Tentang Pengguguran Pada Remaja

BAB I
PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
Lebih dari separuh (104,6 juta orang) dari total penduduk Indonesia (208,2 juta orang) yaitu perempuan. Namun, kualitas hidup perempuan jauh tertinggal dibandingkan laki-laki. Masih sedikit sekali perempuan yang menerima terusan dan peluang untuk berpartisipasi optimal dalam proses pembangunan. Tidak heran bila jumlah perempuan yang menikmati hasil pembangunan lebih terbatas dibandingkan laki-laki. Hal itu terlihat dari semakin turunnya nilai Gender-related Development Index (GDI) Indonesia dari 0,651 atau peringkat ke 88 (HDR 1998) menjadi 0,664 atau peringkat ke 90 (HDR 2000) (GOI & UNICEF, 2000). GDI mengukur angka cita-cita hidup, angka melek huruf, angka partisipasi murid sekolah, dan pendapatan kotor per kapita (Gross Domestic Product/GDP) riil per kapita antara pria dan perempuan. Di bidang pendidikan, terdapat perbedaan terusan dan peluang antara pria dan perempuan terhadap kesempatan memperoleh pendidikan. Menurut Susenas 1999, jumlah perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta aksara (14,1%) lebih besar daripada pria pada usia yang sama (6,3%) (GOI & UNICEF, 2000).
Angka Kematian Ibu (AKI) berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia (SDKI) 1994 masih cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran (GOI & UNICEF, 2000). Penyebab kematian ibu terbesar (58,1%) yaitu perdarahan dan eklampsia. Kedua alasannya itu sesungguhnya sanggup dicegah dengan investigasi kehamilan (antenatal care/ANC) yang memadai. Walaupun proporsi perempuan usia 15-49 tahun yang melaksanakan ANC minimal 1 kali telah mencapai lebih dari 80%, tetapi berdasarkan SDKI 1994, hanya 43,2% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Persalinan oleh tenaga kesehatan berdasarkan SDKI 1997, masih sangat rendah, di mana sebesar 54% persalinan masih ditolong oleh dukun bayi (GOI & UNICEF, 2000).
Namun tidak semua kehamilan dibutuhkan kehadirannya. Setiap tahunnya, dari 175 juta kehamilan yang terjadi di dunia terdapat sekitar 75 juta perempuan yang mengalami kehamilan tak diinginkan (Sadik 1997). Banyak hal yang menyebabkan
Seorang perempuan tidak menginginkan kehamilannya, antara lain lantaran perkosaan, kehamilan yang terlanjur tiba pada dikala yang belum diharapkan, janin dalam kandungan menderita cacat berat, kehamilan di luar nikah, gagal KB, dan sebagainya. Ketika seorang perempuan mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD), diantara jalan keluar yang ditempuh yaitu melaksanakan upaya aborsi, baik yang dilakukan sendiri maupun dengan tunjangan orang lain. Banyak diantaranya yang tetapkan untuk mengakhiri kehamilannya dengan mencari pertolongan yang tidak kondusif sehingga mereka mengalami komplikasi serius atau kematian lantaran ditangani oleh orang yang tidak kompeten atau dengan peralatan yang tidak memenuhi standar
Keputusan untuk melaksanakan pengguguran bukan merupakan pilihan yang mudah. Banyak perempuan harus berperang melawan perasaan dan kepercayaannya mengenai nilai hidup seorang calon insan yang dikandungnya, sebelum karenanya mengambil keputusan. Belum lagi evaluasi moral dari orang-orang sekitarnya bila hingga tindakannya ini diketahui. Hanya orang-orang yang bisa berempati yang bisa mencicipi betapa perempuan berada dalam posisi yang sulit dan menderita ketika harus tetapkan untuk mengakhiri kehamilannya.
Aborsi sering kali ditafsirkan sebagai pembunuhan bayi, walaupun secara terang Badan Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan pengguguran sebagai penghentian kehamilan sebelum janin sanggup hidup di luar kandungan atau kurang dari 22 ahad (WHO 2000). Dengan perkembangan tehnologi kedokteran yang sedemikian pesatnya, sesungguhnya perempuan tidak harus mengalami kesakitan apalagi kematian lantaran pengguguran sudah sanggup diselenggarakan secara sangat kondusif dengan memakai tehnologi yang sangat sederhana. Bahkan dikatakan bahwa pengguguran oleh tenaga profesional di tempat yang memenuhi standar, tingkat keamanannya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan bila melanjutkan kehamilan hingga persalinan.
Sayangnya, masih banyak perempuan di Indonesia tidak sanggup menikmati kemajuan tehnologi kedokteran tersebut. Mereka yang tidak punya pilihan lain, terpaksa beralih ke tenaga yang tidak kondusif yang menimbulkan mereka beresiko terhadap kesakitan dan kematian. Terciptanya kondisi ini terutama disebabkan lantaran aturan di Indonesia masih belum berpihak kepada perempuan dengan melarang tindakan ini untuk dilakukan kecuali untuk menyelamatkan ibu dan bayinya. Akibatnya, banyak tenaga profesional yang tidak bersedia mengatakan pelayanan ini; walaupun ada, seringkali diberikan dengan biaya yang sangat tinggi lantaran besarnya konsekuensi yang harus ditanggung bila diketahui oleh pihak yang berwajib. Perkiraan jumlah pengguguran di Indonesia setiap tahunnya cukup beragam. Hull, Sarwono dan Widyantoro (1993) memperkirakan antara 750.000 hingga 1.000.000 atau 18 pengguguran per 100 kehamilan. Saifuddin (1979 di dalam Pradono dkk 2001) memperkirakan sekitar 2,3 juta. Sedangkan sebuah studi terbaru yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia memperkirakan angka peristiwa pengguguran di Indonesia per tahunnya sebesar 2 juta (Utomo dkk 2001).
Menjadi remaja berarti menjalani proses berat yang membutuhkan banyak pembiasaan dan menimbulkan kecemasan. Lonjakan pertumbuhan badani dan pematangan organ-organ reproduksi yaitu salah satu problem besar yang mereka hadapi. Perasaan seksual yang menguat tak bisa tidak dialami oleh setiap remaja meskipun kadarnya berbeda satu dengan yang lain. Begitu juga kemampuan untuk mengendalikannya.
Di Indonesia dikala ini 62 juta remaja sedang bertumbuh di Tanah Air. Artinya, satu dari lima orang Indonesia berada dalam rentang usia remaja. Mereka yaitu calon generasi penerus bangsa dan akan menjadi orangtua bagi generasi berikutnya. Tentunya, sanggup dibayangkan, betapa besar imbas segala tindakan yang mereka lakukan dikala ini kelak di kemudian hari tatkala menjadi cukup umur dan lebih jauh lagi bagi bangsa di masa depan.
Ketika mereka harus berjuang mengenali sisi-sisi diri yang mengalami perubahan fisik-psikis-sosial akhir pubertas, masyarakat justru berupaya keras menyembunyikan segala hal perihal seks, meninggalkan remaja dengan berjuta tanda tanya yang kemudian lalang di kepala mereka.
Pandangan bahwa seks yaitu tabu, yang telah sekian usang tertanam, menciptakan remaja enggan berdiskusi perihal kesehatan reproduksi dengan orang lain. Yang lebih memprihatinkan, mereka justru merasa paling tak nyaman bila harus membahas seksualitas dengan anggota keluarganya sendiri.
Tak tersedianya informasi yang akurat dan “benar” perihal kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya mencari terusan dan melaksanakan eksplorasi sendiri. Arus komunikasi dan informasi mengalir deras mengatakan petualangan yang menantang. Majalah, buku, dan film pornografi yang memaparkan kenikmatan hubungan seks tanpa mengajarkan tanggung jawab yang harus disandang dan risiko yang harus dihadapi, menjadi contoh utama mereka. Mereka juga melalap “pelajaran” seks dari internet, meski dikala ini acara situs pornografi gres sekitar 2-3%, dan sudah muncul situs-situs pelindung dari pornografi . Hasilnya, remaja yang beberapa generasi kemudian masih malu-malu kini sudah mulai melaksanakan hubungan seks di usia dini, 13-15 tahun.
Hasil penelitian di beberapa tempat memperlihatkan bahwa seks pra-nikah belum terlampau banyak dilakukan. Di Jatim, Jateng, Jabar dan Lampung: 0,4 – 5% Di Surabaya: 2,3% Di Jawa Barat: perkotaan 1,3% dan pedesaan 1,4%. Di Bali: perkotaan 4,4.% dan pedesaan 0%. Tetapi beberapa penelitian lain menemukan jumlah yang jauh lebih fantastis, 21-30% remaja Indonesia di kota besar menyerupai Bandung, Jakarta, Yogyakarta telah melaksanakan hubungan seks pra-nikah.
Berdasarkan hasil penelitian Annisa Foundation pada tahun 2006 yang melibatkan siswa Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengan Atas di Cianjur terungkap 42,3 persen pelajar telah melaksanakan hubungan seks yang pertama dikala duduk di kursi sekolah. Beberapa dari siswa mengungkapkan, ia melaksanakan hubungan seks tersebut berdasarkan suka dan tanpa paksaan.
Ketakutan akan eksekusi dari masyarakat dan terlebih lagi tidak diperbolehkannya remaja putri belum menikah mendapatkan layanan keluarga berencana memaksa mereka untuk melaksanakan aborsi, yang sebagian besar dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa mempedulikan standar medis. Data WHO menyebutkan bahwa 15-50 persen kematian ibu disebabkan lantaran pengguguran kandungan yang tidak aman. Bahkan Departemen Kesehatan RI mencatat bahwa setiap tahunnya terjadi 700 ribu kasus pengguguran pada remaja atau 30 persen dari total 2 juta kasus di mana sebgaian besar dilakukan oleh dukun.
B.       RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas, maka problem sanggup dirumuskan sebagai berikut :
1.    Pengertian Abortus.
2.    Jenis-jenis Abortus dan Penanganannya.
3.    Faktor-faktor Terjadinya Abortus.
4.    Tindakan Abortus.
5.    Pelaku Abortus.
6.    Contoh Abortus.
7.    Resiko Abortus.
C.      TUJUAN PENULISAN
Berdasarkan rumusan problem diatas, tujuan dari penulisan makalah yaitu :
1.      Untuk mengetahui pengertian abortus.
2.      Untuk mengetahui jenis-jenis abortus dan penanganannya.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor terjadinya abortus.
4.      Untuk mengetahui tindakan dalam abortus.
5.      Untuk mengetahui pelaku abortus.
6.      Untuk mengetahi contoh abortus.
7.      Untuk mengetahui resiko melaksanakan abortus.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Abortus
Perkataan abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Sardikin Ginaputra dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia memberi pengertian abortus sebagai pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin sanggup hidup di luar kandungan. Kemudian berdasarkan Maryono Reksodipura dari Fakultas Hukum UI, abortus yaitu pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum sanggup lahir secara alamiah). Dari pengertian di atas sanggup dikatakan, bahwa abortus yaitu suatu perbuatan untuk mengakhiri masa kehamilan dengan mengeluarkan janin dari kandungan sebelum janin itu sanggup hidup di luar kandungan.
Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/ tiba bulan/ haid, tetapi dalam praktek menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap perempuan yang merasa terlambat waktu menstruasi dan berdasarkan hasil investigasi laboratorium ternyata positif dan mulai mengandung. Maka ia minta ”dibereskan janinnya” itu. Maka jelaslah, bahwa menstrual regulation itu pada hakikatnya yaitu abortus provocatus criminalis, sekalipun dilakukan oleh dokter. Karena itu abortus dan menstrual regulation itu pada hakikatnya yaitu pembunuhan janin secara terselubung. Karena itu, berdasarkan Kitab UU Hukum Pidana (KUHP) pasal 299, 346, 348 dan 349, negara melarang abortus, termasuk menstrual regulation dan sangsi hukumannya cukup berat bahwa hukumannya tidak hanya ditujukan kepada perempuan yang bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini sanggup dituntut menyerupai dokter, dukun bayi, tukang obat dan sebagainya yang mengobati atau menyuruh/ membantu/ melakukannya sendiri.
B.       Jenis-jenis Abortus dan Penanganannya
Abortus imminens yaitu terjadinya perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, janin masih dalam uterus, tanpa adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum disertai mual, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka, dan tes kehamilan positif. Penanganannya : 1) Berbaring, cara ini menimbulkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan sehingga rangsang mekanik berkurang. 2) Pemberian hormon progesterone. 3) Pemeriksaan USG (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Abortus insipiens yaitu peristiwa peradangan uterus pada kehamilan sebelum 20 ahad dengan adanya dilatasi serviks. Diagnosisnya rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran janin dengan kuret vakum atau cunam ovum, disusul dengan kerokan. Pada kehamilan lebih dari 12 ahad ancaman peforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infuse oksitosin. Sebaliknya secara digital dan kerokan bila sisa plasenta tertinggal ancaman perforasinya kecil (Sarwono Prawirohardjo,2002).
Abortus inkompletus yaitu pengeluaran sebagian janin pada kehamilan sebelum 20 ahad dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Pada investigasi vaginal, servikalis terbuka dan jaringan sanggup diraba dalam kavum uteri atau kadang – kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa janin dikelurkan, sanggup menimbulkan syok. Penanganannya, diberikan infuse cairan NaCl fisiologik dan transfusi, setelah trauma diatasi dilakukan kerokan. Saat tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Penderita abortus kompletus ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil dan tidak memerlukan pengobatan khusus, apabila menderita anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfuse (Sarwono Prawirohardjo, 2002).
Missed abortion yaitu kehamilan yang tidak normal, janin mati pada usia kurang dari 20 hari dan tidak sanggup dihindari (James L Lindsey,MD , 2007). Gejalanya menyerupai abortus immines yang kemudian menghilang secara impulsif disertai kehamilan menghilang, mamma agak mengendor, uterus mengecil, tes kehamilan negative. Dengan USG sanggup diketahui apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan (Sarwono Prawirohardjo,2002). Dengan human chorionic gonadotropin (hCG) tests bisa diketahui kemungkinan keguguran (James L Lindsey,MD , 2007).Biasanya terjadi pembekuan darah. Penanganannya, Pada kehamilan kurang dari 12 ahad dilakukan pembukaan serviks uteri dengan laminaria selama + 12 jam kedalam servikalis, yang kemudian diperbesar dengan busi hegar hingga cunam ovum atau jari sanggup masuk ke dalam kavum uteri. Pada kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran janin dengan infuse intravena oktsitosin takaran tinggi. Apabila fundus uteri tingginya hingga 2 jari dibawah pusat, maka pengeluaran janin sanggup dikerjakan dengan penyuntikan larutan garam 20% kedalam dinding uteri melalui dinding perut. Apabila terdapat hipofibrinogenemia, perlu persediaan fibrinogen (Sarwono Prawirohardjo,2002). Pemberian misoprostol (Cytotec) 400-800 mcg dengan takaran tunggal atau ganda untuk mengurangi rasa sakit (James L Lindsey,MD , 2007).
Medical pengguguran yaitu cara terakhir untuk melindungi menyerupai surgical pengguguran dengan mengetahui resiko kehamilan ectropic , pengguguran spontan, kelahiran dengan berat yang minim, dan  kelahiran premature sebagai rangkaian kehamilan.  Efek medical pengguguran berturut-turut dalam kehamilan yaitu sulit untuk hamil lagi, disebabkan kematian ditiga ahad pertama kehamilan. Faktor resiko untuk kehamilan ectropic ditemukan dengan kenaikan resiko yang signifikan untuk kehamilan ectopic bekerjasama dengan pengguguran medik tetapi tidak dengan surgical abortion,sebagai bandingan dengan perempuan yang tidak pernah melaksanakan aborsi. (Professor Paul D. Blumenthal, MD, MPH and Beverly Winikoff, MD, MPH,  2007.)
Setelah abortus pertumbuhan virus Chlamydia, gonorrhoea dan bacterial vaginosis meningkat. Untuk mengurangi abses setelah abortus diberikan antibiotik 1 g rectally,  azithromycin 1 g pada dikala abortus, dan doxycycline 100 mg secara oral 2 kali per hari selama 1 minggu. (Janesh K. Gupta and Cara Williams, 2004)
C.      Faktor-faktor Terjadinya Abortus
Hal yang menimbulkan fenomena tersebut yaitu faktor ovovetal dan ibu (Derek liewollyn & Jones, 2002).
Faktor ovovetal yang menimbulkan abortus yaitu kelainan pertumbuhan janin dan kelainan pada plasenta. Penyebab kelainan pertumbuhan janin ialah kelainan kromosom, lingkungan kurang sempurna, dan imbas dari luar. Kelainan plasenta disebabkan endarteritis pada villi koriales yang menghambat oksigenisasi plasenta sehingga terjadi gangguan pertumbuhan bahkan menimbulkan kematian (Prawirohardjo, S, 2002).
Keadaan ibu yang menimbulkan abortus antara lain: 1) penyakit Ibu menyerupai pneumonia, tifus abdominalis, pielonefritis, malaria, 2) toksin, bakteri,  virus, plasmodium masuk ke janin menimbulkan kematian sehingga terjadi abortus, 3) penyakit menahun, dan 4) kelainan traktus genitalis, menyerupai inkompetensi serviks, retroversi uteri, mioma uteri, dan kelainan bawaan uterus (Prawirohardjo, S, 2002).
Pada awal abortus terjadi pendarahan yang menimbulkan janin terlepas. Pada kehamilan kurang dari 8 ahad janin biasanya dikeluarkan seluruhnya lantaran villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 ahad villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan tepat sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, S, 2002)
D.      Tindakan Abortus
Ada dua macam tindakan aborsi, yaitu:
1.    Aborsi dilakukan sendiri
Aborsi yang dilakukan sendiri contohnya dengan cara memakan obat-obatan yang membahayakan janin atau dengan melaksanakan perbuatan-perbuatan yang dengan sengaja ingin menggugurkan janin.
2.    Aborsi dilakukan orang lain
Orang lain di sini bisa seorang dokter, bidan atau dukun beranak. Cara-cara yang dipakai juga beragam.
Aborsi yang dilakukan seorang dokter atau bidan pada umumnya dalam 5 tahapan, yaitu:
a.    Bayi dibunuh dengan cara ditusuk atau diremukkan di dalam kandungan.
b.    Bayi dipotong-potong tubuhnya biar gampang dikeluarkan.
c.    Bayi dikeluarkan dengan memakai tan.
d.   Potongan-potongan disusun kembali untuk memastikan bayi sudah keluar semua
e.    Potongan-potongan bayi kemudian dibuang ke tempat sampai/sungai, dikubur di tanah kosong, atau dibakar di tungku.
Sedangkan seorang dukun beranak, biasanya melaksanakan pengguguran dengan cara memberi ramuan obat pada calon ibu dan berdasarkan perut calon ibu untuk mengeluarkan secara paksa janin dalam kandungannya. Hal ini sangat berbahaya, alasannya pengurutan belum tentu membuahkan hasil yang diinginkan dan kemungkinan malam membawa cara bagi janin dan stress berat hebat bagi calon ibu.
E.       Pelaku Abortus
Profil pelaku pengguguran di Indonesia tidak sama persis dengan di Amerika. Akan tetapi citra di bawah ini mengatakan kita materi untuk dipertimbangkan menyerupai tertulis dalam buku fact of life oleh Brian Clowes, phd: para perempuan pelaku pengguguran adalah:
Ø Wanita muda
Lebih dari separuh perempuan pelaku aborsi, yaitu mereka yang berusia di bawah 25 tahun. Bahkan dari mereka yaitu perempuan remaja berusia dibawah 19 tahun
Usia
Jumlah
%
Dibawah 15 tahun
15-17 tahun
18-19 tahun
20-24 tahun
25-29 tahun
30-34 tahun
35-39 tahun
40 tahun ke atas
14.200
154.500
224.000
527.700
334.900
188.500
90.400
23.800
0.9
9.9
14.4
33.9
21.5
12.1
5.8
1.5
Ø Belum menikah
Jika terjadi kehamilan di luar nikah, 82% perempuan di Amerika akan melaksanakan aborsi. Jadi, para perempuan muda yang hamil di luar nikah, cenderung dengan gampang akan menentukan membunuh anaknya sendiri.
Untuk di Indonesia, jumlah ini tentunya lebih besar lantaran di dalam budbahasa Timur kehamilan di luar nikah yaitu merupakan aib, dan merupakan suatu peristiwa yang sangat tidak bisa diterima masyarakat maupun lingkungan keluarga.
Waktu aborsi
Proses pengguguran dilakukan pada banyak sekali tahap kehamilan. Menurut data statistik yang ada di Amerika, pengguguran dilakukan dengan frekuensi yang tinggi pada banyak sekali usia janin
Usia janin (minggu)
Kasus aborsi
13-15
16-20
21-26
> 26
90.000
60.000
15.000
600
F.       Contoh Abortus
·      Pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)
Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, pengguguran dilakukan dengan cara memakai alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut pribadi terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, sanggup dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang gres dibunuh tersebut.
·      Pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
Pada tahap ini, dimana janin gres berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan memakai semacam tang khusus untuk pengguguran (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan memakai tang tersebut, dengan cara menusuk belahan manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, pundak atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh belahan tubuhnya disobek-sobek menjadi belahan kecil-kecil biar gampang dikeluarkan dari kandungan. Dalam klinik aborsi, bisa dilihat potongan-potongan bayi yang dihancurkan ini. Ada potongan tangan, potongan kaki, potongan kepala dan bagian-bagian tubuh lain yang mungil. Anak tak berdosa yang masih sedemikian kecil telah dibunuh dengan cara yang paling mengerikan.
·      Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 hingga 6 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa mencicipi sakit, lantaran jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik.
Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang pribadi dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan memperabukan kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan karenanya – setelah menderita selama berjam-jam hingga satu hari – bayi itu karenanya meninggal. Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras. Aborsi bukan saja merupakan pembunuhan, tetapi pembunuhan secara amat keji. Setiap perempuan harus sadar mengenai hal ini.
·      Aborsi pada kehamilan besar (6 hingga 9 bulan)
Pada tahap ini, bayi sudah sangat terang terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih terang dan otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus menyerupai ini, proses pengguguran dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh.
Cara membunuhnya gampang saja, biasanya pribadi dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan kedalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan pengguguran itu selesai. Selesai dengan tuntas – hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam pengguguran ini – bahwa pembunuhan keji telah terjadi. Semua proses ini seringkali tidak disadari oleh para perempuan calon ibu yang melaksanakan aborsi. Mereka merasa bahwa pengguguran itu cepat dan tidak sakit, mereka tidak sadar lantaran dibawah imbas obat bius. Mereka bisa segera pulang tidak usang setelah pengguguran dilakukan. Benar, bagi sang wanita, proses pengguguran cepat dan tidak sakit. Tapi bagi bayi, itu yaitu proses yang sangat mengerikan, menyakitkan, dan benar-benar tidak manusiawi.
Kematian bayi yang tidak berdosa itu tidak disaksikan oleh sang calon ibu. Seorang perempuan yang kelak menjadi ibu yang seharusnya memeluk dan menggendong bayinya, telah menjadi algojo bagi anaknya sendiri.
G.      Resiko Abortus
Aborsi mempunyai risiko yang tinggi terhadap kesehatan maupun keselamatan seorang wanita. tidak benar jikalau dikatakan bahwa jikalau seseorang melaksanakan pengguguran ia tidak mencicipi apa-apa dan pribadi boleh pulang”.
Ada 2 macam risiko kesehatan terhadap perempuan yang melaksanakan aborsi
1.      Risiko kesehatan dan kesehatan secara fisik
2.      Risiko gangguan psikologi
Risiko kesehatan dan kesehatan fisik
Pada dikala melaksanakan pengguguran dan setelah melaksanakan pengguguran ada beberapa risiko yang akan dihadapi oleh seorang wanita, menyerupai yang dijelaskan dalam buku fact of life yang ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
  1. Kematian mendadak lantaran perdarahan hebat
  2. Kematian mendadak lantaran pembiakan yang gagal
  3. Kematian secara lambat akhir abses serius di sekitar kandungan
  4. Rahim yang sobek (uterine perforation)
  5. Kerusakan leher rahim yang akan menimbulkan cacat pada anak berikutnya.
  6. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
  7. Kanker indung telur
  8. Kanker leher rahim
  9. kanker hati
  10. Kelainan pada placenta/ari-ari yang akan menimbulkan cacat pada anak berikutnya dan perdarahan hebat pada dikala kehamilan berikutnya
  11. Menjadi mandul/tidak bisa mempunyai keturunan lagi
  12. Infeksi rongga panggul
  13. Infeksi pada lapisan rahim
Risiko kesehatan mental
Proses pengguguran bukan saja suatu proses yang mempunyai risiko tinggi dari segi kesehatan dan keselamatan seorang perempuan secara fisik, tetapi juga mempunyai dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “post abortion syndrome” atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam psychological reactions reported after abortion di dalam penerbitan. The post abortion review (1994, intinya seorang perempuan yang melalukan pengguguran akan mengalami hal-hal menyerupai berikut ini:
  1. Kehilangan harga diri
  2. Berteriak-teriak histeris
  3. Mimpi jelek berkali-kali mengenai bayi
  4. Ingin melaksanakan bunuh diri
  5. Mulai mencoba memakai obat-obat terlarang
  6. Tidak bisa menikmati hubungan seksual
Di luar hal-hal tersebut di atas para perempuan yang melaksanakan pengguguran akan dipenuhi perasaan bersalah yang tidak hilang selama bertahun-tahun dalam hidupnya.
BAB III
PENUTUP
A.      KESIMPULAN
Meski pengguguran kandungan (aborsi) dihentikan oleh hukum, tetapi kenyataannya terdapat 2,3 juta perempuan melaksanakan aborsi. Masalahnya tiap perempuan mempunyai alasan tersendiri untuk melaksanakan pengguguran dan hukumpun terlihat tidak akomodatif terhadap alasan-alasan tersebut, contohnya dalam problem kehamilan paksa akhir perkosaan atau bentuk kekerasan lain termasuk kegagalan KB. Larangan pengguguran berakibat pada banyaknya terjadi pengguguran tidak kondusif (unsafe abortion), yang menjadikan kematian. Data WHO menyebutkan, 15-50% kematian ibu disebabkan oleh pengguguran kandungan yang tidak aman. Dari 20 juta pengguguran kandungan tidak kondusif yang dilakukan tiap tahun, ditemukan 70.000 perempuan meninggal dunia. Artinya 1 dari 8 ibu meninggal akhir pengguguran yang tidak aman.
Melakukan pengguguran niscaya merupakan keputusan yang sangat berat dirasakan oleh perempuan yang bersangkutan. Tapi bila itu memang menjadi jalan yang terakhir, yang harus diperhatikan yaitu persiapan secara fisik dan mental dan informasi yang cukup mengenai bagaimana biar pengguguran bisa berlangsung aman. Aborsi kondusif bila:
·      Dilakukan oleh pekerja kesehatan (perawat, bidan, dokter) yang benar-benar terlatih dan berpengalaman melaksanakan aborsi
·      Pelaksanaannya mempergunakan alat-alat kedokteran yang layak
·      Dilakukan dalam kondisi bersih, apapun yang masuk dalam vagina atau rahim harus steril atau tidak terkotori kuman dan bakteri
·      Dilakukan kurang dari 3 bulan (12 minggu) setelah pasien terakhir kali menerima haid. Pelayanan Kesehatan yang Memadai yaitu HAK SETIAP ORANG, tidak terkecuali perempuan yang tetapkan melaksanakan Aborsi.
Keahlian bidan kini ini sering disalah gunakan untuk melaksanakan tindakan yang menentang aturan dan agama, yaitu melaksanakan praktek pengguguran ilegal. Tapi, terkadang bidan membantu perempuan hamil untuk melaksanakan aborsi. Hal ini di lakukan lantaran adanya banyak sekali penyebab diantaranya: penyakit yang alami oleh si ibu tersebut yang sanggup membahayakan janinnya. Peranan bidan sangat besar dalam menginformasikan KB dan alat kontrasepsi, sehingga tidak terjadi kehamilan yang tidak diinginkan dan tidak akan terjadi praktek pengguguran ilegal. Hal ini dibutuhkan kepada seluruh masyarakat biar selalu memakai alat kontrasepsi dan mengikuti jadwal KB.
B.       SARAN
Diharapkan kepada orangtua biar lebih memperhatikan kondisi/ keadaaan anak khususnya perempuan, menyerupai membatasi pergaulan, dan mengatakan informasi lebih awal perihal aborsi, serta ilmu agama yang lebih mendalam dengan cita-cita biar si anak tidak terjebak dalam kondisi yang kemungkinan sanggup terjadi menyerupai itu.
Untuk itu baik pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua biar sanggup mengatakan masukan (suplemen) khusus kepada remaja wanita, biar pola pikir perihal arah-arah negatif sanggup dihindari semenjak dini.
Hendaknya para tenaga kesehatan biar selalu menjaga sumpah profesi dan kode etiknya dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga pengurangan peristiwa Abortus sanggup dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
GOI & UNICEF. Laporan Nasional Tindak Lanjut Konferensi Tingkat Tinggi Anak (Draft). Desember 2000.
Mochtar, Rustam, 1987, Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Valentino Group, Medan
WHO-SEARO. Regional Health Report 1998: Focus on Women. New Delhi: WHO-SEARO, 1998.
WHO. Safe Abortion: Technical and Policy Guidance for Health System. A Draft 4 September 2002.
Prawirahardjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pusaka, Jakarta.
http://www.aborsi.org/
http://dikti.go.id/pkm/pkmi_award_2006/pdf/pkmi06_016.pdf.
www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news_print.asp?IDNews=527 - 17k
https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=makalah-tentang-aborsi  diakses pada tanggal 21 November 2011 pukul 20.20 WITA.
https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=makalah-tentang-aborsi diakses pada tanggal 21 November 2011 pukul 20.21 WITA.
https://kanntongilmudunia.blogspot.com//search?q=makalah-tentang-aborsi  diakses pada tanggal 21 November 2011 pukul 20.28 WITA.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel