Makalah Lengkap Adat Bisnis

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, alasannya dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami sanggup menyelesaikan kiprah makalah ETIKA BISNIS. Dan kami juga berterima kasih kepada Dosen mata kuliah ETIKA BISNIS, Bapak Said M. Rahimin, S.Ag.,MM yang telah memperlihatkan kiprah makalah ini kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini sanggup mempunyai kegunaan dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita tentang mengenai hak-hak seorang pekerja dalam adab berbisnis.
     Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritikan, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang tepat tanpa sarana yang membangun. Semoga kiprah yang sederhana ini sanggup dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini sanggup mempunyai kegunaan bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

DAFTAR ISI 
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI………………………………………………………………………........ii
BAB I : PENDAHULUAN
A.         LATAR BELAKANG…………………………………………………...1
B.          TUJUAN………………………………………………………………...1
BAB II : ISI/PEMBAHASAN
A.          MACAM-MACAM HAK PEKERJA…………………………………..2
B.           ETIKA KERJA………………………………………………………….5
C.           PRINSIP ETIS DALAM BEKERJA…………………………………...6
D.          WHISTLE BLOWING…………………………………………………7
BAB III : PENUTUP
A.          KESIMPULAN…………………………………………………………9
B.           KRITIK DAN SARAN…………………………………………………9
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………… .10
BAB I
PENDAHULUAN
A.          LATAR BELAKANG
      
Salah satu elemen penting dalam dunia usaha ialah problem ketenagakerjaan, alasannya tenaga kerja ialah pencetus sektor usaha yang memerlukan perhatian khusus dalam penanganannya dan pekerja ialah salah satu sumber daya terpenting bagi perusahaan. Kita sanggup berkaca dari Negara China, dimana China sebagai pesaing Indonesia pada awalnya unggul di bidang tenaga kerja murah alasannya memperlihatkan upah buruh jauh dibawah upah buruh yang berlaku di Indonesia, namun belakangan ini justru secara umum berada diatas Indonesia. Biaya operasional di China relatif rendah bukan semata-mata alasannya rendahnya upah buruh, melainkan alasannya adanya upaya meningkatkan efisiensi dan produktifitas, atau korea selatan yang tidak mempunyai sumber daya alam yang memadai, namun pendapatan perkapitanya bias mencapai 20.000 dollar AS, berkat ketrampilan pekerjanya.
Sejak awal kala ke-20, problem ketenagakerjaan mendapat perhatian yang lebih besar dibandingkan sebelumnya, alasannya insan sudah tidak dipandang lagi sebagai barang dagangan, tetapi sebagai makhluk yang mempunyai harga diri dan keinginan. Munculnya perhatian tersebut diantaranya dipicu alasannya berkembangnya administrasi ilmiah yang mengulas wacana tenaga kerja, kemajuan serikat-serikat pekerja serta campur tangan pemerintah dalam mendorong pengusaha untuk memperhatikan soal ketenagakerjaan.
A.          TUJUAN
Adapun tujuan makalah ini ialah untuk memgetahui menyerupai apa hak-hak seorang pekerja dalam adab berbisnis.
BAB II
ISI/PEMBAHASAN
A.    MACAM-MACAM HAK PEKERJA
1.    Hak atas Pekerjaan
Hak atas pekerjaan merupakan suatu hak asasi manusia. Karena, pertama, sebagai mana dikatakan John Locke, kerja menempel pada badan manusia. Kerja ialah acara badan dan alasannya itu  tidak bisa dilepaskan atau dipikirkan lepas dari badan manusia. Karena badan ialah milik kodrati atau asasi setiap orang, dan alasannya itu tidak bisa dicabut, dirampas, atau diambil darinya, maka kerja pun tidak bias dicabut, dirampas, atau diambil dari seseorang. Maka, sebagaimana halnya badan dan kehidupan merupakan salah satu hak asasi manusia, kerja pun merupakan salah satu hak asasi manusia. Bersama hak atas hidup dan tubuh, hak atas kerja dimiliki insan hanya alasannya ia ialah manusia. Ia menempel pada insan sebagai insan semenjak lahir dan seorangpun tak sanggup merampasnya.
