Tentang Musyarokah

A.    Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya untuk memakukan aktisitas bisnis, untuk memperoleh penghasilan guna mencukupi kebutuhan sehari baik itu untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya, serta sebagai bekal dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Berbagai macam jenis perjuangan sanggup dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan, ibarat bekerja sebagai buruh, sebagai pengusaha atau sebagai investor yang kesemuanya tergantung pada bidang keahlian yang dimiliki. Kesemuanya itu boleh dilakukan selama tidak melanggar ketentuan agama yang dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu bentuk aktifitas ekonomi yang sanggup dilakukan sebagai pengusaha yaitu musyarokah.  Yakni perserikatan antara dua orang atau lebih dalam perjuangan untuk memperoleh keuntungan dengan hasil ditanggung bersama. Yang dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai musyarokah.
B.    Rumusan Masalah
Adapun rumusan problem dari makalah ini adalah
1.      Apa yang dimaksud dari Syirkah?
2.      Apasaja rukun dan syaratnya?
3.      Apasaja macam-macam syirkah?
C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah
1.      Untuk memenuhi kiprah matakuliah Pengantar Fiqih Muamalah.
2.      Sebagai pelengkap wawasan keilmuan.
BAB II
A.    Pengertian
Menurut bahasa Syirkah berarti al-ikhtilat yang artinya campur atau percampuran. Yakni percampuran harta antara dua orang sehingga tidak mustahil lagi sanggup dibedakan.[1]
Secata istilah para ulama berbeda pendapat pengertian yang dimaksud dengan syirkah yaitu:[2]
1.     Menurut Sayyid Sabiq, sirkah ialah janji anatara dua orang yang berserikat pada harta dan keuntungan.
2.     Menurut Muhammad al-Syarbini al-Khatib, yang dimaksud dengan Syirkah ialah ketetapan hak pada sesuatu pada dua orang atau lebih dengan cara yang mashur (diketahui)
3.     Menurut Syihab al-Din al-Qalyubi wa Umira yang dimaksud dengan syirkah adalah penetapan hak pada suatu bagi dua orang atau lebih.
4.     Menurut Imam Taqiyyudin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, yang dimaksud dengan syirkah ialah Ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang diketahui.
5.     Menurut Hasbi Ash-Shiddieqie bahwa yang dimaksud denga syirkah, ialah janji yang berlaku diantara dua orang atau lebih untuk ta’awun dalam bekerja pada suatu perjuangan dan membagi keuntungan.
6.     Menurut Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama degan syarikat dagang yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan berhubungan dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing dimana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan berdasarkan besar kecilnya modal masing-masing.
Dari definisi-definisi yang telah disampaikan oleh para ulama sanggup diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
B.    Hukum Syirkah
Adapun landasan kebolehannya melaksankan syirkah terdapat dalam al-Qur’an  surah Shaad ayat 24:
Terjemahnya: … dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini[3]
Dan juga dalam hadis yakni:
عَنْ ابِي هُرَيْرَةَ رَفَعَهُ قال: اِنَّ اللهِ تَعَالَى يَقُوْلُ اَنَا ثَا لِثُ الشَرِيْكَيْنِ مَالَمْ يَخُنْ اَحَدُهُمَا صَاحِبَهُ فَاِنْ خَانَ اَحَدُ هُمَا صَاحِبَهُ خَرَجْتُ مِنْ بَيْنِهِمَا(رواه ابوداو: 3383)[4]
Terjemahnya: Dari Abu Hurairah sesunggungnya Allah Ta’ala Berfirman Aku ini ketiga dari dua orang yang berserikat, selama salah seorang tidak menghianati temannya, apabila salah seoarang telah berhianat terhadap temannya Aku keluar dari antara mereka.(Hadis Riwayat Abu Daud: 3383)[5]
Berdasarkan dalil tersebut diatas maka para ulama bersepakat perihal kebolehan melaksanakan syirkah, meskipun para ulama berselisih perihal jenis-jenis syirkah yang dibolehkan.
 C.    Rukun dan Syarat
1.      Rukun
Para ulama berbeda pendapat mengenai rukun dari Syirkah, berdasarkan ulama Hanfiyah syarat syirkah ada dua yakni ijab dan kabul, lantaran janji nikah yang memilih adanya syirkah.[6] Sedangkan berdasarkan Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkan ialah pihak yang berserikat, shighat dan objek janji syirkah baik harta maupun kerja.[7]
2.      Syarat
Adapun syarat dari syirkah berdasarkan ulama hanfiyah ada empat yakni:[8]
a.      Sesuatu yang berkaitan dengan semua bentuk syirkah, baik dengan harta maupun yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat yaitu; 1) yang berkenaan dengan benda yang di adakan ialah harus sanggup diterima sebagai perwakilan, 2) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus terang dan sanggup diketahui dua pihak.
b.      Sesuatu yang berkaitan dengan syirkah mall (harta), dalam hal ini terdapat dua kasus yang harus dipenuhi 1) yakni objek yang sanggup dijadikan janji syirkah ialah alat pembayaran 2) yang dijadikan modal ada dikala janji syirkah dilaksankan.
c.      Sesuatu yang berkaitan dengan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan 1) modal harus sama, 2) bagi yang bersyirkah hebat untuk kafalah, 3) yang dijadikan objek janji disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdaganngan.
d.     Syarat yang berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
Sedang syarat yang berkaitan dengan orang yang melaksanakan janji berdasarkan mazhab malikiyah ialah merdeka, balligh dan pandai (rusyd).
Menurut ulama syafi’iyah syirkah yang sah hukumnya hanyalah syirkah inan, sedangkan yang lain dinyatakan batal.
Adapun syarat-syarat syirkah berdasarkan Idris Ahmad sebagaimana dijelaskan yakni:[9]
a.      Mengeluarkan kata-kata yang mengatakan izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
b.      Anggota serikat saling mempercayai, Karen masing-masing mereka ialah wakil yang lainnya
c.      Mencampurkan harta sehingga tidak sanggup dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang ataupun bentuk lainnya.
D.    Macam-Macam Syirkah
Syirkah terebagi menjadi dua macam yakni syirkah amlak dan syirkah uqud. Syirkah amlak ialah syirkah yang bersifat memaksa dalam hokum positif, sedang syirkah uqud ialah syirkah yang bersifat ikhtiariyah. Adapun klarifikasi lebih lanjut mengenai syirkah amlak dan syirkah uqud sebagai berikut:[10]
1.     Syirkah Amlak
Ialah syirkah antara dua orang atau lebih yang memiki barang tanpa memiki akad. Syirkah ini terbagi menjadi dua macam yakni:
a.      Syirkah Ikhtiyari (sukarela)
Syirkah iktiyari ialah syirkah yang  disebabkan adanya kontran dari dua orang yang bersekutu
b.      Syirkah Ijbari (paksaan)
Syirkah ijbari ialah syirkah yang ditetapkan kepada dua orang atau lebih yang bukan didasarkan atas perbuatannya.
Hukum kedua jenis syirkah ini ialah salah seorang yang berekutu seperti sebagai orang lain dihadapan yang bersekutu lainnya. Oleh lantaran itu, salah seorang diantara mereka dihentikan mengolah harta syirkah tersebut tanpa izin dari rekan syirkahnya, lantaran keduanya tidak mempunyai wewenang untuk menentukn cuilan masing-masing.
2.     Syirkah Uqud
Syirkah ini merupakan bentuk transaksi yang terjadi antara dua orang atau lebih untuk bersekutu dalam harta dan keuntungannya.
Menurut ulama hanabilah, syirkah ini terbagi menjadi lima yakni:
a)      syirkah inan
b)     syirkah mufawidhah
c)      syirkah abdan
d)     syirkah wujuh
e)      syirkah mudharabah
ulama Hanafiyah membaginya menjadi enam macam, yakni:
a)      syirkah amwal
b)     syirkah a’mal
c)      syirkah wujuh
Masing-masing dari ketiga bentuk ini terbagi menjadi mufawidah dan ‘inan.
Secara umum ulama syfi’I dan maliki dari mesir beropini bahwa syirkah terbagi menjadi empat macan yakni:
a)      syirkah inan
b)     syirkah mufawidhah
c)      syirkah abdan
d)     syirkah wujuh
ulama fiqih bersepakat perihal kebolehannya syirkah inan, sedangkan syirkah yang lainnya masih diperselisihkan kebolehannya. Adapun pengertian dari masing-masing syirkah ialah sebagai berikut:
a)      Syirkah Inan[11]
Syirkah inan ialah komplotan antara dua orang dalam harta milik untuk berdagang gotong royong dan membagi keuntungan atau kerugian bersama-sama.
Para fuqoha bersepakat wacana bolehnya syirkah inan. Sirkah inan ini banyak dilkukan lantaran tidak disyaratkan adanya kesamaan modal dan pengelolaan, juga dalam pembagian hasil dibolehkan berbeda tergantung pada kesepakatan yang telah dibentuk secara bersama.
b)     Syirkah Mufawidhah[12]
secara bahasa mufawidah artinya persamaan. Dinamakan mufauwidah lantaran harus ada kesamaan dalam modal, keuntungan, serta bentuk kerjasama lainnya.
Sedangkan berdasarkan istilah mufawwidah ialah kesepakatan dua orang atau lebih untuk melaksanakan perserikatan dengan persyaratan mempunyai kesamaan dalam jumlah modal, keuntungan, pengelolaan serta agama yang dianut.
Dengan demikian, setiap pihak akan menjamin pihak lainnya, baik dalam penjualan ataupun pembelian. Pihak-pihak yang berserikat tersebut saling mengisi dalam hak dan kewajibannya, yakni masing-masing menjadi wakil yang lain aatau menjadi pihak yang diwakili oleh pihak lainnya.
c)      Syirkah Abdan/ Syirkah A’mal[13]
Syirkah abdan[14] yaitu pesekutuan dua orang untuk mendapatkan pekerjaan yang akan dikerjakan secara bersama-sama. Dan keuntungan dibagi diantara keduanya dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Ulama Malikiyah menberikan syarat untuk syirkah ini yakni, 1) perjuangan yang dlakukan harus sama, 2) perjuangan boleh berbeda bila masih ada keterkaitannya satu dengan yang lainnya, 3) keduanya harus berada di kawasan yang sama, 4) pembagian keuntungan didasarkan pada kadar pekerjaan yang dilakukan.
d)     Syirkah Wujuh[15]
Syirkah wujuh[16] ialah komplotan dua pemimpin dalam pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang tidak secara tunai dan menjuanya secara tunai, lalu manfaatnya dibagi diantara keduanya dengan syarat tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Penamaan wujuh lantaran tidak akan terjadi jual beli secara tidak kontan kalau kedunya tidak dianggap pemimpin dalam pandangan insan secara adat.
Dalam hal pembagian keuntungan, hendaklah dihitung berdasarkan asumsi dalam hal kepemilikan, dihentikan lebih dari itu lantaran komplotan ini didasarkan pada tanggung jawab pada barang dagangan yang mereka beli, baik denga harta maupun dengan pekerjaan. Dengan demikian, keuntungan harus didasarkan atas tanggung jawab dan dihentikan melebihi kadar tanggungan masing-masing.
E.     Pembagian Hasil Usaha
Pembagian hasil perjuangan baik itu keuntungan ataupun kerugian  dilakukan berdasarkan presentasi modal yang di sertakan dalam syirkah. Semakin besar presentasi modal yang disertakan dalan syirkah maka semakin besar pula pembagian yang diperoleh.[17]
F.     Berakhirnya Syirkah
Syirkah akan berakhir apabila terjadi hal-hal berikut ini:[18]
1.     Salah satu pihak membatalkan kesepakatannya meskipun tanpa persetujuan dari pihak yang lainnya.
2.     Salah satu pihak kehilangan kemampuan dalam bertasharruf (keahlian mengelola harta)
3.     Salah satu pihak meninggal dunia, namun bila yang bersyirkah lebih dari dua orang, maka yang berakhir hanya yang meninggal saja.
4.     Salah satupihak berada dalam pengampuan.
5.     Salah satu pihak mengalami kebangrutan yang mengakibatkan tidak lagi menguasai harta yang menjadi saham syirkah.
6.     Modal para pihak yang bersyirkah hilang sebelum terjadi percampuran harta hingga tidak sanggup dipisah-pisahkan lagi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Menurut bahasa Syirkah berarti al-ikhtilat yang artinya campur atau percampuran. Yakni percampuran harta antara dua orang sehingga tidak mustahil lagi sanggup dibedakan.  Sedang secara istilah, dimaksud dengan syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama sesuia dengan kesepakatan diantara yang berserikat.
Terlepas dari perbedaan pendapat diantara para ulama, secara umum ulama beropini bahwa syirkah terbagi menjadi empat macan yakni: syirkah inan, syirkah mufawidhah, syirkah abdan, dan syirkah wujuh.
Adapun rukun syirkah yakni pihak yang berserikat, shighat dan objek janji syirkah baik harta maupun kerja. Sedangkan syarat syirkah  yaitu: 1) berkaitan dengan bentuk syirkah yakni benda yang yang diadakan harus sanggup diterimakan sebagai perwakilan dan keuntungan harus terang pembagiannya serta diketahui kedua pihak, 2) berkaitan dengan syirkah harta yakni objek yang sanggup dijadikan janji syirkah ialah alat pembayaran dan ada dikala janji dilakukan 3) berkaitan dengan syarikat mufawadhah yakni modal harus sama, bagi yang bersyirkah hebat untuk kafalah, dan objek janji disyaratkan syirkah umum, 4) berkaitan dengan syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
 
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah: Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412 H)
Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007)
Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2006)
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, (Kamaluddin, A. Marzuki) Fikih Sunnah (Bandung: al-Ma’arif Bandung, 1988)
Sunan Abu Daud Juz 2, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah: 1996)
 

[1] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: raja Grafindo Persada, 2007)
[2] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[3] Departemen Haji dan Wakaf Kerajaan Saudi Arabia, Alqur’an dan Terjemah, (Madinah: Komplek Percetakan Al Qur’an Khadim Al Haramain asy Syarifaian Raja Fadh, 1412 H)
[4] Sunan Abu Daud Juz 2, (Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiyah: 1996)
[5] Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 13, (Kamaluddin, A. Marzuki) Fikih Sunnah (Bandung: al-Ma’arif Bandung, 1988)
[6] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[7] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[8] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[9] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah,
[10] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2006)
[11] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[12] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[13] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[14] Ulama berbeda pendapat mengenai kebolehan dari syirkah abdan ini, ulama Malikiyah, Hanbilah dan Zaidiyah membolehkan dengan alasan bahwa tujuan dari perserikatan ialah menerima keuntungan, lantaran perserikatan tidak hanya sanggup terjadi pada harta namun juga pada pekerjaan, ibarat dalam mudharabah. Sedangkan ulama Syafi’iyah, Imamiyah dan Zafar dari golongan Hanafiyah beropini bahwa syirkah ibarat ini tidak sah, lantaran syirkah dikhususkan pada harta dan bukan pada pekerjaan. Dengan alasan syirkah dalam pekerjaan mengandung unsur penipuan lantaran salah seorang yang melaksanakan komplotan tidak mengetahui temannya bekerja atau tidak, sealin itu juga kedua orang tersebut sanggup berbeda dalam postur tubuh, acara dan kemampuannya. Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[15] Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[16] Ulam berbeda pendapat mengenai kebolehan syirkah  wujuh ini, ulama Hanafiyah, Hanabilah, Zaidiyah membolehkan perserikatan jenis ini lantaran mengandung unsur adanya perwakilan seorang kepada rekannya dalam penjualan dan pembelian. Sedangka ulama Syafi’iyah, Malikiyah, Zhahiriyah, Imamiyah, Laits, Abu Sulaiman dan Abu Tsun, beropini bahwa perserikatan semacam ini tidak lantaran perserikatan jenis ini tidak mempunyai unsur modal dan pekerjaan yang harus ada dalam suatu perserikatan. Rahmat Syafe’I,  Fiqih Muamalah Untuk UIN, STAIN, PTAIS Dan Umum,
[17] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah
[18] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel