadai, kemampuan kawasan untuk menyelenggarakan otonomi akan meningkat. Dengan sumber daya insan yang berkualitas, kawasan akan bisa untuk membuka peluang-peluang potensi ekonomi yang terdapat pada kawasan tersebut.
2.2 Berbagai Dampak yang muncul dalam Otonomi Daerah
Di beberapa tempat memang terlihat banyak sekali laba yang diperoleh dengan diberlakukannya otonomi daerah. Sebagai contoh, di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung mereka telah berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan perihal pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan (community-based). Aturan itu ditetapkan pada bulan Oktober yang memungkinkan bupati mengeluarkan izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang berkelanjutan. Di Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan santunan LSM-LSM setempat serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi gres tersebut berhasil mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat mereka.
Sedangkan di wilayah lainnya, otonomi kawasan malahan semakin memperburuk keadaan. Beberapa Bupati memutuskan peningkatan ekstraksi besar-besaran sumber daya alam di kawasan mereka –suatu proses yang semakin mempercepat perusakan dan punahnya hutan serta sengketa terhadap tanah. Pemerintahan kabupaten juga terpengaruhi untuk menjadikan sumbangan yang diperoleh dari hutan milik negara dan perusahaan perkebunaan bagi budget mereka.
Di Kalimantan Timur, bupati dikabarkan telah mengeluarkan ratusan Hak/Izin/HPH konsensi penebangan kayu bagi 100 perusahaan skala kecil senilai Rp. 50 juta dan Rp. 100 juta. Para raja kayu dengan HPH yang lebih besar dan sudah habis kini mulai memanipulasi dan memanfaatkan penduduk lokal untuk membentuk koperasi guna mendapatkan HPH penebangan kayu. Koperasi-koperasi ini berperan melanjutkan operasi penebangan kayu para raja kayu dan memungkinkan mereka untuk
4
tetap menjalankan pengolahan kayu. Barangkali masyarakat lokal mendapatkan laba jangka pendek dari pembayaran yang mereka terima. Tetapi dalam jangka panjang mereka dirugikan dengan rusaknya sumber daya keamanan sosial mereka. Laporan serupa perihal problem ini muncul juga dari banyak sekali tempat lainnya di Indonesia.
Suatu lokakarya di Kutai Barat, Kalimantan Timur, mengidentifikasikan sedikitnya 250 konflik/sengketa di kabupaten itu yang muncul akhir kegagalan untuk mendapatkan legalisasi hak tanah ulayat, klaim tanah yang tumpang tindih, klaim yang saling bertentangan antara pemilik ijin pengolahan hutan yang usang dan gres serta konflik-konflik antara pemilik konsesi dan masyarakat-masyarakat lokal. Para pembicara di lokakarya tersebut menyampaikan bahwa situasi yang memburuk di hutan mempunyai dampak negatif terhadap ekonomi lokal lantaran penduduk lokal didorong ke dalam gaya hidup konsumtif. Bupati setempat, Rama Asia, menerima serangan gencar sehubungan dengan dikeluarkannya lisensi-lisensi/hak perjuangan skala kecil –di distrik itu saja sudah terdapat 622 lisensi—dan menyalahkan kerusakan hutan terhadap para pemegang konsesi penebangan kayu yang lebih besar yang berasal dari Jakarta.
Kementrian kehutanan kini ini dilaporkan tengah dalam proses membatalkan kembali suatu ketetapan yang dikeluarkan pada tahun lalu, yang menunjukkan pengalihan tanggungjawab dalam menangani konsesi-konsesi hutan yang lebih besar kepada pemerintahan daerah. Larangan sebelumnya terhadap kepala kawasan untuk mengeluarkan HPH/HGU/lisensi-lisensi skala kecil diabaikan begitu saja oleh para pejabat distrik.
Kelompok-kelompok masyarakat sipil menyerukan biar otonomi kawasan dikembalikan pada jalur semula –yang menjamin tujuan-tujuan awal untuk memperkuat demokrasi lokal. Selain itu, mereka juga menyerukan biar desakan untuk membangun pemerintahan yang higienis tidak dilupakan dalam arus cari untung dari sumber daya alam. Salah satu aspek yang bisa jadi menjadi problem di kemudian hari yakni keuangan. Prinsip money follow function sepertinya belum sepenuhnya tercermin pada sistem perundang-undangan yang ada.
UU No 25/1999 memang memutuskan sumber-sumber keuangan daerah. Namun, secara umum, kawasan belum mempunyai keleluasaan untuk menggali sendiri sumber-sumber keuangannya. Sejumlah ketentuan masih sangat mengikat mereka, yang kalau tidak segera dilonggarkan, berpotensi menjadi ganjalan bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Masalah lain, UU No 25/1999 juga memperkenalkan sistem bagi hasil atas SDA. Bila pemerintah tidak segera memutuskan secara terang dasar pembagian hasil tersebut, sangat mungkin terjadi kecurigaan besar dari kawasan atas kejujuran pusat dalam membagi.
UU No 25/1999 memang memutuskan sumber-sumber keuangan daerah. Namun, secara umum, kawasan belum mempunyai keleluasaan untuk menggali sendiri sumber-sumber keuangannya. Sejumlah ketentuan masih sangat mengikat mereka, yang kalau tidak segera dilonggarkan, berpotensi menjadi ganjalan bagi keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Masalah lain, UU No 25/1999 juga memperkenalkan sistem bagi hasil atas SDA. Bila pemerintah tidak segera memutuskan secara terang dasar pembagian hasil tersebut, sangat mungkin terjadi kecurigaan besar dari kawasan atas kejujuran pusat dalam membagi.
Dan, di luar semua problem itu, kemampuan keuangan kawasan yang sangat bermacam-macam akan memungkinkan terjadinya ketimpangan horizontal antardaerah. Persoalan ini bias menyebabkan macam-macam problem ikutan, baik di kawasan kaya maupun miskin.Beberapa gagasan dalam mewujudkan masa depan ekonomi politik yang lebih baik dan dinamis di kawasan antara lain:
Pertama, sistem rekrutmen kepala kawasan melalui Pilkadal hendaknya dipandang sebagai “pintu” dalam memajukan ekonomi daerah. Sehingga banyak sekali hambatan dalam sistem rekrutasi yang menghalangi figur berkualitas dan berwawasan ekonomi daerah, nasional dan global tidak terhambat oleh adanya aturan-aturan yang bernuansa kepentingan politis dan jangka pendek.
Kedua, diharapkan kesamaan visi, misi, persepsi dan paradigma dalam pembangunan kawasan ke depan, antara pemerintah pusat dan kawasan serta seluruh elemen masyarakat. Momentum dilahirkannya DPD RI, Pilkadal, dan banyak sekali produk konstitusi masa reformasi lainnya, merupakan “energi sosial” yang besar dalam membangun masa depan ekonomi politik di kawasan secara lebih cerah, prospektif dan memberi harapan.
Ketiga, diharapkan “blue-print” perencanaan pembangunan yang terencana, matang dan komprehensif antara pemerintah kawasan dan pemerintah pusat. Sinkronisasi tidak hanya terletak pada banyak sekali produk legislasi, tetapi juga pada tataran manajemen operasionalisasi pembangunan; menyangkut: prioritas pemilihan sektor ekonomi dan pembangunan yang berbasis keunggulan daerah, dan prospektif terhadap peningkatan daya saing nasional.
Keempat, masa depan ekonomi politik di kawasan amat ditentukan oleh desain awal dan komitmen awal bersama kita terhadap pembangunan daerah. Diperlukan konsistensi dan kontinyuitas pola pembangunan ekonomi di daerah. Seluruh instrumen dan infrastruktur politik di kawasan harus diarahkan dan dikerahkan ke dalam upaya revitalisasi ekonomi di daerah.
2.3 Otonomi Daerah Saat Ini
Otonomi Daerah yang dilaksanakan ketika ini yakni Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 perihal Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi kawasan dipahami sebagai kewenangan kawasan otonom untuk menatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan prinsip otonomi kawasan yang digunakan yakni otonomi kawasan yang luas, faktual dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi yang luas yakni keleluasaan kawasan untuk menyelengarakan pemerintahan yang meliputi kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Yang dimaksud dengan otonomi faktual yakni keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara faktual ada dan diharapkan serta tumbuh hidup, dan berkembang di daerah. sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab yakni berupa perwujudan pertanggung-jawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada Daerah dalam wujud kiprah dan kewajiban yang dipikul oleh Daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, berupa peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semkain baik, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan, pemerataan, serta pemeliharaan kekerabatan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah dalam UU 22/1999 adalah :
- Penyelengaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, faktual dan bertangung jawab.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin kekerabatan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antara Daerah.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian Daerah Otonom, dan karenanya dalam kawasan Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada lagi wilayah administratif.
- Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi tubuh legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawas maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
- Pelaksanaan azas dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam kedudukannya sebagai Wilayah Administratis untuk melaksanakan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah.
- Pelaksanaan azas kiprah pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari Pemerintah kepada Daerah, tetapi juga dari Pemerintah dan Daerah kepada Desa yang disertai dengan pembiayaan sarana dan prasarana, serta sumber daya insan dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskannya.
Dalam implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang dilaksanakan mulai 1 Januari 2001 terdapat beberapa permasalahan yang perlu segera dicarikan pemecahannya. Namun sebagian kalangan beranggapan timbulnya banyak sekali permasalahan tersebut merupakan akhir dari kesalahan dan kelemahan yang dimiliki oleh UU 22/1999, sehingga merekapun mengupayakan dilakukannya revisi terhadap UU 22/1999 tersebut.
Jika kita mengamati secara obyektif terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah berdasarkan UU 22/1999 yang gres berjalan memasuki bulan kesepuluh bulan ini, banyak sekali permasalahan yang timbul tersebut seharusnya sanggup dimaklumi lantaran masih dalam proses transisi. Timbulnya banyak sekali permasalahan tersebut lebih banyak disebabkan lantaran terbatasnya peraturan pelaksanaan yang bisa dijadikan anutan dan rambu-rambu bagi implementasi kebijakan Otonomi Daerah tersebut. Kaprikornus bukan pada tempatnya bila kita eksklusif mengkambinghitamkan bahkan memvonis bahwa UU 22/1999 tersebut keliru.
2.4 Otonomi Daerah dan Prospeknya di Masa Mendatang
Sebagian kalangan menilai bahwa kebijakan Otonomi Daerah di bawah UU 22/1999 merupakan salah satu kebijakan Otonomi Daerah yang terbaik yang pernah ada di Republik ini. Prinsip-prinsip dan dasar pemikiran yang digunakan dianggap sudah cukup memadai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat dan daerah. Kebijakan Otonomi Daerah yang pada hakekatnya yakni upaya pemberdayaan dan pendemokrasian kehidupan masyarakat diharapkan sanggup mememnuhi aspirasi banyak sekali pihak dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan negara serta kekerabatan Pusat dan Daerah.
Jika kita memperhatikan prinsip-prinsip pemberian dan penyelenggaraan Otonomi Daerah sanggup diperkirakan prospek ke depan dari Otonomi Daerah tersebut. Untuk mengetahui prospek tersebut sanggup dilakukan dengan memakai banyak sekali pendekatan. Salah satu pendekatan yang kita gunakan disini yakni aspek ideologi, politik, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
Dari aspek ideologi , sudah terang dinyatakan bahwa Pancasila merupakan pandangan, falsafah hidup dan sekaligus dasar negara. Nilai-nilai Pancasila mengajarkan antara lain legalisasi Ketuhanan, semangat persatuan dan kesatuan nasional, legalisasi hak asasi manusia, demokrasi, dan keadilan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat. Jika kita memahami dan menghayati nilai-nilai tersebut maka sanggup disimpulkan bahwa kebijakan Otonomi Daerah sanggup diterima dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara. Melalui Otonomi Daerah nilai-nilai luhur Pancasila tersebut akan sanggup diwujudkan dan dilestarikan dalam setiap aspek kehidupan bangsa Indonesia .
Dari aspek politik , pemberian otonomi dan kewenangan kepada Daerah merupakan suatu wujud dari legalisasi dan kepercayaan Pusat kepada Daerah. Pengakuan Pusat terhadap eksistensi Daerah serta kepercayaan dengan menunjukkan kewenangan yang luas kepada Daerah akan membuat kekerabatan yang serasi antara Pusat dan Daerah. Selanjutnya kondisi akan mendorong tumbuhnya dukungan Derah terhadap Pusat dimana balasannya akan sanggup memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Kebijakan Otonomi Daerah sebagai upaya pendidikan politik rakyat akan membawa dampak terhadap peningkatan kehidupan politik di Daerah.
Dari aspek ekonomi , kebijakan Otonomi Daerah yang bertujuan untuk pemberdayaan kapasitas kawasan akan menunjukkan kesempatan bagi Daerah untuk menyebarkan dan meningkatkan perekonomiannya. Peningkatan dan pertumbuhan perekonomian kawasan akan membawa dampak yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat di Daerah. Melalui kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat, kawasan akan berupaya untuk meningkatkan perekonomian sesuai dengan kondisi, kebutuhan dan kemampuan. Kewenangan kawasan melalui Otonomi Daerah diharapkan sanggup menunjukkan pelayanan maksimal kepada para pelaku ekonomi di daerah, baik lokal, nasional, regional maupun global.
Dari aspek sosial budaya , kebijakan Otonomi Daerah merupakan legalisasi terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat terhadap keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi Daerah. Dengan legalisasi tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat kuat terhadap upaya mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan sanggup ditingkatkan dimana pada balasannya kekayaan budaya lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional.
Selanjutnya dari aspek pertahanan dan keamanan , kebijakan Otonomi Daerah menunjukkan kewenangan kepada masing-msing kawasan untuk memantapkan kondisi Ketahanan kawasan dalam kerangka Ketahanan Nasional. Pemberian kewenangan kepada Daerah akan menumbuhkan kepercayaan Daerah terhadap Pusat. Tumbuhnya kekerabatan dan kepercayaan Daerah terhadap Pusat akan sanggup mengeliminir gerakan separatis yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Memperhatikan pemikiran dengan memakai pendekatan aspek ideologi, politik, sosal budaya dan pertahanan keamanan, secara ideal kebijakan Otonomi Daerah merupakan kebijakan yang sangat sempurna dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Hal ini berarti bahwa kebijakan Otonomi Daerah mempunyai prospek yang elok di masa mendatang dalam menghadapi segala tantangan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasya-rakat, berbangsa dan bernegara.
Namun demikian prospek yang elok tersebut tidak akan sanggup terealisasi bila banyak sekali hambatan dan tantangan yang dihadapi tidak sanggup diatasi dengan baik. Untuk sanggup mewujudkan prospek Otonomi Daerah di masa mendatang tersebut diharapkan suatu kondisi yang aman diantaranya yaitu :
· Adanya komitmen politik dari seluruh komponen bangsa terutama pemerintah dan forum perwakilan untuk mendukung dan memperjuangkan implementasi
· kebijakan Otonomi Daerah.
· Adanya konsistensi kebijakan penyelenggara negara terhadap implementasi kebijakan Otonomi Daerah.
· Kepercayaan dan dukungan masyarakat serta pelaku ekonomi dalam pemerintah dalam mewujudkan impian Otonomi Daerah.
Dengan kondisi tersebut bukan merupakan suatu hal yang tidak mungkin Otonomi Daerah mempunyai prospek yang sanat cerah di masa mendatang. Kita berharap melalui dukungan dan kerjasama seluruh komponen bangsa kebijakan Otonomi Daerah sanggup diimplementasikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Ada beberapa karakteristik penyelenggaraan pemerintahan kawasan berdasarkan undang-undang ini. Pertama, wilayah negara dibagi ke dalam kawasan yang bersifat otonom dan ke dalam wilayah administratif. Pada prakteknya, tidak ada kawasan yang benar-benar otonom. Semua kawasan pada masa ini hanyalah wilayah administratif yang pemerintahan wilayahnya hanyalah melaksanakan kebijakan pusat. Pemerintahan di kawasan bersikap menunggu petunjuk, hampir tidak ada tindakan yang merupakan inisiatif dan hasil kreativitas daerah. Kedua, digunakan sistem hirarki pada setiap tingkatan pemerintahan. Sistem hirarki ini riskan lantaran dengan kekuasaan yang lebih besar di tingkat pemerintahan lebih tinggi, itu seringkali disalahgunakan untuk memaksakan kehendak terhadap pemerintahan di bawahnya. Pemerintahan yang lebih tinggi, yang mempunyai kekuasaan lebih besar, cenderung akan memperlakukan kawasan dibawahnya sebagai sarana untuk pencapaian tujuan sendiri. Sedangkan kawasan di bawahnya, yang tentu saja lebih lemah tersebut, harus mengabdi kepada kawasan di atasnya. Ketiga, DPRD merupakan penggalan dari pemerintah daerah. Dengan kekerabatan ibarat ini, DPRD berada dibawah kepala kawasan sehingga DPRD tidak berperan sebagai wakil rakyat daerah, melainkan hanya pembantu kepala daerah. Keempat, Mendagri terlalu mencampuri urusan daerah. Kelima, kedudukan kepala wilayah lebih kuat ketimbang kepala daerah. Hal ini menjadikan cengkraman pusat terhadap kawasan sedemikian kuat sehingga kawasan tidak mempunyai kebebasan untuk mengatur rumahtangga sendiri. Terakhir, ketergantungan kawasan di sektor keuangan. Akibatnya, hampir semua proyek pembangunan di kawasan ditentukan oleh pusat, sedangkan kawasan hanya pelaksana.
BAB III
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Sentralisasi berfungsi membuat keseragaman, sedangkan desentralisasi membuat keberagaman dalam penyelenggaraan pemerintahan. Walapun demikian banyak sekali aspek dinamik dalam mengaplikasikan kedua asas tersebut selalu menyebabkan isu. Tanggap Pemerintah dan dewan perwakilan rakyat mengenai warta tersebut tertuang dalam perubahan banyak sekali UU perihal Pemerintahan Daerah.
Sekalipun setiap perubahan UU Pemerintahan Daerah intinya merupakan reformasi pemerintahan daerah, namun terdapat perbedaan mengenai gradasi, skala dan besaran substansi perubahan yang dikehendaki oleh UU Pemerintahan Daerah yang dicanangkan. Perubahan yang dikehendaki oleh UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 tergolong perubahan yang radikal (radical change) atau drastik (drastic change) dan bukan perubahan yang gradual (gradual change). Oleh lantaran itu, konflik, krisis dan goncangan yang menyertai reformasi tersebut lebih besar daripada serangkaian reformasi yang pemah terjadi sebelumnya. Dibandingkan dengan reformasi pemerintahan kawasan di banyak sekali negara berkembang lainnya pun reformasi pemerintahan kawasan di Indonesia masih tergolong sangat besar. Reformasi pemerintahan kawasan di Indonesia tergolong big bang approach.
Namun perubahan sejumlah paradigma dan model tersebut tidak berakar pada strategi. Desentralisasi bukanlah tujuan tetapi sebagai sarana untuk mencapai tujuan. Dalam TAP MPR No. IV/WR/2000 ditegaskan bahwa kebijakan otonomi kawasan diarahkan kepada pencapaian peningkatan pelayanan publik dan pengembangan kreativitas pemerintah daerah, keselerasan kekerabatan antara Pemerintah dengan Daerah dan antar Daerah dalam kewenangan dan keuangan, untuk menjamin peningkatan rasa kebangsaan, demokrasi dan kesejahteraan masyarakat dan membuat ruang yang lebih luas bagi kemandirian Daerah. Tujuan desentralisasi tersebut belum tertampung dalam taktik reformasi pemerintahan kawasan yang digulirkan melalui kedua undang-undang tersebut. Pada hakekatnya desentralisasi yakni otonomisasi suatu masyarakat yang berada dalam teritoir tertentu. Sebagai pancaran paham kedaulatan rakyat, tentu otonomi diberikan oleh Pemerintah kepada masyarakat dan sama sekali bukan kepada kawasan ataupun Pemerintah Daerah. Ketegasan pernyataan otonomi milik masyarakat dan masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek otonomi perlu dicanangkan di masa depan untuk meluruskan penyelenggaraan otonomi daerah. Telah usang Hatta (1957) menegaskan bahwa otonomisasi suatu masyarakat oleh Pemerintah tidak saja berarti melaksanakan demokrasi tetapi juga mendorong berkembangnya prakarsa sendiri dalam pembentukan dan pelaksanaan kebijakan untuk kepentingan masyarakat setempat. Dengan berkembangnya prakarsa sendiri tercapailah apa yang dimaksud dengan
demokrasi yaitu pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat tidak saja memilih nasibnya sendiri, melainkan juga dan terutama memperbaiki nasibnya sendiri. Dengan visi yang sama, Kartohadikusumo (1955) menyampaikan bahwa pada hakekatnya otonomi merupakan perjuangan untuk mendapatkan jawaban kembali semangat dan kekuatan rakyat guna membangun masa depan mereka sendiri yang luhur.
Guna tercapainya kesejahteraan masyarakat diharapkan kestabilan penyelenggaraan pemerintah daerah. Visi mensejahterakan masyarakat harus dibangun dan dijadikan contoh oleh kedua forum tersebut. Menurut Hatta (1957) demokrasi tidak saja mendidik orang bertanggungjawab mengenai keselamatan dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga menanam perhatian terhadap usaha-usaha publik. Setiap orang harus bersedia mencurahkan perhatian dan tenaganya untuk membela kepentingan umum tanpa mengharapkan imbalan jasa. Kewajiban membela kepentingan bersama, keselamatan dan kesejahteraan umum di dalam lingkungan hidup yang besar dan kecil. Pemberian layanan dan barang public perlu melibatkan sektor swasta dan komunitas dengan tetap menjunjung tinggi banyak sekali prinsip: transparansi, akuntabilitas, efisensi, keadilan dan penegakan hukum.
Untuk mengetahui prospek ke depan dari Otonomi Daerah dilakukan dengan memakai banyak sekali pendekatan. Pendekatan yang digunakan disini yakni :
ü aspek ideologi,
ü politik,
ü sosial budaya, dan
ü pertahanan keamanan.
Ø Saran
Untuk membuat suatu pemerintahan yang baik bagi masa mendatang, diharapkan langkah-langkah, tahapan-tahapan dengan merevieuw terhadap pemerintahan yang lalu, sebagai tolak ukur dalam keberhasilan kekerabatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal ini sanggup terlihat dari hasil-hasil yang telah diciptakan/diterima oleh masyarakat. Seperti bagaimana pelayanan pemerintah pusat maupun pemerintah kawasan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, khususnya bagi masyarakat miskin.
Dengan memakai pendekatan-pendekatan berupa aspek ideologi, politik, social budaya, dan pertahanan keamanan, diharapkan sanggup terjalin dan tercipta suatu kekerabatan yang baik antara pemerintah dengan masyarakat sehingga kesejahteraan masyarakat di masa yang akan dating sanggup lebih terjamin kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA
https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=makalah-hubungan-pemerintah-pusat-dan
Buku Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah
Undang-Undang . No. 32 Tahun 2004