Makalah Pentingnya Ilmu

KATA  PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sebab atas rahmat dan karunia-Nya, kami sanggup menuntaskan makalah yang berjudul "PENTINGNYA BERILMU”

Semoga makalah ini sanggup menunjukkan donasi positif dan bermakna dalam proses perkuliahan. Dari lubuk hati yang paling dalam, sangat disadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan.
Terakhir, ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam menuntaskan makalah ini. Selain itu, kami juga berterima kasih kepada para penulis yang tulisannya kami kutip sebagai materi rujukan.
Langsa, 27 Desember 2012
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................          i
DAFTAR ISI..........................................................................................................         ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................         1
A.    Latar Belakang.............................................................................................         1
B.    Rumusan Masalah........................................................................................         1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................         2
A.    Pentingnya Ilmu...........................................................................................         2
B.     Adab Menuntut Ilmu...................................................................................        3
C.     Kewajiban Menuntut Ilmu...........................................................................       5
D.    Kewajiban Mengamalkan Ilmu....................................................................       5
BAB III PENUTUP...............................................................................................         8
A.    Kesimpulan..................................................................................................         8
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Jumlah Penduduk Indonesia kini ini kurang lebih 250 ribu juta orang. Mayoritas dari penduduk Indonesia berada dalam garis kemiskinan. Karena kondisi mereka yang berada dalam garis kemiskinan, mereka sering sekali mengabaikan duduk kasus pendidikan, mereka tidak memperdulikan ihwal pentingnya ilmu. Mereka menghabiskan waktu mereka hanya untuk mencari sesuap nasi tanpa meluamgkan waktu untuk mencari ilmu.
Kondisi ini juga tidak mutlak bahwa orang yang berada dalam garis kemiskinan malas untuk mencari ilmu, sebagian dari pelajar kita yang mungkin sanggup dikatakan orang kecukupan. Mereka pun sering sekali mengabaikan pendidikannya. Mereka pergi ke sekolah hanya untuk main-main bersama teman-teman mereka, sehingga mereka pun sering sekali terlibat tawuran antar siswa sekolah. Mereka harusnya bersyukur bahwa mereka sanggup mengenya, pendidikan.
Dilatarbelakangi duduk kasus ini maka saya akan menulis makalah ihwal Pentingnya Ilmu.
B.     Rumusan Masalah
1.      Pentingnya Ilmu
2.      Adab Menuntut Ilmu
3.      Kewajiban Menuntut Ilmu
4.      Kewajiban Mengamalkan Ilmu
  
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pentingnya Ilmu
Berikut ini beberapa atsar yang berisi nasehat dan keterangan akan pentingnya ilmu dan mempelajarinya.
Pertama: Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, Beliau berkata: “Ilmu itu lebih baik daripada harta, ilmu akan menjagamu sedangkan kamulah yang akan menjaga harta. Ilmu itu hakim (yang memutuskan banyak sekali perkara) sedangkan harta yaitu yang dihakimi. Telah mati para penyimpan harta dan tersisalah para pemilik ilmu, walaupun diri-diri mereka telah tiada akan tetapi pribadi-pribadi mereka tetap ada pada hati-hati manusia.” (Adabud Dunyaa wad Diin, karya Al-Imam Abul Hasan Al-Mawardiy, hal.48)
Kedua: Dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Bahwasanya dia apabila melihat para cowok ulet mencari ilmu, dia berkata: “Selamat tiba wahai sumber-sumber nasihat dan para penerang kegelapan. Walaupun kalian telah lama pakaiannya akan tetapi hati-hati kalian tetap baru. Kalian tinggal di rumah-rumah (untuk mempelajari ilmu), kalian yaitu pujian setiap kabilah.” (Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlih, karya Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr, 1/52), Yakni sebetulnya sifat mereka secara umum yaitu sibuk dengan mencari ilmu dan tinggal di rumah dalam rangka untuk mudzaakarah (mengulang pelajaran yang telah didapatkan) dan mempelajarinya. Semuanya ini menyibukkan mereka dari memperhatikan banyak sekali macam pakaian dan kemewahan dunia secara umum demikian juga hal-hal yang tidak bermanfaat atau yang kurang keuntungannya dan hanya membuang waktu belaka menyerupai berputar-putar di jalan-jalan (mengadakan perjalanan yang kurang bermanfaat atau sekedar jalan-jalan tanpa tujuan yang jelas) sebagaimana yang biasa dilakukan oleh selain mereka dari kalangan para pemuda.