Kedua, kerja merupakan perwujudan diri manusia. Melalui kerja, insan merealisasikan dirinya sebagai insan dan sekaligus membangun hidup dan lingkungannya yang lebih manusiawi. Melalui kerja insan memilih hidupnya sendiri sebagai insan mandiri.
Ketiga, hak atas kerja juga merupakan salah satu hak asasi insan alasannya kerja berkaitan dengan hak atas hidup, bahkan hak atas hidup yang layak. Hanya dengan dan melalui kerjanya insan sanggup hidup dan juga sanggup hidup secara layak sebagai manusia. Karena dengan pentingnya, hak ini kemudian dikodifikasi dalam aturan positif oleh Negara tertentu. Indonesia misalnya, dengan terang mencantumkan, dan berarti menjamin sepenuhnya, hak atas pekerjaan ini. Pasal 27, ayat 2, Undang-Undang Dasar 1945 dengan tegas menyatakan bahwa “ Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Ini berarti negara kita mengakui dan menjamin hak atas pekerjaan sebagai hak asasi (demi kemanusiaan), dan juga alasannya hak ini berkaitan dengan penghidupan yang layak sebagai manusia. Ini memperlihatkan bahwa jauh sebelum Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia PBB, yang juga menganggap hak atas pekerjaan sebagai suatu hak asasi manusia, Indonesia telah mengakui hak atas pekerjaan sebagai suatu hak asasi yang dimiliki setiap warga. [1]
2.    Hak atas Upah yang Adil
Hak atas upah yang adil merupakan hak legal yang diterima dan dituntut seseorang semenjak ia mengikat diri untuk bekerja pada suatu perusahaan. Karena itu perusahaan yang bersangkutan mempunyai kewajiban untuk memperlihatkan upah yang adil. Dalam hak atas upah yang adil ada tiga hal yang harus ditegaskan.
     Pertama, bahwa setiap pekerja berhak mendapat upah. Artinya, setiap pekerja berhak untuk dibayar. Ini merupakan tuntutan yang harus dipenuhi. Dalam kerangka keadilan komutatif ini merupakan hak sempurna, yaitu hak yang dituntut untuk dipenuhi perusahaan dan bahkan setiap pekerja berhak memaksa perusahaan untuk memenuhinya.
     Kedua, setiap orang tidak hanya berhak memperoleh upah, tetapi juga berhak untuk memperoleh upah yang adil, yaitu upah yang sebanding dengan tenaga yang telah disumbangkannya.
     Ketiga, hak atas upah yang adil ialah bahwa pada prinsipnya dihentikan ada perlakuan yang berbeda atau diskriminatif dalam soal pemberian upah kepada semua karyawan. Dengan kata lain, harus berlaku prinsip upah yang sama untuk pekerjaan yang sama. Maksudnya, dihentikan ada tingkat upah yang berbeda-beda antara satu pekerja dengan pekerja yang lain untuk bidang pekerjaan yang sama, kecuali atas dasar pertimbangan yang rasional dan objektif dan dari segi moral sanggup dipertanggungjawabkan secara terbuka dan transparan. [2]
3.    Hak untuk Berserikat dan Berkumpul
Ada dua dasar moral yang penting dari hak untuk berserikat dan berkumpul ini. Pertama,ini merupakan salah satu wujud utama dari hak atas kebebasan yang merupakan salah satu hak asasi manusia. Dasar filosofisnya, insan ialah makhluk sosial yang selalu berdasarkan dan berdasarkan kodratnya cenderung berkumpul dan berserikat dengan sesamanya. Karena itulah hak pekerja untuk berserikat dan berkumpul merupakan salah satu hak asasi insan yang harus dijamin. Melarang dan melanggar hak ini berarti merendahkan martabat manusia, khususnya sebagai makhluk sosial. Kedua, sebagaimana telah dikatakan diatas, dengan hak untuk berserikat dan berkumpul, pekerja sanggup tolong-menolong secara kompak memperjuangkan hak mereka yang lain, khususnya hak atas upah yang adil. Dengan berserikat dan berkumpul, posisi mereka menjadi berpengaruh dan alasannya itu tuntutan masuk akal mereka sanggup lebih diperhatikan, yang pada gilirannya berarti hak mereka akan lebih bias dijamin. Tanpa hak berserikat dan berkumpul, mereka akan sulit bersatu dan itu berarti posisi mereka menjadi lemah. Konsekuensinya, hak-hak mereka sulit ditegakkan. Karena itu, setiap pekerja berhak dan dijamin haknya untuk bergabung dengan sesame pekerjaan lainnya dalam sebuah serikat pekerja dan secara bersama berhak mengadakan tawar-menawar dengan pihak perusahaan.
Catatan penting yang perlu diberikan disini ialah bahwa para manejer puncak dibutuhkan untuk menjadi katalisator penting dalam usaha menegakkan hak pekerja ini.
4.    Hak atas Perlindungan Keamanan dan Kesehatan
Setiap perusahaan/ organisasi wajib menyediakan jaminan kesehatan dan melindungi setiap pekerjanya, terutama untuk perusahaan yang mengandung risiko cukup tinggi. Upaya perusahaan sanggup berupa penyediaan masker dan helm pelindung, memelihara lingkungan kawasan kerja, penyediaan alat pemadam kebakaran serta memperlihatkan jaminan asuransi kesehatan.[3]
5.    Hak untuk Diproses Hukum Secara Sah
Hak ini terutama berlaku ketika seseorang pekerja dituduh dan diancam dengan eksekusi tertentu alasannya diduga melaksanakan pelanggaran atau kesalahan tertentu. Dalam hal ini, pekerja tersebut wajib diberi kesempatan untuk mempertanggung jawabkan tindakannya. Ia wajib diberi kesempatan untuk membuktikan apakah ia melaksanakan kesalahan menyerupai dituduhkan atau tidak. Konkretnya, kalau ia tidak bersalah ia wajib diberi kesempatan untuk membela diri. Jadi, ia harus di dengar pertimbangannya, alasannya, saksi yang mungkin bias dihadapkannya, atau kalau ia bersalah ia harus diberi kesempatan untuk mengaku secara jujur dan minta maaf.
Ini berarti, baik secara legal maupun moral perusahaan tidak diperkenankan untuk menindak seseorang karyawan secara sepihak tanpa mencek atau mendengarkan pekerja itu sendiri. Tindakan sepihak dengan memecat pekerja itu misalnya, merupakan tindakan yang absolut dan melanggar hak dan martabat setiap pekerja, setiap manusia. Siapapun karyawan itu, ia harus didengar dan harus pula bisa membuktikan posisinya dengan saksi dan bukti yang sanggup dipertanggungjawabkan.[4]
6.    Hak untuk Diperlakukan Secara Sama
Dengan hak ini mau ditegaskan bahwa semua pekerja, pada prinsipnya, harus diperlakukan secara sama. Artinya, dihentikan ada diskriminasi dalam perusahaan entah berdasarkan warna kulit, jenis kelamin, etnis, agama, dan semacamny, baik dalam sikap dan perlakuan, gaji, maupun peluang untuk jabatan, pembinaan atau pendidikan lebih lanjut. Tentu tetap saja ada perbedaan di sana sini, tetapi perbedaan dalam honor dan peluang misalnya, harus didasarkan pada criteria dan pertimbangan yang rasional, objektif, dan sanggup dipertanggungjawabkan secara terbuka, contohnya atas dasar kemampuan, pengalaman, prestasi, kondite, dan semacamnya. Diskriminasi yang didasarkan pada jenis kelamin, etnis, agama, dan semacamnya ialah perlakuan yang tidak adil.
7.    Hak atas Rahasia Pribadi
Merupakan hak individu untuk memilih seberapa banyak informasi mengenai dirinya yang boleh diungkapkan kepada pihak lain, artinya pekerja dijamin haknya untuk tidak mengungkapkan sesuatu yang dianggap sangat pribadi, namun dengan catatan tidak membahayakan kepentingan orang lain.[5]
8.    Hak atas Kebebasan Suara Hati
Hak ini menuntut semoga setiap pekerja harus dihargai kesadaran moralnya. Ia harus dibiarkan bebas mengikuti apa yang berdasarkan bunyi hatinya ialah hal yang baik. Konkretnya, pekerja dihentikan dipaksa untuk melaksanakan tindakan tertentu yang dianggapnya tidak baik.
B.     ETIKA KERJA
Etika kerja merupakan rumusan penerapan nilai-nilai adab yang berlaku di lingkungannya, dengan tujuan untuk mengatur tata eksekusi alam acara para karyawannya semoga mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang maksimal. Etika perusahaan menyangkut korelasi perusahaan dan karyawannya sebagai satu kesatuan dalam lingkungannya, adab kerja menyangkut korelasi kerja antara perusahaan dan karyawannya, dam adab perorangan mengatur korelasi antar karyawan.
            Menurut AB Susanto terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim adab dalam  perusahaan, yaitu :
1.         Terciptanya budaya perusahaan secara baik.
2.         Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya.
                 3.    Terbentuknya administrasi korelasi antar pegawai.
 
Dengan menggunakan adab bisnis sebagai dasar prilaku dalam bekerja, baik dipakai oleh administrasi maupun oleh semua anggota organisasi, maka perusahaan akan mempunyai sumber daya insan (SDM) yang berkualitas. SDM yang berkualitas ialah yang mempunyai kesehatan moral dan mental, punya semangat dalam meningkatkan kualitas kerja di segala bidang, bisa menyesuaikan diri dan mempunyai kreativitas tinggi, giat dan pantang menyerah, serta berorientasi pada produktivitas kerja.
Cara untuk membangun lingkungan etis ialah dengan memulainya di tahap puncak, para atasan harus mengatur pola, membuktikan bahwa tingkah laris etis akan mendapat derma dan tingkah laris tidak etis tidak akan tolelir. Salah satu alat yang sanggup dipakai perusahaan untuk membuat iklim beretika dalam perusahaan ialah dengan membuat arahan etik. Kode etik berfungsi sebagai wangsit dan panduan dalam bekerja, pencegahan dan disiplin, memelihara tanggung jawab, memelihara keharmonisan, memperlihatkan dukungan.[6] Sebagian besar perusahaan yang ingin meningkatkan sikap etis mereka menyebarkan kode-kode etik untuk organisasi mereka.
                                                            
C.    PRINSIP ETIS DALAM BEKERJA
                  Dalam bekerja setidaknya kita bisa mendasarkan pada prinsip dalam bekerja, yaitu :
1.      Bekerja dengan ikhlas,
2.      Bekerja dengan tekun dan bertanggung jawab,
3.      Bekerja dengan semangat dan disiplin,
4.      Bekerja dengan kejujuran dan sanggup dipercaya,
5.      Berkemampuan dan bijaksana,
6.      Bekerja dengan berpasangan,
7.      Bekerja dengan memperhatikan kepentingan umum.
Masalah yang sanggup timbul yang bekerjasama dengan adab dalam bekerja yaitu berupa diskriminasi, konflik kepentingan dan penggunaan sumber-sumber perusahaan.
ü     Diskriminasi
terjadi bila pekerja merasa diperlakukan tidak sama, misalkan alasannya perbedaan ras, etnis, agama, usia, status perkawinan atau jenis kelamin serta keanggotaan serikat buruh atau afiliasi politik.
ü    Konflik Kepentingan
Suatu konflik atas kepentingan sanggup timbul bila pekerja mempunyai, secara pribadi maupun tidak pribadi kepentingan pribadi di dalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara objektif, bebas dri keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Konflik kepentingan muncul dikala kepentingan pribadi pegawai mendorongnya melaksanakan tindakan yang mungkin bukan merupakan tindakan yang terbaik bagi perusahaan, dan tidak selalu berkaitan dengan problem uang.
ü    Penggunaan Sumber-sumber Perusahaan
Adalah beberapa acara mungkin akan memperlihatkan laba karyawan secara perorangan, yang tidak diketahui atau disetujui oleh atasan anda. Hal ini sanggup berupa :
1.      Pemakai atau menyalah-gunakan milik perusahaan untuk pemakaian pribadi atau laba pribadi.
2.      Secara fisik mengubah atau merusak milik perusahaan tanpa izin yang sesuai.
3.      Menghilangkan milik perusahaan atau menggunakan jasa layanan perusahaan tanpa persetujuan dari manjemen sebelumnya.
D.    WHISTLE BLOWING
Whistle blowing ialah tindakan yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan entah yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya kepada pihak lain. [7] tujuan whistle blowing ialah untuk meperbaiki atau mencegah suatu tindakan yang merugikan.
Ada dua macam whistle blowing, yaitu :
1.      Whistle blowing internal. Ini terjadi dalam lingkup internal perusahaan, dimana yang melaksanakan kecurangnan ialah individu di dalam perusahaan, kemudian dilaporkan ke atasan yang bersangkutan, alasannya tindakannya sanggup merugikan perusahaan.
2.      Whistle blowing eksternal. Ini terjadi kalau yang melaksanakan kecurangan ialah perusahaannya, dimana akhir yang ditimbulkannya berdampak negatif pada masyarakat, sehingga pekerja mengungkapkan kecurangan tersebut kepada khalayak umum. Secara umum ini merupakan indikasi mengenai adanya kegagalan serius dalam sistem komunikasi internal perusahaan, alasannya perusahaan tidak mempunyai kebijakan atau mekanisme yang terang yang memungkinkan pegawai memberikan pertimbangan –pertimbangan moral mereka di luar perintah yang standar.
BAB III
PENUTUP
A.          KESIMPULAN
Jadi berdasarkan pembahasan diatas, maka sanggup disimpulkan bahwa macam-macam hak pekerja ialah hak atas pekerjaan, hak atas upah yang adil, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak atas proteksi keamanan dan kesehatan, hak untuk diproses aturan secara sah, hak untuk diperlakukan sama, hak atas diam-diam pribadi, dan hak atas kebebasan bunyi hati. Etika kerja merupakan rumusan penerapan nilai-nilai adab yang berlaku di lingkungannya. dengan tujuan untuk mengatur tata eksekusi alam acara para karyawannya semoga mencapai tingkat efisiensi dan produktivitas yang maksimal. Dalam bekerja setidaknya kita bisa mendasarkan pada prinsip dalam bekerja, yaitu  Bekerja dengan ikhlas, Bekerja dengan tekun dan bertanggung jawab, Bekerja dengan semangat dan disiplin, Bekerja dengan kejujuran dan sanggup dipercaya, Berkemampuan dan bijaksana, Bekerja dengan berpasangan, Bekerja dengan memperhatikan kepentingan umum. Masalah yang sanggup timbul yang bekerjasama dengan adab dalam bekerja yaitu berupa diskriminasi, konflik kepentingan dan penggunaan sumber-sumber perusahaan.
B.           KRITIK DAN SARAN
Demikianlah isi pembahasan dari makalah ini,  namun sebagai insan yang tidak tepat kami menyadari bahwa ada banyak kesalahan-kesalahan serta kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya baik dalam dari segi isi, pengetikan, dan kesalahan-kesalahan lain yang terjadi, untuk itu beribu ma’af kami harapkan, kiranya bisa dimaklumi.
      Namun demikian, segala masukkan, tanggapan, saran serta kritikkan yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk perbaikkan dimasa depan. Terima kasih..!!
DAFTAR PUSTAKA
DR. Erni R. Ernawan: 2007, Bussines Ethics, Bandung, Alfabeta Bandung
DR. A. Sonny Keraf : 1998, Etika Bisnis, KANISIUS.


[1] ) DR. A. Sonny Keraf,  Etika Bisnis, hal 162-163. 
[2] ) DR. A. Sonny Keraf,  Etika Bisnis, hal 164-165
[3] ) Dr. Erni R. Ernawan, SE.MM, Business Ethics, hal 68
[4] ) DR. A. Sonny Keraf,  Etika Bisnis, hal 170         
[5] ) Dr. Erni R. Ernawan, SE.MM, Business Ethics, hal 69
[6] ) Dr. Erni R. Ernawan, SE.MM, Business Ethics, hal 72
[7] ) DR. A. Sonny Keraf,  Etika Bisnis, hal 172

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel