Teori Filsafat Kebenaran Dan Tingkatannya
Kebenaran yakni satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
1. Tingkatan kebenaran indera yakni tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan kepercayaan dan kepercayaan
Manusia selalu mencari kebenaran, jikalau insan mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman wacana kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, insan akan mengalami kontradiksi batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan insan sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan insan juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence ® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
2. Teori Consistency ® Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jikalau kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan kawasan yang lain.
3. Teori Pragmatisme ® Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jikalau mereka mempunyai kegunaan bisa memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jikalau mengmbalikan pribadi insan di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa masalah dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah biar insan selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini insan harus bisa melaksanakan pembiasaan dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
4. Kebenaran Religius ® Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, alasannya kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban kiprah utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, memberikan nilai-nilai kebenaran. Semua orang yang berhasrat untuk menyayangi kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran. Kebenaran yakni satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.
Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir insan sudah usang menjadi penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyidik secara terus menerus apakah hakekat kebenaran itu?
Jika insan mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman wacana kebenaran, tanpa melaksanakan kebenaran tersebut insan akan mengalami kontradiksi batin, konflik spikologis. Menurut para hebat filsafat itu bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya
Dalam kehidupan manusia, kebenaran yakni fungsi rohaniah. Manusia di dalam kepribadian dan kesadarannya tak mungkin tnapa kebanran.
Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi :
5. Tingkatan kebenaran indera yakni tingakatan yang paling sederhanan dan pertama yang dialami manusia
6. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indara, diolah pula dengan rasio
7. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya
8. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan kepercayaan dan kepercayaan
Keempat tingkat kebenarna ini berbeda-beda wujud, sifat dan kualitasnya bahkan juga proses dan cara terjadinya, disamping potensi subyek yang menyadarinya. Potensi subyek yang dimaksud disini ialah aspek kepribadian yang menangkap kebenarna itu. Misalnya pada tingkat kebenaran indera, potensi subyek yang menangkapnya ialah panca indra.
Kebenaran itu ialah fungsi kejiwaan, fungsi rohaniah. Manusia selalu mencari kebanran itu, membina dan menyempurnakannya sejalan dengan kematangan kepribadiannya.
Ukuran Kebenarannya :
– Berfikir merupakan suatu aktifitas insan untuk menemukan kebenaran
– Apa yang disebut benar oleh seseorang belum tentu benar bagi orang lain
– Oleh alasannya itu diharapkan suatu ukuran atau kriteria kebenaran
Jenis-jenis Kebenaran :
1. Kebenaran Epistemologi (berkaitan dengan pengetahuan)
2. Kebenaran ontologis (berkaitan dengan sesuatu yang ada/ diadakan)
3. Kebenaran semantis (berkaitan dengan bahasa dan tutur kata)
Manusia selalu mencari kebenaran, jikalau insan mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman wacana kebenran, tanpa melaksankan konflik kebenaran, insan akan mengalami kontradiksi batin, konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan insan sesuatu yang dilakukan harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan insan juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana selalu ditunjukkan oleh kebanaran.
Kebenaran agama yang ditangkap dengan seluruh kepribadian, terutama oleh akal nurani merupakan puncak kesadaran manusia. Hal ini bukan saja alasannya sumber kebnarna itu bersal dari Tuhan Yang Maha Esa supernatural melainkan juga alasannya yang mendapatkan kebenaran ini yakni satu subyek dengna integritas kepribadian. Nilai kebenaran agama menduduki status tertinggi alasannya wujud kebenaran ini ditangkap oleh integritas kepribadian. Seluruh tingkat pengalaman, yakni pengalaman ilmiah, dan pengalaman filosofis terhimpun pada puncak kesadaran religius yang dimana di dalam kebenaran ini mengandung tujuan hidup insan dan sangat berarti untuk dijalankan oleh manusia.
B. Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat
1. Teori Corespondence
Masalah kebenaran berdasarkan teori ini hanyalah perbandingan antara realita oyek (informasi, fakta, peristiwa, pendapat) dengan apa yang ditangkap oleh subjek (ide, kesan). Jika pandangan gres atau kesan yang dihayati subjek (pribadi) sesuai dengan kenyataan, realita, objek, maka sesuatu itu benar.
Teori korispodensi (corespondence theory of truth) ® menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.
Kebenaran yakni kesesuaian pernyataan dengan fakta, yang berselaran dengan realitas yang harmonis dengan sitasi aktual. Dengan demikian ada lima unsur yang perlu yaitu :
1. Statemaent (pernyataan)
2. Persesuaian (agreemant)
3. Situasi (situation)
4. Kenyataan (realitas)
5. Putusan (judgements)
Kebenaran yakni fidelity to objektive reality (kesesuaian pikiran dengan kenyataan). Teori ini dianut oleh aliran realis. Pelopornya plato, aristotels dan moore dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Sina, Thomas Aquinas di era skolatik, serta oleh Berrand Russel pada era moderen.
Cara berfikir ilmiah yaitu logika induktif menggunakan teori korespodensi ini. Teori kebenaran menuru corespondensi ini sudah ada di dalam masyarakat sehingga pendidikan tabiat bagi belum dewasa ialah pemahaman atas pengertian-pengertian tabiat yang telah merupakan kebenaran itu. Apa yang diajarkan oleh nilai-nilai tabiat ini harus diartikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan anak di dalam tingkah lakunya.
Artinya anak harus mewujudkan di dalam kenyataan hidup, sesuai dengan nilai-nilai tabiat itu. Bahkan anak harus bisa mengerti hubungan antara peristiwa-peristiwa di dalam kenyataan dengan nilai-nilai tabiat itu dan menilai adakah kesesuaian atau tidak sehingga kebenaran berwujud sebagai nilai standard atau asas normatif bagi tingkah laku. Apa yang ada di dalam subyek (ide, kesan) termasuk tingkah laris harus dicocokkan dengan apa yang ada di luar subyek (realita, obyek, nilai-nilai) bila sesuai maka itu benar.
2. Teori Consistency
Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jikalau kesan-kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan kawasan yang lain.
Menurut teori consistency untuk menetapkan suatu kebenarna bukanlah didasarkan atas hubungan subyek dengan realitas obyek. Sebab apabila didasarkan atas hubungan subyek (ide, kesannya dan comprehensionnya) dengan obyek, pastilah ada subyektivitasnya. Oleh alasannya itu pemahaman subyek yang satu wacana sesuatu realitas akan mungkin sekali berbeda dengan apa yang ada di dalam pemahaman subyek lain.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah yaitu sebagai usaha yang sering dilakukan di dalam penelitian pendidikan khsusunya di dalam bidang pengukuran pendidikan.
Teori konsisten ini tidaklah bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori konsistensi yakni pendalaman dankelanjutan yang teliti dan teori korespondensi. Teori korespondensi merupakan pernyataan dari arti kebenaran. Sedah teori konsistensi merupakan usaha pengujian (test) atas arti kebenaran tadi.
Teori koherensi (the coherence theory of trut) menganggap suatu pernyataan benar bila di dalamnya tidak ada perntentangan, bersifat koheren dan konsisten dengna pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian suatu pernyataan dianggap benar, jikalau pernyataan itu dilaksanakan atas pertimbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Rumusan kebenaran yakni turth is a sistematis coherence dan trut is consistency. Jika A = B dan B = C maka A = C
Logika matematik yang deduktif menggunakan teori kebenaran koherensi ini. Logika ini menjelaskan bahwa kesimpulan akan benar, jikalau premis-premis yang dipakai juga benar. Teori ini dipakai oleh aliran metafisikus rasional dan idealis.
Teori ini sudah ada semenjak Pra Socrates, kemudian dikembangan oleh Benedictus Spinoza dan George Hegel. Suatu teori dianggapbenar apabila telah dibuktikan (klasifikasi) benar dan tahan uji. Kalau teori ini bertentangan dengan data terbaru yagn benar atau dengan teori usang yang benar, maka teori itu akan gugur atau batal dengan sendirinya.
3. Teori Pragmatisme
Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jikalau mereka mempunyai kegunaan bisa memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu benar, jikalau mengmbalikan pribadi insan di dalamkeseimbangan dalam keadaan tanpa masalah dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah biar insan selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini insan harus bisa melaksanakan pembiasaan dengan tuntutan-tuntutan lingkungan.
Dalam dunia pendidikan, suatu teori akan benar jikalau ia menciptakan segala sesutu menjadi lebih terperinci dan bisa mengembalikan kontinuitas pengajaran, jikalau tidak, teori ini salah.
Jika teori itu praktis, bisa memecahkan problem secara sempurna barulah teori itu benar. Yang sanggup secara efektif memecahkan masalah itulah teori yang benar (kebenaran).
Teori pragmatisme (the pragmatic theory of truth) menganggap suatu pernyataan, teori atau dalil itu memliki kebanran bila mempunyai kegunaan dan manfaat bagi kehidupan manusia.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenarannya dengan kegunaan (utility) sanggup dikerjakan (workobility) dan tanggapan yagn memuaskan (satisfaktor consequence). Oleh alasannya itu tidak ada kebenaran yang mutak/ tetap, kebenarannya tergantung pada manfaat dan akibatnya.
Akibat/ hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis yakni :
1. Sesuai dengan harapan dan tujuan
2. Sesuai dengan teruji dengan suatu eksperimen
3. Ikut membantu dan mendorong usaha untuk tetap eksis (ada)
Teori ini merupakan santunan paling nyata dari pada filsup Amerika tokohnya adalha Charles S. Pierce (1914-1939) dan diikuti oleh Wiliam James dan John Dewey (1852-1859).
Wiliam James contohnya menekankan bahwa suatu pandangan gres itu benar terletak pada konsikuensi, pada hasil tindakan yang dilakukan. Bagi Dewey konsikasi tidaklah terletak di dalam pandangan gres itu sendiri, malainkan dalam hubungan pandangan gres dengan konsekuensinya sesudah dilakukan. Teory Dewey bukanlah mengerti obyek secara eksklusif (teori korepondensi) atau cara tak eksklusif melalui kesan-kesan dari pada realita (teori konsistensi). Melainkan mengerti segala sesuai melalui praktek di dalam kegiatan solving.
4. Kebenaran Religius
Kebenaran yakni kesan subjek wacana suatu realita, dan perbandingan antara kesan dengan realita objek. Jika keduanya ada persesuaian, persamaan maka itu benar.
Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi seluruh umat manusia, alasannya kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.
Nilai kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan itu yakni objektif namun bersifat superrasional dan superindividual. Bahkan bagi kaum religius kebenarn aillahi ini yakni kebenarna tertinggi, dimnaa semua kebanaran (kebenaran inderan, kebenaran ilmiah, kebenaran filosofis) taraf dan nilainya berada di bawah kebanaran ini :
Agama sebagai teori kebenaran
Ketiga teori kebenaran sebelumnya menggunakan alat, budi,fakta, realitas dan kegunaan sebagai landasannya. Dalam teori kebanran agama dipakai wahyu yang bersumber dari Tuhan. Sebagai makluk pencari kebeanran, insan dan mencari dan menemukan kebenaran melalui agama. Dengan demikian, sesuatu dianggap benar bila sesuai dan koheren dengan pedoman agama atau wahyu sebagai penentu kebenaran mutlak.agama dengan kitab suci dan haditsnya sanggup menawarkan jawaban atas segala masalah manusia, termasuk kebenaran.
BAB III
KESIMPULAN
Bahwa kebanran itu sangat ditentukan oleh potensi subyek kemudian pula tingkatan validitas. Kebanran ditentukan oleh potensi subyek yang berperanan di dalam penghayatan atas sesuatu itu.
Bahwa kebenaran itu yakni perwujudan dari pemahaman (comprehension) subjek wacana sesuatu terutama yang bersumber dari sesuatu yang diluar subyek itu realita, perisitwa, nilai-nilai (norma dan hukum) yang bersifat umum.
Bahwa kebenaran itu ada yang relatif terbatas, ada pula yang umum. Bahkan ada pula yang mutlak, infinit dan universal. Wujud kebenaran itu ada yang berupa penghayatan lahiriah, jasmaniah, indera, ada yang berupa ide-ide yang merupkan pemahaman potensi subjek (mental,r asio, intelektual).
Bahwa substansi kebenaran yakni di dalam antaraksi kepribadian insan dengan alam semesta. Tingkat wujud kebenaran ditentukan oleh potensi subjek yang menjangkaunya.
Semua teori kebanrna itu ada dan dipraktekkan insan di dalam kehidupan nyata. Yang mana masing-masing mempunyai nilai di dalam kehidupan manusia.
BAB IV
DAFTAR BACAAN
Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional
Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius