Makalah Bunga Dan Riba

Pendahuluan
Dalam kehidupan ibarat kini ini, umat islam hampir tidak bisa menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional yang menggunakan sistem bunga dalam segala aspek kehidupannya termasuk kehidupan agamanya terutama dalam kehidupan ekonomi.
Juga tidak bisa dipungkiri bahwa negara kita belum bisa lepas dari bank-bank konvensional yang berorientasi pada bank-bank internasional dan tentunya menggunakan suku bunga dalam banyak sekali transaksi, dan sampai dikala ini pula masih banyak terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama muslim ihwal keharaman serta kehalalan riba itu sendiri.
Riba merupakan sebagian dari aktivitas ekonomi yang telah berkembang sejak zaman jahiliyah sampai sekarang. Kehidupan masyarakat  telah terbelenggu oleh sistem perkonomian yang membiarkan praktek bunga berbunga. Sistem pinjam meminjam yang berlandaskan bunga ini sangat menguntungkan kaum pemilik modal dan disisi lain telah menjerumuskan kaum dhufa pada  kemelaratan, hal ini secara keras ditentang atau dilarang oleh anutan islam yang dijelaskan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Pada dikala ini sebagian masyarakat masih menganggap bank (konvensional) sebagai solusi untuk membantu memecahkan duduk kasus perekonomiannya tetapi pada kenyataaannya bank tidak membatu kepada masyarakat yang membutuhkannya tetapi malah mencekiknya atau merugikannya dengan sistem bunga tersebut. Sehingga dari permasalahan tersebut muncullah bank yang berlabel islam di sana tidak ada praktik bunga tetapi yang ada hanya sistem bagi hasil. 
Selanjutnya dalam makalah ini akan dibahas mengenai bunga dan riba. Apa yang dimaksud dengan riba dan bunga? Macam-macam dari bunga dan riba, perbedaan antara bunga dan riba, larangan riba, serta pendapat para ulama mengenai duduk kasus bunga dan riba.
Pembahasan
A.    Pengertian Bunga
Bunga (Interest/fa’idah) yaitu pemanis yang dikenakan dalam transaksi sumbangan uang (al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok sumbangan tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut  berdasarkan tempo waktu yang diperhitungkan secara niscaya di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.[1]
Ada beberapa pengertian lain dari bunga, diantaranya yaitu:
a.       Sebagai batas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya.
b.      Sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang mempunyai simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman).[2]
c.       Bunga yaitu pemanis yang diberikan oleh bank atas simpanan atau yang di ambil oleh bank atas hutang.[3]
B.     Macam-macam Bunga
Dalam aktivitas perbankan sehari-hari ada 2 macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya yaitu:
a)      Bunga Simpanan
yaitu Bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank. Bunga simpanan merupakan harga yang harus dibayar bank kepada nasabahnya. Sebagai referensi jasa giro, bunga tabungan dan bunga deposito.
b)      Bunga Pinjaman
yaitu bunga yang diberikan kepada para peminjam atau harga yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai cotoh bunga kredit.
Kedua macam bunga ini merupakan komponen utama faktor biaya dan pendapatan bagi bank konvensional. Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga sumbangan merupakan pendapatan yang diterima dari nasabah. Baik bunga simpanan maupun bunga sumbangan masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai referensi seandainya bunga simpanan tinggi, maka secara otomatis bunga sumbangan juga terpengaruh ikut naik dan demikian pula sebaliknya.
C.    Pengertian Riba
Riba secara bahasa bermakna: Ziyadah yaitu tambahan. Sedangkan berdasarkan istilah teknis riba yaitu pengambilan pemanis dari harta pokok atau modal secara batil.
Riba juga sanggup diartikan sebagai pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam. [4]
Menurut syari’ah riba yaitu merujuk pada “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada yang memperlihatkan sumbangan bersama dengan jumlah pokok utang sebagai syarat pinjaman  atau untuk perpanjangan waktu pinjaman.[5]
D.    Macam-macam Riba
 Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing yaitu riba utang-piutang dan riba jual beli.
Riba utang-piutang terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh).
2.      Riba Jahiliyah
Yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, lantaran si peminjam tidak bisa membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Sedangkan riba jual-beli terbagi menjadi dua pula, yaitu:
1.      Riba Fadhl
Pertukaran antara barang sejenis dengan kadar atau dosis yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
2.      Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul lantaran adanya perbedaan, perubahan, atau pemanis antara yang diserahkan dikala ini dengan yang diserahkan kemudian.[6]
E.     Larangan Riba
Di dalam Islam telah terperinci disebutkan mengenai larangan Riba yang terdapat dalam Al-Qur’an pada empat kali penurunan wahyu yang berbeda-beda, diantaranya:
1.      QS. Ar-Ruum: 39
2.      QS. An-Nisa: 161
3.      QS. Ali-Imran: 130-132
4.      QS. Al-Baqarah: 275-281
Pelarangan riba dalam Islam tidak hanya merujuk pada Al-qur’an, melainkan juga Al-Hadits. Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut yang telah digariskan melalui Al-qur’an, pelarangan riba dalam hadis lebih terperinci.
“Ingatlah bahwa kau akan menghadap tuhanmu dan dia niscaya akan menghitung amalanmu. Allah telah melarangmu mengambil riba. Oleh lantaran itu, utang akhir riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kau yaitu hak kamu. Kamu tidak akan menderita atau pun mengalami ketidakadilan.”
“Diriwayatkan oleh Abu Said al-khudri bahwa Rasulullah Saw, bersabda : “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi pemanis atau mendapatkan tambahan, bergotong-royong ia telah berurusan dengan riba. Penerima dan pemberi sama-sama bersalah.” (HR. Muslim no.2971, dalam Kitab Al-Masaqqah). [7]
 Rasulullah Saw juga mengutuk dengan menggunakan kata-kata yang sangat terang, bukan saja mereka yang mengambil riba, tetapi mereka yang memperlihatkan riba dan para penulis yang mencatat transaksi atau para saksinya. Bahkan ia menyamakan dosa orang yang mengambil riba dengan dosa orang yang melaksanakan zina 36 kali lipat atau setara dengan orang yang menzinahi ibunya sendiri.[8]
F.     Pendapat Ulama ihwal Bunga dan Riba
1.      Majelis Tarjih Muhammadiyah
Majelis Tarjih Sidoarjo (1968) memutuskan:
a)      Riba hukumnya haram dengan nash sharih Al-Qur’an dan As-Sunnah
b)      Bank dengan system riba hukumnya haram dan bank dengan tanpa riba hukumnya halal
c)      Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, terasuk kasus musytabihat.
d)     Menyarankan kepada pimpian sentra muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian, khususnya forum perbankan yang sesuai dengan kaidah islam.[9]
2.      Lajnah Bahsul Masa’il Nahdhatul Ulama
Mengenai bank dan pembungaan uang, lajnah memutuskan duduk kasus tersebut melalui beberapa kali sidang. Menurut Lajnah, aturan bank dan aturan bunganya sama ibarat aturan gadai.  Terdapat tiga pendapat ulama sehubungan dengan duduk kasus ini:
a.       Haram, lantaran termasuk utang yang dipungut rentenir
b.      Halal, lantaran tidak ada syarat pada waktu akad, sedangkan tabiat yang berlaku, tidak sanggup begitu saja dijadikan syarat
c.       Syubhat (tidak tentu halal haramnya), lantaran para jago aturan berselisih pendapat tentangnya
Meskipun ada perbedaan pandangan, Lajnah memutuskan bahwa (pilihan) yang lebih berhati-hati ialah pendapat pertama, yakni menyebut bunga bank yaitu haram.[10]
3.      Sidang Organisasi Konferensi Islam(OKI)
Semua peserta sidang OKI Kedua yang berlangsung di Karachi, Pakistan, Desember 1970, telah menyepakati dua hal utama, yaitu sebagai berikut:
a.       Praktik bank dengan sistem bunga yaitu tidak sesuai dengan syariah islam
b.      Perlu segera didirikan bank-bank alternative yang menjalankan operasinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Hasil kesepakatan inilah yang melatarbelakangi didirikannya Bank Pembangunan Islam atau Islamic Development Bank (IDB).[11]
4.      Mufti Negara Mesir
Keputusan  Kantor Mufti Negara Mesir terhadap aturan bunga bank senantiasa tetap dan konsisten.  Tercatat sekurang-kuranganya semenjak tahun 1900 sampai 1989, memutuskan Mufti Negara Republik Arab Mesir memutuskan bahwa bunga bank termasuk salah satu bentuk riba yang diharamkan.
5.      Konsul Kajian Islam Dunia
Ulama-ulama besar dunia yang terhimpun dalam Konsul Kajian Islam Dunia (KKID) telah memutuskan aturan yang tegas terhadap bunga bank.  Dalam konferensi II KKID yang diselenggarakan di Universitas Al-Azhar, Kairo, pada bulan Muharram 1385 H/Mei 1965 M, ditetapkan bahwa tidak ada sedikitpun keraguan atas keharaman praktik pembungaan uang ibarat yang dilakukan bank-bank konvensional.[12]
6.      Fatwa lembaga-lembaga lain
Senada dengan ketetapan dan fatwa dari lembaga-lembaga Islam dunia diatas, beberapa forum berikut ini juga menyatakan bahwa bunga bank yaitu salah satu bentuk riba yang diharamkan. Lembaga-lembaga tersebut adalah, Akademi Fiqih Liga Muslim Dunia dan Pimpinan Pusat Dakwah, Penyuluhan, Kajian, dan Fatwa, Kerajaan Saudi Arabia.
Satu hal yang perlu dicermati, keputusan dan fatwa dari lembaga-lembaga dunia diatas diambil pada dikala bank Islam dan forum keuangan Syariah belum berkembang ibarat dikala ini. Dengan kata lain, para ulama dunia tersebut sudah berani memutuskan aturan dengan tegas sekalipun pilihan-pilihan alternative belum tersedia.[13]
Kesimpulan
Bunga yaitu tambahan yang dikenakan dalam transaksi sumbangan uang (al-qardh) yang di perhitungkan dari pokok sumbangan tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut  berdasarkan tempo waktu yang diperhitungkan secara niscaya di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase. Atau bunga juga sanggup diartikan sebagai tambahan yang diberikan oleh bank atas simpanan atau yang di ambil oleh bank atas hutang. Macam-macam bunga itu ada 2 yaitu: Bunga simpanan dan Bunga pinjaman.
Sedangkan riba yaitu pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil yang bertentangan dengan prinsip muamalat dalam islam. Macam-macam riba ada 4 diantaranya yaitu: Riba Qardh, riba jahiliyah, riba fadhl dan riba nasi’ah.
Larangan riba telah dijelaskan dalm Al-Qur’an dan Hadits. Dalam Al-Qur’an larangan riba terdapat dalam surah: Ar-Ruum, An-Nisa, Ali-Imran, Al-Baqarah dan surah-surah lainnya yang menjelaskan riba. Salah satu hadits yang melarang riba adalah: “Ingatlah bahwa kau akan menghadap tuhanmu dan dia niscaya akan menghitung amalanmu. Allah telah melarangmu mengambil riba. Oleh lantaran itu, utang akhir riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kau yaitu hak kamu. Kamu tidak akan menderita atau pun mengalami ketidakadilan.”
Selanjutnya dari bunga dan riba berdasarkan pendapat para ulama yang terdiri dari: Majelis Tarjih Muhammadiyah, lajnah Bahsul Nahdhatul Ulama, Sidang Organisasi Konferensi Islam (OKI), Mufti Negara Mesir, Konsul Kajian Islam Dunia dan Fatwa Lembaga-lembaga lain ibarat Akademi Fiqih Liga Muslim Dunia dan Pimpinan Pusat Dakwah, Penyuluhan, Kajian, dan fatwa Kerajaan Saudi Arabia, menyatakan bahwa bunga bank yaitu haram dan termasuk dalam bentuk riba.
DAFTAR BACAAN
Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta; Sinar Grafika.
Antonio, M. Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insani Press.
Chapra, M. Umar. 2000. Sistem Moneter Islam. Jakarta; Gema Insani.
http://bunga & riba/Perbedaan riba dan bunga bank dalam agama islam   Warta Warga.html
http://www.Dakwatuna.com/bunga & riba/bunga-bank-menurut-islam.html.
Iqbal, Zamir. DKK. 2008. Pengantar Keuangan Islam Teori dan Praktik, Jakarta: Kencana.
Rahardjo, M. Dawam. 1996. Ensiklopedi Al-qur’an Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep Suci. Jakarta: Paramadina.


[3] http://www.Dakwatuna.com/bunga & riba/bunga-bank-menurut-islam.html. 05-April-2011
[4] Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta; Sinar Grafika, 2008)
[5] Zamir Iqbal, DKK. Pengantar Keuangan Islam Teori dan Praktik, (Jakarta: Kencana, 2008)
[6] Ibid,
[7] M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,2001)
[8] M. Umar Chapra, Sistem Moneter Islam, (Jakarta; Gema Insani, 2000)
[9] Ibid,
[10] Ibid,
[11] Ibid,
[12] Zainuddin Ali,
[13] Ibid,

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel