Makalah Sosiologi Komunikasi Dan Penyuluhan Pertanian
BAB I
PENDAHULUAN
I.Latar Belakang
Menurut Soekanto (1987), proses sosial yakni cara-cara bekerjasama yang sanggup dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-kelompok insan saling bertemu, dan memilih sistem serta bentuk-bentuk kekerabatan tersebut atau apa yang terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menjadikan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau kata lain, proses-proses sosial diartikan sebagai dampak timbal balik antara banyak sekali segi kehidupan bersama. Bentuk umum proses-proses sosial yakni interaksi sosial. Susanto (1977) mendefinisikan sebagai suatu kekerabatan antara dua atau lebih individu manusia, dimana individu yang satu mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki kelakuan individu lain, atau sebaliknya. Soekanto (1987) mengemukakan bahwa bentuk-bentuk interaksi sosial didefinisikan sebagai bentuk-bentuk yang tampak apabila orang-orang perorangan ataupun kelompok-kelompok insan itu mengadakan kekerabatan satu sama lain dengan terutama mengetengahkan dalam interaksi sosial tersebut kelompok-kelompok serta lapisan-lapisan sosial sebagai unsur-unsur pokok dari struktur sosial.
Interaksi sosial yakni kunci dari semua kehidupan sosial alasannya yakni tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama. Susanto (1977) mengemukakan bahwa awal dari suatu interkasi sosial yakni adanya aktivitas dari dua orang atau lebih yang melibatkan sikap, nilai maupun cita-cita masing-masing.
Bentuk-bentuk interaksi sosial mengutip Park dan Burgess dalam setiap fase interaksi akan terdapat suatu tanda-tanda ataupun kriteria khusus yang menonjol, yaitu : persaingan, pertentangan, kemudahan dan asimilasi (Susanto, 1997). Hampir sama dengan pembagian diatas, mengutip Selo Soemardjan membagi menjadi empat bentuk yaitu kerjasama (co-operation), persaingan (competition), kontradiksi atau pertikaian (conflict) dan kemudahan (accommodation) (Soekanto, 1977). Dari empat pengelompokkan ini terdapat satu perbedaan, yaitu Park dan Burgess memunculkan asimilasi sebagai salah satu bentuk proses sosial (Susanto, 1977), sementara Selo Soemardjan memunculkan kerjasama (Susanto, 1977). Mengutip Gillin dan Gillin mengelompokkan menjadi dua macam proses sosial yang timbul jawaban interaksi sosial, yaitu :
1. Proses assosiatif (processes of association) yang terbagi dalam tiga bentuk yakni :
a. Akomodasi
b. Asimilasi
c. Akulturasi
2. Proses disosiatif (processes of disisociatif) yang terdiri atas :
a. Persaingan
b. “contravensi” dan kontradiksi atau pertikaian
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, telah dipaparkan penulisan makalah ini padaproses sosial.Dengan demikian, sanggup dibentuk pertanyaan penulisan sebagai berikut. Pertamaapakah yang dimaksud proses sosial assosiatif kerjasama?, Kedua apakah yang dimaksud dengan proses sosial assosiatif akomodasi?, Ketiga apakah yang dimaksud dengan proses sosial assosiatif assimilasi?, Keempat apakah yang dimaksud dengan proses sosial assosiatif akulturasi?.Kelima bagaimana pola proses sosial assosiatif?.
III. Tujuan Makalah
Tujuan penulis menciptakan makalah ini yakni sebagai berikut. Pertama kami ingin mengetahui proses sosial assosiatif kerjasama. Kedua kami ingin mengetahui proses sosial assosiatif akomodasi. Ketiga kami ingin mengetahui proses sosial assosiatif assimilasi. Keempat kami ingin mengetahui dan memahami proses sosial assosiatif akulturasi. Kelima kami ingin mengetahui contoh kasus dari proses sosial assosiatif?.
III. Manfaat Makalah
Manfaat dari makalah ini adalah sebagai berikut. Pertama semoga kita mengetahui proses sosial assosiatif kerjasama. Kedua semoga kita lebih mengetahui dan mendalami mengenai proses sosial assosiatif akomodasi. Ketiga semoga kita mengetahui dan memahami proses sosial assosiatif assimilasi.Keempat agar kita sanggup mengetahui proses sosial assosiatif akulturasi. Kelima agar kita sanggup mengetahui pola kasus proses sosial assosiatif.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kerjasama (co-operation)
Definisi kerjasama berdasarkan Soekanto (1987) yakni suatu kerjasama antara orang perorangan atau kelompok manusia, untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama ini timbul alasannya yakni orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya (yaitu in-group-nya) dan kelompok lainnya (yang merupakan out-group-nya).
Dalam hubungannya dengan kebudayaan suatu masyarakat, maka kebudayaan itu yang mengarahkan dan mendorong terjadinya kerjasama. Pada masyarakat Indonesia umumnya, dikenal bentuk kerjasama yang tradisional menyerupai “gotong-royong”. Menurut Hasansulama (1983) ada beberapa faktor yang mendorong untuk terciptanya kerjasama, antara lain ialah :
1. Adanya dorongan pribadi atau orang perorangan sehubungan dengan adanya pemahaman bahwa laba pribadi akan lebih gampang dicapai dengan jalan bekerjasama.
2. Adanya legalisasi terhadap tujuan yang ingin dicapai orang perorangan, sedemikian rupa merupakan kepentingan umum yang dianggap bernilai tinggi, sehingga mendorong untuk bekerjasama.
3. Adanya dorongan yang timbul atau bersumber dari keinginan orang perorangan untuk menolong pihak-pihak lain.
4. Adanya tuntunan situasi yang dianggap membahayakan kepentingan bersama, sehingga perlu ditanggulangi bersama pula.
Pada kerjasama ini berdasarkan Susanto (1977), maka interaksi antar kelompok maupun terhadap nilai-nilai dan tujuan yakni lansung dan positif.
B. Akomodasi
Akomodasi dalam pemunculannya sanggup dipandang dari dua segi. Dari satu segi kemudahan sanggup diartikan sebagai proses sosial. Dari segi lain sanggup pula diartikan sebagai hasil dari interaksi sosial. Menurut Hasansulama (1983), sebagai suatu proses sosial kemudahan meliputi usaha-usaha orang atau kelompok yang ditujukan untuk meredakan suatu pertikaian sehingga tercipta suatu kemantapan kelompok dan kelangsungan kekerabatan antar kelompok. Sebagai hasil dari interaksi sosial pengertian kemudahan menunjuk adanya suatu situasi yang berlaku yang menggambarkan adanya suatu keseimbangan gres sehabis pihak-pihak yang bertikai berbaik kembali. Sehingga dalam situasi tersebut muncul iklim gres yang menjurus ke arah terjadinya kerjasama kermbali, baik berupa perjanjian kerjasama secara tertulis maupun tidak tertulis yang sifatnya mungkin sementara. Pendapat ini senada dengan Gillin dan Gillin bahwa kemudahan yakni suatu pengertian yang dipergunakan oleh para sosiolog untuk membuktikan suatu proses dalam kekerabatan sosial yang sama artinya dengan pengertian penyesuaian (adaptation) yangdipergunakan oleh ahli-ahli biologi untuk menyampaikan pada suatu proses dimana mahluk-mahluk hidup menyesuiakan dirinya dengan alam sekitarnya (Soekanto, 1987). Jadi, kemudahan sesungguhnya merupakan suatu cara untuk menuntaskan kontradiksi tanpa menghancurkan pihak lawan, sehingga lawan tersebut tidak hilang kepribadiaannya.
C. Asimilasi
Mengutip Gillin dan Gillin asimilasi merupakan suatu proses sosial dalam tahap kelanjutan yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok insan dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindak, perilaku dan proses-proses mental dengan memperhatikan adanya tuntutan situasi yang dianggap membahayakan kepentingan bersama, sehingga perlu ditanggulangi bahu-membahu (Soekanto, 1987).
Susanto (1977), menyampaikan bahwa alasannya yakni asimilasi yakni proses, maka asimilasi pun melalui bebrapa tahap. Tahap-tahap ini berkisar pada fase; perubahan dari nilai-nilai dan kebudayaan semula ke penerimaan cara hidup yang baru, termasuk penggunaan bahasa kelompok. Dengan singkat, maka proses asimilasi yakni proses mengakhiri kebiasaan usang dan sekaligus mempelajari dan mendapatkan kehidupan yang baru.
Dalam bentuk asimilasi mengutip Park dan Burgess maka setiap pihak akhirnya mengikuti keadaan sehingga antara kelompok-kelompok yang bertentangan telah tercapai suatu situasi adanya pengalaman bersama dan tradisi bersama (Susanto,1977).
Mengutip Koentjaraningrat mengemukakan bahwa proses asimilasi timbul jikalau ada (Soekanto,1987) :
1. Kelompok-kelompok insan yang berbeda kebudayaannya.
2. Orang-perorangan sebagai warga kelompok-kelompok tadi saling bergaul secara lansung dan intensif untuk waktu yang lana, sehingga
3. Kebudayaan-kebudayaan dari kelompok-kelompok insan tersebut masing-masing berubah dan saling menyesuaikan diri.
Menurut Soekanto (1987), faktor-faktor yang mempermudah terjadinya suatu asimilasi yakni :
a. Toleransi
b. Kesempatan-kesempatan dibidang ekonomi yang seimbang
c. Suatu perilaku menghargai orang abnormal dan kebudayaannya
d. Sikap yang terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
e. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan
f. Perkawinan adonan (amalgamation)
g. Adanya musuh bersama diluar.
D. Contoh Kasus
PROSES SOSIAL ANTAR KELOMPOK ETNIS DI PEMUKIMAN TRANSMIGRASI SPONTAN
(Kasus pada Pekon Marang, Kecamatan Pesisir Selatan, Kabupaten Lampung Barat, Propinsi Lampung)
Oleh :
Nelvia Agustina
1) Kerjasama (co-operation)
Bentuk-bentuk kerjasama yang terjadi antar kelompok atnis pekon Marang sangat bermacam-macam kegiatannya menyerupai tabel berikut :
2) Akomodasi
Dalam interkasi sehari-hari antara kelompok masyarakat yang berbeda latarbelakang terdapat banyak sekali duduk kasus yang terjadi, namun maslaha itu sanggup teratasi dengan jalan damai. Berikut bentuk kemudahan hasil di Pekon Marang pada tabel beikut :
Dalam permasalahan pertama yaitu pembuatan jalan, awalnya jalan yang menghubungkan Pekon Marang dengan desa lainnya mengikuti garis pantai dan melewati tempat tinggal orang Lampung, alasannya yakni memang jalan itu sudah ada sebelum masyarakat Jawa tinggal di sana. Tapi kondisi ini memberatkan bagi orang Jawa alasannya yakni letak jalan tersebut jauh dari tempat tinggal mereka, selain itu mereka bercocok tanam singkong dan jagung sehingga beban bawaan mereka lebih beratm dibandingkan dengan dagangan orang Lampung yang berupan lada dan kopi. Maka hasil rembuk antar warga Jawa, mereka tetapkan untuk menciptakan jalan penghubung gres yang lebih cepat dan melewati lokasi tempat tinggal mereka.
Pembuatan jalan gres ini di ihwal oleh tokoh masyarakat Lampung. Mereka mengganggap orang Jawa tidak meminta izin dan dianggap tidak sopan dan meminta semoga diberhentikan pembuatan jalan tersebut. Tapi masyarakat Jawa tidak terima alasan ini, alasannya yakni berdasarkan mereka pembangunan jalan tersebut juga akan membawa laba bagi masyarakat Lampung, terutama lokasi tempat tinggalnya berdekatan dengan jalan gres tersebut. Akhirnya permasalahan ini dibawa ke rapat desa yang dihadiri aparat, tokoh kedua pihak. Dalam hasil rapat, masyarakat Jawa berhasil meyakinkan masyarakat Lampung, bahwa pembangunan jalan ini tidak hanya untuk kepentingan orang Jawa saja, tapi menguntungkan juga siapa saja yang melewati jalan tersebut.
Contoh lain dari kemudahan yang terjadi antar pribadi, yaitu percekcokan yang timbul alasannya yakni duduk kasus batas lahan pertanian, tetapi biasanya cepat teratasi dengan melibatkan individu yang berbatasan lahan tersebut. Hal ini dialami oleh Nizar Rasyid (34 tahun) warga Dusun Marang Inti yang sawahnya berbatasan dengan milik orang Bali, ia merasa petani Bali tersebut mengikis pematang sawah yang menjadi pembatas lahan mereka, sehingga makin usang makin menjorok ke lahannya, merasa dirugikan ia menegur orang Bali tersebut, namun orang Bali tersebut tidak mau mendapatkan dan karenanya terjadi pertengkaran mulut. Tetapi hal ini tidak berlansung lama, alasannya yakni keesokan harinya dengan kesadaran diri dan tanpa melibatkan pihak lain mereka saling memaafkan dan sama-sama memperlebar pematangan sawah tersebut.
3) Asimilasi
Kasus asimilasi yang terjadi antar kelompok masyarakat di Pekon Marang sanggup dilihat sebagai berikut :
Asimilasi dalam bidang pertanian sanggup dilihat pada ketika orang Lampung dan Semendo biasa menanam padi, kelapa, kopi dan lada. Kemudian orang Jawa di tempat asalnya biasa menanam padi, singkong dan jagung sama menyerupai orang Bali. Namun, mereka sehabis tinggal dalam satu desa dan lahan mereka bersebelahan, masing-masing pihak mengamati dan mempelajari cara bercocok tanam pihak lainnya. Masyarakat Lampung dan Semendo contohnya mempelajari cara bercocok tanam singkong dan jagung orang Bali atau Jawa, tergantung pada etnis mana yang paling bersahabat lahannya. Sedangkan pada orang Bali dan Jawa mereka mempelajari cara bercocok tanam kelapa, kopi dan lada dari masyarakat Lampung dan Semendo. Mereka yang bertetangga lahannya juga biasanya saling bertukar gosip ihwal bibit dan duduk kasus pertanian disela-sela waktu istirahat mereka, walauupun berbeda etnis dan agama.
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penulisan yang dilakukan mengenai proses sosial assosiatif dalam bidang pertanian. maka penulis menyimpulkan bahwa bentuk proses sosial yang terjadi yakni (1) Kerjasama; berupa gotong-royong (2) Akomodasi; berupa penyelesaian duduk kasus pembuatan lahan, (3) Asimilasi; berupa adanya perkawinan antar etnis dan dalam pertanian saling bertukar ilmu bercocok tanam antar etnis.
II. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan diatas, maka penulis menyarankan semoga makalah ini sanggup menjadi referensi dan pengetahuan ihwal proses sosial assosiatif dalam bidang pertanian untuk mahasiswa lainnya dan masyarakat petani tentunya.
DAFTAR PUSTAKA
Hasansulama MI, Mahmudin E, & Tarya JS. 1983. Sosiologi Pedesaan. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Soekanto, Soerjono. 1987. Sosiologi Sebagai Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali.
Susanto, Astrid S. 1977. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Bandung : Binacipta.