Sejarah Daulah Abbasiyah

Pembahasan

A.    Kelahiran Abbasiyah

Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al-Abbas yang merupakan paman nabi Muhammad SAW, khalifah Abbasiyah sendiri mulai lahir semenjak keruntuhan kepemerintahan bani Umayyah yaitu dengan digulingkanya bani umayyah oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan debu Muslim al-Khurasi pada tahun 750 M, semenjak itu pula Daulah Abbasiyyah berkuasa dalam rentang yang sangat panjang yaitu dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 H (1258 M)
B.     Kedudukan Khalifah
Kedudukan khalifah pada masa kepemerintahan Bani Abbasiyyah sangatlah berbeda dengan  khalifah-khalifah sebelumnya (Khulafa’ al-Rasyidin dan Bani Ummayah), mereka beranggapan bahwa seorang khalifah merupakan seseorang yang diberi mandat oleh Allah, bukan dari insan ataupun sekedar pelanjut nabi sebagimana pada masa khulafa’ al-Rasyidin. Dan Bani Abbaslah yang mendapat mandat tersebut.Oleh lantaran itu kedudukan khalifah itu dipegang sepenuhnya oleh keturunan bani abbas, bahkan pada masa al-Mansur, dia pernah berkata :”innama ana sulthan Allah fi ardhi” [1]
C.    Sistem Politik, Pemerintahan, dan Bentuk Negara Buwaihi dan Saljuki
Selama dinasti Abbasiyyah berkuasa, teladan pemerintahan yang di terapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik sosial, dan budaya. Berdasarkan perubahan teladan pemerintahan dan politik itu, para sejarahwan biasanya membagi masa pemerintahan bani Abbas menjadi empat periode :
1.      Masa Abbasy I; semenjak lahirnya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H hingga meninggalnya khalifah al-Wasiq tahun 232 H.
2.      Masa Abbasy II, tahun 232-334 H mulai khalifah al-Mutawakkil hingga berdirinya Daulah Buwaihi di Baghdad.
3.      Masa Abbasy III, tahun 334-447 H dari berdirinya Daulah Buwaihi hingga masuknya Daulah Saljuk.
4.      Masa Abbasy IV, tahun 447- 656 H, dari masuknya orang-orang Saljuk di Baghdad, hingga jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu.[2]
Sistem Politik dan Kepemerintahan
Secara garis besar sistem politik dan kepemerintahan yang di jalankan oleh Daulah Abbasiyyah dibagi menjadi dua periode, yaitu :
1.      Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah I
2.      Politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II,III, dan IV
Ad. 1.  politik yang di jalankan oleh Daulah Abbasiyyah I, meliputi
a.       Kekuasaan sepenuhnya dipegang oleh khalifah yang mempertahankan keturunan arab murni dibantu wazir, mentri, gubernur dan para panglima beserta para pegawai yang berasal dari banyak sekali bangsa.
b.      Kota Baghdad sebagai ibukota negara, menjadi pusat acara politik, sosial dan kebudayaan, dijadikan kota Internasional yaang terbuak untuk segala bangsa  dan keyakinan.
c.       Ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu yang sangt penting dan mulia. Para kahlifah dan para pembesar lainnya membuka kemungkinan seluas-luasnya untuk kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.
d.      Kebebasan berpikir diakui sepenuhnya.
e.       Para mentri turunan Persia diberikan hak penuh dalam memnjalankan pemerintahan sehingga mereka memegang peranan penting dalam membina tamadun Islam.
Ad. 2. politik yang dijalankan oleh Daulah Abbasiyyah II, III, dan IV
a.       Kekuasaan khalifah sudah lemah bahkan adakala sebagai lambang saja. Kekuasaan gotong royong ditangan wazir atau panglima atau sultan yang berada di Baghdad, oleh lantaran itu  kekuasaan politik sentral jatuh wibawanya lantaran negara-negara penggalan tidak menghiraukan lagi pemerintahan pusat kecuali legalisasi politis saja.
b.      Kota Baghdad bukan satu-satunya kota Internasional dan terbesar, alasannya ialah masing-masing kerajaan berlomba-lomba untuk mendirikan kota yang menyaingi Baghdad. Dibarat tumbuh kota Cordon, Toledo, Sevilla. Di Afrika kota Koiruan, Tunisia dan Maroko, dll
c.       Kalau keadaan politik dan militer merosot, maka ilmu pengetahuan di majukan sehingga tambah maju dan pesat, hal ini disebabkan masing-masing kerajaan, Amir, khalifah ataupun sulatan berlomba-lomba untuk memajukan ilmu pengetahuan, mmendirikan perpustakaan, mengumpulkan para ilmuwan, para pengarang, penterjemah, hasilnya pada era ke-4 H ilmu pengetahuan Islamiyah lebih tinggi martabatnya.[3]
Bentuk Negara Buwaihi
Bani Buwaihi didirikan oleh tiga orang putra Buwaihi, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad, ketiganya pemeimpin negeri Dailam. Mereka mulai muncul dalam Medan siasat diawal era ke 4 H, berkhidmad kepada panglima Dailam yang memiliki imbas besar di tanah Persia.
Ketika di Baghdad timbul kekacauan, Khalifah Abbasiyyah yang ke XXII al mustakfi meminta pinjaman kepada mereka. Permintaan khalifah itu dikabulkan mereka dan mereka pergi ke Baghdad, kemudian mereka di beri kedudukan untuk memegang kendali kepemerintahan. Ali diberikan gelar Imad Al Daulah, Hasan, Rukn Al Daulah dan Ahmad, Mu’iz al daulah, bahkan gelar mereka di capkan pada mata uang pada waktu itu. Dengan demikian maka kekuasaan Abbasiyyah berada ditangan mereka, sedangkan bagi khalifah Abbasiyyah hanya sekedar nama.[4]
Setelah Baghdad dikuasai, Bani Buwaih memindahkan markas kekuasaan dari Syiraz ke Baghdad, mereka membangun gedung tersendiri di tengah kota dengan nama Dar al Mamlakah. Meskipun demikian kendali politik yang gotong royong masih berasal di Syiraz, dengan kekuatan militer bani Buwaih, beberapa dinasti kecil yang sebelumnya memerdekakan diri dari Baghdad sanggup dikendalikan lagi dari Baghdad.[5]
Sebagaimana khalifah Abbasiyyah periode pertama, para penguasa bani Buwaih mencurahkan secara pribadi dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan sastra, pada masa ini banyak bermunculan ilmuwan besar, diantaranya al faraby, ibnu sina, abdul rohman  al shufi dan lain-lain. Jasa bani Buwaih juga terlihat dalam pembangunan kanal-kanal, mesjid, rumah sakit, dan sejumlah bangunan umum lainnya.[6]
Kekuatan politik bani Buwaih tidak usang bertahan, sesudah generasi pertama kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara bawah umur bani Buwaih, sehingga kekuatan bani Buwaih makin melemah yang mengakibatkan banyaknya gangguan dari luar mirip serangan Bizantium, Bani Seljuk yang jadinya Bani Buwaih berhasil direbut oleh dinasti Seljuk.
Bentuk Negara Saljuk
Bani Saljuk ialah keluarga dari Turki yang berjulukan Saljuk, dia masuk Islam  setelah menguasai kerajaan Abbasiyyah. Di zaman al Qaim -khalifah Abbasiyyah ke XXVI – merebut kekuasaan atas seluruh daulah Abbasiyyah dari sultan Buwaih yang terakhir, sedangkan raja yang pertama dari Bani Saljuk ialah Thogrolbek yang bergelar Rukn Al Din.[7]
Pada tahun 432 H dinasti saljuk mendaapaat legalisasi dari khalifah Abbasiyyah di Baghdad, di ketika kepemimpinan Thugrulbek inilah, dinasti saljuk memasuki Baghdad menggantikan posisi bani Buwaih.[8]
Ada sedikit perubahan yang diterapkan oleh penguasa saljuk terhadap daulah Abbasiyyah yaitu pengangkatan kembali perdana mentri yang sebelumnya telah di hapus oleh penguasa bani Buwaih, jabatan ini membawahi beberapa departemen.
D.    Sistem Sosial
Sistem sosial yang diterapkan oleh penguasa bani abbasiyyah antara penguasa satu dengan penguasa yang lain berbeda sesuai dengan pemimpin Bani Abbasiyyah  pada waktu itu, tetapi secara garis besar sanggup kami gambarkan bahwa kebanyakan para penguasa Abbasiyyah membentuk masyarakaat berdasarkan asas persamaan, dengan memakai sistem manajemen dari tradisi setempat, pembagian kelas di masyarakat tidak berdasarkan ras atau kesukuan, melainkan dengan jabatan, jadi semakin tinggi jabatannya semakin tinggi pula kelasnya.
 Mungkin sistem sosial yang paling sesuai di antara para penguasa bani Abbasiyyah berdasarkan kami terjadi pada masa Harun ar-Rasyid  yang berkelanjutan pada masa pemerintahan putranya al-Ma’mun.
Kekayaan yang banyak dimanfaatkan oleh Harun ar-Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, forum pendidikan dokter, dan farmasi didirikan, pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter, di samping itu pemandian- pemandian umum juga dibangun.
Di zaman pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid itu juga, Baitul Mal ditugaskan menanggung narapidana dengan memperlihatkan setiap orang masakan yang cukup serta pakaian ekspresi dominan panas dan ekspresi dominan dingin[9], ini tentunya berbeda dengan sistem khalifah sebelumnya, lantaran Harun ar-Rasyid menjadikannya kiprah dan tanggung jawab baitul mal, sedangkan  khalifah sebelumnya mangatsnamkan suatu pemberian.
E.     Orientasi Politik
Secara garis besar Orientasi politik yang diterapkaan oleh para penguasa Bani Abbasiyyah terbagi menjadi dua macam, yaitu :[10]
1.      Menekankan pada ekspansi tempat kekuasaan, biasanya di terapkan oleh khalifah yang gagah (berkehidupan mewah) dalam penaklukan negeri-negeri lain.
2.      Menitikberatkan pada perkembangan Ilmu Pengetahuan, banyak diterapkan oleh penguasa bani Abbasiyyah yang alim
F.     Strategi Kebudayaan : Rasionalita
Ada beberapa taktik yang di terapkan oleh kepemerintahan daulat abbasiyyah untuk memajukan perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam, taktik itu antara lain :
1.      Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas, bangsa-bangsa non arab banyk yang masuk Islam, asimilasi berlangsung secara efektif dan berniali guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam, bangsa Persia misalnya, banyak berjasa dalam perkembangan ilmu, filsafat dan sastra, imbas India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu mathematika dan astronomi, sedangkan imbas Yunani masuk melalui terjemahan-terjemahan dalam banyak bidang ilmu, terutama ilmu filsafat.
2.      Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa al-mansyur hingga Harun ar-Rasyid, pada fase ini banyak diterjemahkan ialah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulai masa khalifah al-Ma’mun hingga tahun 300 H, buku-buku yang banyak diterjemahkan ialah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung sesudah tahun 300 H, terutama sesudah adanya pembuatan kertas. Bidang- bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.[11]
G.    Perkembangan Intelektual, Keagamaan Pendidikan, Sains dan Teknologi, Astronomi, Matematika, Filsafat, Kedokteran, Ilmu Bumi, Sejarah, Sastra dll
Pada masa abbasiyah banyak sekali perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan yang bermunculan, terutama terjadi pada masa kepemimpinan khalifah al-ma’mun, dia dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu pengetahuan, pada masanya digalakkan penerjemahan-penerjemahan buku-buku gila terutama buku-buku berbahasa Yunani kedalam bahasa Arab dengan memberi honor kepada penerjemahnya, dia juga mendirikan sekolah-sekola, salh satu karya terbesarnya ialah pendirian Baitul Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai sekolah tinggi tinggi dengan perpustakaan besar.[12] Di antara sekian banyak ilmu pengetahuan yang ada, antara lain :
·         Astronomi dan Ilmu Perbintangan
Kaum muslimim pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah memiliki modal yang besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Mereka mengkaji dan mengalisa banyak sekali aliran ilmu perbintangan, di antara para jago imu perbintangan yang populer pada waktu itu antara lain :
    1. Abu Mansur al-Falaky, di antara karyanya yang populer ialah isbat al-ulum dan hayat al-falak
    2. Jabir al-Batany, termasuk di antara pencipta teropong bintang yang pertama, karya yang populer antara lain Kitab Ma’rifat Mathlail Buruj Baina Arbai al-Falak
    3. Rayhan al-Bairuny, Di antar karyanya yang populer ialah al-Tafhim Li Awal al-Shinaat al-Tanjim
·         Matematika
Di antara jago matematika yang populer pada masa abbasiyah ialah al-Khawarizmi, ia mengarang kitab al-Ghebra (Aljabar), jago dalam bidang matemetika yang menemukan angka nol (0)
·         Filsafat
Setelah kitab-kitab filsafat yunani di terjemahkan ke dalam bahsa arab pada masa pemerintahan Harun ar-Rasyid dan al Makmun, kaum muslimin sibuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menafsirkan dan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan pedoman islam, oleh kerena itu lahirlah filsafat islam yang pada jadinya menjadi bintangnya dunia filsafat, di antar filosof populer pada waktu itu al:
a.       Abu Ishak Al-Kindy, karyanya lebih dari 231 judul
b.      Abu Nasr Al-Faraby, ia memeliki karya sebanyak 12 buah
c.       Al-Ghazaly, ia diberi gelar Hujjat al-Islam
d.      Ibnu ar-Ruyd, dll.[13]
·         Kedokteran
Ilmu kedokteran mulai berkembang dengan pesat pada masa selesai Daulah Abbasiyyah I, sedangkan puncaknya pada masa pemerintahan abasiyyah II, III, dan IV, daulah abbasiyyah telah melahirkan banyak dokter kenamaan, begitu juga rumah sakit besar dan sekolah tinggi kedokteran banyak sekali didirikan diantaranya adalah, sekolah tinggi kedokteran di Harran, Syria, dan sekolah tinggi di Baghdad, di antar para dokter yang populer antara lain :
a.       abu zakaria yuhana ibnu masiwaih, spesialis farmasi di rumah sakit jundhishapur, Iran.
b.      Sabur ibnu sahal, eksekutif rumah sakit jundhishapur.
c.       Abu zakaria al-razy, kepala rumah sakit di baghdad
d.      Ibnu sina, seorang filosuf dan jago kedokteran, di antar karyanya yang populer dalam bidang kedokteran ialah al-Qonun fi at-thibb.[14]
·         Ilmu bumi
·         Sejarah
·         Sastra, dll
H.    Keruntuhan Abbasiyah
Menurut Dr. Badri Yatim M.A setidaknya ada empat faktor yang mengakibatkan kemunduran bani abbasiyyah yang berakibat pada keruntuhan bani abbas, faktor-faktor itu antar lain :
  1. Persaingan Antar Bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbas yang bersekutu dengan orang-orang Persia, tetapi dalam perkembangnnya antara keduanya terjadi kemelut yang saling mengedepankan prioritasnya masing-masing yang kemudian berakibat terhadap lemahnya sistem kepemerintahan, persaingan antar bangsapun tidak hanya berhenti pada persaingan antara bangsa Arab dengan bangsa Persia, tetapi persaingan juga terjadi dengan bangsa Turki[15], sehingga keadaan yang  seperti ini memperlemah kekuatan Bani Abbasiyyah itu sendiri.
  1. Kemerosotan Ekonomi
Pada periode pertama, pemerintahan bani abbas merupakan pemerintahan yang kaya, dana yang masuk lebih besar dari pada adan yang keluara sehingga Bait al-Mal menjadi penuh dengan harta, tetapi memasuki periode kedua, bani abbasiyyah mulai mengalami penurunan pendapatan sedangkan pengeluaran sangat menigkat, menurunya pendapatan negara ini disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan , banyak terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingannya pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak mau membayar upeti, sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran makin bermacam-macam dan para pejabat melaksanakan korupsi.[16]
Kondisi perekonomian yang tidak stabil dan lemah semakin memperlemah kekuatan politik Dinasti Abbasiyyah sehingga menciptakan kekuasaan Bani Abbasiyah mengalami kemunduran 
  1. Konflik Aliran Keagamaan
Fanatisme keagamaan berkaitan bersahabat dengan perkara kebangsaan, lantaran keinginan orang persia tidak sepenuhnya tercapai, maka sering menciptakan kekecewaan terhadap masyarakat sehingga mendorong sebagian mereka memprogandakan pedoman Manuisme, Zoroasterisme atau yang sering disebut dengan gerakan Zindiq, tetapi dengan adanya propaganda tersebut menciptakan khalifah cemas sehingga khalifah berusaha memberantasnya. Disamping itu konflik antara Syi’ah dengan Ahlus-sunnah semakin memperkeruh keadaan, sehingga banyak dinasti-dinasti yang berhaluan Syi’ah memerdekakan diri dari Bagdad yang Sunni (pusat Bani Abbasiyyah), dan masih banyak lagi konflik antar aliran agama yang lainya, keadaan inilah yang semakin menciptakan kekuatan Bani Abbasiyah menjadi lemah dan jadinya hancur
  1. Adanya Ancaman dari Luar
Sebenarnya apa yang disebutkan diatas ialah faktor-faktor internal, disamping itu, ada pula faktor eksternal yang mengakibatkan bani abbasiyah lemah dan jadinya hancur yaitu adanya serangan dari dua musuh Islam, yang pertama adanya perang salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban. Kedua serangan tentara mongol ke wilayah kekuasaan islam. Kedua bencana inilah yang menciptakan kekuasaan bani abbasiyyah jadinya semakin terperosot dan jatuh
I.       Transmisi Peradaban dan Kebudayaan Muslim Kedunia Barat
Setelah terjadinya perang salib yang telah menghancurkan hampir seluruh tempat kekuasaan islam pada waktu itu, sungguh sangat membawa dampak yang besar bagi Islam terutama ialah tranmisi peradaban dan kebudayaan muslim ketangan Eropa (barat)
Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama setalah terjadinya perang salib, banyak sekali kitab- kitab ilmiah karangan orang-orang Islam yang dirampas oleh bangsa barat, bahkan dibuang ke bahari merah.
Penutup
Kesimpulan
            Kepemerintahaan bani abbasiyyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abdullah Ibn Al-Abbas, dalam masa kepemerintahnya Daulah Abbasiyyah berkuasa selama 5 era lebih (132-656 H), selama dinasti ini berkuasa teladan pemerintahan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, sosial dan budaya, berdasarkan teladan pemerintahan tersebut masa pemerintahan Abbasiyyah terbagi menjadi empat periode, yaitu : 
·         Masa Abbasy I; semenjak lahirnya Daulah Abbasiyyah tahun 132 H hingga meninggalnya khalifah al-Wasiq tahun 232 H. 
·     Masa Abbasy II, tahun 232-334 H mulai khalifah al-Mutawakkil hingga berdirinya Daulah Buwaihi di Baghdad. 
·     Masa Abbasy III, tahun 334-447 H dari berdirinya Daulah Buwaihi hingga masuknya Daulah Saljuk. 
·     Masa Abbasy IV, tahun 447- 656 H, dari masuknya orang-orang Saljuk di Baghdad, hingga jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Tartar di bawah pimpinan Hulagu.
Selama masa kekuasaan bani Abbasiyyah banyak sekali melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar dalam bidang keilmuan dan pengetahuan mirip ibnu sina, al-falky, al- ghair, al-ghazaly, imam maliki dan lain sebaginya, bukan hanya itu saja pembangunan sekolah-sekolah keagamaan dan banyak sekali bangunan umum lainnyapun dibangun.
Daulah Abbasiyyah semakin mundur lantaran adanya persaingan antar bangsa, kemerosotan ekonomi, dan konflik antar aliran agama serta adanya bahaya dari luar, lantaran hal itulah daulah Abbasiyyah semakin lemah dan jadinya runtuh takluk oleh bangsa mongol. Wallahu A’lam
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad, Dhuha al-Islam, Jilid I, (Kairo : Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, Tanpa tahun)
Ridwan, dkk, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004)
Syalabi, Ahmad, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, Cet. I, (Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993)
 Sunanto, Musyrifah, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta : Kencana. 2003)
Watt, W. Montgomery, Kajian Islam : Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya, 1900)
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Ed. I, Cet. 13, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002)
Osman, Latif, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII, (Jakarta : Widjaya, 1983)

[1] Dr. Badri Yatim, MA, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Ed. I, Cet. 13, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002), hal.52
[2] Prof. Dr. Hj. Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta : Kencana. 2003), hal. 50
[3] Ibid, hal. 50-54
[4] A. Latif Osman, Ringkasan Sejarah Islam, Cet. XXVII, (Jakarta : Widjaya, 1983), hal. 132
[5] Dr. Badri Yatim, MA, Op.cit, hal. 70
[6] Ibid, hal. 71
[7] A. latief Osman, Op.cit, 134
[8] Dr. Badri Yatim, MA, Op.cit, hal. 73
[9] Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 3, (Jakarta : Pustaka Alhusna, 1993), hal. 110
[10] Coba bandingkan dengan Prof. Dr. A. Syalabi, Ibid, hal. 41
[11] Dr. Badri Yatim, MA,  op.cit, hal. 55-56
[12] Drs. HM. Ridwan dkk, Modul Bahan Ajar Pendidikan Agama Islam, ( Jakarta : Kirana Cakra Buana, 2004), hal. 204
[13] Ibid, hal. 205
[14] Ibid, hal. 205-206
[15] Dr. Badri Yatim, MA op.cit, hal. 40
[16] Ibid, h. 82, lihat juga Ahmad Amin, Dhuha al-Islam, Jilid I, (Kairo : Lajnah al-Ta’lif wa al-Tarjamah wa al-Nasyr, Tanpa tahun), h. 42

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel