Ahlak Islami
A. PENDAHULUAN
Akhlak merupakan tiang yang menopang kekerabatan yang baik antara hamba dengan Allah SWT (habluminallah) dan antar sesama umat (habluminannas). Akhlak yang baik akan hadir pada diri insan dengan proses yang panjang, yaitu melaui pendidikan akhlak. Banyak kalangan di dunia ini memperlihatkan pendidikan etika yang mereka yakini kebaikannya, tetapi tidak semua dari pendidikan tersebut mempunyai kaidah-kaidah yang benar dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang terbatas dari pemikiran insan itu sendiri.
Sementara pendidikan etika yang dibawa oleh Islam merupakan sesuata yang benar dan tidak ada kekurangannya. Pendidikan etika yang ditawarkan Ilslam berasal eksklusif dari Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melaui malaikat Jibril dengan Al Alquran dan Sunnah kepada umat Rasulullah.
Rasulullah SAW sebagai pola yang paling baik menyampaikan pengetahuan etika kepada para keluarga dan para sahabat Rasulullah SAW, sehingga orang-orang erat Rasulullah SAW bisa mempunyai etika yang tinggi di hadapan umat lain dan etika mulia di hadapan Allah. Sebagai umat Islam yang baik dan beriman kepada Allah, setiap langkah kita sebaiknya merupakan implementasi dari keteladanan etika luhur yang dimiliki Rasullullah.
Pandangan bahwa kehidupan dengan landasan etika yaitu sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman serta jauh dari kemodernan harus kita hapuskan dari pemikiran kita. Kemunduran moral yang terjadi di seluruh penghujung dunia seharusnya menjadi keprihatian sendiri bagi seluruh umat. Semestinya insan sadar dan kembali kepada fitrahnya sebagai insan yang diciptakan Allah dengan etika yang mulia. Orang yang paling tepat keimannannya yaitu orang yang baik akhlaknya. Akhlak Islam yang mulia ini akan membawa umat untuk selamat hidupnya di dunia dan alam abadi
B. Pengertian Akhlak Islam
Kata etika berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlak. Menurut bahasa, etika yaitu peragai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya denga kata khaliq yang berarti “Pencipta” dan makhluq yang berati “yang diciptakan” (Rosihon Anwar 2010:11).
Khuluq yaitu menyerupai dari kelakuan insan yang membedakan baik dan buruk, kemudian disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktekkan dalam perbuatan, sedang yang buruk di benci dan dihilangkan. (Marzuki 2012:173 (Ainan, 1985:186).
Terkadang defini etika (moral) sebagaimana disebutkan atas dalam batas-batas tertentu berbaur dengan definisi kepribadian, hanya saja perbedaan yang pokok antara keduanya sebagai berikut:
- Moral lebih terarah pada kehendak dan diwaranai dengan nilai-nilai.
- Kepribadian meliputi imbas fenomena sosial bagi tingkah laku.
Demikian para pakar ilmu-ilmu sosial mendefinisikan etika (moral). Ada sebuah definisi ringkas yang manis wacana etika (moral) dalam kamus la Lande, yaitu moral mempunyai empat makna berikut:
1) Moral yaitu sekumpulan kaidah bagi sikap yang diterima dalam satu zaman atau oleh sekelompok, buruk, atau rendah.
2) Moral yaitu sekumpulan kaidah bagi sikap yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukannya berdasarkan syarat.
3) Moral yaitu teori logika wacana kebaikan dan keburukan, ini berdasarkan filsafat.
4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanisme yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial. (Ali Abdul Halim mahmud, 2004: 27).
Baik dan buruk etika insan sangat tergantung pada tata nilai yang dijadikan pijakannya. Abul A’la al-Maududi membagi sistem moralitas menjadi dua. Pertama, sistem moral yang berdasar kepada kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan sesudah mati. Kedua, sistem moral yang tidak mempercayai Tuhan dan timbul dari sumber-sumber sekuler (Marzuki, 2013:175 (al-Maududi, 1971:9)
Perbuatan etika yaitu perbuatan yang telah tertanam besar lengan berkuasa dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Jika kita menyampaikan bahwa si A contohnya sebagai orang yang berakhlak dermawan, maka sikap dermawn tersebut telah mendarah daging, kapan dan di manapun sikapnya itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Jika si A tersebut kadang kala senang memberi dan kadang kala bakhil, maka si A tersebut belum sanggup dikatakan sebagai seorang yang dermawan. Demikian juga kalau kepada si B kita menyampaikan bahwa ia termasuk orang yang taat beribadah, maka sikap taat beribadah tersebut telah dilakukannya di manapun ia berada. (Nata, Abuddin 2011:4-5)
Dikutip dari (Rosihon Anwar 2010: 13-15) bahwa pengertian etika berdasarkan ulama etika antara lain:
a. Ibnu Maskawaih(941-1030 M)
حال للنفس داعية لها الى افعالها من غير فكر ولاروية.وهذه الحال تنقسم الى قسمين : منها ما يكون طبيعيا من اصل المزاج.... ومنها مايكون مستفادا باالعادة والتدريب, وربما كان مبدؤه الفكر , ثم يستمر عليه اْولا فاْولا حتى يصير ملكة وخلقا.
Artinya :
“keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari watak aslinya … adapula yang diperoleh dari kebiasaan berulang-ulang. Boleh jadi,pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan,kemudian dilakukan terus menerus,maka jadilah suatu talenta dan akhlak.”
b. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)
هيئة راسخة في النفس تصدر عنها الاْفعال بيسر وسهولة من غير حاجة الى فكر وروية.
Artinya :
“akhlak yaitu daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang impulsif tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.”
c. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)
حال للنفس به يفعل الانسان افعاله بلاروية ولااختيار, والخلق قد يكون فى بعض الناس غريزة وطبعا, وفى بعض الناس لايكون الاباالرياضة والاجتهاد.
Artinya :
“keadaan jiwa seseorang yang mendorong insan untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan watak atau bawaan dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.”
d. Syekh Makarim Asy-Syirazi
الاْخلاق مجموعات الكمالات المعنوية والسجايا الباطنية للانسان.
Artinya :
“akhlak yaitu sekumpulan keutamaan maknawi dan watak batini manusia.”
e. Al-Faidh Al-Kasyani(w. 1091 H)
الخلق هو عبارة عن هيئة قائمة فى النفس تصدر منها الاْفعال بسهولة من دون الحاجة الى تدبر و تفكر.
Artinya :
“akhlak yaitu ungkapan untuk memperlihatkan kondisi yag sanggup bangun diatas kaki sendiri dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan gampang tanpa digahului perenungan dan pemikiran.”
Dari semua pengertian diatas menyampaikan citra bahwa tingkah laris merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau tanpa dorongan dari luar. Jika baik berdasarkan agama dan pandangan logika tindakan impulsif ini disebut etika baik (akhlakul karimah/akhlakul mahmudah) sebaliknya kalau etika tersebut buruk tindakan impulsif ini disebut etika tercela (akhlakul madzmudah).
C. Ruang Lingkup Akhlak
Dalam perkembangan selanjutnya etika tumbuh menjadi suatu ilmu yang bangun sendiri, yaitu ilmu yang mempunyai lingkup pokok bahasan, tujuan, rujuakn, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kedemua aspek yang terkandung dalam etika ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling bekerjasama dan membentuk suatu ilmu. (Nata Abuddin 2011:7).
Objek ilmu etika yaitu sikap manusia, dan penetapan nilai sikap sebagai baik atau buruk. Melihat secara lahiriyah sikap insan sanggup digolongkan menjadi
1. Perilaku yang lahir dengan kehendak dan disengaja.
2. Perilaku yang lahir tanpa kehendak dan tanpa disengaja
Jenis sikap yang pertama yakni yang lahir dengan kehendak dan disengaja, inilah sikap yang menjadi objek dari ilmu akhlak. Jenis yang kedua tidak menjadi objek ilmu etika alasannya perilaku-perilaku yang lahir tanpa kehendak insan (seperti gerakan reflek mengedipkan mata lantaran ada benda akan masuk) tidak menjadi kajian ilmu akhlak. Perilaku ini tidak sanggup dinilai baik atau buruk lantaran sikap tersebut terjadi dengan sendirinya tanpa dikehendaki dan tanpa disengaja. (Ajad Sudrajat, dkk 2013:92)
Menurut Rohison Anwar dalam Buku Akhlak tasawuf, mengenai ruang lingkup akhlak, Abdullah Darraz dalam buku Dustur al-Akhlaq fi Al-Quran, membagi ruang lingkup etika atas lima bagian:
1) Akhlak Pribadi
a) yang diperintahkan (al-awamir)
b) yang dihentikan ( al-nawahi)
c) yang diperbolehkan ( al-mubahat), dan
d) etika dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi al-idhthirar).
2) Akhlak berkeluarga
a) kewajiban orang renta dan anak (wajibat nahwa ushul wa al-furu)
b) kewajiban suami & isteri ( wajibat baina al-azwaj)
c) kewajiban terhadap karib erat (wajibat nahwa al-aqarib).
3) Akhlak bermasyarakat,
a) yang dihentikan (al-makhdzurat)
b) yang diperintahkan (al-awamir), dan
c) kaidah-kaidah etika (qawa’id al-adab).
4) Akhlak bernegara
a) kekerabatan antara pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina al-rais wa al-sya’b)
b) kekerabatan luar negeri (al-alaqah al-kharijiyyah).
5) Akhlak beragama;
a) kewajiban terhadap Allah swt
b) kewajiban terhadap Rasul
Menurut sistematika yang lain, ruang lingkup akhlak, antara lain:
1. Akhlak terhadap Allah SWT
2. Akhlak kepada Rasul SAW
3. Akhlak untuk diri pribadi
4. Akhlak dalam keluarga
5. Akhlak dalam masyarakat
6. Ahlak bernegara.
Akhlak dibagi berdasarkan sifatnya dan berdasarkan objeknya.
Berdasarkan sifatnya, etika terbagi menjadi dua bagian: (Anwar, Rosihon 2010:30-31)
1. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau etika karimah (akhlak yang ,mulia), di antaranya:
a. Rida kepada Allah SWT
b. Cinta dan beriman kepada Allah SWT
c. Beriman kepada Malaikat, Kitab, Rasul, hari Kiamat, dan takdir
d. Taat beribadah
e. Selalu menepati janji
f. Melaksanakan amanah
g. Berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan
h. Qanaah (rela terhadap pemberian Allah SWT)
i. Tawakal
j. Sabar
k. Syukur
l. Tawadhu’ (merendahkan diri) dan segala perbuatan yang baik berdasarkan pandangan Al-Quran dan Al-Hadis.
2. Akhlak mazhmumah (akhlak tercela) atau etika sayyiyah (akhlak yang jelek), di antaranya:
a. Kufur
b. Syirik
c. Murtad
d. Fasik
e. Riya’
f. Takabur
g. Mengadu domba
h. Dengki/iri
i. Hasut
j. Kikir
k. Dendam
l. Khianat
m. Memutuskan silaturahmi
n. Putus asa
o. Segala perbuatan tercela berdasarkan pandangan Islam
Berdasarkan objeknya, etika dibedakan menjadi dua:
1. Akhlak kepada khalik
2. Akhlak makhluk
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW
b. Akhlak terhadap keluarga’akhlak terhadap diri sendiri
c. Akhlak terhadap sesama atau orang lain
d. Akhlak terhadap lingkungan alam
D. Sumber Akhlak Islam
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan baik-buruknya sifat seseorang itu yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi SAW. Apa yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, itulah yang tidak baik dan harus dijauhi. (M. Ali Hasan, 1978:11)
Dasar etika yang dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari selesai zaman dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.al-Ahzab : 21)
Sedangkan dalam Alquran hanya ditemukan bentuk tunggal dari etika yaitu khuluq (QS. Al Qalam (68): 4) (Marzuki:2012)
وإنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang agung.”
(QS. Al Qalam (68): 4)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً
Artinya: “Orang mukmin yang paling tepat imannya yaitu yang paling baik akhlaknya.”
(HR. At-Tirmidzi)
Sungguh Rasulullah mempunyai etika yang sangat mulia. Segala perbuatan dan sikap Beliau berpedoman pada Al Quran. Aisyah menyampaikan citra yang sangat terang akan etika dia dengan mengatakan:
كَانَ خُلُقُهُ القُرْآن
Artinya: “Akhlak dia yaitu Al Quran.”
(HR Abu Dawud dan Muslim)
Maksud perkataan ‘Aisyah yaitu bahwa segala tingkah laris dan tindakan Rasul, baik yang lahir maupun batin senantiasa mengikuti petunjuk dari al-Qur’an. Al-Qur’an selalu mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Al-Qur’an. (A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari 1999: 74)
Setiap orang yang erat dengan Rasulullah SAW dalam akhlaknya maka ia erat dengan Allah, sesuai kedekatannya dengan beliau. Setiap orang yang mempunyai kesempurnaan etika tersebut, maka ia pantas menjadi seorang raja yang ditaati yang dijadikan referensi oleh seluruh insan dan seluruh perbuatannya dijadikan panutan. Sementara orang yang tak punya seluruh etika tersebut, maka ia bersifat dengan lawannya, sehingga ia pantas terusir dari seluruh negeri dan oleh manusia. Karena ia sudah erat dengan setan yang terlaknat dan terusir, sehingga ia harus diusir. (Mahmud, Ali Abdul Halim 2004:31)
Dasar etika dari hadits yang secara eksplisit menyinggung etika tersebut yaitu sabda Nabi:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقَ
Artinya : “Bahwasanya saya (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak”. (HR. Ahmad)
Jika telah terang bahwa al-Qur’an dan hadits rasul yaitu pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlaqul karimah.
E. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Dengan mempelajari ilmu akhlak, dibutuhkan setiap muslim bisa mengaplikasikan ajaran-ajaran terpuji yang bersumber dari Alquran dan Al Hadits. Berkenaan dengan hal ini dalam kutipan buku “Akhlak Tasawuf” krangan Abudin Nata, Ahmad Amin menyampaikan sebagai berikut:
Tujuan mempelajari ilmu etika dan permasalahannya mengakibatkan kita sanggup tetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagaian yang baik dan sebagian yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik , sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri menyampaikan bahwa tujuan perbaikan etika itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci higienis bagaikan cermin yang sanggup mendapatkan nur cahaya tuhan. (Abudin Nata 1996: 13)
Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa ilmu etika berfungsi menyampaikan panduan kepada insan supaya bisa menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya tetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik dan buruk. (Abudin Nata 1996: 14)
Perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma fatwa Islam lahir dari cinta yang lapang dada dan tepat kepada Allah yang mendalam dalam hati seorang mukmin. Hamka mengemukakan pendapat Imam Ghazali yang menyatakan bahwa yang mendorong hati seseorang berbuat baik adalah: (Ajad Sudrajat, dkk 2013:103 (Asmaraman 2004:148)
1. Karena bujukan atau ancaman dari orang yang diingini
rahmatnya atau ditakuti siksanya.
2. Mengharap kebanggaan dari yang akan memuji, atau
menakuti celaan dari yang akan mencela.
3. Mengerjakan kebaikan lantaran memang dia baik, dan
Bercita-cita hendak menegakkan budi yang utama
Tujuan lain dari mempelajari etika yaitu mendorong kita menjadi orang-orang yang mengimplementasikan etika mulia dalam kehidupan sehari-hari. Ahmad Amin menjelaskan etika (akhlak) tidak sanggup menjadikan semua insan baik. Kedudukannya hanya sebagai dokter. Ia menjelaskan kepada pasien wacana ancaman minuman keras dan dampak negatifnya terhadap akal. Si pasien boleh menentukan warta yang disampaikan dokter tersebut: meninggalkannya supaya tubuhnya sehat atau tetap meminumnya dan dokter tidak sanggup mencegahnya. Etika tidak sanggup menjadikan insan baik atau buruk. Etika tidak akan bermanfaat apa-apa kalau petunjuk-petunjuknya tidak diikuti. Tujuan etika bukan hanya sebagai teori, tetapi juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya membentuk hidup suci serta menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan. (Anwar, Rosihon 2010:29)
Akhlak yang mulia juga berkhasiat dalam mengarahkan dan mewarnai aneka macam acara kehidupan insan di degala bidang. Seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju yang disertai dengan etika yang mulia, pasti ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia milikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi modern, mempunyai pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak disertai dengan etika yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan yang akibanya akan menjadikan peristiwa di muka bumi. (Nata, Abuddin 2011:15)
Dengan demikian Ilmu etika bertujuan sebagai pedoman atau pun penerang bagi kaum insan dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Perbuatan baik membutuhkan penyesuaian setiap hari. Berusaha melaksanakan perbuatan yang baik dan berusaha menjauhi perbuatan yang buruk. Perbuatan yang baik akan banyak halangannya. Berbekal akhak yang mulia, seorang mukmin akan semakin teruji dan menjadi insan yang terpuji.
F. Penutup
Akhlak merupakan bekal diri yang membawa kebaikan dan keberuntungan bagi mereka yang mengerjakannya. Akhlak yang ditawarkan Islam berdasar pada nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadis. Dalam pelaksanaannya, Akhlak Islam perlu dijabarkan oleh pemikiran-pemikiran insan melalui usaha ijtihad.
Dengan etika Islam, insan dibutuhkan sanggup menempuh jalan yang baik. Jalan yang sesuai ajaran-ajaran Islam, pandangan logika wacana kebaikan dan keburukan. Memiliki etika islam, insan akan sanggup kebersihan batin yang membawanya melaksanakan sikap terpuji. Dengan sikap terpuji akan melahirkan keadaan antar umat menjadi harmonis, tenang serta sejahtera lahir dan batin. Sehingga setiap acara akan dilakukan lantaran untuk mendapatkan kerahmatan Allah yang akan membawa insan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dapat dikatakan bahwa Akhlak Islam bertujuan menyampaikan pedoman atau penerangan bagi insan untuk mengetetahui perbuatan yang baik dan buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha menghindarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon.2010. Akhlak Tasawuf. Bandung.: CV Pustaka Setia.
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari. 1999. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, CV. Bandung: Pustaka Setia.
Mahmud, Ali Abdul Hamid. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press
M. Ali Hasan. 1978.Tuntunan Akhlak.Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin.2011.Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudrajat, Ajad, dkk.2013. Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press.
©Khoirudin UNY
Akhlak merupakan tiang yang menopang kekerabatan yang baik antara hamba dengan Allah SWT (habluminallah) dan antar sesama umat (habluminannas). Akhlak yang baik akan hadir pada diri insan dengan proses yang panjang, yaitu melaui pendidikan akhlak. Banyak kalangan di dunia ini memperlihatkan pendidikan etika yang mereka yakini kebaikannya, tetapi tidak semua dari pendidikan tersebut mempunyai kaidah-kaidah yang benar dalam Islam. Hal tersebut dikarenakan pengetahuan yang terbatas dari pemikiran insan itu sendiri.
Sementara pendidikan etika yang dibawa oleh Islam merupakan sesuata yang benar dan tidak ada kekurangannya. Pendidikan etika yang ditawarkan Ilslam berasal eksklusif dari Allah SWT yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melaui malaikat Jibril dengan Al Alquran dan Sunnah kepada umat Rasulullah.
Rasulullah SAW sebagai pola yang paling baik menyampaikan pengetahuan etika kepada para keluarga dan para sahabat Rasulullah SAW, sehingga orang-orang erat Rasulullah SAW bisa mempunyai etika yang tinggi di hadapan umat lain dan etika mulia di hadapan Allah. Sebagai umat Islam yang baik dan beriman kepada Allah, setiap langkah kita sebaiknya merupakan implementasi dari keteladanan etika luhur yang dimiliki Rasullullah.
Pandangan bahwa kehidupan dengan landasan etika yaitu sesuatu yang kuno dan ketinggalan zaman serta jauh dari kemodernan harus kita hapuskan dari pemikiran kita. Kemunduran moral yang terjadi di seluruh penghujung dunia seharusnya menjadi keprihatian sendiri bagi seluruh umat. Semestinya insan sadar dan kembali kepada fitrahnya sebagai insan yang diciptakan Allah dengan etika yang mulia. Orang yang paling tepat keimannannya yaitu orang yang baik akhlaknya. Akhlak Islam yang mulia ini akan membawa umat untuk selamat hidupnya di dunia dan alam abadi
B. Pengertian Akhlak Islam
Kata etika berasal dari bahasa Arab khuluq yang jamaknya akhlak. Menurut bahasa, etika yaitu peragai, tabiat, dan agama. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalq yang berarti “kejadian”, serta erat hubungannya denga kata khaliq yang berarti “Pencipta” dan makhluq yang berati “yang diciptakan” (Rosihon Anwar 2010:11).
Khuluq yaitu menyerupai dari kelakuan insan yang membedakan baik dan buruk, kemudian disenangi dan dipilih yang baik untuk dipraktekkan dalam perbuatan, sedang yang buruk di benci dan dihilangkan. (Marzuki 2012:173 (Ainan, 1985:186).
Terkadang defini etika (moral) sebagaimana disebutkan atas dalam batas-batas tertentu berbaur dengan definisi kepribadian, hanya saja perbedaan yang pokok antara keduanya sebagai berikut:
- Moral lebih terarah pada kehendak dan diwaranai dengan nilai-nilai.
- Kepribadian meliputi imbas fenomena sosial bagi tingkah laku.
Demikian para pakar ilmu-ilmu sosial mendefinisikan etika (moral). Ada sebuah definisi ringkas yang manis wacana etika (moral) dalam kamus la Lande, yaitu moral mempunyai empat makna berikut:
1) Moral yaitu sekumpulan kaidah bagi sikap yang diterima dalam satu zaman atau oleh sekelompok, buruk, atau rendah.
2) Moral yaitu sekumpulan kaidah bagi sikap yang dianggap baik berdasarkan kelayakan bukannya berdasarkan syarat.
3) Moral yaitu teori logika wacana kebaikan dan keburukan, ini berdasarkan filsafat.
4) Tujuan-tujuan kehidupan yang mempunyai warna humanisme yang kental yang tercipta dengan adanya hubungan-hubungan sosial. (Ali Abdul Halim mahmud, 2004: 27).
Baik dan buruk etika insan sangat tergantung pada tata nilai yang dijadikan pijakannya. Abul A’la al-Maududi membagi sistem moralitas menjadi dua. Pertama, sistem moral yang berdasar kepada kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan sesudah mati. Kedua, sistem moral yang tidak mempercayai Tuhan dan timbul dari sumber-sumber sekuler (Marzuki, 2013:175 (al-Maududi, 1971:9)
Perbuatan etika yaitu perbuatan yang telah tertanam besar lengan berkuasa dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya. Jika kita menyampaikan bahwa si A contohnya sebagai orang yang berakhlak dermawan, maka sikap dermawn tersebut telah mendarah daging, kapan dan di manapun sikapnya itu dibawanya, sehingga menjadi identitas yang membedakan dirinya dengan orang lain. Jika si A tersebut kadang kala senang memberi dan kadang kala bakhil, maka si A tersebut belum sanggup dikatakan sebagai seorang yang dermawan. Demikian juga kalau kepada si B kita menyampaikan bahwa ia termasuk orang yang taat beribadah, maka sikap taat beribadah tersebut telah dilakukannya di manapun ia berada. (Nata, Abuddin 2011:4-5)
Dikutip dari (Rosihon Anwar 2010: 13-15) bahwa pengertian etika berdasarkan ulama etika antara lain:
a. Ibnu Maskawaih(941-1030 M)
حال للنفس داعية لها الى افعالها من غير فكر ولاروية.وهذه الحال تنقسم الى قسمين : منها ما يكون طبيعيا من اصل المزاج.... ومنها مايكون مستفادا باالعادة والتدريب, وربما كان مبدؤه الفكر , ثم يستمر عليه اْولا فاْولا حتى يصير ملكة وخلقا.
Artinya :
“keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari watak aslinya … adapula yang diperoleh dari kebiasaan berulang-ulang. Boleh jadi,pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan,kemudian dilakukan terus menerus,maka jadilah suatu talenta dan akhlak.”
b. Imam Al-Ghazali (1055-1111 M)
هيئة راسخة في النفس تصدر عنها الاْفعال بيسر وسهولة من غير حاجة الى فكر وروية.
Artinya :
“akhlak yaitu daya kekuatan (sifat) yang tertanam dalam jiwa yang mendorong perbuatan-perbuatan yang impulsif tanpa memerlukan pertimbangan pikiran.”
c. Muhyiddin Ibnu Arabi (1165-1240 M)
حال للنفس به يفعل الانسان افعاله بلاروية ولااختيار, والخلق قد يكون فى بعض الناس غريزة وطبعا, وفى بعض الناس لايكون الاباالرياضة والاجتهاد.
Artinya :
“keadaan jiwa seseorang yang mendorong insan untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang boleh jadi merupakan watak atau bawaan dan boleh jadi juga merupakan kebiasaan melalui latihan dan perjuangan.”
d. Syekh Makarim Asy-Syirazi
الاْخلاق مجموعات الكمالات المعنوية والسجايا الباطنية للانسان.
Artinya :
“akhlak yaitu sekumpulan keutamaan maknawi dan watak batini manusia.”
e. Al-Faidh Al-Kasyani(w. 1091 H)
الخلق هو عبارة عن هيئة قائمة فى النفس تصدر منها الاْفعال بسهولة من دون الحاجة الى تدبر و تفكر.
Artinya :
“akhlak yaitu ungkapan untuk memperlihatkan kondisi yag sanggup bangun diatas kaki sendiri dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan gampang tanpa digahului perenungan dan pemikiran.”
Dari semua pengertian diatas menyampaikan citra bahwa tingkah laris merupakan bentuk kepribadian seseorang tanpa dibuat-buat atau tanpa dorongan dari luar. Jika baik berdasarkan agama dan pandangan logika tindakan impulsif ini disebut etika baik (akhlakul karimah/akhlakul mahmudah) sebaliknya kalau etika tersebut buruk tindakan impulsif ini disebut etika tercela (akhlakul madzmudah).
C. Ruang Lingkup Akhlak
Dalam perkembangan selanjutnya etika tumbuh menjadi suatu ilmu yang bangun sendiri, yaitu ilmu yang mempunyai lingkup pokok bahasan, tujuan, rujuakn, aliran dan para tokoh yang mengembangkannya. Kedemua aspek yang terkandung dalam etika ini kemudian membentuk satu kesatuan yang saling bekerjasama dan membentuk suatu ilmu. (Nata Abuddin 2011:7).
Objek ilmu etika yaitu sikap manusia, dan penetapan nilai sikap sebagai baik atau buruk. Melihat secara lahiriyah sikap insan sanggup digolongkan menjadi
1. Perilaku yang lahir dengan kehendak dan disengaja.
2. Perilaku yang lahir tanpa kehendak dan tanpa disengaja
Jenis sikap yang pertama yakni yang lahir dengan kehendak dan disengaja, inilah sikap yang menjadi objek dari ilmu akhlak. Jenis yang kedua tidak menjadi objek ilmu etika alasannya perilaku-perilaku yang lahir tanpa kehendak insan (seperti gerakan reflek mengedipkan mata lantaran ada benda akan masuk) tidak menjadi kajian ilmu akhlak. Perilaku ini tidak sanggup dinilai baik atau buruk lantaran sikap tersebut terjadi dengan sendirinya tanpa dikehendaki dan tanpa disengaja. (Ajad Sudrajat, dkk 2013:92)
Menurut Rohison Anwar dalam Buku Akhlak tasawuf, mengenai ruang lingkup akhlak, Abdullah Darraz dalam buku Dustur al-Akhlaq fi Al-Quran, membagi ruang lingkup etika atas lima bagian:
1) Akhlak Pribadi
a) yang diperintahkan (al-awamir)
b) yang dihentikan ( al-nawahi)
c) yang diperbolehkan ( al-mubahat), dan
d) etika dalam keadaan darurat (al-mukhalafah bi al-idhthirar).
2) Akhlak berkeluarga
a) kewajiban orang renta dan anak (wajibat nahwa ushul wa al-furu)
b) kewajiban suami & isteri ( wajibat baina al-azwaj)
c) kewajiban terhadap karib erat (wajibat nahwa al-aqarib).
3) Akhlak bermasyarakat,
a) yang dihentikan (al-makhdzurat)
b) yang diperintahkan (al-awamir), dan
c) kaidah-kaidah etika (qawa’id al-adab).
4) Akhlak bernegara
a) kekerabatan antara pemimpin dan rakyat (al-‘alaqah baina al-rais wa al-sya’b)
b) kekerabatan luar negeri (al-alaqah al-kharijiyyah).
5) Akhlak beragama;
a) kewajiban terhadap Allah swt
b) kewajiban terhadap Rasul
Menurut sistematika yang lain, ruang lingkup akhlak, antara lain:
1. Akhlak terhadap Allah SWT
2. Akhlak kepada Rasul SAW
3. Akhlak untuk diri pribadi
4. Akhlak dalam keluarga
5. Akhlak dalam masyarakat
6. Ahlak bernegara.
Akhlak dibagi berdasarkan sifatnya dan berdasarkan objeknya.
Berdasarkan sifatnya, etika terbagi menjadi dua bagian: (Anwar, Rosihon 2010:30-31)
1. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau etika karimah (akhlak yang ,mulia), di antaranya:
a. Rida kepada Allah SWT
b. Cinta dan beriman kepada Allah SWT
c. Beriman kepada Malaikat, Kitab, Rasul, hari Kiamat, dan takdir
d. Taat beribadah
e. Selalu menepati janji
f. Melaksanakan amanah
g. Berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan
h. Qanaah (rela terhadap pemberian Allah SWT)
i. Tawakal
j. Sabar
k. Syukur
l. Tawadhu’ (merendahkan diri) dan segala perbuatan yang baik berdasarkan pandangan Al-Quran dan Al-Hadis.
2. Akhlak mazhmumah (akhlak tercela) atau etika sayyiyah (akhlak yang jelek), di antaranya:
a. Kufur
b. Syirik
c. Murtad
d. Fasik
e. Riya’
f. Takabur
g. Mengadu domba
h. Dengki/iri
i. Hasut
j. Kikir
k. Dendam
l. Khianat
m. Memutuskan silaturahmi
n. Putus asa
o. Segala perbuatan tercela berdasarkan pandangan Islam
Berdasarkan objeknya, etika dibedakan menjadi dua:
1. Akhlak kepada khalik
2. Akhlak makhluk
a. Akhlak terhadap Rasulullah SAW
b. Akhlak terhadap keluarga’akhlak terhadap diri sendiri
c. Akhlak terhadap sesama atau orang lain
d. Akhlak terhadap lingkungan alam
D. Sumber Akhlak Islam
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan baik-buruknya sifat seseorang itu yaitu Al-Qur’an dan As-Sunah Nabi SAW. Apa yang baik berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, itulah yang tidak baik dan harus dijauhi. (M. Ali Hasan, 1978:11)
Dasar etika yang dijelaskan dalam al-Qur’an yaitu:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
Artinya :”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari selesai zaman dan dia banyak menyebut Allah”. (Q.S.al-Ahzab : 21)
Sedangkan dalam Alquran hanya ditemukan bentuk tunggal dari etika yaitu khuluq (QS. Al Qalam (68): 4) (Marzuki:2012)
وإنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang agung.”
(QS. Al Qalam (68): 4)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً
Artinya: “Orang mukmin yang paling tepat imannya yaitu yang paling baik akhlaknya.”
(HR. At-Tirmidzi)
Sungguh Rasulullah mempunyai etika yang sangat mulia. Segala perbuatan dan sikap Beliau berpedoman pada Al Quran. Aisyah menyampaikan citra yang sangat terang akan etika dia dengan mengatakan:
كَانَ خُلُقُهُ القُرْآن
Artinya: “Akhlak dia yaitu Al Quran.”
(HR Abu Dawud dan Muslim)
Maksud perkataan ‘Aisyah yaitu bahwa segala tingkah laris dan tindakan Rasul, baik yang lahir maupun batin senantiasa mengikuti petunjuk dari al-Qur’an. Al-Qur’an selalu mengajarkan umat Islam untuk berbuat baik dan menjauhi segala perbuatan yang buruk. Ukuran baik dan buruk ini ditentukan oleh Al-Qur’an. (A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari 1999: 74)
Setiap orang yang erat dengan Rasulullah SAW dalam akhlaknya maka ia erat dengan Allah, sesuai kedekatannya dengan beliau. Setiap orang yang mempunyai kesempurnaan etika tersebut, maka ia pantas menjadi seorang raja yang ditaati yang dijadikan referensi oleh seluruh insan dan seluruh perbuatannya dijadikan panutan. Sementara orang yang tak punya seluruh etika tersebut, maka ia bersifat dengan lawannya, sehingga ia pantas terusir dari seluruh negeri dan oleh manusia. Karena ia sudah erat dengan setan yang terlaknat dan terusir, sehingga ia harus diusir. (Mahmud, Ali Abdul Halim 2004:31)
Dasar etika dari hadits yang secara eksplisit menyinggung etika tersebut yaitu sabda Nabi:
اِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقَ
Artinya : “Bahwasanya saya (Rasulullah) diutus untuk menyempurnakan keluhuran akhlak”. (HR. Ahmad)
Jika telah terang bahwa al-Qur’an dan hadits rasul yaitu pedoman hidup yang menjadi asas bagi setiap muslim, maka teranglah keduanya merupakan sumber akhlaqul karimah.
E. Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak
Dengan mempelajari ilmu akhlak, dibutuhkan setiap muslim bisa mengaplikasikan ajaran-ajaran terpuji yang bersumber dari Alquran dan Al Hadits. Berkenaan dengan hal ini dalam kutipan buku “Akhlak Tasawuf” krangan Abudin Nata, Ahmad Amin menyampaikan sebagai berikut:
Tujuan mempelajari ilmu etika dan permasalahannya mengakibatkan kita sanggup tetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagaian yang baik dan sebagian yang buruk. Bersikap adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk, membayar hutang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik , sedangkan mengingkari hutang termasuk perbuatan buruk.
Selanjutnya Mustafa Zahri menyampaikan bahwa tujuan perbaikan etika itu, ialah untuk membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa nafsu dan amarah sehingga hati menjadi suci higienis bagaikan cermin yang sanggup mendapatkan nur cahaya tuhan. (Abudin Nata 1996: 13)
Keterangan tersebut memberi petunjuk bahwa ilmu etika berfungsi menyampaikan panduan kepada insan supaya bisa menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya tetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik dan buruk. (Abudin Nata 1996: 14)
Perbuatan-perbuatan baik yang sesuai dengan norma-norma fatwa Islam lahir dari cinta yang lapang dada dan tepat kepada Allah yang mendalam dalam hati seorang mukmin. Hamka mengemukakan pendapat Imam Ghazali yang menyatakan bahwa yang mendorong hati seseorang berbuat baik adalah: (Ajad Sudrajat, dkk 2013:103 (Asmaraman 2004:148)
1. Karena bujukan atau ancaman dari orang yang diingini
rahmatnya atau ditakuti siksanya.
2. Mengharap kebanggaan dari yang akan memuji, atau
menakuti celaan dari yang akan mencela.
3. Mengerjakan kebaikan lantaran memang dia baik, dan
Bercita-cita hendak menegakkan budi yang utama
Tujuan lain dari mempelajari etika yaitu mendorong kita menjadi orang-orang yang mengimplementasikan etika mulia dalam kehidupan sehari-hari. Ahmad Amin menjelaskan etika (akhlak) tidak sanggup menjadikan semua insan baik. Kedudukannya hanya sebagai dokter. Ia menjelaskan kepada pasien wacana ancaman minuman keras dan dampak negatifnya terhadap akal. Si pasien boleh menentukan warta yang disampaikan dokter tersebut: meninggalkannya supaya tubuhnya sehat atau tetap meminumnya dan dokter tidak sanggup mencegahnya. Etika tidak sanggup menjadikan insan baik atau buruk. Etika tidak akan bermanfaat apa-apa kalau petunjuk-petunjuknya tidak diikuti. Tujuan etika bukan hanya sebagai teori, tetapi juga mempengaruhi dan mendorong kita supaya membentuk hidup suci serta menghasilkan kebaikan dan kesempurnaan. (Anwar, Rosihon 2010:29)
Akhlak yang mulia juga berkhasiat dalam mengarahkan dan mewarnai aneka macam acara kehidupan insan di degala bidang. Seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi yang maju yang disertai dengan etika yang mulia, pasti ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang ia milikinya itu akan dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknologi modern, mempunyai pangkat, harta, kekuasaan dan sebagainya namun tidak disertai dengan etika yang mulia, maka semuanya itu akan disalahgunakan yang akibanya akan menjadikan peristiwa di muka bumi. (Nata, Abuddin 2011:15)
Dengan demikian Ilmu etika bertujuan sebagai pedoman atau pun penerang bagi kaum insan dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Perbuatan baik membutuhkan penyesuaian setiap hari. Berusaha melaksanakan perbuatan yang baik dan berusaha menjauhi perbuatan yang buruk. Perbuatan yang baik akan banyak halangannya. Berbekal akhak yang mulia, seorang mukmin akan semakin teruji dan menjadi insan yang terpuji.
F. Penutup
Akhlak merupakan bekal diri yang membawa kebaikan dan keberuntungan bagi mereka yang mengerjakannya. Akhlak yang ditawarkan Islam berdasar pada nilai-nilai Al-Quran dan Al-Hadis. Dalam pelaksanaannya, Akhlak Islam perlu dijabarkan oleh pemikiran-pemikiran insan melalui usaha ijtihad.
Dengan etika Islam, insan dibutuhkan sanggup menempuh jalan yang baik. Jalan yang sesuai ajaran-ajaran Islam, pandangan logika wacana kebaikan dan keburukan. Memiliki etika islam, insan akan sanggup kebersihan batin yang membawanya melaksanakan sikap terpuji. Dengan sikap terpuji akan melahirkan keadaan antar umat menjadi harmonis, tenang serta sejahtera lahir dan batin. Sehingga setiap acara akan dilakukan lantaran untuk mendapatkan kerahmatan Allah yang akan membawa insan mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Dapat dikatakan bahwa Akhlak Islam bertujuan menyampaikan pedoman atau penerangan bagi insan untuk mengetetahui perbuatan yang baik dan buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha menghindarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Rosihon.2010. Akhlak Tasawuf. Bandung.: CV Pustaka Setia.
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari. 1999. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlak, CV. Bandung: Pustaka Setia.
Mahmud, Ali Abdul Hamid. Akhlak Mulia. Jakarta: Gema Insani Press
M. Ali Hasan. 1978.Tuntunan Akhlak.Jakarta: Bulan Bintang.
Nata, Abuddin.2011.Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudrajat, Ajad, dkk.2013. Din Al-Islam. Yogyakarta: UNY Press.
©Khoirudin UNY