Ketiga: Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Dia berkata: “Pelajarilah oleh kalian ilmu, sebab sesungguhnya mempelajarinya sebab Allah yaitu khasy-yah; mencarinya yaitu ibadah; mempelajarinya dan mengulangnya yaitu tasbiih; membahasnya yaitu jihad; mengajarkannya kepada yang tidak mengetahuinya yaitu shadaqah; memberikannya kepada keluarganya yaitu pendekatan diri kepada Allah; sebab ilmu itu menjelaskan kasus yang halal dan yang haram; menara jalan-jalannya ahlul jannah, dan ilmu itu sebagai penenang di ketika was-was dan bimbang; yang menemani di ketika berada di daerah yang asing; dan yang akan mengajak bicara di ketika sendirian; sebagai dalil yang akan menunjuki kita di ketika senang dengan bersyukur dan di ketika tertimpa tragedi alam dengan sabar; senjata untuk melawan musuh; dan yang akan menghiasainya di tengah-tengah sahabat-sahabatnya.
Dengan ilmu tersebut Allah akan mengangkat kaum-kaum kemudian menimbulkan mereka berada dalam kebaikan, sehingga mereka menjadi panutan dan para imam; jejak-jejak mereka akan diikuti; perbuatan-perbuatan mereka akan dicontoh serta semua pendapat akan kembali kepada pendapat mereka. Para malaikat merasa senang berada di perkumpulan mereka; dan akan mengusap mereka dengan sayap-sayapnya; setiap makhluk yang berair dan yang kering akan memintakan ampun untuk mereka, demikian juga ikan yang di maritim hingga ikan yang terkecilnya, dan hewan buas yang di daratan dan hewan ternaknya (semuanya memintakan ampun kepada Allah untuk mereka). Karena sesungguhnya ilmu yaitu yang akan menghidupkan hati dari kebodohan dan yang akan menerangi pandangan dari banyak sekali kegelapan. Dengan ilmu seorang hamba akan mencapai kedudukan-kedudukan yang terbaik dan derajat-derajat yang tinggi baik di dunia maupun di akhirat.
Memikirkan ilmu menyamai puasa; mempelajarinya menyamai shalat malam; dengan ilmu akan tersambunglah tali shilaturrahmi, dan akan diketahui kasus yang halal sehingga terhindar dari kasus yang haram. Ilmu yaitu pemimpinnya amal sedangkan amal itu yaitu pengikutnya, ilmu itu hanya akan diberikan kepada orang-orang yang berbahagia; sedangkan orang-orang yang celaka akan terhalang darinya.” (Ibid. 1/55)
Keutamaan insan dari makhluk Allah lainnya terletak pada ilmunya. Allah bahkan menyuruh para malaikat biar sujud kepada Nabi Adam as sebab kelebihan ilmu yang dimilikinya. Cara kita bersyukur atas keutamaan yang Allah berikan kepada kita yaitu dengan memakai segala potensi yang ada pada diri kita untuk Allah atau di jalan Allah.
B.     Adab Menuntut Ilmu
Dalam menuntut ilmu perlu diperhatikan beberapa adab, yaitu :
1. Niat
Niat dalam menuntut ilmu yaitu untuk mencari ridho Allah. Hendaknya diringi dengan hati yang nrimo benar-benar sebab Allah. Bukan untuk menyombongkan diri, menipu orang lain ataupun pamer kepandaian, tetapi untuk mengeluarkan diri dari kebodohan dan menimbulkan diri kita bermanfaat bagi orang lain.
2. Bersungguh-sungguh
Dalam menuntut ilmu haruslah bersungguh-sungguh dan tidak pernah berhenti. Allah mengisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi : “Dan orang-orang yang berjuang di jalan Kami pastilah akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami.”[1]
3. Terus-menerus
Hendaklah kita jangan gampang puas atas ilmu yang kita dapatkan sehingga kita enggan untuk mencari lebih banyak lagi. Seperti pepatah yang disampaikan oleh Sofyan bin Ayyinah : “Seseorang akan tetap pandai selama dia menuntut ilmu. Namun kalau ia menganggap dirinya telah arif (cepat puas) maka berarti ia bodoh.” Allah lebih menyukai amalan yang sedikit tapi dilakukan secara terus menerus dibandingkan amalan yang banyak tetapi hanya dilakukan sehari saja.
4. Sabar dalam menuntut Ilmu
Salah satu kesabaran terpuji yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu yaitu sabar terhadap gurunya menyerupai dongeng Nabi Musa as dan Nabi Khidr as (QS Al Kahfi : 66-70). Kita jangan cepat frustasi dalam menuntut ilmu kalau mendapat kesulitan dalam memahami dan mempelajari ilmu. Allah tidak menyukai orang yang berputus asa dari rahmat-Nya.
5. Menghormati dan memuliakan orang yang memberikan ilmu kepada kita
Di antara penghormatan murid terhadap gurunya yaitu berdiam diri maupun bertanya pada ketika yang tepat dan tidak memotong pembicaraan guru, mendengarkan dengan penuh khidmat, dan memperhatikan ketika dia menerangkan, dan sebagainya.
6. Baik dalam bertanya
Bertanya hendaknya untuk menghilangkan keraguan dan kebodohan diri kita, bukan untuk meremehkan, menjebak, mengetes, mempermalukan guru kita dan sebagainya.l Aisyah ra tidak pernah mendengar sesuatu yang belum diketahuinya melainkan hingga dia mengerti. Orang yang tidak mau bertanya berarti menyia-nyiakan ilmu yang banyak bagi dirinya sendiri. Allah pun memerintahkan kita untuk bertanya kepada orang yang arif menyerupai dalam firman-Nya dalam QS An-Nahl:43.
!$tBur $uZù=yör& ÆÏB y7Î=ö6s% žwÎ) Zw%y`Í ûÓÇrqœR öNÍköŽs9Î) 4 (#þqè=t«ó¡sù Ÿ@÷dr& ̍ø.Ïe%!$# bÎ) óOçGYä. Ÿw tbqçHs>÷ès? ÇÍÌÈ  
Artinya: “dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan[2] kalau kau tidak mengetahui,”(Q. S An-Nahl: 43)
C. Kewajiban Menuntut Ilmu
Setiap muslim wajib menuntut ilmu. Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu yaitu kewajiban bagi setiap muslim pria dan perempuan”. Kewajiban menuntut ilmu tidak hanya mengenai ilmu pengetahuan umum saja tetapi juga ilmu pengetahuan agama yang hukumnya fardlu ‘ain, sebab bersedekah tanpa arif sama saja dengan bohong dan tidak ada artinya di mata Allah. Maka kalau salah, kita sanggup terjerumus ke perbuatan dosa. Umat Islam juga dilarang ketinggalan dalam hal ilmu pengetahuan dan dilarang pula menjadi orang yang ndeso sebab orang pandai akan lebih disenangi. Dengan kepinteran yang kita miliki, kita tidak akan gampang ditipu dan dibohongi orang lain. Imam Syafiiy sendiri selalu merasa kurang akan ilmu yang dimilikinya dan selalu mencatat setiap ilmu yang diperolehnya sebab takut lupa. Kategori ilmu yang wajib dipelajari
• Fardu Ain
Wajib dipelajari (Akidah, syariah, akhlak)
• Fardu Kifayah
Perlu dipelajari untuk memenuhi keperluan diri, masyarakat dan negara (perubatan, perniagaan, teknologi) Ilmu sihir diharamkan untuk dipelajari[3]
D.      Kewajiban Mengamalkan Ilmu
Abu Darda Radhiyallhu ‘Anhu berkata, "Engkau tidak akan menjadi seorang alim hingga engkau menjadi orang yang belajar. Dan engkau tidak dianggap alim ihwal suatu ilmu, hingga engkau mengamalkannya".[4]
Ali Radhiyallahu ‘Anhu berkata, "Ilmu membisikkan untuk diamalkan kalau saeorang menyambut (maka ilmu itu akan bertahan bersama dirinya). Bila tidak demikian maka ilmu itu akan pergi".
Al Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata, "Seorang alim senantiasa dalam keadaan ndeso hingga dia mengamalkan ilmunya. Bila dia sudah mengamalkannya, barulah ia menjadi alim".
Tiada guna banyak belajar, tetapi tidak diamalkan. Kesudahannya, ilmu yang dipelajari akan menjadi sebagai ilmu pengetahuan biasa saja, tanpa mendapat faedah daripadanya.Amalan akan menjadi baik kalau seseorang itu berilmu. Oleh itu, umat Islam hendaklah berguru dan mengamalkannya kerana tanpa amalan, ilmu itu tidak menjadi nur kepada kita. Rasulullah bersabda bermaksud: “Orang alim itu ialah orang yang bersedekah dengan apa yang dia tahu.”
Diriwayatkan daripada Anas bin Malik, katanya, Rasulullah bersabda : “diantara tanda hampir final zaman yaitu terhapusnya ilmu Islam, munculnya kejahilan, ramainya peminum arak dan perzinaan dilakukan secara terang-terangan.”
Firman Allah SWT,
* tbrâßDù's?r& }¨$¨Y9$# ÎhŽÉ9ø9$$Î/ tböq|¡Ys?ur öNä3|¡àÿRr& öNçFRr&ur tbqè=÷Gs? |=»tGÅ3ø9$# 4 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÍÍÈ  
Artinya: “mengapa kau suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kau melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kau membaca Al kitab (Taurat)? Maka tidaklah kau berpikir?” (Q. S Al-Baqarah : 44)
Dalam ayat lain ketika berbicara ihwal dongeng Syu'aib as, Allah SWT berfirman,
tA$s% ÉQöqs)»tƒ óOçF÷ƒuäur& bÎ) àMZä. 4n?tã 7poYÉit/ `ÏiB În1§ ÓÍ_s%yuur çm÷ZÏB $»%øÍ $YZ|¡ym 4 !$tBur ߃Íé& ÷br& öNä3xÿÏ9%s{é& 4n<Î) !$tB öNà69yg÷Rr& çm÷Ztã 4 ÷bÎ) ߃Íé& žwÎ) yx»n=ô¹M}$# $tB àM÷èsÜtGó$# 4 $tBur þÅ+ŠÏùöqs? žwÎ) «!$$Î/ 4 Ïmøn=tã àMù=©.uqs? Ïmøs9Î)ur Ü=ŠÏRé& ÇÑÑÈ  
Artinya: “Syu'aib berkata: "Hai kaumku, bagaimana pikiranmu kalau saya memiliki bukti yang faktual dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya saya dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah saya menyalahi perintah-Nya)? dan saya tidak berkehendak menyalahi kau (dengan mengerjakan) apa yang saya larang. saya tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama saya masih berkesanggupan. dan tidak ada taufik bagiku melainkan dengan (pertolongan) Allah. hanya kepada Allah saya bertawakkal dan hanya kepada-Nya-lah saya kembali.” (Q. S Huud: 88)
Dan firman Allah SWT,
ÏNºtÅ_º¨9$$sù #\ô_y ÇËÈ   ÏM»uŠÎ=»­G9$$sù #·ø.ÏŒ ÇÌÈ  
Artinya:dan demi (rombongan) yang melarang dengan sebenar-benarnya (dari perbuatan-perbuatan maksiat),dan demi (rombongan) yang membacakan pelajaran,” (Q. S Ash-Shaf: 2-3)
Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid r.a., ia berkata: "Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda, 'Pada hari Kiamat nanti akan dibawa seorang lelaki itu dilemparkan ke dalam api Neraka. Maka terburailah ususnya dalam api Neraka, kemudian ia berputar-putar menyerupai seekor keledai berputar-putar mengelilingi watu penggilingan, maka penduduk Neraka berkumpul mendekatinya dan berkata: 'Hai Fulan, mengapa kau menyerupai ini? Bukankah dahulu kau menyuruh kami kepada kasus ma'ruf dan melarang kami dari kasus munkar?' Maka lelaki itu berkata: 'Dahulu saya menyuruh kau kepada kasus ma'ruf namun saya sendiri tidak melakukannya dan melarang kau dari kasus munkar namun saya sendiri melakukannya’." (HR Bukhari dan Muslim).
Barangsiapa tidak mengamalkan ilmunya atau perkataannya bertolak belakang dengan perbuatannya, maka ia pantas mendapat adzah yang sangat pedih, jelek dan keji. Allah membongkar malu dirinya dihadapah insan di dalam Neraka Jahannam, di mana ususnya terburai, kemudian orang sok alim yang banyak berbicara ini berputar-putar mengelilinginya menyerupai seekor kedelai. Sementara orang-orang menyaksikannya dan keheranan melihat keadaannya. Lalu Allah membuatnya berbicara ihwal akhir dosanya sebagai celaan pedas dari Allah atas dirinya dan celaan atas orang lain yang sama menyerupai dirinya. Kita memohon kepada Allah keselamatan dari kerugian dan penyesalan di hari Kiamat.[5]
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Allah telah menunjukkan anugerah yang cukup besar kepada manusia yaitu logika dan pikiran. Dengan logika insan sanggup mencari tahu sesuatu hal-hal yang baru. Dengan mencari sesuatu hal-hal yang baru jika sanggup diketahui maka insan sudah mendapat ilmu . Dengan pikiran insan sanggup membedakan mana yang baik dan mana jelek Ilmu merupakan suatu jalan untuk menuju ke syurga. Sebagaimana sabda rasulullah SAW yang artinya :“segala sesuatu yang ada jalannya dan jalan menuju nirwana yaitu ilmu” orang yang paling utama diantara insan yaitu orang  mukmin yang memiliki ilmu,dimana kalau dibutuhkan(orang)dia membawa manfaat /memberi petunjuk dan dikala sedang tidak diharapkan dia memperkaya /menambah sendiri pengetahuannya.

DAFTAR PUSTAKA
.
Mustaqim, Abdul, Menjadi Orang Tua Bijak, Bandung : Al-Bayan PT Mizan Pustaka, 2005.
Abu Zakariya Yahya, Imam. Riadhus Shalihin, Surabaya: PT Bungkul Indah, 1994.
Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Beirut : Dar Al-Fikr, T.t.
https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=pentingnya-ilmu-makalah Diposkan oleh PPI AL-HALIM  pada 27 Juni 2009


[1] Mustaqim, Abdul, Menjadi Orang Tua Bijak, Bandung : Al-Bayan PT Mizan Pustaka, 2005.
[2] Yakni: orang-orang yang memiliki pengetahuan ihwal Nabi dan kitab-kitab.
[3] Abu Zakariya Yahya, Imam. Riadhus Shalihin, Surabaya: PT Bungkul Indah, 1994.
[4] Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Beirut : Dar Al-Fikr, T.t.
[5] https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=pentingnya-ilmu-makalah Diposkan oleh PPI AL-HALIM di 06:13 , 27 Juni 2009

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel