Kesehatan Masyarakat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta mempunyai tugas penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam pengukuran Indeks Pembangunan Manusia (IPM), kesehatan ialah salah satu komponen utama selain pendidikan dan pendapatan Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 ihwal Kesehatan ditetapkan bahwa kesehatan ialah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi.
Kondisi pembangunan kesehatan secara umum sanggup dilihat dari status kesehatan dan gizi masyarakat, yaitu angka maut bayi, maut ibu melahirkan, prevalensi gizi kurang dan umur angka keinginan hidup. Angka maut bayi menurun dari 46 (1997) menjadi 35 per 1.000 kelahiran hidup (2002–2003) dan angka maut ibu melahirkan menurun dari 334 (1997) menjadi 307 per 100.000 kelahiran hidup (2002-2003). Umur keinginan hidup meningkat dari 65,8 tahun (1999) menjadi 66,2 tahun (2003). Umur keinginan hidup meningkat dari 65,8 tahun (Susenas 1999) menjadi 66,2 tahun (2003).Prevalensi gizi kurang (underweight) pada anak balita, telah menurun dari 34,4 persen (1999) menjadi 27,5 persen (2004).
Bila dilihat permasalahan gizi antar provinsi terlihat sangat bervariasi yaitu terdapat 10 provinsi dengan prevalensi gizi kurang diatas 30% dan bahkan ada yang diatas 40% yaitu di provinsi Gorontalo, NTB, NTT dan Papua. Kasus gizi jelek umumnya menimpa penduduk miskin/tidak mampu. Di sisi lain problem gres gizi menyerupai kegemukan, terutama di wilayah perkotaan cenderung meningkat lantaran perubahan gaya hidup masyarakat. Angka kesakitan yang tinggi terjadi pada belum dewasa dan usia di atas 55 tahun, dengan tingkat morbiditas lebih tinggi pada perempuan dibanding pria. Sepuluh penyakit dengan prevalensi tertinggi ialah penyakit gigi dan mulut, gangguan refraksi dan penglihatan, Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA), gangguan pembentukan darah (anemia) dan imunitas, hipertensi, penyakit jalan masuk cerna, penyakit mata lainnya, penyakit kulit, sendi dan nanah nafas kronik. Selain itu Indonesia juga menghadapi ”emerging diseases” menyerupai demam berdarah dengue (DBD), HIV/AIDS, Chikungunya, SARS, Avian Influenza serta penyakit-penyakit ”re-emerging diseases” menyerupai malaria dan TBC.
Kondisi umum kesehatan menyerupai dijelaskan di atas dipengaruhi oleh banyak sekali faktor yaitu lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Sementara itu pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh banyak sekali faktor antara lain ketersediaan dan mutu kemudahan pelayanan kesehatan, obat dan perbekalan kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan dan manajemen kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan dasar, yaitu Puskesmas yang diperkuat dengan Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling, telah didirikan di hampir seluruh wilayah Indonesia. Saat ini, jumlah Puskesmas di seluruh Indonesia ialah 7.550 unit, Puskesmas Pembantu 22.002 unit dan Puskesmas keliling 6.132 unit. Meskipun kemudahan pelayanan kesehatan dasar tersebut terdapat di semua kecamatan, namun pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih menjadi kendala. Fasilitas ini belum sepenuhnya sanggup dijangkau oleh masyarakat, terutama terkait dengan biaya dan jarak transportasi. Fasilitas pelayanan kesehatan lainnya ialah Rumah Sakit yang terdapat di hampir semua kabupaten/kota, namun sistem referensi pelayanan kesehatan perorangan belum sanggup berjalan dengan optimal.
Di bidang obat dan perbekalan kesehatan telah ditetapkan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan jenis obat generik yang meliputi 220 obat. Penggunaan obat generik dan obat tradisional cenderung mengalami kenaikan, dan 95 persen kebutuhan obat nasional telah dipenuhi dalam negeri. Demikian juga dengan vaksin dan sebagian alat-alat kesehatan. Walaupun demikian ketersediaan, mutu, keamanan obat dan perbekalan kesehatan masih belum optimal serta belum sanggup dijangkau dengan gampang oleh masyarakat. Selain itu Obat Asli Indonesia (OAI) belum sepenuhnya dikembangkan dengan baik meskipun potensi yang dimiliki sangat besar. Pengawasan terhadap keamanan dan mutu obat dan kuliner telah dilakukan lebih luas meliputi produk pangan, pelengkap makanan, obat tradisional, kosmetika, produk terapetik/obat, dan NAPZA disertai dengan penyidikan kasus tindak pidana. Dalam hal tenaga kesehatan, Indonesia mengalami kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan yang diperlukan. Permasalahan besar ihwal SDM ialah inefisiensi dan inefektivitas SDM dalam menanggulangi problem kesehatan. Walaupun rasio SDM kesehatan telah meningkat, tetapi masih jauh dari sasaran Indonesia Sehat 2010 dan variasinya antar daerah masih tajam. Dengan produksi SDM kesehatan dari institusi pendidikan dikala ini, sasaran tersebut sulit untuk dicapai. Pada tahun 2003, rasio tenaga dokter 17.47, dokter seorang jago 5.2, Perawat 108.53, dan Bidan 28.40 per 100,000 penduduk.
Dalam aspek manajemen pembangunan kesehatan, dengan diterapkannya desentralisasi kesehatan, permasalahan yang dihadapi ialah kurangnya sinkronisasi kegiatan antara Pusat dan Daerah, peningkatan kapasitas SDM daerah terutama dalam perencanaan, peningkatan sistem informasi, terbatasnya pemahaman terhadap peraturan perundangan serta struktur organisasi kesehatan yang tidak konsisten.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, goresan pena ini secara khusus akan membahas permasalahan :
1) Bagaimana citra problem kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia dikala ini ?
2) Bagaimana taktik paradigma kesehatan dan konsep gres ihwal makna sehat ?
3) Bagaimana mengetahui sasaran dan taktik utama pembangunan kesehatan ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Dewasa ini di Indonesia terdapat beberapa problem kesehatan penduduk yang masih perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh dari semua pihak antara lain: anemia pada ibu hamil, kekurangan kalori dan protein pada bayi dan anak-anak, terutama di daerah endemic, kekurangan vitamin A pada anak, anemia pada kelompok mahasiswa, belum dewasa usia sekolah, serta bagaimana mempertahankan dan meningkatkan cakupan imunisasi. Permasalahan tersebut harus ditangani secara sungguh-sungguh lantaran dampaknya akan menghipnotis kualitas materi baku sumber daya insan Indonesia di masa yang akan datang.
Perubahan problem kesehatan ditandai dengan terjadinya banyak sekali macam transisi kesehatan berupa transisi demografi, transisi epidemiologi, transisi gizi dan transisi perilaku. Transisi kesehatan ini intinya telah membuat beban ganda (double burden) problem kesehatan.
1. Transisi demografi, contohnya mendorong peningkatan usia keinginan hidup yang meningkatkan proporsi kelompok usia lanjut sementara problem bayi dan BALITA tetap menggantung.
2. Transisi epidemiologi, menjadikan beban ganda atas penyakit menular yang belum pupus ditambah dengan penyakit tidak menular yang meningkat dengan drastis.
3. Transisi gizi, ditandai dengan gizi kurang dibarengi dengan gizi lebih.
4. Transisi perilaku, membawa masyarakat beralih dari sikap tradisional menjadi modern yang cenderung membawa resiko.
Masalah kesehatan tidak hanya ditandai dengan keberadaan penyakit, tetapi gangguan kesehatan yang ditandai dengan adanya perasaan terganggu fisik, mental dan spiritual. Gangguan pada lingkungan juga merupakan problem kesehatan lantaran sanggup memperlihatkan gangguan kesehatan atau sakit. Di negara kita mereka yang mempunyai penyakit diperkirakan 15% sedangkan yang merasa sehat atau tidak sakit ialah selebihnya atau 85%. Selama ini nampak bahwa perhatian yang lebih besar ditujukan kepada mereka yang sakit. Sedangkan mereka yang berada di antara sehat dan sakit tidak banyak mendapat upaya promosi. Untuk itu, dalam penyusunan prioritas anggaran, peletakan perhatian dan biaya sebesar 85 % seharusnya diberikan kepada 85% masyarakat sehat yang perlu mendapat upaya promosi kesehatan.
Dengan adanya tantangan menyerupai tersebut di atas maka diharapkan suatu perubahan paradigma dan konsep pembangunan kesehatan. Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan kesehatan antara lain :
1. Masih tingginya disparitas status kesehatan. Meskipun secara nasional kualitas kesehatan masyarakat telah meningkat, akan tetapi disparitas status kesehatan antar tingkat sosial ekonomi, antar kawasan, dan antar perkotaan-pedesaan masih cukup tinggi.
2. Status kesehatan penduduk miskin masih rendah.
3. Beban ganda penyakit. Dimana teladan penyakit yang diderita oleh masyarakat ialah penyakit nanah menular dan pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular, sehingga Indonesia menghadapi beban ganda pada waktu yang bersamaan (double burden)
4. Kualitas, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan masih rendah.
5. Terbatasnya tenaga kesehatan dan distribusinya tidak merata.
6. Perilaku masyarakat yang kurang mendukung teladan hidup higienis dan sehat.
7. Kinerja pelayanan kesehatan yang rendah.
8. Rendahnya kondisi kesehatan lingkungan. Masih rendahnya kondisi kesehatan lingkungan juga besar lengan berkuasa terhadap derajat kesehatan masyarakat. Kesehatan lingkungan merupakan kegiatan lintas sektor belum dikelola dalam suatu sistem kesehatan kewilayahan.
9. Lemahnya pemberian peraturan perundang-undangan, kemampuan sumber daya manusia, standarisasi, evaluasi hasil penelitian produk, pengawasan obat tradisional, kosmetik, produk terapetik/obat, obat orisinil Indonesia, dan sistem informasi.
B. Strategi Paradigma Kesehatan
Paradigma berkembang sebagai hasil sintesa dalam kesadaran insan terhadap informasi-informasi yang diperoleh baik dari pengalaman ataupun dari penelitian.
Dalam perkembangan akal pembangunan kesehatan maka memasuki kala reformasi untuk Indonesia gres telah terjadi perubahan teladan pikir dan konsep dasar strategis pembangunan kesehatan dalam bentuk paradigma sehat. Sebelumnya pembangunan kesehatan cenderung menggunakan paradigma sakit dengan menekankan upaya-upaya pengobatan (kuratif) terhadap masyarakat Indonesia.
Perubahan paradigma kesehatan dan pengalaman kita dalam menangani problem kesehatan di waktu yang lalu, memaksa kita untuk melihat kembali prioritas dan pengutamaan aktivitas dalam upaya meningkatkan kesehatan penduduk yang akan menjadi pelaku utama dan mempertahankan kesinambungan pembangunan.
Indonesia menjadi sumber daya insan sehat-produktif-kreatif, kita harus berfikir dan agak berbeda dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita perlu re-orientasi dalam taktik dan pendekatan. Pembangunan penduduk yang sehat tidak bisa dilakukan melalui pengobatan yang sedikit saja.
Perubahan paradigma dan re-orientasi fundamental yang perlu dilakukan ialah paradigma atau konsep yang semula menekankan pada penyembuhan penyakit berupa pengobatan dan meringankan beban penyakit diubah ke arah upaya peningkatan kesehatan dari sebagian besar masyarakat yang belum jatuh sakit supaya bias lebih berkontribusi dalam pembangunan.
C. Konsep Baru Tentang Makna Sehat
Konsep sakit-sehat senantiasa berubah sejalan dengan pengalaman kita ihwal nilai, tugas penghargaan dan pemahaman kita terhadap kesehatan. Dimulai pada zaman keemasan Yunani bahwa sehat itu sebagai virtue, sesuatu yang dibanggakan sedang sakit sebagai sesuatu yang tidak bermanfaat.
Filosofi yang berkembang pada dikala ini ialah filosofi Cartesian yang berorientasi pada kesehatan fisik semata-mata yang menyatakan bahwa seseorang disebut sehat kalau tidak ditemukan disfungsi alat tubuh. Mental dan roh bukan urusan dokter-dokter melainkan urusan agama. Setelah ditemukan bakteri penyebab penyakit batasan sehat juga berubah. Seseorang disebut sehat apabila sesudah diadakan investigasi secara seksama tidak ditemukan penyebab penyakit. Tahun lima puluhan kemudian definisi sehat WHO mengalami perubahan menyerupai yang tertera dalam UU kesehatan RI No. 23 tahun 1992 telah dimasukkan unsur hidup produktif sosial dan ekonomi.
Definisi terkini yang dianut di beberapa negara maju menyerupai Kanada yang mengutamakan konsep sehat produktif. Sehat ialah sarana atau alat untuk hidup sehari-hari secara produktif.
1. Paradigma Baru Kesehatan
Setelah tahun 1974 terjadi inovasi bermakna dalam konsep sehat serta mempunyai makna tersendiri bagi para jago kesehatan masyarakat di dunia tahun 1994 dianggap sebagai menunjukan dimulainya kala kebangkitan kesehatan masyarakat baru, lantaran semenjak tahun 1974 terjadi diskusi intensif yang berskala nasional dan internasional ihwal karakteristik, konsep dan metode untuk meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Setelah deklarasi Alma HFA-Year 2000 (1976), pertemuan Mexico (1990) dan Saitama (1991) para jago kesehatan dan pembuat kebijakan secara sedikit demi sedikit beralih dari orientasi sakit ke orientasi sehat. Perubahan tersebut antara lain disebabkan oleh :
a. Transisi epidemiologi pergeseran angka kesakitan dan maut yang semula disebabkan oleh penyakit nanah ke penyakit kronis, degeneratif dan kecelakaan.
b. Batasan ihwal sehat dari keadaan atau kondisi ke alat/sarana.
c. Makin jelasnya pemahaman kita ihwal faktor-faktor yang menghipnotis kesehatan penduduk.
Balonde (1974) dan diperkuat oleh Hendrik L. Blum (1974) dalam tulisannya secara terang menyampaikan bahwa “status kesehatan penduduk bukanlah hasil pelayanan medis semata-mata”. Akan tetapi faktor-faktor lain menyerupai lingkungan, sikap dan genetika justru lebih memilih terhadap status kesehatan penduduk, dimana perubahan pemahaman dan pengetahuan ihwal determinan kesehatan tersebut, tidak diikuti dengan perubahan kebijakan dalam upaya pelayanan kesehatan di Indonesia, menyerupai membuat peraturan perundang-undangan yang penting dalam Undang-undang kesehatan No. 23 tahun 1992 terutama yang berkaitan dengan upaya promotif dan preventif sebagaimana tujuan aktivitas kesehatan dalam GBHN.
2. Upaya Kesehatan
Program kesehatan yang mengutamakan upaya penyembuhan penyakit dalam jangka panjang sanggup menjadi bumerang terhadap aktivitas kesehatan itu sendiri, maka untuk menyongsong PJP-II aktivitas kesehatan yang diharapkan ialah aktivitas kesehatan yang lebih “efektif” yaitu aktivitas kesehatan yang mempunyai model-model training kesehatan (Health Development Model) sebagai paradigma pembangunan kesehatan yang diharapkan bisa menjawab tantangan sekaligus memenuhi PJP-II. Model ini menekankan pada upaya kesehatan dan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Mempersiapkan materi baku sumber daya insan yang berkualitas untuk 20-25 tahun mendatang.
b. Meningkatkan produktivitas sumber daya insan yang ada.
c. Melindungi masyarakat luas dari pencemaran melalui upaya promotif-preventif-protektif dengan pendekatan pro-aktif.
d. Memberi pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.
e. Promosi kesehatan yang memungkinkan penduduk mencapai potensi kesehatannya secara penuh (peningkatan vitalitas) penduduk yang tidak sakit (85%) supaya lebih tahan terhadap penyakit.
f. Pencegahan penyakit melalui imunisasi : bumil (ibu hamil), bayi, anak, dan juga melindungi masyarakat dari pencemaran.
g. Pencegahan, pengendalian, penanggulangan pencemaran lingkungan serta proteksi masyarakat terhadap imbas lingkungan jelek (melalui perubahan perilaku)
h. Penggerakan tugas serta masyarakat.
i. Penciptaan lingkungan yang memungkinkan masyarakat sanggup hidup dan bekerja secara sehat.
j. Pendekatan multi sektor dan inter disipliner.
k. Pengembangan kebijakan yang sanggup memberi proteksi pada kepentingan kesehatan masyarakat luas (tidak merokok di tempat umum).
l. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dasar bagi yang sakit.
Upaya kesehatan menyerupai tersebut diatas tidak lain merupakan bentuk-bentuk pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya pencegahan.
3. Kebijakan Kesehatan Baru
Perubahan paradigma kesehatan yang kini lebih menekankan pada upaya promotif-preventif dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif diharapkan merupakan titik balik kebijakan Depkes dalam menangani kesehatan penduduk yang berarti aktivitas kesehatan yang menitikberatkan pada training kesehatan bangsa bukan sekedar penyembuhan penyakit. Thomas Kuha menyatakan bahwa hampir setiap terobosan gres perlu didahului dengan perubahan paradigma untuk merubah kebiasaan dan cara berpikir yang lama. Upaya kesehatan di masa dating harus bisa membuat dan menghasilkan SDM Indonesia yang sehat produktif sehingga obsesi upaya kesehatan harus sanggup mengantarkan setiap penduduk mempunyai status kesehatan yang cukup.
4. Konsekuensi Implikasi dari Perubahan Paradigma
Perubahan paradigma kesehatan apabila dilaksanakan sanggup membawa dampak yang cukup luas. Hal itu disebabkan lantaran pengorganisasian upaya kesehatan yang ada, kemudahan pelayanan kesehatan yang ada, ialah merupakan wahana dan sarana pendukung dari penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada upaya penyembuhan penyakit, maka untuk mendukung terselenggaranya paradigma sehat yang berorientasi pada upaya promotif-preventif proaktif, community centered, partisipasi aktif dan pemberdayaan masyarakat, maka semua wahana tenaga dan sarana yang ada kini perlu dilakukan pembiasaan atau bahkan reformasi termasuk reformasi kegiatan dan aktivitas di pusat penyuluhan kesehatan.
5. Indikator Kesehatan
Untuk mengukur status kesehatan penduduk yang sempurna digunakan ialah indikator positif, bukan hanya indikator negatif (sakit, mati) yang cukup umur ini masih dipakai. WHO menyarankan supaya sebagai indikator kesehatan penduduk harus mengacu pada empat hal sebagai berikut :
a. Melihat ada tidaknya kelainan patosiologis pada seseorang
b. Mengukur kemampuan fisik
c. Penilaian atas kesehatan sendiri
d. Indeks massa tubuh
6. Tenaga Kesehatan
Peranan dokter, dokter gigi, perawat dan bidan dalam upaya kesehatan yang menekankan penyembuhan penyakit ialah sangat penting. Pengelolaan upaya kesehatan dan training bangsa yang sehat memerlukan pendekatan holistic yang lebih luas, menyeluruh, dan dilakukan terhadap masyarakat secara kolektif dan tidak individual.
Tenaga kesehatan harus bisa mengajak, memotivasi dan memberdayakan masyarakat, bisa melibatkan kerjasama lintas sektoral, bisa mengelola system pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif, bisa menjadi pemimpin, pelopor, training dan teladan hidup sehat.
7. Pemberdayaan Masyarakat
Dalam training dan pemberdayaan masyarakat yang sangat penting ialah bagaimana mengajak dan menggairahkan masyarakat untuk sanggup tertarik dan bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri dengan memobilisasi sumber dana yang ada pada mereka.
8. Kesehatan dan Komitmen Politik
Masalah kesehatan intinya ialah problem politik oleh lantaran itu untuk memecahkan problem kesehatan diharapkan janji politik. Dewasa ini masih terasa adanya anggapan bahwa unsur kesehatan penduduk tidak banyak berperan terhadap pembangunan sosial ekonomi.
Para penentu kebijakan banyak beranggapan sektor kesehatan lebih merupakan sektor konsumtif ketimbang sektor produktif sebagai penyedia sumber daya insan yang berkualitas, sehingga apabila ada kegoncangan dalam keadaan ekonomi negara alokasi terhadap sektor ini tidak akan meningkat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paradigma sehat merupakan suatu taktik gres pembangunan kesehatan yang memandang problem kesehatan sebagai suatu variable kontinyu, direncanakan dalam suatu system desentralisasi, dengan kegiatan pelayanan yang senantiasa bersifat promotif untuk mengentaskan kesehatan masyarakat, oleh tenaga kesehatan profesional bersama masyarakat yang partisipatif.
Selain itu, dalam paradigma sehat ini pengukuran derajat kesehatan masyarakat tidak semata-mata dilihat dari penurunan kesakitan/kematian (dengan menggunakan indikator negatif), tetapi lebih ditekankan pada pencapaian hasil peningkatan pada angka kesehatan (indikator Positif). Nilai indikator positif ini diperoleh sebagai dampak dari upaya kesehatan promotif yang telah dilaksanakan oleh tenaga kesehatan professional dan didukung besarnya penempatan biaya upaya promotif yang sesuai.
Paradigma sehat mempunyai orientasi dimana upaya peningkatan kesehatan masyarakat dititik beratkan pada :
1. Promosi kesehatan, peningkatan vitalitas penduduk yang tidak sakit (85%) supaya lebih tahan terhadap penyakit melalui olah raga, fitness dan vitamin.
2. Pencegahan penyakit melalui imunisasi pada ibu hamil, bayi dan anak.
3. Pencegahan pengendalian penanggulangan, pencemaran lingkungan serta proteksi masyarakat terhadap imbas jelek (melalui perubahan perilaku).
4. Memberi pengobatan bagi penduduk yang sakit, (15%) melalui pelayanan medis.
Paradigma sehat merupakan taktik pembangunan kesehatan untuk semua sehat di tahun 2010, dimana mengarah kepada mempertahankan kondisi sehat dan tidak sakit dan produktif yang dikenal dengan upaya promotif dan preventif ketimbang upaya kuratif yang hanya menekankan pada upaya penanganan orang-orang sakit.
B. Saran
1. Pembangunan kesehatan harus dipandang sebagai suatu investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2. Komitmen dan kerjasama antara negara berkembang dengan negara maju.
3. Meningkatkan kinerja pelayanan kesehatan lantaran merupakan salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk dalam upaya pembangunan kesehatan khususnya di Indonesia.
4. Peningkatan pemberdayaan masyarakat, kerjasama dengan semua pelaku pembangunan kesehatan, khususnya dengan Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) di semua jenjang manajemen pemerintahan dalam pembangunan kesehatan.
5. Kebijaksanaan pembangunan kesehatan pada tahap kini ini harus diarahkan pada upaya bagaimana membina bangsa yang sehat dan bukan bagaimana menyembuhkan mereka yang sakit.